Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Bab 11

The First Conflict

Bukannya menuju Menteng dan masuk ke studio untuk rekaman, Revel justru memilih
mengunjungi mamanya di Tebet. Stelah alamat rumah Menteng dijadikan kantor MRAM,
mama memilih tinggal di rumah yg ia warisi dari orangtuanya. Revel tahu betul jadwal
mamanya sehingga dia merasa tdk perlu menelepon untuk memberitahu kedatangannya.
Dia tdk tahu apa yg baru saja terjadi diantara dirinya dan Ina. Satu detik mereka having a
good time ngobrolin tentang keluarga dan phobia mereka dan detik selanjutnya dai salah
ngomong dan langsung mendapat sikap dingin dari Ina.
Seperti yg dia duga, mama sedang minum the di teras belakang ketika Revel sampai. Beliau
bahkan tdk kelihatan terkejut ketika melihat anaknya.
"Gimana acara ultah papa Ina? Apa kalian sudah ngedrop bomnya ke mereka?" Tanya ibu
Davina sambil meletakkan cangkir tehnya.
Revel mencium pipi mamanya sbelum duduk di kursi rotan yg tersedia. "Acara ultahnya
lancar. Aku sudah mengumumkan kepada keluarganya klo aku mau menikahi Ina, sekarang tinggal mama telpon orangtuanya untuk ngomongin masalah tanggal lamaran. Ina bilang awal April dia free sehingga acara lamaran bisa dilaksanakan dan dia mau pernikahannya bulan Juni."
Ibu Davina memerhatikan anaknya dgn lebih seksama. Dia tahu betul kepribadian Revel yg
sgt tertutup dan pendiam sehingga terkesan moody kepada kebanyakan orang, tp beliau
sudah belajar untuk membedakan antara moody karena dia sedang kesal atau karena dia
sedang banyak pikiran. Namun wajah Revel hari ini tdk kelihatan kesal ataupun pusing,
melainkan bingung. Revel tdk pernah bingung, dia adalah jenis orang yg slalu tahu apa yg
harus dia lakukan dalam situasi apapun. Ibu Davina bertanya2 apakah atau lebih tepatnya
siapakah yg membuat anaknya jadi begini?
"Klo misalnya semuanya lancar, knapa kmu kelihatan marah begini?" Tanya ibu Davina.
"Aku nggak marah," balas Revel terlalu cepat dan terlalu tajam, membuat ibu Davina
tersenyum. Revel mendengus sbelum berkata, "Mam, apa menurut mama aku ini orangnya
sombong dan suka pamer?"
"Humph..." Ibu Davina sedikit terkejut mendengar pertanyaan ini, sehingga dia harus
berpikir sejenak. "Mungkin nggak sombong atau pamer specifically, tp kmu tipe orang yg
karena sudah terbiasa hidup dgn segala sesuatu yg nomor satu, kmu jadi kelihatan kurang
menghargai benda2 yg orang pikir sebagai barang mewah karena itu sudah jadi bagian
kehidupan harian kmu. Tapi nggak ada salahnya dgn itu."
Revel terdiam. Perlahan2 dia mencoba mencerna kata2 mamanya. Sebagai anak tunggal
seorang pengusaha sukses, dia memang sudah dibesarkan dgn segala kemewahan, sehingga
sebagai manusia dewasa, segala kemewahan yg dia miliki dianggapnya sebagai suatu hak
daripada suatu keistimewaan. Wow, Ina benar, dia memang sombong. Knapa tdk pernah
ada orang yg mengatakan hal ini kepadanya sebelumnya? Semenjak perceraian
orangtuanya, dia slalu berusaha sebisa mungkin membebaskan diri dari cetakan anak2 dgn
latar belakangnya, yaitu anak2 orang kaya yg sombong dan berpikiran dangkal. Dia lebih
memilih sekolah negeri daripada swasta, bergaya punk daripada preppy, berkarier di dunia
musik dan membangun kariernya di dunia itu, terpisah dari bisnis papa. Dia bahkan menolak
mengambil alih manajemen perusahaan papa ketika beliau meninggal, dan memilih menjadi
pemegang saham pasif dan menyerahkan tanggung jawab manajemen kepada Board of
Directors yg sudah ada. Siapa yg sangka bahwa dia tetap menjadi orang yg dia coba hindari.
Papa yg sudah meninggal hampir 10tahun akan bangun dari kubur dan muncul di
hadapannya sambil geleng2 kepala klo dia sampai tahu laki2 sperti apa Revel kini.
Ketika orangtuanya bercerai, dia masih di bawah umur dan hakim memutuskan hak asuh
anak jatuh kepada mama karena papa terlalu sibuk dgn pekerjaan dan jarang ada di rumah.
Setidak2nya, itulah yg dikatakan oleh kedua orangtuanya sewaktu dia bertanya knapa dia
tdk bisa tinggal dgn papa. Sejujurnya, klo diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya,
Revel akan memilih untuk tinggal dgn papa. Pada saat itu Revel merasa penjelasan mereka
agak sedikit janggal, karena meskipun papa sibuk, tp beliau slalu menyempatkan diri untuk
menghabiskan waktu dgn anak satu2nya itu. Selama setahun setelah perceraian
orangtuanya, Revel hanya diperbolehkan bertemu dgn papa sebulan sekali, dan meskipun
mama bilang bahwa itu adalah keputusan pengadilan, tp Revel menaruh kecurigaan bahwa
itu adalah keputusan mama yg mencoba menjauhkan dirinya dari papa. Dan selama setahun
itu dia betul2 membenci mamanya.
Seperti teori psikologi mengenai fase yg dilalui oleh seseorang dalam menghadapi kematian,
Revel melalui beberapa fase saat menghadapi perceraian orangtuanya. Mulai dari menolak
menerima keadaan, mencoba tawar-menawar dgn mama agar diperbolehkan lebih sering
bertemu dgn papa, marah karena mama tetap bersikeras dgn larangannya, hingga akhirnya
Revel tdk peduli dgn kata2 mamanya lagi yg menurutnya tdk akan pernah bisa mengerti
dirinya. Betapa dia merindukan papa, satu2nya orang yg betul2 mengerti dirinya. Papa
adalah laki2 yg pendiam dan lembut, yg membiarkan mama menginjak2nya karena beliau
mencintai wanita itu, sampai akhirnya beliau sadar bahwa cintanya tdk cukup bagi istrinya
sehingga mampu menyelamatkan perkawinan tersebut dan mengatur segala sesuatu di
dalam kehidupan papa. Mulai dari pakaian yg harus dikenakan, sampai keputusan bisnis di
perusahaan papa, seakan2 papa tdk mampu mengambil keputusan sendiri.
Mama slalu mencoba mengekang papa dan Revel mengerti knapa papa menceraikan mama.
Laki2 mana yg akan tahan diperlakukan sperti itu oleh istri mereka? Setahun setelah
perceraian, Revel melihat bahwa papa mencoba sebisa mungkin memperbaiki hubungannya
dgn mama. Revel tahu bahwa papa masih mencintai mama, tdk peduli apa yg mama sudah
lakukan kepadanya. Tapi hingga penyakit kanker akhirnya menghabiskan hidup papa
sekembalinya Revel dari Amerika, mama tetap bersikeras bersikap dingin kepada papa.
Dari perkawinan orangtuanya inilah Revel tahu bahwa dia tdk akan pernah membiarkan
dirinya mencintai seorang wanita sedalam papa mencintai mama, tak akan dia membiarkan
seorang wanita menginjak2 harga dirinya. Tidak, dia tdk akan menjadi sperti itu.
Papa adalah orang yg sederhana, sikapnya pun sederhana. Revel tahu beliau berasal dari
keluarga biasa2 saja, tp dgn otaknya yg encer dan kerja keras, papa mampu membangun
bisnis hingga sukses. Tentu saja Revel juga sangat tahu bahwa papa sangat mengharapkan
putranya akan mengambil alih perusahaan itu ketika dia sudah dewasa. Tetapi ketika Revel
lebih memilih menekuni dunia musik, papa tdk menunjukkan wajah kecewa. Beliau malah
memberikan dukungan penuhnya.
Revel memandangi langit yg sudah berubah warna dari merah menjadi abu2 sbelum berdiri
dan berkata, "Aku pulang dulu, mam." Stelah mencium mamanya, dia langsung menghilang.
***
Setelah pertengkaran mereka , Revel tdk bertemu muka lagi dgn Ina selama 2minggu karena
Ina bilang dia sibuk dgn pekerjaannya, tp Revel tahu bahwa Ins mencoba sebisa mungkin
menghindarinya. Meskipun Ina menyempatkan diri untuk mengkonfirmasi tanggal lamaran
dengannya seperti yg dia janjikan. Tp ternyata ketakutannya tdk memiliki dasar karena
meskipun Ina jarang berbicara dengannya, rupanya dia sering berhubungan dgn mama
untuk membicarakan tentang acara lamaran. Dan itu betul2 membuatnya jengkel.
Revel mencoba menghabiskan waktunya di dalam studio dan menulis lagu untuk mengusir
kejengkelannya. Suatu kegiatan yg biasanya bisa memberikannya ketenangan. Tapi stelah
3hari dia bahkan tdk bisa menyelesaikan satu bait lagu yg sedang ditulisnya, dan
kejengkelannya berubah menjadi kedongkolan. Dalam keadaan penuh kedongkolan yg
sudah dipendam selama 3minggu inilah Revel, Mama. Om John, adiknya papa dan istrinya,
dan pakde Ray, kakaknya mama dan istrinya, datang ke rumah orantua Ina untuk acara
lamaran. Kedatangan mereka disambut oleh keluarga dekat Ina saja, yaitu kedua orangtua
dan ketiga kakak Ina bersama dgn suami dan anak2 mereka. Saat itulah untuk pertama kali
Revel bertemu dgn kak Sofia yg bertampang supersangar dan memperhatikan gerakgeriknya
seakan2 dia siap menerkamnya kapan saja. Gggrrr.... untung saja dia tdk ada di
acara ultah papa Ina, karena klo saja dia melihat wanita ini sebelumnya, Revel mungkin akan
berpikir 2X sbelum mengumumkan pertunangannya dgn Ina.
Lain dgn kak Sofia, Ina dan anggota keluarganya yg lain menyambut keluarga Revel dgn
ramah dan sepanjang acara itu Ina memperlakukan Revel sebagaimana seseorang
memperlakukan tunangannya. Dan itu membuat Revel ingin mencekiknya. Dia ingin
berbicara dgn Ina berdua saja untuk membicarakan... yah, apapun yg harus mereka
bicarakan, tp tentunya tdk bisa karena terlalu banyak pasang mata yg memperhatikan stiap
gerak-gerik mereka.
Akhirnya ketika acara berakhir dan para tetua keluarga sedang membahas tentang tanggal
pernikahan yg paling pas sambil minum kopi, Revel mengikuti Ina yg sedang membawa
nampan penuh piring kotor menuju dapur.
"Kmu knapa sih menghindari saya?"
Ina yg tdk mendengar langkah Revel di belakangnya hampir saja menjatuhkan nampan itu.
Untung saja Revel bisa bereaksi dgn cepat menyelamatkan nampan itu dari tangannya.
"Thanks," ucap Ina dan terus berjalan menuju dapur yg ternyata berada di area yg cukup
tertutup dari ruang tamu.
Revel mengikuti Ina ke dalam dapur dan meletakkan nampan itu diatas meja sbelum
mengulang pertanyaannya.
"Jawab saya, knapa kmu menghindari saya?"
"Menghindari kmu gimana?" Ina kelihatan bingung.
"Saya ngerti klo kmu masih marah sama saya karena komentar saya beberapa minggu lalu,
tp saya kan sudah minta maaf sama kmu. Di telpon kmu memang bilang klo kmu sudah
maafin saya, tp stelah itu klo telpon, kmu nggak pernah angkat, dan klopun kmu angkat,
kmu slalu terkesan buru2. Kmu nggak pernah datang lagi ke rumah saya stelah kunjungan
audit, kmu cuma kirim tim kmu saja habis itu. Beberapa kali saya minta ketemu, kmu slalu
nolak dan bilang kmu sibuk, tp kmu slalu menyempatkan diri ketemu dgn mama. Saya tahu
klo tunangan ini cuma pura2 saja, tp kita masing2 ada tugas yg harus dipenuhi, saya harap
kmu masih belum lupa tugas kmu."
Awalnya Ina menatapnya dgn penuh kebingungan, tetapi ketika dia mendengar separo akhir
dari omelannya, wajahnya berubah menjadi serius sebelum berkata dgn tenang dan jelas,
"Saya memang sudah maafin kmu, Rev. Dan alasan saya knapa slalu terdengar terburu2 klo
kmu telpon dan nggak bisa ketemu kmu adalah karena saya memang lagi sibuk sekali di
kantor. Soal kunjungan ke rumah kmu, selama 6bulan ini saya slalu hanya mengirim tim saya
ke rumah kmu, kecuali klo ada masalah besar atau audit. Dan karena audit sudah selesai dan
saya nggak menerima laporan bahwa kmu ada masalah, ya saya nggak perlu dateng."
"Oh," adalah satu2nya kata yg keluar dari mulut Revel. Dia terlalu terkejut mendengar
penjelasan Ina sehingga tak bisa berkata2. Semua kejengkelan telah luntur dari tubuhnya,
meninggalkan rasa bersalah yg mendalam.
"Tapi kmu benar, saya sudah lalai dalam menjalankan tugas saya. Saya minta P.A. saya bisa
menghabiskan lebih banyak waktu dgn kmu. Kapan kmu akan memperkenalkan saya kepada
publik?"
Revel mencoba memulihkan diri dari kekagetannya dan berkata, "Saya harus menghadiri
acara penggalangan dana hari minggu tanggal dua bulan depan. Saya berencana
memperkenalkan kmu pada saat itu."
"Oke, saya akan kosongkan jadwal saya," ucap Ina tegas.
"Oke," balas Revel sambil mengangguk.
Mereka kemudian hanya terdiam dan saling pandang selama beberapa detik, tdk ada dari
mereka yg bergerak meninggalkan dapur. Revel bersusah payah menahan diri agar tdk
menyapukan jari2nya pada bibir Ina yg kelihatan ekstramerah dan sperti minta dicium
malam ini. Dia baru saja akan mengangkat tangannya ketika Suti, pembantu rumah Ina
memasuki dapur dgn membawa satu nampan penuh cangkir kotor.
"Mbak Ina, dicari Ibu," ucap Suti yg sedikit tersipu2 ketika melihat bahwa Revel sedang
sedang berada di dapur bersama Ina. Dia spertinya tdk sadar bahwa kemunculannya yg
tiba2 sudah menggagalkan rencana Revel untuk mencium anak majikannya itu.
Ina tersenyum kepada Suti, dan dgn satu anggukan pada Revel, Ina keluar dari dapur
meninggalkan Revel dgn Suti yg sedang memandangi dia seolah dewa. Revel memutuskan
mengikuti jejak Ina dan segera meninggalkan dapur.
Seminggu stelah lamaran, desas desus tentang Revel dan "pacar" barunya mulai menyebar,
tetapi tdk ada yg bisa mengidentifikasi wanita tersebut. Hal ini membuat Revel tersenyum.
Dia tdk tahu dan tdk peduli siapa yg memulai desas desus itu, yg dia mau hanyalah agar
gosip itu tersebar dan tersebar cepat.
Atas saran pak Danung, Ina dan Revel mencoba mengenal satu sama lain lebih jauh. Dimulai
dgn Revel bertanya kepada Ina apakah dia bisa datang ke apartemennya agar mereka bisa
sama2 menuliskan nama orang2 yg mereka akan undang pada pernikahan mereka.
Meskipun Ina datang dari keluarga besar, tp daftar yg dibuatnya berhenti pada angka150,
sedangkan daftar yg dibuat Revel sudah mencapai angka 500. Ketika Ina menanyakan siapa
saja yg ingin dia undang ke pernikahan mereka, Revel dgn cueknya menjawab bahwa
mayoritas dari undangan itu akan jatuh ke kalangan artis, kolega bisnis, dan media. Ketika
Ina mengemukakan pendapatnya bahwa Revel tdk perlu mengundang sebegitu banyak
orang untuk sebuah pernikahan yg akan diakhiri dalam masa kurang dari setahun lagi, Revel
langsung kelihatan sangat tersinggung sebelum kemudian menjawab bahwa pernikahan. Ini
adalah atas biayanya dan dia bisa mengundang siapa saja yg dia mau. Ina yg kesal akan
komentar itu membalas dgn mengatakan bahwa dia adalah laki2 dgn pikiran dangkal yg
mengukur semuanya dgn uang.
Selama beberapa hari Revel tdk menghubungi Ina dan Ina g merasa bahwa Revel perlu
diberi pelajaran tentang kelakuannya yg mau menang sendiri, menolak meneleponnya
terlebih dahulu. Akhirnya pada hari keempat, Helen memasuki ruangan bosnya dgn senyum
lebar. Dia membawa serangkaian bunga aster dgn kartu yg bertuliskan "I'm sorry" dan
dibawah kata2 itu ada inisial huruf "R". Pertama2 Ina merasakan kemenangan karena Revel
akhirnya menyadari kesalahannya, kemudian perlahan2 disusul dgn rasa berbunga2. Dia
baru saja akan menelpon Revel untuk mengucapkan terimakasih atas bunganya ketika dia
sadar akan satu hal, yaitu bahwa Revel sedang bertingkah laku sebagai laki2 pengecut yg
memilih jalan pintas untuk meminta maaf. Dgn menggunakan bunga dan kartu, Revel sudah
meminta maaf, tanpa kehilangan harga dirinya. Dasar egois, geram Ina yg kemudian
meminta Helen untuk mengembalikan bunga itu kepada pengirimnya. Tp karena pengirim
bunga sudah pergi stelah menyerahkan paketnya, Ina akhirnya meminta Helen meletakkan
bunga itu sejauh mungkin dari kantornya agar dia tdk perlu melihatnya lagi.
Dua hari berlalu dan Ina masih kesal dgn perlakuan Revel ketika orang yg membuatnya kesal
itu menelponnya. Ina berdebat apakah dia mau mengangkatnya atau tdk, tp keingintahuan
akan apa yg akan dikatakan cowok itu padanya menang dan Ina menjawab panggilan itu.
"Ina?" Terdengar suara Revel di ujung saluran telpon.
"Ya, ada apa Rev?" jawab Ina dgn suara setenang mungkin.
"Kmu sudah terima bunga yg saya kirim?"
"Sudah."
"Terus?"
"Ya nggak terus," tandas Ina.
Stelah mengucapkan 3kata itu Ina berusaha sebisa mungkin menahan tawanya, dia berhasil
melakukannya selama 5detik sebelum dia mulai tertawa terbahak2. Dia tdk tahu knapa dia
mulai tertawa dan tdk bisa berhenti, mungkin karna 2bungkus M&Ms kacang yg baru
dihabiskannya, yg kadar gulanya bisa membuat orang jadi hiper, atau mungkin karena
mendengar suara Revel yg terdengar sperti layaknya laki2 yg tahu bahwa mereka salah dan
sedang mencoba meminta maaf, tetapi tdk tahu apakah permintaan maafnya akan diterima.
Revel kemudian sadar bahwa Ina sedang tertawa juga ikut tertawa. Alhasil, selama 5menit
ke depan mereka tertawa bersama2.
"Saya minta maaf soal kejadian tempo hari," ucap Revel stelah tawa mereka reda. "Boleh
saya ke rumak kmu nanti malam? Kita perlu finalize daftar kmu supaya kita bisa mulai
mikirin soal venue," lanjutnya dgn penuh harap.
Bersama dgn tawa itu, entah bagaimana, kemarahan Ina pun surut. "Oke asal kmu berhenti
menyinggung2 soal uang kmu lagi," balas Ina.
Revel terdiam beberapa detik, seakan2 dia mempertimbangkan apakah dia mau protes atas
tuduhan ini, tp akhirnya Ina mendengarnya berkata, "Iya, saya janji."
"Oke, saya tunggu kmu nanti malam," balas Ina.
***
Malam itu mereka menyelesaikan daftar tamu dgn damai dan mulai membicarakan tentang
gedung. Stelah diskusi panjang lebar akhirnya diputuskan acara akan diadakan di rumah
Revel, dan dgn begitu, tema garden party pun tercipta.
"Apa lagi yg kita perlu bicarakan?" tanya Revel sambil menyandarkan kepalanya pada bantal
sofa. Dia mendesah panjang sbelum kemudian melepaskan kacamatanya dan menutup
matanya.
Percakapan tentang pernikahan mereka ini sudah melelahkan mereka berdua. Ina tahu
bahwa Revel tdk akan membantah klo dia meminta wedding planner untuk membantunya
merancang pernikahan ini, tp Ina adalah control freak, yaitu seseorang yg harus slalu
memiliki kontrol dalam situasi apapun, yg membuatnyatdk mudah percaya pada orang lain.
Alhasil, dia tdk berani menyerahkan perancangan pernikahan sebesar ini ke tangan wedding
planner, tdk peduli seberapa profesionalnya mereka, mereka tetap orang asing yg dia tdk
kenal.
Ina melirik jam dinding dan berkata, "Kmu sebaiknya pulang, sekarang sudah jam sembilan
lewat. Kita bicarakan hal lainnya besok saja." Dia kemudian berdiri dan mengangkat cangkir
kotor yg tadinya berisi kopi, ke dapur. Menyadari apa yg sedang dilakukan Ina, Revel
langsung berdiri dan menjulurkan tangannya untuk mengambil cangkir itu dari tangan Ina,
tetapi Ina menolak bantuannya.
Sambil berjalan ke dapur Ina mendengar Revel membalas, "Saya biasa kok pulang malam.
Nggak ada yg nyariin juga di rumah."
Ina menggeleng sambil tersenyum, rupanya Revel sudah salah paham dgn kata2nya. Dia
berjalan kembali ke ruang tamu dan sambil bertolak pinggang di depan Revel dia berkata,
"Saya yakin kmu memang biasa pulang malam, tp saya nggak biasa ada laki2 yg bukan
keluarga bertamu di rumah saya selepas jam sembilan malam dan sebelum jam sepuluh
pagi."
"Tapi saya ini tunangan kmu, I'm practically family," bantah Revel. Dia kelihatan sangat
tersinggung karena Ina pada dasarnya sudah mengusirnya.
Ina mengembuskan napas putus asa. Masih ada banyak hal yg harus dipelajari Revel tentang
dirinya, dan dia tentang Revel. Mereka harus lebih mengenal satu sama lain agar tdk ada lagi
kesalahpahaman tentang hal remeh sperti ini.
"Rev, ada suatu hal pribadi yg saya mesti bicarakan sama kmu, dan saya minta kmu nggak
merasa tersinggung stelah mendengar ini. Bisa?" tanya Ina dgn sedikit ragu.
"Oke," ucap Revel sedikit curiga.
Sebelum dia kehilangan keberaniannya, Ina berkata, "Saya ada masalah sama uang kmu."
"Uang saya?"
"Uang adalah isu yg sedikit sensitif untuk saya," Ina mencoba menjelaskan.
"Oke..."
"Saya adalah wanita mandiri yg mampu membiayai segala sesuatunya sendiri." Ina mencoba
mengukur reaksi Revel. Ketika dia melihat bahwa Revel hanya menatapnya tanpa ekspresi,
dia melanjutkan, "Oleh karena itu saya merasa tersinggung setiap kali kmu menyebut2
betapa banyaknya uang kmu. Saya mau kmu mengerti bahwa saya setuju dgn perjanjian
kita, bukan karena uang kmu, tp karena kita bisa membantu satu sama lain. So, klo kmu
pernikahan kita ini kelihatan tulus dan bisa dipercaya di mata masyarakat, kmu jangan bikin
saya kesal dgn menyinggung2 masalah uang kmu lagi. Setuju?"
Revel kelihatan mempertimbangkannya dgn saksama sebelum mengangguk. Dia teringat
betapa marahnya Ina stiap kali dia menyebut2 tentang uangnya, kini dia mengerti
alasannya.
"Klo kita benar2 mau menolong satu sama lain dgn membuat hubungan kita ini kelihatan
tulus dan bisa dipercaya di mata masyarakat..." Revel sengaja mengulang kata2 Ina
sebelumnya dan mendelik jenaka kepada Ina yg sedang mencoba menahan senyum, "saya
nggak mau dengar kmu nyebut2 hubungan kita sebagai kawin kontrak. Mulai sekarang kita
adalah Ina dan Revel, dua orang yg akan menikah bulan Juni nanti. Setuju?"
Ina kelihatan berpikir sejenak sbelum kemudian menjulurkan tangannya menyalami Revel.
Ketika Revel menyambut tangan itu, ina berkata, "Setuju."
Dan dgn jabat tangan itu, Revel merasa sperti ada kekuatan gaib yg mengikat perjanjian itu.
Tapi kata2 Ina selanjutnya menghapuskan rasa gaib itu selamanya.
"Oke, sekarang saya mau kmu keluar dari apartemen saya."
Revel berusaha tdk menggeram ketika bangun dari sofa dan dgn satu anggukan, dia permisi pulang.


Celebrity Wedding - Bab 12

No comments:

Post a Comment