Tuesday, September 29, 2015

SWEET ENEMY - SANTHY AGATHA - BAB 2



Cinta terpendam adalah cinta yang paling sulit dipadamkan



2

“Kau sedang apa?” Davin tiba-tiba saja muncul di dapur dan mendapati Keyna sedang memanaskan sesuatu dan mengaduk-ngaduknya di panci, lelaki itu tampak tertarik dan melangkah memasuki dapur, mendekat ke arah kompor, kemudian mengernyit, “Apa itu?”

Keyna menoleh dan menatap Davin dengan malu, dia tidak menyangka akan dipergoki Davin di dapur selarut ini.

“Ini biji vanilla yang direbus bersama susu putih cair.” “Untuk minuman?”

“Ya.” Keyna mengalihkan pandangan ke panci, airnya belum mendidih tetapi sudah tampak makin menghangat, Keyna harus mengaduknya karena kalau sampai airnya mendidih dan tidak diaduk busanya akan naik dan tumpah dari panci, “Aku biasa meminumnya kalau sedang tidak bisa tidur.”

“Kau bisa meminta pelayan membuatkannya untukmu.”

“Tidak.” Keyna bergumam, “Ini sudah jam sebelas malam, mereka semua sudah beristirahat, aku tidak mau merepotkan.”

“Keyna.” suara Davin berubah tajam, khas dikeluarkannya ketika dia merasa jengkel kepada Keyna, “Para pelayan di mansion ini dibayar untuk melayani majikannya. Dan kau adalah anggota keluarga ini, salah satu majikan mereka.”

“Ya… Aku tahu… Hanya saja aku tidak ingin mengganggu orang-orang yang sudah beristirahat malam.”

Davin menggeleng-gelengkan kepalanya atas sikap keras kepala Keyna. Dia melangkah, duduk di kursi kayu di depan meja kayu besar yang ada di dapur itu. Susu itu sudah mengeluarkan aroma harum yang khas, aroma wangi vanilla dan gurihnya susu menguar, memenuhi ruangan.

“Kau bilang tadi kau tidak bisa tidur? Kenapa?”

Kenapa Davin tidak pergi saja dan membiarkan Keyna memasak susu vanilla hangatnya dengan tenang? Keyna membatin dalam hati. Tetapi kemudian menghela napas dan menjawab.

“Kadang-kadang aku memang susah tidur, terjadi begitu saja. Tidak bisa dijelaskan kenapa.”

“Hmmm.” Davin menaruh tanganya di meja, “Karena banyak masalah di kampus?”

“Kenapa kau bilang begitu?” Susu di panci sudah mendidih dan Keyna mematikan kompor. Ketika akan menuang ke mug, dia menyadari bahwa isinya cukup banyak. “Mau?” tanyanya menawarkan ke Davin.

“Mau. Kebetulan aku juga sedang susah tidur.” lelaki itu menjawab sambil tersenyum. Senyum tulus yang sangat jarang muncul di wajahnya yang angkuh itu. “Karena aku mendengar selain si Sefrina itu, tidak ada yang mau berteman denganmu.”

“Itu tidak masalah, aku kuliah bukan untuk berteman, tetapi menyelesaikan pendidikanku sehingga aku bisa segera mencari pekerjaan.” Keyna menuang susu vanilla itu ke dua mug, menyaring isinya supaya biji vanilla tidak ikut masuk ke dalam mug. Satu untuknya dan satu untuk Davin. Dia lalu meletakkan mug itu di depan Davin. Lelaki itu langsung meraihnya dan menghirup aromanya, belum bisa mencicipinya karena masih panas sekali.

“Duduklah.” Davin menatap Keyna tak terbantahkan, meskipun sebenarnya Keyna sangat ingin kembali ke kamarnya sendirian, dia akhirnya duduk di kursi kayu itu, di depan Davin.

“Dari kata-katamu, sepertinya kau ingin segera mencari pekerjaan.”

“Ya. Supaya aku bisa hidup mandiri dan tidak merepotkan

Nyonya Jonathan lagi.” Keyna tersenyum tipis, “Aku tahu kalau mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan Nyonya Jonathan kepadaku tidak mungkin, tetapi setidaknya aku ingin membalas budi, dengan uangku sendiri.”

“Tetapi kau bagian dari keluarga ini, menurutku.” Davin menatap Keyna dan bertanya-tanya, apakah Keyna tidak tahu

bahwa ayah Keyna-lah yang menyelamatkan Davin di waktu kecil? Mengorbankan tangannya, mengorbankan keahliannya, dan mengorbankan masa depannya? Kalau memang benar Keyna tidak tahu, bagaimana kalau Keyna tahu nantinya? Akankah dia membenci Davin? Karena kalau Robert, ayah Keyna itu tidak menyelamatkan Davin, dia mungkin akan menjadi pemain biola yang sangat tersohor dan Keyna pasti hidup layak, tidak seperti yang dialaminya. “Lagipula sepertinya mama tidak mengharapkan pengembalian darimu, dia cukup puas kalau kau mencapai nilai tertinggi, seperti biasanya.”

Keyna tertawa pelan. “Ya. Aku akan berusaha untuk poin nilai tertinggi itu.” Keyna mengamati Davin. Lelaki ini sungguh tampan, sekaligus terasa jauh, tak tersentuh, Keyna bahkan kadangkala merasa begitu canggung kepada lelaki itu, meskipun mereka tinggal serumah dan Davin melaksanakan janjinya untuk tidak mengganggu Keyna.

Ngomong-ngomong… Apa yang membuat Davin berubah pikiran secepat itu? Dari membencinya lalu berubah menerima kehadirannya di rumah ini? Bahkan lelaki itu sendiri yang menjemputnya. Apakah penyebabnya hanya karena penyesalan? Keyna sudah lama bertanya-tanya, tetapi tentu saja dia tidak berani menanyakannya langsung kepada Davin. Mereka duduk berhadap -hadapan dalam keheningan, di ruang dapur yang temaram itu. Keyna meniup susunya dan menikmati aroma vanilla segar yang menyeruak, membuatnya santai.

“Ayahku dulu sering membuatkanku minuman ini di malam hari sepulang kerja. Aku akan meminumnya kemudian tertidur nyenyak dengan santai.” Keyna menyesap minumannya dan tersenyum kepada Davin. Lelaki itu entah kenapa membalas senyumannya, lalu ikut meniup minuman di mugnya untuk kemudian mencicipinya.

“Enak.” suara Davin berubah serak, “Aku rasa aku akan tidur nyenyak juga malam ini.”

Tiba-tiba Keyna teringat sesuatu, dia berbalik dan membuka laci atas dapur dan menemukan biskuit yang dicarinya, oreo dengan gula vanila yang melapisinya. Sementara itu Davin menatapnya dengan bingung sekaligus tertarik.

“Kau sedang apa?”
“Aku mau mencampur oreo ini dengan susu.”

Mata Davin menatapnya ngeri, “Apa? Nanti akan jadi bubur biskuit kental yang menjijikkan.” gumamnya, mengamankan susu hangatnya seolah takut Keyna juga akan menuang oreo itu ke minumannya.

Keyna melirik Davin dengan tatapan mencela, “Biskuit ini tidak akan hancur menjadi bubur, dia akan menjadi remahan keras yang memberikan cita rasa khas. Kau belum mencobanya, ini enak. Aku selalu minum oreo milkshake setiap pagi di cafe langgananku.”

“Di mana?” Davin langsung bertanya dan tertarik. Dia tidak pernah tahu bagaimana kegiatan Keyna sehari-hari, yang dia tahu Keyna selalu berangkat kuliah lalu pulang ke mansion, informasi ini membuatnya ingin tahu.

“Di Garden Cafe, sebuah cafe dengan nuansa hijau dan taman dengan dinding-dinding kaca yang indah.” mata Keyna berbinar, “Dan oreo milkshake yang paling enak di dunia.”

Davin terkekeh, “Sepertinya aku harus mencobanya kapan-kapan.” lelaki itu lalu melirik ragu ke arah Keyna yang sekarang memecah oreo itu menjadi serpihan-serpihan dan menaburkannya ke dalam gelas susunya. Setelah semua oreo hancur dan tertuang di dalam gelas susunya, Keyna mengambil sendok dan mengaduknya sehingga titik-titik gelap muncul dari susu yang semula putih itu, menimbulkan warna keabuan.

“Kau benar-benar akan meminumnya?” Davin menatap Keyna dengan pandangan tak percaya.

Keyna tertawa, lalu meneguk susu oreo itu dengan nikmatnya, kemudian menatap Davin mengejek, “Ini adalah minuman yang sangat lezat.”

“Benarkah?” tanpa diduga, Davin mengambil gelas itu dari tangan Keyna dan meneguknya. Sementara itu Keyna tertegun dengan perbuatan Davin. Lelaki itu meneguk dari gelas yang sama dengannya, sebuah bentuk keintiman yang tidak disangkanya.

Keyna masih tertegun ketika Davin meletakkan gelas di itu di depannya, tersenyum misterius.

“Kau benar, ternyata enak.”

Keyna masih melirik gelas itu, susunya masih setengah…

Tapi ada bekas bibir Davin di sana. Apakah dia boleh meminum dari gelas itu? Kalau-kalau nanti mereka minum di tepi gelas yang sama… Bukankah sama saja mereka sudah berciuman secara tidak langsung?

Pipi Keyna memerah dengan pikiran itu, membuatnya salah tingkah. Sementara Davin tampaknya tidak peduli, dia menatap Keyna dan mengerutkan keningnya.

“Kenapa diam? Ada apa?”

Keyna langsung menggelengkan kepalanya, dan meraih gelas susu itu dalam genggamannya, “Eh tidak ada apa-apa.”

Davin mengedipkan sebelah matanya, “Kapan-kapan ajak aku ke Garden Cafe itu, aku ingin tahu seperti apa minuman paling lezat di dunia menurut versimu.” gumamnya menggoda, lalu berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Keyna di dapur.

♠♠♠

Davin memarkir mobilnya di pelataran kampus. Kedatangannya di kampus Keyna ternyata memang mencolok. Beberapa orang tampak berkerumun dan mulai menatapnya dengan tertarik. Beberapa perempuan tampak tak malu-malu melemparkan tatapan mata memuja. Davin sudah terbiasa menerima tatapan semacam itu, dari tatapan kagum, tatapan iri, tatapan memuja dan banyak lain jenisnya. Dia sudah belajar untuk tidak mempedulikannya. Dengan tenang dia melangkah melalui pintu kaca besar di gedung kampus itu dan melangkah menuju hall depannya. Kedatangannya rupanya sudah menyebar dengan cepat, karena salah satu petinggi kampus tampak turun dari tangga dan menyambutnya. Pengaruh mama Devin memang besar di kampus ini. Karena mama Devin adalah pemilik kampus swasta paling megah di kota ini. Meskipun itu tak menghentikan mereka membenci anak angkat mama. Batin Davin, mencibir dalam hati.

“Tuan Davin, kenapa anda tidak mengabarkan kedatangan anda sebelumnya?” petinggi kampus itu menyambutnya dan menyalaminya.

Davin menyambut uluran tangan itu dan tersenyum, “Saya bukan dalam kunjungan resmi menemani mama saya.
Saya hanya kebetulan lewat dan sekalian mampir untuk menjemput adik saya.”

“Adik anda?” petinggi kampus itu mengerutkan keningnya, “Maksud anda, Keyna?”

“Yah. Siapa lagi.” Davin melirik beberapa orang yang tampak begitu tertarik, menguping percakapannya dengan sang petinggi kampus ini. “Terima kasih atas sambutan anda, sekarang saya akan mencari adik saya dulu.”

“Eh… Apakah anda ingin duduk dan masuk di ruang tamu atas dulu, tuan Davin?”

“Tidak. Mungkin lain kali.” Davin menganggukkan kepalanya dan melangkah meninggalkan petinggi kampus itu. Dia menelusuri koridor demi koridor berlantai marmer itu dengan tenang. Seluruh bagian dari kampus ini sudah sangat dihafalnya, karena dulu dia juga bersekolah di sini sebelum melanjutkan magisternya di England. Dia melangkah menuju kelas Keyna, seharusnya, kalau Keyna belum pulang, dia ada di sana. Davin rupanya tidak salah. Dia menemukan Keyna sedang duduk di salah satu sudut kelas, sendirian dan membaca buku yang tampaknya sangat menarik baginya karena dia seperti larut di dalamnya, tak peduli dengan dunia luar. Rupanya perkuliahan sudah selesai dan sekarang para mahasiswa sedang berdiskusi santai sebelum pulang. Davin melangkah mendekat dan begitu orang-orang menyadari dia datang, suasana langsung berubah. Semua menatap ke arahnya, tetapi Davin tidak peduli.

“Keyna.” panggilnya lembut.

Keyna yang sedang menunduk mengangkat kepalanya, menatap ke arah Davin, lalu matanya membelalak, kaget. “Kenapa kau di sini?” suaranya setengah berbisik, setengah tercekik.

“Menjemputmu. Aku kebetulan lewat.”

Keyna menoleh ke arah sekeliling. Davin benar-benar membuktikan kata-katanya. Dengan kedatangannya ke sini, terang-terangan menjemput Keyna, dia benar-benar ingin menunjukkan bahwa Keyna adalah bagian dari keluarga Jonathan yang harus dihormati, Davin terang-terangan menunjukkan bahwa Keyna harus diperlakukan sama seperti ketika mereka semua menghormati keluarga Jonathan. Semua orang memandang ke arah mereka. Dan ketika Keyna menatap orang-orang itu, semuanya mengalihkan pandangan. Tidak berani balas menatap. Well, ternyata kehadiran Davin cukup mengintimidasi di sini. “Aku tidak perlu kau melakukan ini semua.” Keyna berbisik lirih, yang hanya bisa didengar oleh Davin saja.

Hal itu membuat Davin terkekeh, “Aku cuma datang menjemputmu Keyna, jangan berpikiran terlalu rumit. Ayo kemasi barang-barangmu, ikut aku.”

Ketika itulah Keyna menatap kedatangan Sefrina dari pintu kelas. Tadi Sefrina bilang mau ke kamar kecil, dia mengajak Keyna untuk mampir ke toko roti di dekat kampus sebelum pulang dan Keyna sudah bilang iya. Jadi dia tidak mungkin mengikuti Davin pulang begitu saja,

“Sefrina.” Keyna memanggil Sefrina yang tampak ragu melangkah ketika menyadari sosok Davin yang berdiri menghadap Keyna, membelakangi Sefrina.

Davin yang menyadari nama Sefrina disebut langsung menoleh, penuh ingin tahu. Kata mamanya, Sefrina adalah mantan tunangannya. Dan sejauh yang diketahui Davin, kedatangan Sefrina kemari, meninggalkan London, kota yang bisa dikatakan merupakan tempat dia menghabiskan sebagian besar hidupnya masih misterius. Belum lagi alasannya mendekati Keyna yang masih dipertanyakan. Yang berdiri di depan Davin adalah seorang perempuan yang cantik. Dengan tubuh mungil yang tampak rapuh dan rambut panjang menjuntai. Sefrina tampak seperti peri yang sangat cantik. Aku mungkin harus memprotes mama karena membatalkan pertunangan itu, Davin bergumam dalam hati, tetapi kemudian menatap Keyna dan senyumnya semakin dalam, tetapi bagaimanapun juga Keyna terasa lebih menarik, entah kenapa. Mungkin karena mereka berasal dari latar belakang berbeda, sehingga Davin merasa akan terus menemukan hal-hal baru jika bersama Keyna. Davin lalu mengalihkan pandangannya kembali kepada Sefrina.

“Hai, aku sering mendengar namamu dari Keyna.” Davin bersikap ramah, seolah-olah tak tahu kalau Sefrina adalah mantan tunangannya.

Sefrina mengamati wajah Davin lama, sebelum kemudian tersadar dan menjabat uluran tangan Davin, “Aku Sefrina.”

“Terima kasih sudah mau berteman akrab dengan adikku. Keadaan sulit baginya di sini, dan aku senang dia bisa menemukan teman yang bisa mendukungnya.”

Sefrina tertawa, “Aku cuma mengikuti kata hatiku, dan tidak peduli dengan pemikiran dangkal orang-orang. Keyna sungguh teman yang baik.”

Keyna yang masih duduk di kursi kelasnya mengamati kedua orang di depannya itu. Mereka tampak sangat cocok ketika berhadap-hadapan seperti itu. Tampan dan cantik, dan berkelas, dan sudah pasti sama-sama dari keluarga kaya. Kalau mereka berpasangan pasti akan menjadi pasangan yang membuat iri orang-orang yang memandangnya saking cocoknya.

“Keyna. Ayo kita pulang.”

“Eh…” Keyna tersadar dari lamunannya. “Tapi aku sudah berjanji kepada Sefrina untuk menemani ke toko roti…”

“Lain kali saja Keyna, kasihan Davin sudah susah-susah menjemputmu kemari.” Sefrina tersenyum manis, “Lagipula kita kan bertemu lagi besok, kita bisa kesana sepulang kuliah besok.”

“Oh. Oke. Maafkan aku Sefrina.” Keyna beranjak dari duduknya dan memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. “Aku tidak sabar menanti besok.” Dia membiarkan Davin dengan gentle meraih tasnya dan membawakan tasnya.

“Aku juga tidak sabar.” Sefrina melambai, masih dalam senyum manisnya.

Keyna lalu melangkah mengikuti Davin. Meninggalkan Sefrina yang berdiri diam, mengamati mereka berdua sampai menghilang.

♠♠♠

Malam itu hujan turun dengan lebatnya. Tak terkira, diiringi suara angin dan hujan. Sementara Keyna berbaring diranjangnya gemetaran. Mencoba menutupi seluruh tubuhnya dari ujung kaki sampai dengan kepala dengan selimut. Tetapi setiap suara guntur menggelegar dia terlonjak kaget lalu meringis ketakutan. Tidak ada yang tahu selain ayahnya. Tetapi Keyna memang takut dengan guntur. Dulu sewaktu kecil kalau mendengar suara guntur, Keyna akan menangis meraung-raung. Dan ayahnya akan memasukkannya ke dalam selimut bersamanya. Ketika Keyna beranjak dewasa pun sama saja, dia akan mengetuk pintu kamar ayahnya dan minta izin untuk bersembunyi di balik selimutnya sampai badai guntur di luar reda. Ayahnya adalah satu-satunya tempat Keyna bergantung. Guntur berbunyi lagi, kali ini demikian kerasnya sampai membuat kaca-kaca dan kusen jendela bergetar menimbulkan bunyi yang tak kalah kerasnya. Keyna berusaha menahan ketakutannya, sambil menyusut air matanya. Ayah… Ayahnya. Di saat seperti ini dia merasa amat sangat merindukan ayahnya, dan berharap ayahnya masih hidup.

Tiba-tiba lampu mati, gelap gulita. Cahaya yang masuk hanyalah kilatan-kilatan guntur yang menembus kegelapan, menimbulkan bayangan bayangan menakutkan yang kemudian menghitam secepat kilat. Keyna makin gemetar, makin takut. Astaga. Kapan siksaan ini akan berakhir? Kapan hujan guntur itu akan berhenti? Keyna begitu takut, ketakutan yang tidak mampu dijelaskannya ketika mendengar suara guntur. Ketakutan yang menggelayutinya, entah kenapa, dan entah karena apa. Lalu pintu kamarnya terbuka. “Keyna, kau tidak apa-apa? Lampu mati sebentar sepertinya ada pohon tumbang menimpa kabel listrik di luar. Tetapi sedang diperbaiki…” Itu suara Davin. Dan kemudian, tanpa mempedulikan rasionalitasnya, meskipun nanti kalau dia sudah tidak ketakutan Keyna pasti akan merasa malu, dia melompat dengan histeris dari ranjang, melemparkan selimutnya dan setengah berlari, lalu menubruk Davin dengan kerasnya, hingga tubuh lelaki itu sempat mundur sedikit, lalu memeluknya erat-erat. Pada saat yang sama guntur menggelegar lagi dengan kerasnya, dan seluruh tubuh Keyna mulai bergetar.

“Keyna?” Davin tidak menolak pelukan Keyna. Dia balas memeluk perempuan kecil itu, berusaha menenangkan tubuh kecil yang gemetaran tenggelam di pelukannya. Ketika petir menggelegar lagi dan Keyna berjingkat kaget lalu makin erat memeluknya, Davin tahu, Keyna takut pada suara petir. “Sttt…”
dia berbisik lirih, berusaha menenangkan Keyna. Perempuan ini memeluknya begitu erat sampai membuatnya susah bernafas, dan Keyna pasti melakukannya tanpa sadar. Davin tersenyum, kalau Keyna sadar, dia pasti tidak akan mau memeluknya seperti ini. Tiba-tiba Davin teringat, lalu tersenyum penuh syukur, untunglah hujan deras waktu itu, ketika dia menemukan Keyna setelah terusir dari mansion, hujan deras waktu itu tidak dihiasi oleh petir yang menggelegar seperti ini. Kalau tidak mungkin Keyna sudah melemparkan dirinya ke pelukan siapapun yang dia temukan, Davin tersenyum kecut. “Sttttt… Tenanglah sayang, jangan takut. Ada aku di sini. Lampu akan menyala sebentar lagi. Ayo akan kutemani kau sampai tertidur.”

Seluruh tubuh Keyna bergetar ketika Davin mengangkatnya seolah dia sangat ringan, lalu meletakkannya di ranjang, Davin duduk di tepi ranjang dan menyelimuti Keyna.

“Tidurlah, aku akan ada di sini menemanimu.”

Keyna mengangguk, dan memejamkan matanya. Petir menyambar-nyambar di luar dan suara guntur menggelegar, tetapi kehadiran Davin rupanya membuat Keyna lebih tenang. Perempuan itu masih mencengkeram jemari Davin seolah takut di tinggalkan. Dan kemudian lampu menyala kembali, memenuhi kamar dengan nuansa kuning lampu tidur yang temaram. Hujan mulai reda pada akhirnya, lama kemudian, meskipun aliran airnya masih tercurah ke bumi.

Keyna tampaknya sudah di ambang tidurnya, dia menatap Davin dengan mata setengah terpejam dan tersenyum. “Terima kasih, Davin.” gumamnya pelan sebelum larut di dalam tidurnya. Davin hanya menatap Keyna yang sudah terlelap itu. Dia lalu hendak melangkah berdiri, tapi tangan mungil Keyna ternyata masih menggenggam tangannya begitu erat. Lelaki itu lalu duduk lagi dan termenung di atas ranjang, kembali menatap wajah Keyna dalam-dalam



 SWEET ENEMY - SANTHY AGATHA - BAB 3

1 comment:

  1. Karna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
    Bonus Deposit Member Baru 100.000
    Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
    Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
    Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
    Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
    Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis

    ERTIGA POKER
    ERTIGA
    POKER ONLINE INDONESIA
    POKER ONLINE TERPERCAYA
    BANDAR POKER
    BANDAR POKER ONLINE
    BANDAR POKER TERBESAR
    SITUS POKER ONLINE
    POKER ONLINE


    ceritahiburandewasa

    MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
    KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
    CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT

    ReplyDelete