Monday, September 7, 2015

Celebrity Wedding - Part 20

The Impossible Request

“Kmu tadi bangun jam berapa?” bisik Revel yg kini sedang mencium kulit lembut dibawah
daun telinga Ina.
“Jam delapan,” desah Ina dan Revel tersenyum ketika menyadari bahwa dia sudah berhasil
membuat pikiran Ina kacau balau karena Ina memerlukan beberapa detik untuk menjawab
pertanyaan ini.
“Knapa nggak bangunin saya?”
“Karena kmu perlu istirahat. Saya perhatikan kmu biasanya baru bangun tengah hari klo
tidur pagi.”
Revel mengalihkan bibirnya ke leher Ina yg otomatis mendongakkan kepalanya dan
memberikan akses penuh bagi bibir Revel untuk mengeksplorasi area tersebut.
“Ina..”
“Ehm?”
“Lain kali bisa nggak kmu nggak berenang klo sedang hujan? Saya nggak mau kmu sakit.”
Ina tertawa dan Revel mencium getaran itu dari leher Ina. “Klo gitu kita sebaiknya keluar
dari kolam renang ini sekarang juga karena hari masih hujan,” balas Ina.
“In a minute.” Revel menghabiskan beberapa menit untuk menciumi semua tetesan air
hujan yg membasahi wajah Ina dan Ina tertawa cekikikan, tp dia tdk melawan.
Revel tahu bahwa inilah saatnya untuk mengemukakan permintaannya, dan dia berharap
bahwa Ina tdk akan menolaknya karena dia tdk tahu apa yg dia akan lakukan klo itu sampai
terjadi.
“Ina, saya perlu minta sesuatu dari kmu.” Revel mencium sudut bibir Ina perlahan2 sehingga
dia merasakan tubuh Ina melemah di dalam pelukannya.
“Oke.. apa?” bisik Ina dgn suara serak.
“Saya mau tidur dgn kmu,” bisiknya dan berhenti mencium Ina.
Ina membuka matanya, memberikan jarak diantara wajahnya dan wajah Revel agar dia bisa
menatapnya. “Waktu kmu bilang ‘tidur dgn saya’, saya mendapat feeling bahwa kmu bukan
bermaksud hanya tidur sama2 di satu tempat tidur tanpa melakukan hal2 lainnya.”
Revel menggelengkan kepalanya dan melihat permainan emosinpada wajah Ina. Dia tdk bisa
membacanya dan itu membuatnya nervous. Apakah Ina akan mengabulkan permintaannya
atau menamparnya, dia tdk tahu.
“Why?” tanya Ina dgn suara pelan.
“Karena saya mau kmu,” jelas Revel. Dia memang penulis lagu yg andal, tp pada saat ini tdk
ada kata2 puitis yg bisa menggambarkan apa yg dia rasakan terhadap Ina.
“I see,” ucap Ina pelan dan dia melingkarkan kedua tangannya pada leher Revel dan
mengistirahatkan kepalanya disamping kepala Revel. Revel memindahkan letak kedua
lengannya agar bisa menopang tubuh Ina dgn lebih nyaman. Setidak2nya Ina tdk
menamparnya dan Revel pikir bahwa itu pertanda baik.
Mereka terdiam. Revel sudah ingin berteriak ketika stelah 3menit kemudian Ina masih tdk
mengeluarkan kata2 dan ketika itulah dia mendengarnya. “Apa kmu slalu menawarkan
tempat tidur kmu ke semua partner bisnis kmu?” tanya Ina.
“Selama ini partner bisnis saya adalah laki2 berymur 40tahun keatas dgn perut gendut dan
kepala botak. Mereka bukan tipe saya.”
Ina tertawa dan Revel tersenyum karena dia bisa membuat Ina tertawa dgn leluconnya.
Kemudian Ina berkata perlahan2. “Kmu pernah bilang bahwa alasan kmu milih saya untuk
jadi istri kmu adalah karena saya bukan tipe kmu. Kmu bilang saya aman.”
“Saya bilang begitu ya?”
“Yep.”
“Well, mungkin saya perlu menarik kembali kata2 saya itu. Satu2nya alasan knapa saya
mengatakan itu adalah supaya kmu bisa merasa aman dgn saya. Meyakinkan kmu bahwa
saya tdk akan menggoda kmu.”
“Jadi saya ini tipe kmu?” tanya Ina bingung.
“Nggak bisa disangkal lagi, kmu adalah tipe wanita yg saya suka.”
“Tapi semua mantan pacar kmu nggak ada mirip2nya dgn saya.”
“Itu sebabnya saya nggak menikahi mereka. Saya menikahi kmu.”
Ina mempertimbangkan kata2 Revel. “Klo saya tidur sama kmu, hubungan kita akan
berubah. Profesionalisme kita akan hilang dan saya nggak yakin bahwa kita akan bisa
mendapatkannya kembali klo hal itu sudah hilang.”
“Apa kmu pikir kmu masih bisa bertingkah laku profesional stelah hari ini? Stelah kmu
memperbolehkan saya mencium payudara kmu?” Revel mencoba membuat suaranya
setenang mungkin, padahal yg dia ingin sekali mengguncangkan bahu Ina sampai giginya
rontok semua.
Ohhh! Dia harus bisa mengontrol dirinya. Ina tdk akan pernah menyetujui rencananya klo
dia membuatnya tersudut.
“Kmu nggak mencium payudara saya. Saya akan ingat klo kmu melakukan itu,” balas Ina
tenang, tetapi Revel melihat bahwa wajahnya sedikit memerah.
Perlahan Ina melepaskan diri dari pelukan Revel. Dia tdk ingat bahwa Revel sudah mencium
payudaranya. SIALAN, omel Revel dalam hati. Ina perlu belajar berbohong dgn lebih baik.
Ketika Ina akan melangkah pergi Revel menarik lenganya dan memutar tubuhnya untuk
kembali mengahadapnya. “Ina, bilang ke saya klo kmu nggak menginginkan hal yg sama dan
saya akan mundur teratur. Saya nggak pernah menyinggung2 hal ini lagi,” pinta Revel dgn
setulus mungkin, meskipun darahnya sudah mulai mendidih.
Revel tdk menyangka bahwa dia akan harus mengemis agar bisa tidur dgn seorang
perempuan, tp lihatlah apa yg dia lakukan sekarang. Pengalaman ini betul2 membuka
matanya.
“Saya nggak akann jadi satu lagi perempuan yg bisa kmu pakai sekali dan dibuang begitu
kmu bosan dgn mereka, Rev. Harga diri saya nggak akan bisa menerima itu,” ucap Ina.
“Percaya sama saya, kmu beda dgn perempuan lain. Kmu istri saya.”
Ina mendengus. “Saya nggak percaya kmu sudah menggunakan trik murahan sperti itu
untuk membuat saya mengiyakan permintaan kmu.” Ina menggelengkan kepalanya. “Untuk
kmu seks mungkin sesuatu yg gampang dan lumrah untuk dilakukan oleh manusia, tp nggak
untuk saya. Saya hanya akan melakukannya dgn suami saya..”
“Saya suami kmu,” geram Revel.
“Hanya untuk 8bulan lagi, stelah itu kontrak kita akan selesai dan kita akan bercerai secara
damai. Kita akan melanjutkan hidup masing2. Mungkin suatu hari nanti saya akan
menemukan seorang laki2 yg betul2 mencintai saya dan mau menikahi saya. Saat itu terjadi,
saya tahu bahwa ikatan itu tdk akan melibatkan kontrak yg ada tanggal kadaluarsanya.”
Revel terdiam, dia betul2 tdk suka dgn bayangan Ina menikah dgn laki2 lain. Dia berusaha
membaca ekspresi wajah Ina dan yg ia lihat adalah rasa tdk percaya dan kecewa karena
Revel sudah meminta ini darinya. Ina tdk lagi menatap wajah Revel, tp pada satu titik diatas
kepala Revel.
“Oke, klo itu yg kmu mau dari saya, sekarang juga saya akan telpon om Siahaan untuk
membatalkan kontrak itu.”
Ina langsung menatapnya dgn mata terbelalak. Mengambil kesempatan dari kekagetan Ina,
Revel melanjutkan argumentasinya.
“Kita akan betul2 menikah dan hidup sebagaimana layaknya suami istri, tanpa kontrak atau
perjanjian jenis apapun. Kita akan tidur di kamar tidur yg sama, berbagi tempat tidur, kamar
mandi, bahkan sabun mandi. Kmu akan menemani saya menghadiri acara publik dan saya
akan menemani kmu ke setiap acara keluarga, bukan karena terpaksa atau karena merasa
bahwa itu suatu kewajiban, tp karena kita sama2 mau melakukannya untuk memberikan
dukungan kepada satu sama lain. Kmu akan mendengar stiap permintaan yg saya ajukan
demi menjaga kesejahteraan kmu dan saya akan melakukan hal yg sama untuk memperbaiki
hubungan saya dgn mama saya. Saya janji untuk tetap setia dgn kmu selama kmu berjanji
melakukan hal yg sama.” Dan kita akan have sex whenever I want it and whenever I want it,
pikir Revel, tp dia tdk mengatakannya. “Gimana?” tanyanya.
Ada kerutan pada wajah Ina yg berarti bahwa dia sedang betul2 mempertimbangkan ini
semua. Dengan harap2 cemas, Revel menunggu apa yg akan dikatakan Ina.
“Saya perlu waktu untuk memikirkan ini semua,” ucap Ina pelan.
Revel menahan diri agar tdk mendengus. Ini bukan jawaban yg dia harapkan, tp setidak2nya
Ina tdk menolak proposalnya mentah2, oleh sebab itu Revel bersyukur. “Oke, sampai
kapan?”
Klo saja dia tdk betul2 menginginkan Ina, dia mungkin akan melupakan ini semua dan pergi
ke rumah salah satu teman wanitanya dan memuaskan dirinya. Dia tdk pernah mengalami
sebegini banyak masalah hanya untuk tidur dgn seorang wanita.
“I don’t know.”
Dan Revel meledak. Dia melepaskan Ina dan berjalan menuju tepi kolam, sambil berteriak,
“Ada sekitar 10argumen yg bisa saya ajukan supaya lebih bisa meyakinkan kmu untuk
mengiyakan permintaan saya sekarang juga, tp sembilan diantaranya akan membuat saya
terdengar sperti orang gila.”
Ina mengikuti jejaknya. Revel yg sudah berhasil menarik dirinya keluar dari kolam renang
dan mengulurkan tangannya dan membantu Ina naik. Mereka sama2 berjalan menuju kursi
malas tempat Ina meletakkan handuknya.
“Apa satu argumentasi yg nggak akan membuat kmu terdengar sperti orang gila?” tanya Ina
sambil mengeringkan tubuhnya dgn handuk.
Revel terdiam sejenak, berharap bahwa dia adalah handuk yg dia gunakan, sbelum
mengedipkan matanya dan berkata sambil menatap Ina yg sekaranng sedang menatapnya
balik dgn penuh antisipasi, “Oh forget it. Yg itu juga akan membuat saya terdengar sperti
orang gila.”
Menyadari bahwa dia sudah tertangkap basah sedang menelanjangi Ina dgn matanya,
wajahnya langsung memerah dan Revel buru2 menyabet pakaiannya dan bergegas menuju
lantai atas. Ina menahan senyumnya. Revel slalu akan moody klo dia merasa kehilangan
kontrol atas situasi yg dia hadapi, spertinya ini adalah salah satu situasi tersebut. Stelah
yakin bahwa handuk yg melingkari pinggangnya tdk akan merosot, Ina pun mengikuti jejak
Revel.
“Kmu tahu kan klo saya bisa maksa kmu melakukan ini, bahwa kmu tdk punya hak menolak
tempat tidur kmu untuk saya?” tanya Revel.
Ina menghentikan langkahnya, terkejut mendengar kata2 Revel. Menyadari bahwa langkah
Ina sudah berhenti, Revel menoleh dan ketika melihat ekspresi pada wajah Ina dia berteriak,
“Dear God, woman! Saya sudah bilang aya tdk akan pernah main kasar dgn perempuan.
Kmu aman dgn saya.”
“Tapi kmu tadi baru bilang..”
Revel melambaikan tangannya, mencoba mencari kata2 yg tepat. “Itu Cuma hormon saya yg
bicara. Mama saya memang a cold-hearted bitch, tp dia tahu cara membesarkan anak
laki2nya menjadi orang yg bermoral. Saya nggak akan menyentuh kmu tanpa persetujuan
kmu.”
Revel mengantar Ina hingga ke depan pintu kamarnya dan meninggalkannya stelah berkata,
“Coba pikirkan permintaan saya, tp jangan terlalu lama, ya.”
***
Sebulan berlalu dan Ina masih belum bisa memberikan jawabannya kepada Revel yg
meskipun tdk pernah mengucapkan permintaannya lagi, tetapi Ina bisa melihat dari cara dia
menatapnya bahwa keinginannya masih belum berubah. Terkadang tatapannya itu bisa
melumpuhkan sehingga untuk beberapa detik Ina tdk bisa mengalihkan perhatiannya dari
mata Revel. Bagaimana dia bisa menyetujui rencana Revel untuk membatalkan kontrak itu
hanya supaya Revel bisa tidur dengannya? Dia memerlukan komitmen yg lebih dari hanya
kepuasan fisik belaka. Dia ingin Revel menginvestasikan perasaannya untuk jangka panjang
ke dalam hubungan ini sebelum dia bersedia tidur dengannya.
Ina bersyukur bahwa Revel menghabiskan lebih banyak waktunya di dalam studio,
mempersiapkan diri untuk turnya dan membantu latihan artis pembuka konsernya,
daripada memperhatikan Ina sperti dia adalah mangsanya. Tapi sayangnya, untuk menjaga
kesehatan dan suaranya, Revel berusaha menghindari tidut terlalu malam, maka dari itu
jadwalnya jadi sinkron dgn jadwal Ina. Dulu mereka hanya makan malam bersama2, tetapi
kini mereka juga makan siang pada akhir minggu klo Ina tdk perlu pergi ke kantor, bahkan
terkadang sarapan bersama. Pak Danung tdk kelihatan selama seminggu penuh, yg menurut
laporan dari Jo, beliau sedang melihat kelengkapan dan keamanan semua venue konser
disetiap kota. Tur Revel akan berlangsung selama satu bulan lebih, bermula di Medan dan
berakhir di Manado. Untuk membawa Revel dan kru turnya, MRAM sudah mencater jet
pribadi agar perjalanan mereka akan lebih lancar.
Stiap hari Revel melakukan hal2 yg membuat pendirian Ina sedikit goyah. Semuanya hanya
hal kecil, sperti slalu memastikan bahwa ada apel hijau, buah favorit Ina, di dalam lemari es;
mengantar Ina ke kantor sbelum mengantar mobil Ina ke dealership karena perlu ganti oli
padahal dia belum tidur semalaman; mengundang Gaby untuk nonton latihannya;
menawarkan diri untuk babysit Zara dan Ezra waktu pembantu kak Kania jatuh sakit dan
mereka harus menghadiri acara kantor suaminya, meskipun dia tahu kak Kania tdk
menyukainya; membelikan makanan favorit Zara dan Ezra, yaitu pizza dgn ukuran large;
main Bratz dool dgn Zara meskipun dia takut stengah mati sama boneka itu; mengantar Ezra
ke rumah sakit akibat keracunan pizza; merasa sangat bersalah karena sudah membeli pizza
itu; menunggu selama 3jam hingga dokter bisa mendiagnosis penyakit Ezra yg ternyata
bukan karena keracunan makanan, tp gejala flu; dan menerima omelan dari kak Kania yg tdk
tahu keadaan sebenarnya tanpa perlawanan meskipun dia tdk bersalah.
Revel slalu mendorong Ina untuk tdk hilang kontak dgn kedua orangtuanya, maka dari itu
mereka slalu berkunjung ke Grogol setidak2nya sebulan sekali. Revel bahkan
menyempatkan dirinya membawa orangtua Ina berlibur akhir pekan ke Bali. Selama liburan
itu tdk sekalipun Ina mendengar mamanya mencoba mengatur tidak tanduknya, karena
stiap kali mama akan melakukan itu, Revel akan menarik perhatiannya ke hal lain. Pada
acara liburan itu tdk ada pilihan bagi Ina selain tidur satu kamar dgn Revel. Revel langsung
mengatur posisi tidurnya di lantai pada malam pertama, karena sofa yg tersedia di kamar
tdk cukup panjang untuk mengakomodasikan ketinggian tubuhnya.
“Rev, kmu nggak usah tidur di bawah, kmu bisa tidur diatas tempat tidur dgn saya,” ucap
Ina.
Revel melemparkan bantal bulu angsa yg dia temukan di dalam lemari keatas ekstra
bedcover dan selimut yg dia sudah tebarkan diatas lantai sbelum menjawab, “Apa kmu
berencana tidur dgn saya?”
Pikiran Ina tiba2 jadi kosong. Inilah pertama kalinya dia mendengar Revel
mengemukakankeinginannya lagi.
Melihat keraguan pada wajah Ina, Revel berkata, “Saya akan tidur di bawah.” Kemudian dia
embaringkan tubuhnya diatas tempat tidur buatannya yg berada di kaki tempat tidur.
Ina menghembuskan napasnya. Dia betul2 tdk tahu apa yg harus dia perbuat. Di satu sisi dia
merasa kasihan karena Revel harus tidur dibawah sedangkan dia mendapatkan tempat tidur
berukuran King dgn kasur yg empuk hanya untuknya sendiri, tetapi di sisi lain, dia betul2 tdk
berniat tidur dgn Revel.
“Good night,” ucsp Ina akhirnya.
“Good night, Ina,” balas Revel.
Ina mematikan lampu yg berada di samping tempat tidur dan kamar hotel langsubg jadi
gelap. Dia bisa mendengar suara deburan ombak dan pergerakan resah Revel yg mencoba
menemukan posisi yg paling nyaman untuknya.
“Rev, kmu sudah tidur?” tanya Ina.
“Hampir, knapa?” Revel menjawab dgn suara yg sedikit teredam, spertinya dia mengubur
wajahnya pada bantal.
“Kmu tahu kan klo satu2nya alasan knapa kmu maksa banget mau tidur sama saya adalah
karena hormon kmu?”
Revel terdiam sejenak sebelum menjawab, “Mungkin sekitar 25% hormon, tp selebihnya
adalah karena..”
“Ya?” tanya Ina ketika Revel tdk melanjutkan kalimatnya.
“I like u.. a lot actually.”
Ina tersenyum, kata2 itu membuatnya lebih senang daripada seharusnya. “Apa ini biasanya
yg kmu katakan kepada semua wanita yg kmu inginkan?” tanya Ina, mengalihkan
perhatiannya dari perasaannya sendiri.
Revel terkikik sbelum menjawab, “Kadang malah saya nggak usah ngomong apa2.” Dan Ina
tdk meragukan kebenaran kata2 itu.
Klo kmu saya beri izin untuk berhubungan dgn perempuan lain, apa kmu akan
melakukannya?” tanya Ina.
“Of course not! What kind of a stupid question is that.”
“Toh yg kmu mau hanya seks. Perempuan manapun bisa memberikan itu kepada kmu.”
“Tapi saya nggak mau tidur dgn perempuan lain, saya mau tidur sama kmu.”
Ina menghembuskan napasnya. Spertinya dia tdk akan bisa meyakinkan Revel untuk
mengubah pemikirannya. Revel terdiam begitu lama sehingga Ina menyangka bahwa dia
sudah tidur, tp kemudian dia mendengar suaranya. “Kmu sebaiknya tidur, lots to do
tomorrow.”
Tahu2 ketika Ina sadar kembali, hari sudah pagi dan Revel yg sedang duduk diatas sofa
sambil menonton TV kelihatan cukup fresh. Spertinya dia tdk mengalami masalah dgn
susunan tempatnya tidur ataupun percakapan mereka semalam.
Seakan2 ini semua masih belum cukup membuat Ina ragu akan pendiriannya, Ina
memerhatikan bahwa Revel berusaha mendekatkan diri dgn mamanya. Terkadang Revel
akan mengajak Ina untuk mengunjungi mamanya dan mereka akan menghabiskan Sabtu
atau Minggu siang mereka membicarakan tentang hal2 yg tdk berbau bisnis. Meskipu Revel
masih belum membicarakan satu hal penting yg perlu dia bicarakan dgn mamanya, tp Ina
bersyukur bahwa setidak2nya hubungannya dgn mamanya sudah sedikit menghangat.
Rupanya bukan hanya Ina yg menyadari perubahan pada diri Revel, ibu Davina juga
menyadarinya.
“Saya lihat kmu betul2 bis memegang janji kmu. Saya tdk pernah melihat Revel sebahagia ini
semenjak papanya meninggal,” bisik ibu Davina suatu sore ketika beliau sedang berkunjung
ke rumah Revel untuk makan siang.
Revel sedang menjawab telpon diruangan lain, oleh sebab itu Ina bertanya2 knapa ibu
Davina harus berbisik ketika mengemukakan hal ini.
“Dia bahagia karena semuanya berjalan sesuai rencananya. Singlenya akhirnya keluar dan
meledak di pasaran, persiapan turnya juga lancar2 saja, dan media dan masyarakat sudah
hampir tdk pernah lagi mengutuknya.”
Ibu Davina terkikik, seakan2 apa yg akan dikatakan Ina betul2 dianggap lucu olehnya. “No,
anak saya hanya akan merasa senang klo semua rencananya berjalan lancar, tp alasan knapa
dia kelihatan bahagia adalah karena untuk pertama kalinya di dalam hidupnya dia punya
kmu untuk berbagi semua itu,” lanjut ibu Davina.
Ina sempat terkejut ketika ibu Davina menyebut Revel sebagai “anak saya”, beliau tdk
pernah menggunakan istilah itu sebelumnya. Sbelum Ina bisa mengomentari, ibu Davina
sudah melanjutkan.
“Saya mau berterimakasih karena kmu sudah mau melakukan ini semua untuk Revel. Saya
betul2 hargai usaha kmu yg mau memahami segala keantikannya. Saya berharap hubungan
kalian bisa jadi permanen. Apa kmu akan mempertimbangkannya?”
Ina terdiam. Dia tdk percaya bahwa ibu Davina sudah memojokkannya sperti ini, lagi.
Melihat keraguan dan kebingungan pada wajah Ina, ibu Davina mengasihaninya.
“Saya bukannya mau memojokkan kmu. Kmu adalah wanita dewasa, tentunya kmu mampu
membuat keputusan sendiri. Saya hanya nggak mau kehilangan kmu sebagai menantu saya.
I really like you, as a person, dan juga sebagai istri Revel. Kmu membuat dia jadi lebih
dewasa, stabil, dan.. happy.”
Tanpa dia sadari. Ina sudah berdiri dari kursinya dan memeluk serta mencium pipi ibu
Davina. Untuk beberapa detik ibu Davina hanya terdiam, terkejut, tp kemudian beliau
membalas pelukannya.
“Mulai sekarang kmu panggil saya ‘Mama’, jangan ‘ibu Davina’ lagi, oke?” pinta ibu Davina.
Ina mengangguk sambil memeluk mama Revel yg sore ini sudah betul2 menjadi ibu

mertuanya.



No comments:

Post a Comment