Novel Dating With The Dark - Santhy Agatha Chapter 12
Pertanyaan Eric terjawab ketika sosok perempuan muda, mungkin seusia Eric
dengan pakaian yang sangat seksi turun dari tangga, langkahnya gemulai, dan dia
melemparkan senyum genit ketika melihat Eric. Tanpa dinyana, perempuan itu
mendekat ke arah Mr. Demiris dan menggelayut manja di lengannya,
“Siapa yang mengganggu istirahat siang kita sayang?” bibir indah perempuan
itu yang memakai lipstick menggoda sehingga tampak basah dan berkilauan sedikit
cemberut, matanya melirik ke arah Eric dan Katrin, mempelajari.
Sementara itu Eric terperangah melihat pemandangan di depannya. Wanita itu
masih muda, sementara usia Mr. Demiris dua kalinya.... tetapi melihat bahasa
tubuh mereka, sepertinya mereka adalah sepasang kekasih...
Mr. Demiris memandang ke arah Eric dan tersenyum sambil mengangkat bahu,
“Saya menyewakan rumah ini untuk Calista... kekasih saya. Sangat tidak
memungkinkan aku mengajaknya tinggal bersama di rumah yang saya tinggali
sekarang di negara ini.” Mr. Demiris mengedipkan matanya, “Anda tahu aku punya
anak dan isteri di negara asalku.”
Eric hampir saja ternganga kalau dia tidak segera sadar dan mengatupkan
mulutnya. Tentu saja... pantas Mr. Demiris menyewa rumah ini dan tidak
meninggalinya, hanya mengunjunginya sewaktu-waktu, ternyata rumah ini digunakan
untuk tempat tinggal wanita simpanannya.
Tiba-tiba saja Eric merasa hampa dan kecewa, dia berpikir ada titik terang
dalam pencariannya, ternyata instingnya salah. Eric menghela napas panjang,
tetapi tetap saja ada hal-hal yang perlu ditanyakannya, dia menatap Mr. Demiris
dengan tajam, mencoba mencari celah sedikit saja dari ekspresi sempurna dan tak
bersalah yang ditampilkan oleh lelaki tua itu.
“Saya sedang melakukan pencarian atas seorang gadis.... saya mendengar dia
berkencan dengan salah satu pengawal anda.”
Mr. Demiris mengerutkan keningnya, dia lalu terkekeh setelah mencerna
kata-kata Eric, lelaki itu melemparkan tatapan mata geli dan mencemooh,
“Saya tidak pernah mencampuri kehidupan asmara para pengawal saya, kalaupun
anda ingin mencari tahu tentang mereka, yang bisa saya lakukan untuk membantu
anda hanyalah memberikan list data diri para pengawal saya.” Ada nada
serius di balik senyum ramah lelaki tua itu, “Saya akan menyuruh pengacara saya
mengirimkannya kepada anda.”
Eric menatap lelaki itu lagi dalam-dalam, tetapi memang ekspresi Mr. Demiris
tidak terbaca, entah dia memang benar-benar jujur, atau jangan-jangan lelaki
itu sangat pandai menutupi perasaannya, Eric tidak tahu. Dia membuka mulutnya,
hendak mencecar Mr. Demiris dengan berbagai pertanyaan karena dia masih merasa
mengganjal dan belum puas, tetapi kemudian Katrin menyentuh lengannya lembut,
dan ketika Eric menatap Katrin, perempuan itu melemparkan tatapan
memperingatkan tanpa kata.
Seketika itu juga Eric menyadarinya, dia hampir saja bertindak kelewat batas
dan kalau dia meneruskan tuduhan-tuduhannya tanpa bukti, mungkin saja itu bisa
menyinggung perasaan Mr. Demiris. Lelaki itu tadi menyebut ‘pengacaranya’
pastilah bukan hanya kata-kata sambil lalu.
“Kalau begitu saya permisi dulu Mr. Demiris.” Eric menganggukkan kepalanya
datar, “Maafkan atas gangguan dari saya di istirahat siang anda.”
Mr. Demiris menganggukkan kepalanya, lalu mengedikkan bahunya ke arah
pengawalnya yang langsung mengiringi Eric dan Katrin keluar dari rumah itu.
Segera setelah mobil Eric keluar dari pintu gerbang, Mr. Demiris menelepon
Christopher,
“Everything is Ok.” Gumamnya pada Christopher.
***
“Bagus.” Christopher bergumam dalam senyuman puas. Lalu menutup teleponnya
dan memandang Andrea dengan tatapan tajam dan sensual, “Sampai di mana kita
tadi? Ah ya…. Aku akan menyadarkanmu bahwa kau adalah milikku.” Jemari
Christopher bergerak perlahan dan membuka kancing kemejanya.
“Jangan!” Andrea membelalakkan matanya panik ketika Christopher melepaskan
kemeja yang dikenakannya dan sekarang telanjang dada di depan Andrea,
“Christopher! Kau tidak boleh melakukannya.” Jemari Andrea menampik di depan
tubuhnya, mencoba melindungi dirinya dari sentuhan Christopher, tetapi lelaki
itu menangkap kedua lengannya, lembut tetapi kuat, jantung Andrea berdegup
kencang, dia ada di atas ranjang bersama lelaki yang bertekad untuk memaksakan
kehendaknya. Oh Astaga.. apa yang akan terjadi kepadanya? Apaa yang harus dia
lakukan untuk menyelamatkan diri?
“Aku sangat merindukanmu, Andrea.” Dengan cepat Christopher menarik tubuh
Andrea dan mendekatkannya ke dadanya, sampai tubuh Andrea menabrak dadanya,
lalu kepalanya menunduk dan bibirnya mencari bibir Andrea, ketika
mendapatkannya dia langsung memagutnya dengan penuh gairah, melumatnya tanpa
ampun hingga membuat Andrea megap-megap.
“Lepaskan...mmppphh...” Andrea tidak mampu berkata-kata lagi ketika bibir
Christopher benar-benar menguasai bibirnya. Lelaki itu benar-benar tidak mau
memberi kesempatan kepada Andrea untuk melepaskan diri, tubuh Andrea didekapnya
erat-erat dalam pelukannya sementara ciumannya semakin dalam, semakin panas dan
semakin bergariah.
Lalu Chrstopher setengah membanting tubuh Andrea ke atas ranjang dan
menindihnya. Bibirnya masih memagut bibir Andrera, menahan seluruh erangan dan
teriakan protesnya. Lama kemudian, ketika tubuh Andrea melemas dan Christopher
bisa merasakan penyerahannya, lelaki itu melepaskan ciumannya dan menatap
Andrea yang berbaring di bawahnya, napas mereka berdua sama-sama
terengah-engah, tubuh mereka hampir merapat dengan dada telanjang Christopher
menempel di tubuh Andrea.
Lelaki itu berdebar. Andrea menatap mata gelap Christopher dan menyadari
bahwa lelaki itu masih menahan kedua pergelangan tangannya, dengan tubuh
menindihnya. Debarannya terasa sampai ke dada Andrea... dan kejantanan lelaki
itu sudah bergairah di bawah sana, mendesak di antara pangkal paha Andrea,
membuat pipinya merona merah,
“Aku tidak akan menyakitimu, Andrea... tidak akan...” Bibir Christopher
bergerak lembut dan mengecup dahi Andrea, mengirimkan sensasi seperti meremas
jantungnya, bibir lelaki itu lalu turun dan mengecup alis Andrea, tak kalah
lembut, lalu turun ke matanya, ke pelipisnya, ke pipinya, ke dagunya, ke
rahangnya dan mengirimkan kecupan-kecupan kecil tanpa henti ke seluruh bagian
wajah Andrea,jemarinya meraba dengan lembut, mengusap permukaan lengannya
kemudian menuju ke payudaranya, menyentuhnya dengan remasan sambil lalu,
mengirimkan percikan api ke seluruh tubuh Andrea.
Andrea merasakan tubuhnya melayang, antara mau dan tidak mau. Sensasi ini
terlalu hebat untuk didapat perempuan yang tidak berpengalaman seperti dirinya,
dia bingung.
Christopher sepertinya mengetahui kebingungan Andrea, dia mengecupi cuping
telinga Andrea dan berbisik serak, penuh gairah,
“Lepaskan semua Andrea, kau tahu kau menginginkanku, sebesar aku
menginginkanmu.” Logat italia Christopher terdengar kental ketika mengucapkan
rayuannya, karena gairahnya
Andrea membelalakkan mata, dihantam oleh gairah yang sebelumnya tidak pernah
dirasakannya, ketika Christopher meraih tangannya dan menempatkannya di bawah,
di atas kejantannya yang begitu keras, siap untuk memiliki Andrea,
“Kau rasakan itu sayang? Kau rasakan betapa aku menginginkanmu? Andrea...
perempuanku, kau sudah membuatku menunggu begitu lama...”
Lelaki itu kemudian menurunkan gaun Andrea, masih dengan kelembutan yang
menghipnotis, yang membuat Andrea hanya terdiam, menunggu dengan jantung
berdebar dan perasaan penuh antisipasi.
Lalu giliran Christopher membuka celananya, menunjukkan keseluruhan tubuh
telanjangnya yang bergairah, begitu kokoh dan mengeras untuk Andrea.
Andrea memalingkan mukanya, merasa malu dan bingung karena merasa begitu
ingin tahu akan apa yang akan dilakukan oleh Christopher selanjutnya kepadanya.
Andrea malu karena tidak mampu meronta lagi, gairah yang ditumbuhkan
Christopher di dalam dirinya telah membuatnya terbakar dan ingin lebih lagi.
Lelaki ini sangat ahli dalam mencumbu Andrea, mengenai titik-titik sensitif di
dalam tubuhnya.
Ketika kemudian kejantanan Christopher yang begitu keras dan panas menyentuh
pangkal pahanya, Andrea terkesiap, kaget karena sentuhan kulit itu terasa
membakar di titik paling sensitif tubuhnya. Dengan panik Andrea berusaha
mendorong tubuh kuat Christopher di atas tubuhnya, tetapi Christopher
menenangkan Andrea, dengan bisikan-bisikan rayuan lembut di telinganya, dan
usapan di buah dada dan lengannya.
Lelaki itu menahan diri untuk memasuki Andrea, dia menundukkan kepalanya dan
kemudian mengecup lembut puting buah dada Andrea, hanya kecupan sambil lalu,
tetapi puting buah dada Andrea langsung menegang, seolah meminta lebih.
Christopher tersenyum tipis., kemudian memberikan apa yang diminta oleh
tubuh Andrea kepadanya. Bibirnya membuka sedikit dan menangkup puting buah dada
Andrea ke dalam kehangatan mulutnya, lidahnya mencecap, mencicipi tekstur
lembut dari buah dada Andrea dan putingnya yang mengeras, dan kemudian tanpa
peringatan, lelaki itu menghisap payudara Andrea, membuat Andrea mengerang
tertahan dengan napas terengah dan jantung berdebar, merasakan sensasi berkunang-kunang
di matanya, serta kenikmatan yang membakar di dadanya, mengalir ke pangkal
pahanya, membuatnya membuka pahanya tanpa sadar dan menerima sentuhan
kejantanan Christopher di sana.
Lelaki itu merasakan betapa panasnya kewanitaan Andrea, basah dan hangat,
siap menerimanya, dengan lembut Christopher menekankan kejantanannya, berusaha
tidak membuat Andrea terkejut, tetapi seperti sudah seharusnya terjadi,
kewanitaan Andrea melingkupinya dengan hangat, seakan menghisapnya untuk terus
masuk lagi ke dalam, mendorongnya untuk menekankan dirinya dalam-dalam jauh ke
dalam kehangatan tubuh Andrea.
Christopher mengerang dan mencoba menahan dirinya, dia tidak boleh
terburu-buru meskipun hal ini sudah dinantikannya begitu lama sampai membuatnya
nyaris gila karena mendamba. Tubuh Andrea yang indah sekarang ada di bawahnya,
pasrah untuk termiliki, dan Christopher sudah berada di ujung kesabarannya.
Akhirnya, dengan erangan parau dalam upayanya untuk tetap bersikap lembut,
Christopher mendorong dirinya, menguakkan kelembutan yang telah sekian lama
didambakannya itu dan menyatukan tubuhnya dengan tubuh Andrea,
sedalam-dalamnya,
Andrea terkesiap, mengerang dan mengangkat pahanya tanpa sadar melingkari
pinggul Christopher, membuat lelaki itu leluasa menenggelamkan dirinya di sana.
Sejenak Christopher terdiam, menikmati kehangatan basah tubuh Andrea yang
melingkupinya, memberikan kesempatan bagi Andrea untuk beradaptasi dengan
tubuhnya, lalu lelaki itu menundukkan kepalanya dan matanya bersinar lembut
ketika menemukan bagaimana mata Andrea bersinar takjub dan bingung. Mata Andrea
yang besar menatap Christopher setengah panik, setengah terhipnotis.
Christopher lalu menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya untuk mengecup
kedua kelopak mata Andrea sehingga mata itu tertutup,
“Nikmati saja sayang.” Desis Christopher parau, lalu menggerakkan pinggulnya
pelan, merasakan gairah yang luar biasa membakarnya atas sensasi yang
membakarnya itu. Dia lalu menggerakkan tubuhnya lagi, menggoda Andrea, membuat
jantung Andrea berdegup kencang dan nafasnya semakin cepat.
Tubuh dua anak manusia itu menyatu dalam gerakan-gerakan yang sudah
ditakdirkan sejak manusia diciptakan di bumi ini. Gerakan penuh gairah,
penyatuan diri untuk mencapai orgasme yang luar biasa.
Christopher mempercepat gerakan tubuhnya, merasakan kenikmatan itu datang
dan membuat tubuhnya gemetar. Oh Ya Ampun, Andrea benar-benar luar biasa,
perempuan itu membuatnya melayang. Christopher menatap Andrea, dan membuat
perempuan itu membuka matanya,
“Tatap aku sayang, tatap aku dan lihatlah betapa kau memberikan kepuasan
kepadaku.” Christopher mengernyit menahan dorongan kenikmatan yang
berdentam-dentam di kepalanya, “Tatap aku Andrea....” Lalu Christopher
mengerang dalam, mencapai orgasmenya yang sangat luar biasa.
Andrea mencoba mengikuti instruksi Christopher untuk menatapnya, tetapi
ketika Christopher dihantam oleh kenikmatannya sendiri, Andreapun ikut larut ke
dalam orgasmenya yang luar biasa. Pelepasan itu terasa nikmat, membuat Andrea
melayang dan memejamkan matanya, hanyut dalam ledakan orgasme Christopher yang
terasa panas dan hangat, menyembur jauh di dalam tubuhnya.
Kemudian mereka terdiam, dengan tubuh Christopher masih menindih tubuhnya
dan tungkai Andrea yang melingkari pinggul Christopher, napas mereka
terengah-engah dan debaran jantung mereka masih berkejaran
***
Eric menyetir mobilnya kebingungan dan menghela napas panjang
berkali-kali, ketika berada di lampu merah, dia berhenti dan menoleh, menatap
Katrin yang berkali-kali mencuri pandang ke arahnya,
“Ada yang aneh, aku tahu, sepertinya ada yang disembunyikan di balik
sikap ramahnya itu.”
“Mungkin kau yang terlalu curiga Eric.” Perempuan itu menatap rekan agen
sekaligus atasannya itu dengan tatapan mata penuh arti, “Dia hanyalah seorang
lelaki tua yang genit.”
Eric menelaah semuanya. Lalu sekali lagi menghela napas panjang, mungkin
memang dia yang terlalu curiga, mungkin dorongan Eric untuk bisa menemukan
Andrea, membuatnya memaksakan seluruh petunjuk yang ada.
“Kau benar Katrin, maafkan aku.... misi ini terlalu mempengaruhi emosiku.”
Katrin menatap Eric penuh pengertian, “Aku mengerti Eric.” Dan ketika
memalingkan mukanya jauh dari pandangan Eric, Katrin tidak bisa menyembunyikan
senyumnya. Kini semuanya beres, Eric tak akan pernah bisa menemukan Andrea. Dan
ketika Eric bisa menerima kenyataan bahwa antara dia dan Andrea sudah tidak ada
harapan, maka akan muncul kesempatan bagi Katrin untuk menyusup ke dalam hati
Eric. Katrin bisa bersabar sampai saat itu tiba.
***
Sharon marah luar biasa, dia datang ke rumah tempat Christopher menyekap
Andrea, hanya untuk menemukan Mr. Demiris yang ada di sana. Lelaki tua itu
menatap Sharon seolah Sharon adalah anak kecil yang bodoh,
“Christopher tidak ingin kau tahu apapun tentang rencanamu selanjutnya nak,
dia sudah mencampakkanmu.”
Sharon mendengus marah, menatap Mr. Demiris dengan panuh tuduhan,
“Christopher tidak mungkin melakukannya!”
Demiris menghela napas panjang dan mengibaskan tangannya,
“Pergilah Sharon dan lakukan hal-hal yang mungkin lebih berguna daripada
mengejar-ngejar Christopher, kau seharusnya sadar bahwa kau tidak akan
mendapatkannya.” Demiris melemparkan pandangan jijik ke arah Sharon, lalu
berdiri dan meninggalkan Sharon sendirian di ruang tamu itu, lelaki itu
melangkah menaiki tanggal diikuti oleh Calista, yang sekarang sudah tidak
berpakaian seksi lagi. Perempuan itu adalah salah satu pengawal Demiris yang
membantu sandiwaranya untuk mengusir Eric beserta kecurigaannya dari rumah ini.
Sementara itu Sharon memandang sekeliling dengan geram bercampur kemarahan,
dia tidak akan membiarkan Christopher lepas darinya, dia tidak akan menyerah!
Apapun akan dilakukannya untuk mendapatkan Christopher kembali dalam
jangkauannya. Christopher miliknya! Sharon tidak akan membiarkan
siapapun merenggutnya darinya.
***
Andrea merasakan perasaan yang samar di tubuhnya, perasaan samar yang
familiar sekaligus asing..... rasa yang memenuhi pangkal pahanya...
Dia terkesiap dan langsung terduduk dari ranjangnya, tetapi usahanya
tertahan oleh sebuah lengan yang melingkupi pinggangnya. Andrea menatap lengan
itu, lalu menatap lelaki pemilik lengan itu dan terkesiap.
Astaga.... ya ampun... Andrea berusaha mengumpulkan ingatannya, suatu hal
yang sangat sulit dilakukannya ketika baru terbangun dari tidurnya.
Lelaki ini semalam telah berhasil merayunya, membuat Andrea menyerahkan
dirinya! Tubuh Andrea gemetaran, merasa malu dan menyesal kepada dirinya
sendiri, dia benar-benar seperti perempuan murahan, larut ke dalam rayuan
lelaki ini dan menyerahkan tubuhnya!
Andrea bukan perempuan seperti itu! Dia perempuan baik-baik yang
selalu ingin menjaga tubuhnya untuk suaminya nanti... dan sekarang, Christopher
Agnelli telah merenggut semuanya!
Dengan kasar, terdorong oleh kemarahan dan kekecewaannya kepada dirinya
sendiri, Andrea mendorong lengan Christopher yang masih melingkari tubuhnya
dengan posesif, membuat lelaki yang masih terlelap dalam tidurnya itu
menggeliat, merasa diusik dari kelelapannya.
Christopher membuka matanya, mengernyit sebentar karena sinar matahari sore
sudah menembus tirai kamar itu, membuat matanya harus beradaptasi. Dia kemudian
menolehkan kepalanya dan melihat Andrea sudah terduduk, dengan tatapan membara
marah kepadanya.
Perempuan kecilnya ini siap meledak rupanya. Christopher tersenyum dan
melemparkan tatapan mata menggoda, menelusuri tubuh Andrea,
“Selamat pagi Andrea. Setelah sekian lama, akhirnya aku menemukan
pemandangan yang sangat indah ketika aku bangun tidur.”
Andrea mengikuti arah pandangan Christopher dan memekik ketika menyadari
bahwa dadanya telanjang, bebas terbuka di bawah tatapan mata Christopher.
Dengan panik, dia meraih selimut yang bergumpal acak-acakan di sekitar
pinggulnya dan menaikkannya ke dadanya, usahanya itu malah membuat selimut yang
sama yang ternyata juga menutupi bagian pinggang ke bawah Chrsitopher tertarik
dan membuka.
Andrea mengerang malu dan memalingkan muka, memejamkan mata dan merasakan
tubuhnya merona dari ujung kepala ke ujung kakinya ketika menyadari bahwa
meskipun sekilas tadi, dia telah melihat betapa kejantanan Christopher telah
sangat bergairah dan keras, begitu siap....
Andrea mendengar Christopher terkekeh, menertawakan tingkah konyol Andrea,
lelaki itu lalu berdiri, tidak mempedulikan ketelanjangannya, dan seolah makin
geli melihat Andrea memalingkan muka sambil memejamkan matanya, tidak mau
melihat,
“Kenapa harus malu sayang?” Christopher yang berdiri di pinggir ranjang
membungkuk dan meraih dagu Andrea yang terduduk di tengah ranjang sambil
memeluk selimutnya di dadanya, “ Apakah kau tidak ingat betapa semalam kau
sangat menikmati memandang, menelusuri dan mencecap seluruh tubuhku?”
Wajah Christopher yang begitu dekat membuat Andrea membuka matanya dan
langsung berhadapan dengan mata cokelat gelap yang indah itu. Andrea merasa
amat sangat malu, dan dia semakin terkesiap ketika melihat bekas-bekas merah di
pundak dan dada Christopher, lelaki itu mengikuti arah pandangan Andrea dan
tertawa.
“Ya, sayang kau yang meninggalkan bekas-bekas ini di tubuhku. Andrea yang
suci ternyata tak sesuci yang dikira, kalau saja kau mampu mengingat betapa
bergairahnya kau dibawah tubuhku... kau pasti akan mengakui bahwa jauh di dalam
sana, kau sangat menginginkanku untuk memuaskanmu.” Christopher memaksakan
Andrea mendekat dengan mencengkeram dagunya lembut, lalu lelaki itu mengecup
bibir Andrea dengan menggoda.
“Kau milikku Andrea, dan akan selalu menjadi milikku, ingat itu.” Dan
kemudian sambil meraih celananya yang terlempar di lantai, beberapa meter dari
ranjang, Christopher berjalan ke arah pintu, berhenti sejenak untuk memakai
celananya, lalu tanpa menoleh lagi membuka pintu kamar, dan melangkah keluar
serta menguncinya dari luar, mengurung Andrea kembali di dalam kamar.
Andrea tidak berani melihat Christopher sama sekali. Padahal tadi dia sudah
bersiap untuk marah besar kepada lelaki itu, kalau perlu dia ingin menampar,
memukul atau bahkan mencakar wajah yang sempurna itu sebagai pelampiasan
kemarahannya karena telah diperdaya dengan rayuan lelaki itu. Tetapi sayangnya,
ketika Christopher membuka matanya, lelaki itu langsung memancarkan nuansa
arogan yang membuat siapapun lawannya tak berdaya, begitupun Andrea.
Kemudian kalimat Christopher terngiang di kepalanya,
Andrea yang suci ternyata tak sesuci yang dikira.....
Andrea mengintip ke bawah selimutnya dan mengernyit. Tidak ada darah di
sana, bukankah ini saat pertamanya? Bukankah sebagian besar perempuan
mengeluarkan darah di malam pertama?
Tetapi memang Andrea pernah membaca sebuah artikel yang mengatakan bahwa
tidak semua malam pertama harus berdarah, karena perempuan memiliki selaput
dara yang berbeda-beda, ada yang elastis, ada yang tidak, ada yang pembuluh
darahnya banyak ada yang tidak. Bahkan kadangkala proses penetrasi bisa saja
tidak merobek selaput dara sepenuhnya. Di artikel itu dikatakan bahwa mengukur
kesucian dengan darah di malam pertama adalah hal yang picik dan kuno.
Tetapi... bagaimanapun juga, bukankah meskipun jika tidak ada darah,
setidaknya akan terasa sakit ketika tubuh seorang lelaki memasukinya pertama
kalinya? Andrea mencoba menelaah tubuhnya dan tidak merasakan sesuatupun, semua
terasa nyaman dan baik-baik saja.....Ingatan erotis semalam membuatnya
menggelenyar ketika mengenang betapa mudahnya tubuh Christopher meluncur masuk
ke dalam tubuhnya, meski tahap pertama agak susah, tetapi kemudian lelaki itu
bisa memasukinya dengan begitu dalam dan nikmat, tanpa ada rasa sakit
sedikitpun.
Andrea memegang keningnya yang terasa pening, antara bingung dan putus asa.
Ya ampun, apakah dia sebenarnya bukanlah perempuan suci pada saat kemarin
Christopher membuatnya terpedaya? Kalau begitu? Sebelumnya Andrea pernah
bercinta? Ataukah memang Christopher terlalu ahli dalam mencumbunya sehingga
Andrea benar-benar siap dan tidak merasakan sakit sama sekali?
***
Eric tengah duduk di tengah kamarnya, merenung. Andrea. Nama itu berkutat
terus menerus di dalam benaknya, membuatnya hampir gila memikirkan tentang
Andrea.
Perasaan yang paling menyakitkan adalah ketika menyadari bahwa dia tidak
berdaya untuk menemukan perempuan yang dicintainya. Dia mengangkat teleponnya
dan menghubungi atasannya.
“Aku tidak bisa menemukannya.”
Atasannya terdiam sedikit lama sebelum bersuara, “Kau sudah berusaha, team
kita akan terus mencari.” Lelaki itu berdehem, “Aku hanya berharap ketika
ingatan Andrea kembali, dia sedang bersama kita, bukan sedang bersama “Sang
Pembunuh” itu.”
Eric mengernyitkan keningnya, “Apakah bagimu yang penting hanya ingatan
Andrea? Kenapa tidak memikirkan keselamatan Andrea?”
“Ingat Eric, jangan terbawa emosi dalam melaksanakan tugas ini, kau tentu
ingat misi utama kita adalah menjaga Andrea sampai ingatannya kembali. Kita
mencemaskan bahwa dia mengetahui sesuatu tentang hasil penelitian ayahnya yang
mungkin membahayakan pertahanan dan keamanan negara kita. Sampai dengan saat
ini kita belum pasti, karena itulah kita harus menjaga Andrea sampai ingatannya
kembali dan kita bisa memastikan.” Atasan Eric menghela napas panjang, “Hanya
yang tidak terduga, “Sang Pembunuh” ini kembali dan mengejar Andrea.”
“Dan Andrea bisa saja sudah dibunuh olehnya.” Eric mengerang parau.
Bagaimana mungkin atasannya menyuruhnya untuk tidak melibatkan perasaanya dalam
hal ini? Bagaimana mungkin dia bisa melakukannya?
“Aku masih berharap dia hidup dan baik-baik saja. Ingat berkas-berkas yang
kutunjukkan kepadamu itu? Sebuah catatan harian dari mendiang ayah Andrea yang
selama ini kita rahasiakan? Kalau memang yang tertulis di sana benar, mungkin
saja “Sang Pembunuh” tidak membawa Andrea untuk dibunuh.”
Hati Eric semakin terasa sakit ketika mengingat terntang berkas yang
ditunjukkan oleh atasannya dulu itu, berkas yang membuatnya mengambil keputusan
impulsif menjauhi Andrea dan menyuruh perempuan itu menjauhinya dengan kasar
pula. Sejak kelakuannya itu, dia tahu bahwa perasaan Andrea sudah tidak sama
lagi kepadanya, Andrea kecewa dan kehilangan kepercayaan kepadanya. Eric mengerang
merasa bodoh karena perasaan cemburunya malahan menghancurkan semuanya.
“Aku juga berharap begitu.” Jawab Eric, meskipun hal itu terasa bagai buah
simalakama bagi dirinya. Kalau “Sang Pembunuh” itu tidak mengambil Andrea untuk
dibunuh... berarti dia akan mengambil Andrea untuk dimiliki....
***
Sharon menatap ponsel di tangannya dan mengernyit dia sudah mencoba
menghubungi nomor Christopher sejak tadi tapi nomornya tidak dapat dihubungi.
Sejak pulang dari tempat Crhristopher dan menemukan bahwa Mr. Demirislah yang
ada di sana, dan Christopher telah membawa pergi Andrea ke sebuah tempat yang
tidak dia tahu, hati Sharon terasa bergemuruh. Apalagi ketika dia melongok ke
meja kerja Andrea yang selalu kosong, membuatnya merasa semakin terbakar.
Kemana Christopher membawa Andrea? Apakah dia membawa perempuan itu ke
tempat eksotis di Italia? Tempat kelahirannya? Sharon menggeram, seharusnya dia
yang ada dibawa ke sana, menikmati percintaannya dengan Christopher. Seharusnya
dia menyingkirkan Andrea dari awal, bukannya ikut membantu rencana Christopher
untuk mendapatkan Andrea. Sekarang Christopher meninggalkannya begitu saja,
menyakiti hatinya.
Benak Sharon berputar, mencari cara untuk menemukan kemana Christopher
membawa Andrea, dia akan mencarinya di perusahaan ini, perusahaan tempat
dirinya disusupkan untuk bekerja dan menyamar serta mendekati Andrea dan
menjadi sahabatnya.
Sharon tahu pasti bahwa Christopher memiliki orang dalam di perusahaan ini,
hanya saja dia tidak tahu siapa..... tetapi Sharon sudah menduganya, orang itu
mungkin saja adalah Romeo Marcuss. Sharon melangkah menelusuri tempat Romeo
Marcuss berkantor sementara, matanya melirik dengan tatatapan penuh arti
Sebenarnya dia sudah selangkah lebih maju, didorong oleh kecurigaannya,
Sharon sudah memasang penyadap di dalam ruangan kantor Romeo itu, tersembunyi
dengan rapi di bawah meja Romeo….. penyadap itu bisa menangkap percakapan
apapun di dalam ruangan itu dengan jelas. Sekarang yang bisa Sharon lakukan
hanyalah menunggu. Kalau dugaannya benar bahwa Romeo ada hubungannya dengan
Christopher, dia pasti akan menemukan petunjuk keberadaan lelaki pujaannya itu.
***
“Kemana tante Elena, paman? Kenapa beliau tidak ikut kemari?” Romeo duduk di
sofa menghadap paman Rafael, sahabat ayahnya yang berkunjung ke kantor ditengah
kunjungan liburannya bersama isterinya.
Rafael tersenyum, menatap anak sulung dari Damian sahabatnya yang tanpa
terasa telah tumbuh menjadi lelaki dewasa yang tampan seperti ayahnya, hanya
saja ketampanan Romeo lebih mencolok dibandingkan ayahnya, dengan wajah seperti
visualisasi malaikat pada jaman Renaissance,
“Dia masih lelah setelah perjalanan. Mungkin nanti malam kita bisa makan
malam bersama.” Rafael menyebut nama hotelnya, meminta Romeo berkunjung setelah
makan malam. “Elena membutuhkan liburan ini, tempat ini tenang, dan kau tahu,
setelah kejadian itu Elena tidak pernah sama lagi.”
Romeo menatap wajah Rafael yang sedih dan menganggukkan kepalanya. Dia
tiba-tiba merasa sedih dan iba sekaligus. Kemudian dia menghela napas dan berusaha
mencairkan suasana yang tiba-tiba terasa muram, “Ide bagus, aku sedikit bosan
menghabiskan malamku di kota ini, tidak banyak hiburan yang bisa didapat.
Tetapi hal ini ada baiknya juga karena aku bisa memperoleh masa tenangku.”
Romeo mengedipkan matanya penuh arti kepada Rafael, membuat Rafael tergelak.
Lelaki ini kelakuannya mirip dengan ayahnya di masa muda, pemain wanita. Tetapi
Rafael tahu pria-pria seperti itu pada akhirnya akan berlabuh ketika menemukan
wanita yang tepat.
“Kau bisa meminjam pulau pribadiku itu semaumu kalau kau menginginkan masa
tenang.. Oh ya apakah tamumu sudah nyaman di sana? Kemarin kepala pelayanku di
sana memberitahu bahwa tamumu sedikit membuat kehebohan karena dia datang
dengan membawa pengawal-pengawal yang berjaga di sekeliling rumah.” Rafael
menatap Romeo dengan pandangan mata menyelidik, “Kau tidak sedang berurusan
dengan mafia atau sejenisnya bukan? Karena ayahmu akan membunuhku kalau sampai
aku meminjamkan pulauku untuk teman mafiamu.”
Romeo tergelak, “Tenang saja paman Rafael, aku tidak sedang berurusan dengan
mafia kok, aku sedang berurusan dengan sahabatku, yang sedang berusaha
mendapatkan keinginannya”
Di luar, di ruangan lain, di mejanya sendiri, Sharon mendengarkan seluruh
percakapan yang terdengar jelas dari alat penyadapnya melalui earphone khusus
di telinganya, dan tidak bisa menahankan seringainya. Dia sungguh beruntung.
Dengan tergesa Sharon menyalakan komputernya, ini tengah hari, dan
kebanyakan pegawai sedang keluar untuk makan siang sehingga suasana kantor
sedikit lengang, Sharon mencari dimesin pencarian dan memasukkan nama Rafael
Alexander. Lelaki itu cukup terkenal, jadi tidak menutup kemungkinan Sharon
bisa menemukan dimana pulau yang dimiliki oleh Rafael itu.
Gotcha! Sharon hampir tidak bisa menyembunyikan seringainya ketika
sebuah cuplikan berita memuat tentang profil Rafael Alexander, lelaki ini
memiliki sebuah pulau kecil pribadi yang lokasinya dekat dengan pulau dewata,
dan bisa diakses dengan perahu boat.
Dengan cepat Sharon langsung membuat panggilan ke agen perjalanan,
“Halo saya ingin memesan tiket ke pulau dewata, malam ini juga.”
Setelah mengurus semuanya, Sharon teringat pada Eric. Dia tidak mungkin
datang ke sana sendirian dan mencoba merenggut Christopher, yang ada lelaki itu
mungkin akan mengusirnya atau malah membunuhnya. Sharon membutuhkan bantuan
untuk memisahkan Andrea dari Christopher....
Dengan tergesa Sharon langsung memencet nomor ponsel Eric yang tentu saja
diketahuinya,
“Halo?” Suara Eric menyahut di sana, lelaki itu melihat nomor Sharon dan
mengernyitkan keningnya. Mereka dulu memang rekan sekerja dan saling bertukar
telepon, tetapi tidak pernah sekalipun Sharon meneleponnya sebelumnya.
“Eric? Ini Sharon.” Suara Sharon terdengar setengah berbisik, “Kau ingat
pertemuan terakhir kita kemarin dimana aku mencurigai bahwa Andrea bukannya
pergi untuk tugas bisnis seperti yang dikatakan oleh atasan Andrea? Kurasa
dugaanku bahwa Andrea sedang berkencan dengan lelaki eksotisnya betul, barusan
tanpa sengaja aku mendengar percakapan Romeo Marcuss....
***
Sementara itu, di ruangannya, sepulangnya Rafael dari sana, Romeo langsung
menelepon Christopher,
“Halo.” Jawaban Christopher di seberang sana terdengar galak, sepertinya
laki-laki itu sedang gusar.
“Hei.. hei.. ini aku jangan marah padaku, ada apa Christopher?” Romeo
langsung menyahut dengan geli.
Sementara itu Christopher tercenung, dia benar-benar harus menjaga emosinya
kalau berdekatan dengan Andrea, tetapi perempuan itu…. Oh Astaga, bahkan
kenikmatan itu masih berdenyar di seluruh tubuh Christopher, kenikmatan ketika
tubuhnya menyatu dengan tubuh Andrea, ketika dia membawa Andrea mencapai puncak
kenikmatan bersamanya…. Penantiannya yang begitu lama telah terpuaskan
seketika, tetapi kenapa Andrea bahkan tidak mampu menerimanya?
“Christopher?” Romeo bergumam lagi ketika tidak menemukan jawaban dari
Christopher, membuat lelaki itu mengerjap, kembali dari alam lamunannya.
“Ya Romeo, ada apa?”
“Paman Rafael tadi kemari, dia bilang kau membuat kehebohan di sana karena
membawa begitu banyak pengawal.” Romeo terkekeh, “Aku harap kau tidak terlalu
mencolok di sana, paman Rafael bahkan mengira aku sedang berurusan dengan
mafia. Kau harus berhati-hati dengan penduduk di sana, bagaimanapun juga sekali
waktu beberapa penduduk ada yang pergi dan pulang dari pulau dewata untuk
mengambil beberapa pasokan bahan pangan, kalau kau terlalu mencolok, mungkin
saja para penduduk itu akan membicarakanmu dengan orang-orang di pulau dewata
dan kau bisa ketahuan.”
Christopher mengernyitkan keningnya, “Jadi aku harus bagaimana?”
“Yah, mungkin kau bisa sembunyikan pengawal-pengawalmu itu, dan
bertingkahlah seperti pengunjung pulau biasa yang datang berkunjung untuk
berlibur.”
Christopher tampak memikirkan usulan Romeo itu, dia lalu menghela napas dan
menganggukkan kepalanya,
“Aku akan mengurangi beberapa pengawalku dan menyuruh mereka semua kembali
pada Demiris, kau benar, seharusnya aku tidak berlebihan dalam penjagaan dan
membuat diriku mencolok, lagipula pulau ini adalah pulau terpencil, jadi kecil
kemungkinan ada yang bisa masuk tanpa ketahuan.”
Setelah menutup pembicaraan, Christopher memanggil Richard yang segera
datang menghadapnya,
“Instruksikan para pengawal untuk pulang ke Demiris, tinggalkan dua atau
tiga pengawal terbaik saja di sini.”
Richard mengerutkan keningnya, tidak setuju, “Maksud anda? Anda akan
melonggarkan pengamanan di sekitar pulau ini?”
Christopher menganggukkan kepalanya,
“Kita terlalu mencolok dengan semua pengawal-pengawal itu, Richard, sebagian
penduduk bahkan sudah menggosipkannya hingga sampai ke telinga Rafael
Alexander. Aku pikir kita cukup dengan beberapa pengawal saja, toh ini pulau
terpencil dan kecil kemungkinan akan ada orang yang tahu kita di sini.”
Richard terpekur, dan meskipun masih memendam rasa tidak setuju, dia
menganggukkan kepalanya dengan patuh,
“Baik. Akan saya instruksikan kepada semuanya.”
***
Begitu menerima informasi dari Sharon, Eric langsung berkemas, dia
memutuskan tidak akan memberitahu atasannya dan berangkat sendiri menjalankan
misi menyelamatkan Andrea. Atasannya pasti akan menyuruhnya duduk dan
mengadakan meeting dengan semua agennya untuk mengatur strategi, lagipula
atasannya tampaknya tidak begitu peduli dengan keselamatan Andrea, yang
dipedulikannya adalah informasi penting yang mungkin ada di ingatan Andrea yang
hilang yang tidak boleh sampai bocor ke orang lain, apalagi ke tangan “Sang
Pembunuh.”
Mungkin malahan atasannya itu akan lega kalau Andrea terbunuh, jadi semua
informasi rahasia yang mungkin ada akan lenyap selamanya bersama lenyapnya
Andrea.
Eric menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran negatif itu. Dia
harus bertindak sendiri sekarang, dengan cepat dan rahasia. Setidaknya kalau
informasi dari Sharon salah, dia tidak akan menuai kecaman dari atasannya, sama
seperti ketika dia memimpin pengawasan dan penyerbuan ke rumah Mr. Demiris yang
ternyata membuatnya tampak bodoh dan memiliki kecurigaan yang tidak beralasan.
Akan sama kalau Eric menginformasikan tentang pulau yang dimiliki oleh
Rafael Alexander ini kepada atasannya, atasannya hanya akan menyuruhnya untuk
bertindak tidak gegabah dan menyelidiki semuanya dulu pelan-pelan. Eric tidak
mau menunggu. Dia punya firasat dan kali ini dia yakin, firasatnya pasti benar.
Novel Dating With The Dark - Santhy Agatha Chapter 13
No comments:
Post a Comment