Sharon yang sekarang berpenampilan berbeda dan tampak begitu seksi tersenyum puas,
“Dan kurasa aku pantas mendapatkannya, mengingat berbulan-bulan aku menyamar di kantor itu, berusaha menjadi sahabat dekat Andrea.”
“Kau memang mengerjakan tugasmu dengan baik.” Tentu saja Christopher juga menyadap seluruh pembicaraan Sharon dengan Andrea, mengetahui bagaimana Sharon berhasil menempatkan dirinya sebagai sahabat baik yang paling dipercaya oleh Andrea, tempat perempuan itu menumpahkan segalanya. Hal itu membantu Christopher untuk mengetahui kondisi hati Andrea dan juga perasaan Andrea yang terdalam.
“Dan kau menempatkan Andrea di kamarmu.” Sharon menatap tidak suka ke arah pintu itu, mengulang kembali komentarnya karena merasa sangat terganggu dengan kenyataan yang ada di depannya. Kamar Christopher adalah ruang pribadi yang tidak boleh dimasuki siapapun, tetapi Christopher malahan menempatkan Andrea di kamarnya.... seharusnya Sharon yang berhak memasuki kamar itu! Tidur di atas ranjang Christopher, menghirup aroma khasnya dan menikmati pelukannya!
Christopher menatap perubahan ekspresi Sharon dengan tatapan mata menilai, kemudian memutuskan untuk menghempaskan perasaan perempuan itu, sebelum angan Sharon mulai melambung dan membahayakan mereka semua.
“Tempatnya memang ada di situ, Sharon.” Gumamnya penuh arti, membuat wajah Sharon pucat pasi.
Tetapi dengan segera perempuan itu menutupi perasaannya, tersenyum manis seolah-olah tidak mendengarkan kalimat Christopher barusan, dia menggayutkan dirinya di lengan Christopher dengan manja dan bergumam menggoda,
“Aku ingin makan malam yang enak malam ini.”
***
Richard membawa nampan berat itu, makan malam Andrea, dia melihat Andrea masih duduk dengan tegang, di sofa. Dengan tenang pelayan tua itu meletakkan nampan di meja, di depan Andrea,
“Anda sama sekali tidak berbaring dan beristirahat.”
Andrea menoleh dan menatap Rchard, pelayan tua ini memang sepertinya ditugaskan untuk mengawasi dan mengurusinya karena selain para pelayan perempuan yang bertugas membersihkan kamar dan pakaiannya, hanya pelayan tua inilah yang selalu membawakan makanan untuknya. Andrea mengawasi lelaki dengan gurat-gurat yang dalam di wajahnya, pertanda usia dan pengalaman hidupnya, lalu menghela napas panjang. Wajah lelaki ini tampak teduh, mengingatkannya kepada ayahnya, hingga mau tak mau ekspresi Andrea melembut,
“Bagaimana aku bisa beristirahat kalau aku tidak tahu dan terus menerus cemas akan apa yang akan terjadi pada diriku nantinya?”
Richard berdiri di sana, ragu, dia melirik nampan makanan yang penuh itu dan berpikir bahwa mungkin Andrea juga tidak akan mau memakan makanan yang disediakan untuknya. Nampan-nampan yang kemarin dibawanya keluar, semuanya masih utuh, Andrea hanya minum dan tidak menyentuh makanannya, sepertinya mogok makan adalah salah satu bentuk pemberontakan Andrea sebagai protes atas perlakuan Christopher kepadanya. Andrea harus makan, dia akan membutuhkan segala kekuatan yang bisa diperolehnya nanti.
“Anda harus memakan makanan anda nona Andrea, anda akan membutuhkannya.” Richard meyuarakan pemikirannya, melihat Andrea menghembuskan napas enggan, “Tuan Christopher tidak akan melukai anda selama anda tidak berbuat hal-hal nekat untuk melarikan diri.”
“Aku tidak akan bisa melarikan diri dalam penjagaan seketat itu.” Andrea mencibirkan bibirnya, “Kenapa tuanmu menyekapku seperti ini? Jikalau memang aku adalah kegagalan dalam reputasi membunuhnya, kenapa dia tidak langsung membunuhku saja?”
Richard tercenung mendengar pertanyaan Andrea itu. Oh dia sungguh ingin menjawab. Jawaban itu sudah terkumpul di ujung bibirnya, menunggu untuk dimuntahkan. Tetapi tuan Christopher sudah memaksanya untuk bersumpah agar menutup mulutnya sampai waktunya tiba, dan Richard tidak berani melanggar sumpahnya.
“Saya tidak bisa mengatakan apapun, yang pasti saya yakin anda akan baik-baik saja. Tuan Christopher akan memastikan anda baik-baik saja.” Setelah mengucapkan kata-kata singkat itu, Richard sedikit membungkukkan tubuhnya untuk berpamitan dan melangkah pergi.
***
Christopher mengajak Sharon makan malam di sebuah restoran di pinggiran kota, ini merupakan restoran langganan Christopher dan merupakan pilihan yang tepat untuk mengajak Sharon karena tempatnya yang cukup umum, sedikit ramai dan tidak ekslusif seperti ketika dia mengajak Andrea makan malam dulu.
Sharon duduk dengan gaun merahnya yang seksi, menikmati pandangan dan lirikan kagum dari beberapa orang yang melewati mereka, dia melirik ke arah Christopher dan merasa sebal karena lelaki itu memasang ekspresi datar, bahkan sama sekali tidak ada pujian dari Christopher tentang penampilan mempesonanya itu,
“Jadi apa rencanamu nanti?” Sharon menyesap minuman yang dihidangkan pelayan sebagai pendamping makanan pembuka mereka. Dia menatap Christopher tajam mencoba melihat sepercik emosi, sesedikit apapun itu yang bisa menggambarkan perasaan lelaki itu, tetapi sepertinya percuma, Christopher tetap saja tidak terbaca.
“Aku akan membawa Andrea ke tempat yang tidak bisa terlacak.”
“Kemana?” Sharon sangat ingin tahu. Dia ingin ikut kemanapun Christopher akan membawa Andrea, dia tidak boleh membiarkan sampai lelaki itu lepas dari genggamannya.
Tatapan Christopher menajam,
“Kau tidak perlu tahu.”
“Tetapi aku selalu ada dari awal rencanamu, Christopher!” suara Sharon meninggi, “Kau harusnya bisa mempercayaiku.”
Christopher menatap Sharon dan tercenung.
Mempercayai Sharon? Meskipun memasang tampang datar seolah-olah tidak tahu, Christopher tahu bahwa Sharon terobsesi kepadanya. Perempuan itu sudah tergila-gila kepadanya sejak lama, dihari ketika kakak Sharon satu-satunya, keluarganya, meninggal karena sakit. Kakak Sharon adalah salah satu pegawai dan sahabat Christopher ketika Sharon dan kakaknya masih tinggal di italia, karena itulah ketika kakak Sharon meninggal dan Sharon sebatang kara di dunia ini. Christopher menawarkan diri untuk menanggung Sharon, menjadikannya pegawainya dan menganggap perempuan itu sebagai adiknya.
Sayangnya Sharon memiliki kesimpulan berbeda, dia mengira Christopher begitu karena ada hati dengannya, perempuan itu lalu menumbuhkan khayalan cinta yang tinggi kepada Christopher dan berusaha menarik perhatian Christopher.
Yang sudah pasti percuma. Karena pada waktu itu, Christopher masih setia kepada perempuan yang pernah melingkarkan cincin emas di jari manisnya, perempuan yang dulu pernah menjadi isterinya. Isteri yang sangat dicintainya. Sharon seharusnya sadar bahwa bagaimanapun dia berusaha, Christopher tidak akan pernah mengalihkan hati kepadanya.
Kemudian karena membutuhkan bantuan, Christopher terpaksa menggunakan Sharon untuk mendekati Andrea. Dengan bantuan kekuasaannya, Christopher yang mempunyai koneksi di bagian personalia, memasukkan Sharon lebih dulu ke perusahaan itu, kemudian mengatur supaya Andrea juga masuk ke perusahaan itu. Sharon berperan sangat bagus menjadi sahabat Andrea dan Andrea sama sekali tidak curiga.
Meskipun sebenarnya Christopher sedikit mencemaskan keselamatan Andrea ketika berada di dekat Sharon, mengingat betapa terobsesinya Sharon kepada dirinya.
Tetapi sekarang Christopher memutuskan bahwa mungkin tidak membutuhkan Sharon lagi, keberadaannya apalagi bersama obsesinya mulai terasa mengganggu rencana Christopher. Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan oleh Sharon kepada Andrea nantinya?
“Jadi kau akan membawa Andrea kemana?” Sharon tidak mau menyerah, menatap Christopher dengan tatapan mata penuh tekat. Dia akan mencari tahu bagaimanapun caranya, dan dia akan berusaha agar Christopher bersedia mengikutkannya dalam rencananya. Enak saja Andrea akan pergi berduaan dengan Christopher tanpanya!
“Aku tidak bisa mengatakan padamu.” Tiba-tiba Christopher menyipitkan mata, menatap Sharon dengan tatapan mata mengancam, “Mungkin lebih baik kau tidak bertanya-tanya lagi.”
Sharon langsung tertegun. Hatinya terasa sakit. Kenapa Christopher bersikap begitu kasar kepadanya? Apakah karena Andrea?
Sharon menggertakkan giginya, selama ini dia mengikuti rencana Christopher, mendekati Andrea, berpura-pura menjadi sahabatnya, mengorek-ngorek informasi sekecil apapun dan memberikannya kepada Christopher, dan sekarang dia akan dibuang begitu saja?
Sharon tidak akan membiarkan itu terjadi. Kalau dia tidak bisa memiliki Christopher. Maka tidak akan ada orang lain yang bisa!
***
“Kau akan membawanya besok?” Romeo duduk di rumah Christopher dan mengerutkan keningnya, “Kenapa begitu cepat? Bukankah rencananya masih minggu depan?”
“Aku punya firasat buruk.” Christopher teringat pada Sharon dan instingnya mengatakan bahwa dia harus segera memindahkan Andrea, dia sangat ahli membaca ekspresi wajah seseorang, dan instingnya mengatakan Sharon merencanakan sesuatu yang buruk. Ditatapnya Romeo dengan tatapan mata menyesal, “Aku menyusupkan orangku ke perusahaanmu.”
Romeo tampak tidak terkejut, “Hmm.. setelah Eric agen pemerintah juga menyusup ke sana, aku tidak terkejut kalau kau menempatkan orangmu di sana. Kau sengaja memilih perusahaanku bukan sebagai tempat Andrea bekerja?”
Christopher menganggukkan kepalanya, “Memang. Aku sengaja mengatur semuanya.”
Romeo terkekeh, “Padahal akan lebih mudah kalau kau menghubungiku duluan dan menceritakan semuanya, aku bisa mengatur semuanya untukmu.”
“Tapi kau nanti akan dicurigai.”
Romeo menganggukkan kepalanya, sangat mengerti akan pertimbangan Christopher, “Kalau kau akan berangkat malam ini, aku akan meminta jet pribadi keluarga stand by di bandara nanti malam, mereka akan mengantarmu ke bandara di pulau dewata, bandara terdekat dari pulau, kemudian kau bisa melanjutkan perjalanan ke pulau dengan speed boat.”
Christopher mengerutkan keningnya, “Aku akan membawa beberapa pengawal dan pegawaiku ke sana.”
“Oke, aku akan menyuruh mereka menyiapkan beberapa speed boad untuk mengangkut semuanya, kalau masalah pelayan, kau tidak perlu cemas. Rumah Paman Rafael penuh dengan pelayan yang setia.”
“Apakah mereka bisa tutup mulut?” Christopher tidak suka jika ada pelayan yang bergosip. Gosip bisa membahayakan untuk seseorang yang berada di posisinya.
“Dijamin. Sebagian besar dari mereka adalah penduduk asli pulau itu, dan mereka menjadi pelayan turun temurun, beberapa di antaranya, ayah atau ibunya pernah menjadi pelayan di sana dan sudah pensiun, beberapa keluarganya merupakan pekerja perkebunan yang juga di miliki Rafael Alexander di sana. Mereka sangat setia kepada paman Rafael, dan karena kau tinggal di sana sebagai tamu dari Rafael Alexander, mereka akan setia kepadamu juga.”
“Bagus. Terimakasih Romeo, suatu saat aku akan membalas bantuanmu ini.”
Romeo menyandarkan tubuhnya di sofa dan terkekeh, “Kuharap sekarang kiita sudah impas Christopher.” Jawabnya dalam canda.
***
Eric dan teamnya sudah putus asa, mereka tidak bisa menemukan jejak Andrea di manapun, “Sang Pembunuh” tampaknya sangat licin dan ahli menyembunyikan diri sehingga mereka tidak bisa melacak keberadaannya. Dalam ruangan itu, Eric termenung dan meremas rambutnya frustrasi.
Alam bawah sadarnya bahkan sudah berpikir bahwa Andrea sudah mati.... dibunuh oleh “Sang Pembunuh” yang tak punya hati.
Marah atas pemikirannya itu, Eric bangkit berdiri, meraih jaketnya dan mengenakannya, lalu melangkah ke luar. Dia butuh kopi, kalau tidak dia mungkin akan mati karena frustrasi. Dengan langkah panjang-panjang dia keluar dan melalui trotoar. Angin dingin langsung menerpa wajahnya, membawa uap air. Eric mendongakkan kepalanya ke atas dan melihat langit yang gelap dan mendung.
Sebentar lagi hujan. Benaknya berkelana sambil melangkah memasuki cafe yang menjadi langganannya, Cafe itu terletak di ujung jalan yang banyak dilalui orang sehingga cukup ramai, meskipun sedikit ramai dan sesak, tetapi cafe itu menyediakan kopi yang sangat enak, aromanya harum dan kental dengan cream nabati yang sangat cocok ketika dipadukan.
Eric memasuki cafe itu dan memilih tempat dudukn di ujung, dia memesan kopi yang selalu dipesannya, kopi robusta yang pekat, dengan cream tanpa gula. Setelah itu dia duduk dan menunggu.
“Hai Eric.”
Eric langsung mendongakkan kepalanya, dan menatap sosok yang tiba-tiba saja duduk di depannya. Dia mengangkat alisnya,
“Hai Sharon.” Semula Eric hampir tidak mengenali Sharon karena potongan rambutnya baru dan di highlight merah, Sharon tampak.... berbeda. Dia berdandan dan berpenampilan seksi sangat berbeda dengan penampilannya di tempat kerja dulu.
“Tak kusangka akan menemukanmu di sini.” Sharon tersenyum manis, “Apakah kau tahu bahwa Andrea menghilang dari kantor? Perusahaan bilang dia tugas ke luar kota, tetapi aku meragukannya, ponselnya tidak bisa dihubungi.”
Perusahaan bilang Andrea ke luar kota? Eric langsung waspada, bukankah sudah jelas Andrea hilang karena diculik oleh “Sang Pembunuh”? Kenapa perusahaan bisa menutup-nutupi hilangnya Andrea? Apakah ada orang dalam di perusahaan yang merupakan kaki tangan “Sang Pembunuh”?
“Mungkin saja Andrea sedang bersenang-senang dengan salah satu pengawal Mr. Demiris yang tampan itu.”
“Apa?” Kali ini Eric benar-benar fokus sepenuhnya pada Sharon.
“Kau tidak tahu ya?” Sharon masih tetap tersenyum manis, “Setelah kau pergi, Andrea dekat dengan seorang lelaki yang ditemuinya tanpa sengaja pada suatu malam, dan sungguh suatu kebetulan lelaki itu adalah pengawal Mr. Demiris, klien terpenting perusahaan kita, mereka bertemu lagi di salah satu meeting perusahaan, dan dari yang aku dengar mereka menjadi dekat.” Sharon mengedipkan matanya, “Menurutku Andrea sedang menghabiskan waktu bersama kekasih barunya di sebuah tempat eksotis, dan karena lelaki itu pengawal Mr. Demiris, bisa saja Mr. Demiris memberikan bantuan pengaruhnya sehingga bisa membuat seolah-olah Andrea sedang tugas keluar kota.” Sharon memutar bola matanya, “Abaikan kata-kataku, mungkin memang imaginasiku yang berlebihan....aku mungkin terlalu cemas karena Andrea sama sekali tidak bisa dihubungi, aku ke rumahnya beberapa kali dan dia tidak ada.” Wajah Sharon tampak sedih.
Eric menghela napas panjang, tiba-tiba saja ingin segera pergi dari tempat itu dan kembali ke kantornya, lalu menghubungi segala sesuatu yang berhubungan dengan Mr. Demiris, Sharon tanpa sadar mungkin telah memberikan petunjuk penting bagi Eric, mungkin saja hal itu layak diselidiki, mungkin saja “Sang Pembunuh” ada hubungannya dengan Mr. Demiris, dan mungkin saja lelaki misterius yang dikatakan sebagai pengawal Mr. Demiris adalah “Sang Pembunuh” yang sebenarnya.
Dengan gelisah, Eric menyesap kopinya, lalu setengah membanting gelasnya ke meja, “Maafkan aku Sharon, aku harus pergi.”
Dan kemudian tanpa menunggu jawaban Sharon, Eric meletakkan uang pembayaran di mejanya lalu bergegas pergi.
Sementara itu Sharon menatap kepergian Eric dengan senyum licik dikulum di bibirnya yang berlapiskan lipstick merah menyala.
Sekarang tinggal menunggu saja. Sharon berharap Eric segera menemukan Andrea, sehingga perempuan itu tidak bisa dekat-dekat lagi dengan Christophernya. Dia bisa saja memberitahu Eric langsung, tetapi itu sama saja membuka penyamarannya sebagai kaki tangan Christopher, dan juga bisa membuat Christopher membencinya karena membuka mulut. Ini adalah cara terbaik. Sharon tersenyum membayangkan kesempatan besar di depannya ketika Andrea sudah terpisah dari Christopher.
***
Yang dirasakan Andrea pertama kali adalah perasaan hangat dan jatuh cinta yang mendalam. Andrea tersenyum manis, menatap lilin-lilin berwarna biru yang menyala redup, jumlahnya ada sembilan buah dan diatur setengah lingkaran, tampak begitu indah.
Andrea mengernyit ketika menelaah perasaannya. Rasa yang dirasakannya bukanlah rasa takut yang membuatnya mual dan sakit... rasa yang dirasakannya adalah kebahagiaan...hampir mendekati euforia mendadak... kenapa bisa begitu?
Sebelum Andrea bisa mendapatkan jawabannya, tiba-tiba saja sosok Christopher sudah ada di sana .Lelaki itu menatapnya dengan tatapan mata redup yang khas dan dalam, tatapan mata penuh kesedihan.
“Apakah kau mengerti apa artinya itu?” Christopher mengedikkan dagunya ke arah lilin-lilin itu, dan tiba-tiba saja Andrea merasa sesak napas.
..........
Andrea langsung membuka matanya, menatap langit-langit dan begitu tegang. Napasnya terengah dan dia merasa gelisah. Mimpi lagi, mimpi tentang Christopher lagi....
Ketika dia menolehkan kepalanya, Andrea tersentak mendapati Christopher ada di sana. Lelaki itu duduk di kursi yang diseret mendekati ranjang, termenung di sana dan tampaknya sudah lama menatap Andrea yang tertidur. Matanya tampak tajam, menatap dalam. Lelaki itu sepertinya sudah lama duduk di sana mengawasi Andrea.
“Mimpi buruk?” suara Christopher terdengar serak... dan lembut. Andrea mengernyitkan keningnya, semua informasi yang diberikan kepadanya menunjukkan bahwa lelaki ini sedang menargetkannya untuk menjadi korban berikutnya, tetapi sekian lama Andrea dalam tahanannya dan lelaki ini tidak segera membunuhnya. Apakah yang direncanakan oleh Christopher sebenarnya?
Andrea mengangkat tubuhnya hingga duduk di atas ranjang, beringsut sejauh mungkin dari Christopher, membuat lelaki itu mengangkat alisnya dan menatap Andrea penuh arti, tetapi tidak mengatakan apa-apa.
“Mimpi apa?” Christopher bertanya lagi, dan hal itu membuat pipi Andrea merona. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa dia bermimpi mengalami perasaan euforia bersama Christopher bukan?
“Bukan apa-apa.” Andrea merasakan keringat mengaliri dahinya, meskipun kamar ini berpendingin. Mimpi tadi rupanya telah sangat mempengaruhinya, entah kenapa.
Lilin berwarna biru itu...... kenapa seolah-olah Andrea harus bisa mengingat apa maknanya? Dan apa hubungan ini semua dengan Christopher, lelaki itu pasti tahu sesuatu, pasti. Karena Andrea yakin bahwa Christopherlah yang telah meninggalkan tanda itu di mana-mana, di restoran waktu dia kencan makan malam dengan Eric, di dapurnya waktu dia diculik, dan di kamar ini ketika dia sadarkan diri pertama kali. Andrea harus bertanya kepadanya.
“Apakah arti lilin berwarna biru yang ditata seperti itu?” Andrea menyuarakan pemikirannya, menatap Christopher, setengah takut, setengah menantang. Lelaki itu seharusnya memberitahu Andrea apapun yang dia tahu. Andrea tidak akan berhenti bertanya sampai dia mendapatkan jawaban,
Christopher sendiri, tidak disangka malahan menatap Andrea dengan tatapan sedih.
“Kau tidak ingat?”
Andrea mengernyitkan keningnya. Ini hampir sama dengan mimpinya, Christopher menatapnya dengan tatapan sedih, membuat Andrea merasa bersalah, membuat Andrea merasa bahwa seharusnya dia tahu apa arti lilin-lilin itu.
“Aku mengalami amnesia, setelah kecelakaan itu.” Mata Andrea menyipit, “Kecelakaan yang membunuh ayahku.” Matanya menatap Christopher penuh tuduhan.
Tetapi rupanya lelaki itu tidak terpengaruh dengan tatapan mata Andrea, dia menatap perempuan itu datar,
“Amnesia. Yah, sayang sekali kau tidak bisa mengingatnya Andrea.” Tiba-tiba jemari lelaki itu terulur, dan Andrea tidak bisa menghindar ketika lelaki itu meraih jemarinya dan mengangkatnya ke mulutnya, lalu mengecupnya lembut, “Kuharap kau bisa mengingatnya nanti.”
“Aku tidak bisa mengingatnya karena aku amnesia” sela Andrea jengkel, “Katakan padaku apa arti lilin-lilin itu dan kenapa kau selalu menunjukkannya kepadaku? Apa maksudmu? Kau ingin menggangguku?”
Christopher menatap Andrea tajam, “Aku hanya ingin kau mengingatnya.”
“Aku tidak bisa mengingatnya!” Andrea setengah menjerit, menatap Christopher dengan frustrasi.
Dan kemudian, tanpa disangkanya, secepat kilat Christopher mendorong tubuh Andrea ke atas ranjang dan menindihnya. Napasnya begitu dekat dengan Andrea, bibirnya ada di depan bibirnya, hanya berjarak beberapa inci, membuat Andrea gugup dan gemetar, kedua tangannya ada di samping kepalanya, masing-masing ditahan oleh Christopher. Tubuh lelaki itu menguncinya, kakinya menekan kaki Andrea, membuatnya tidak bisa bergerak.
“Mungkin aku akan membantumu supaya kau ingat.” Lalu lelaki itu menundukkan kepalanya dan mencium Andrea.
Ciumannya selalu terasa seperti ini. Andrea setengah meronta, tetapi tidak berdaya ketika Christopher melumat bibirnya penuh gairah. Christopher selalu menciumnya tanpa peringatan dan efek yang dirasakan oleh Andrea selalu sama, seluruh tubuhnya menggelenyar, rasanya seperti aliran listrik yang merayap dari ujung kepala ke ujung kakinya, membuatnya gemetar dan meremang.
Lidah lelaki itu agak memaksa, menguakkan bibir Andrea sehingga terbuka lalu menyeruak masuk dan menjelajah di sana, membagi panas dan gairahnya yang menggoda lidah Andrea. Andrea sibuk menolak sekaligus menahan gairahnya. Oh astaga, dia hanyalah perempuan yang tidak berpengalaman, apa dayanya menghadapi lelaki yang sangat ahli mencium ini?
Seluruh diri Andrea gemetar akan ciuman Christopher yang membakar, lelaki itu melumat bibirnya, benar-benar melumatnya, seakan sudah sekian lama dia menanti untuk melakukan hal ini, tidak ada satu jengkalpun bibir Andrea yang terlewat oleh cecapan lidah dan bibirnya, kadang Christopher menyesap ujung bibir Andrea, kadang memberikan kecupan-kecupan kecil yang menggoda, kadang langsung memagut bibir Andrea dengan gemas, dan kadang lidahnya memilin lidah Andrea, mengajarinya cara memuaskannya dan membalas ciumannya.
Andrea merasakan kepalanya pening dan dorongan gairah itu menghentaknya, datang dari sensai panas yang menyengat di pangkal pahanya, rasa yang tidak disangkanya akan muncul dari sana.
Oh Ya Ampun! Bagaimana mungkin Andrea bisa merasa bergairah atas cumbuan lelaki ini?
“Tidakkah kau ingat ini Andrea?” Christopher memiringkan kepalanya dan mendesah di telinga Andrea, lalu menggoda dengan memagut telinga Andrea, napasnya terasa hangat di sana, “Tidakkah kau ingat bibirku ini?”
Apakah ini berarti Andrea pernah bernama Christopher sebelumnya? Apakah ini berarti Andrea pernah bercumbu dengan Christopher seperti ini sebelumnya?
Mungkinkah itu....?
Tiba-tiba kelebat bayangan itu muncul begitu saja, dua tubuh yang menyatu. Sama-sama telanjang dan menyatu.... dan itu adalah Andrea dan Christopher!
Andrea terkesiap dan berusaha meronta meskipun tangannya masih ada dalam cengkeraman Christopher, dia membelalakkan matanya ketakutan.
“Apa yang kau lakukan kepadaku? Apakah kau memberikan obat kepadaku dan membuatku berhalusinasi?”
Christopher tersenyum tipis mendengarkan perkataan Andra,
“Berhalusinasi? Kenapa kau menuduhku seperti itu? Apakah kau tidak pernah berpikir bahwa ‘halusinasimu’ itu adalah sebuah kenangan?”
Andrea meringis. Kenangan? Bagaimana mungkin dia punya kenangan? Andrea tidak bisa mengingat, dia tidak bisa mengingat!
***
Sementara itu Eric menatap komputernya, semua data pemerintah tentang Mr. Demiris muncul di hadapannya. Lelaki itu datang ke negara ini satu tahun yang lalu, membawa nama besar perusahaannya yang membuat semua perusahaan berlomba-lomba untuk mendapatkan investasi darinya. Kemudian dia memilih bekerjasama dengan perusahaan milik Damian Marcuss.
Eric tidak pernah menghubungkan hal ini sebelumnya, dia berpikir adalah wajar, Mr. Demiris memilih bekerjasama dengan perusahaan yang dimiliki oleh taipan kaya asal Jerman yang akhirnya memilih menetap di negara ini bersama keluarganya itu. Perusahaan Damian adalah salah satu yang paling maju dan potensial dibanding saingannya di bidang sejenis. Eric hanya tidak pernah menyangka bahwa seluruh keputusan ini berhubungan dengan Andrea.
Seharusnya dia mengingatnya, Andrea-lah yang meng-golkan tender Mr. Demiris.... seharusnya dia sadar bahwa semuanya berhubungan.
Eric mengernyitkan keningnya ketika membaca informasi itu, Mr. Demiris telah menyewa properti atas namanya, di sebuah kompleks perumahan mewah yang dijaga ketat... padahal setahu Eric, Mr. Demiris mempunyai rumah lain yang ditinggalinya selama berkunjung ke negara ini.
Memang tampaknya benang merahnya terlalu tipis, tetapi bagaimanapun juga, Ini patut untuk diselidiki, Eric akan segera mengkoordinasi orang-orang terbaiknya untuk mengawasi di sana, mencari keberadaan Andrea dan menangkap “Sang Pembunuh”.
***
“Aku pernah mengecupmu di sini.” Christopher meraih jemari Andrea dan mengecupnya lembut, membuat sekujur tubuh Andrea menggelenyar. “Dan juga di sini.” Lelaki itu kemudian membalikkan telapak tangan Andrea, mengecup pergelangan tangannya dan kemudian bibirnya merambat naik, ke bagian dalam siku Andrea, dan sekali lagi menghadiahinya dengan kecupan lembut.
Andrea mengernyit, dia berusaha meronta, tetapi Christopher masih menahannya dengan tubuhnya, tangannya yang sebelah juga masih di cengkeram oleh lelaki itu sehingga seluruh usaha Andrea tidak ada gunanya.
“Jangan meronta Andrea, aku tidak mau menyakitimu.” Chistopher berbisik dengan suara rendah, membuat Andrea menahan gerakannya, gemetar.
“Jangan sentuh aku.” Andrea bergumam sambil mengernyit, “Kau tidak boleh melakukannya.”
“Siapa bilang?” Christopher mengecup dagu dan rahang Andrea dengan menggoda, suaranya misterius, tatapannya menggoda, “Aku bisa melakukan apapun yang aku mau padamu, Andrea.” Bibir Christopher mulai menyentuh bibir Andrea, napasnya terasa hangat, dan Andrea tahu bahwa Christopher akan menciumnya dalam sedetik....
Kemudian tiba-tiba pintu kamarnya diketuk, membuat tubuh Christopher menegang. Matanya berkilat marah dan bibirnya membeku hanya satu inci dari bibir Andrea.
Dia menarik kepalanya dan menatap ke pintu dengan geram, merasa tidak senang atas gangguan yang tidak menyenangkan di saat yang tidak tepat itu,
“Siapa itu?”
Jawaban dari pertanyaan itu berasal dari Sebuah suara yang mengejutkan membuat Andrea mengernyitkan keningnya dan mendesah karena terkejut, merasa mengenali suara itu.
“Ini aku. Ada hal penting yang ingin kukatakan.”
Christopher yang mendengar suara Sharon, tak kalah terkejutnya, tidak menyangka bahwa Sharon akan seberani itu mengambil resiko untuk membuka kedok penyamarannya sendiri di depan Andrea.
Dan yang paling membuat Christopher geram adalah karena Sharon begitu beraninya mengganggu saat-saat pribadinya bersama Andrea. Perempuan itu mulai menjadi pengganggu dalam rencananya, bahkan Christopher mulai merasa menyesal karena melibatkan Sharon dalam rencananya untuk Andrea. Selama ini Christopher masih menoleransi Sharon karena masih menghormati mendiang kakaknya yang merupakan sahabat Christopher. Tetapi rupanya sekarang Christopher harus bertindak tegas.
“Siapa itu?” Andrea bergumam bingung, lalu ketika dia benar-benar yakin akan pendengarannya, dia mengalihkan tatapannya dari pintu ke arah Christopher dengan bingung, “Siapa itu?” ulangnya bingung. Astaga… suara itu mirip suara Sharon!
Christopher menatap Andrea datar, “Aku harus pergi, nanti kita akan melanjutkan ini, Andrea.” Suaranya penuh peringatan.
Kemudian dengan gusar, Christopher bangkit dan melepaskan tindihannya dari tubuh Andrea, lalu berdiri dan tanpa kata maupun penjelasan kepada Andrea, lelaki itu melangkah meuju pintu dan keluar dari kamar itu.
Andrea langsung terduduk, menatap ke arah pintu tempat Christopher pergi. Lelaki itu tidak menjawab perkataannya, mungkinkah itu tadi suara Sharon? Tapi bagaimana mungkin? Mungkin itu hanyalah salah satu pegawai Christopher yang suaranya mirip dengan Sharon.
Andrea menghela napas panjang, berusaha mengusir pikiran-pikiran aneh yang menghantuinya.
Novel Dating With The Dark - Santhy Agatha Chapter 10
ReplyDeleteHi there colleagues, its wonderful paragraph on the topic of tutoringand completely explained,
keep it up all the time. 풀싸롱