Serena hampir saja terlambat kerja,
dia
menarik napas panjang melihat jam
absennya...hanya
kurang satu menit.
Dengan segera dia melangkah masuk ke mejanya,
teman-teman seruangannya sudah mulai sibuk bekerja. Serenapun mulai
berkonsentrasi, tapi matanya hanya
menatap kosong ke layar komputer, pikirannya
mengingat ke
kejadian semalam dan dia mengernyit, Dia merasa murahan sekali, menjual
diri kepada laki-laki itu
tetapi terlena dengan rayuannya.
Mau
bagaimana lagi, lelaki itu adalah jelmaan Eros penakluk wanita dengan segala pengalaman
dan
keahliannya, sementara Serena baru pertama kalinya bercinta.
Tuhan, ampunilah dosa-dosaku. Serena
memejamkan matanya dan
menundukkan kepalanya sebelum mulai menenggelamkan diri dalam pekerjaan.
"Iya, aku juga tidak menyangka", suara berbisik dua rekan disebelahnya menarik
perhatian Serena, "Rasanya seperti bukan Mr.
Damian."
Mendengar nama lelaki itu disebut mau tak mau Serena menajamkan telinganya,
mendengarkan.
"Tadi kami
serombongan habis sarapan berpapasan dengan
Mr. Damian, kami hanya
menunduk karena biasanya Bos besar itu hanya melirik dari sudut matanya,
mengangguk selama sedetik lalu pergi dengan acuh tak acuh."
Wanita itu menghembuskan napas takjub, "tapi tadi,,,, astaga! Mr. Damian
bahkan berhenti, tersenyum ramah
dan
menanyakan kabar kita semua....", suaranya terpekik hampir histeris, "Dan senyumnya yang sangat jarang
itu,,,bukannya menjawab
semuanya malah terpesona dengan mulut menganga, ada
yang mencoba menjawab
tp yang keluar hanya suara tercekik",
lanjutnya menggebu-gebu.
"Mr. Damian sama sekali tidak merasa terganggu dengan sikap konyol kami. Dia
malah tertawa geli dan melambaikan tangan ramah sebelum pergi......benar
benar anugerah tak terlupakan! Menurutmu.........."
Serena beranjak berdiri ke kamar mandi, tak tahan mendengarkan pemujaan pemujaan terhadap
laki-laki
itu.
Tapi tetap saja dia ikut bertanya tanya, Serena terpekur di depan pintu kamar
mandi.
Dia berpikir mengenai perubahan sikap Damian dikantor, bosnya
itu
memang selalu memasang
wajah dingin, ketus dan jarang bicara, banyak wanita di sini yang
takut sekaligus memujanya
karena sikapnya itu........tapi kenapa
dia berubah ramah?
"Memikirkanku?"
Suara yang diucapkan dengan pelan dan
lembut itu membuat
Serena membalikkan tubuhnya mendadak dengan terlonjak kaget
dan
hampir menabrak
orang yang berdiri dibelakangnya.
Matanya langsung
bertatapan dengan
mata
birunya yang tajam, obyek
pikirannya.
Dan kenapa si bos ada di sini? Di lorong menuju kamar mandi lantai 3 padahal
dia
punya kamar
mandi
sendiri di
ruangannya?
Tanpa sadar Serena mengucapkan pertanyaannya keras-keras,
Damian tertawa,
"Aku sedang menemui kepala personalia di
lantai yang sama, tiba tiba ingin ke toilet, tidak bolehkah?", suaranya makin melembut, lalu matanya berubah tajam.
Dan
Serena mengenali tatapan itu, tatapan kalau....
"Damn! Aku sudah amat sangat merindukanmu!"
Dengan
cepat
Damian meraih Serena,lalu menciumnya, dengan
gairah menggebu-gebu seolah-olah sudah lama tidak berciuman, padahal
baru tadi pagi mereka.....
Suara percakapan yang
sayup-sayup
mendekat
membuat Serena
terperanjat,dengan secepat kilat didorongnya Damian dan
dia
setengah berlari masuk ke toilet perempuan.
Didengarnya suara Damian dengan ramah membalas sapaan orang-orang yang baru datang ke
toliet, Suaranya terdengar biasa
saja bahkan sedikit kegembiraan
kecil terselip di
sana. Apakah lelaki itu geli
atas sikapnya?
Sialan dia! Tak sadarkah dia kalau menyergapnya seperti itu di toilet kantor benar-benar tindakan nekat? Jantungnya masih berdentam-dentam dengan
kuatnya seakan ingin meloncat dari tempatnya....
Tapi...Serena mengernyit, apakah jantungnya berdetak keras karena
ketakutan....ataukah karena ciuman spontan yang
tidak diduganya itu.....?
***
"Kau tampak senang", Freddy menatap Damian yang sedang memeriksa berkas kontrak kerja mereka dengan supplier baru.
Damian mengalihkan tatapannya dari berkas di
mejanya dan menatap
Freddy muram,
"Bukannya itu bagus?
Tapi kenapa aku mendengar nada mencela dari suaramu?"
Freddy mengangkat bahu,
"Aku cuma tak ingin kau mabuk kepayang dan melakukan
hal-hal yang akan kau sesali
nanti."
Tatapan Damian berubah tajam,
"Aku??,,,, Mabuk kepayang???... Apakah kau sedang bercanda?"
"Bukan begitu maksudku, tapi sepertinya kau agak berubah, kau tahu, agak
tidak fokus, bahkan
kata sekertarismu tadi pagi kau terlambat, pertama kalinya, katanya."
"Dan kau
kira itu karna aku mabuk kepayang pada serena, begitu????...baik
!!
Memang
aku terlambat
karena
terlalu asyik bercinta dengan Serena,
lalu
kenapa?? Perusahaan ini sebagian besar
milikku!! Apakah
seorang pemilik tidak
diperbolehkan
terlambat??, toh keterlambatanku
tidak merugikan perusahaan
ini!!
"Damian", Freddy berusaha meredakan emosi
Damian, "Aku tidak bermaksud membuatmu marah,
aku hanya mencemaskanmu."
Sejenak Damian tidak berkata-kata, tatapannya menyala-nyala,
matanya bagaikan api
biru yang membakar. Tapi kemudian dia berhasil
mengendalikan
emosinya. Dihelanya napas keras-keras.
"Kau benar, maafkan
aku Freddy."
Sebelum Freddy dapat menjawab, ponsel Damian berdering, Damian meliriknya
dan
dahinya berkerut melihat siapa yang menelponnya.
"Ada apa Shanon?"
Mendengar nama Shanon disebut, Freddy langsung berdiri dan memberi isyarat berpamitan pada
Damian, Damian mengangguk mempersilahkan
dan Freddy berjalan keluar
ruangan.
Di seberang, suara Shanon
yang lembut dan elegan terdengar mengalun.
"Aku bertanya-tanya, kenapa kau tak menghubungiku sayang, sabtu kemarin
kau mendadak membatalkan
acara makan malam kita, dan kemudian aku sama sekali tak bisa menemukanmu, apakah ada pekerjaan mendadak yang
menyulitkanmu?"
Wajah Damian berubah dingin, dia sama
sekali tidak pernah menjalin komitmen dengan Shanon.
Mereka diperkenalkan pada suatu acara makan malam, setelah
itu
Shanon menghubunginya, mengajak makan
malam berdua karena ingin
mengenal
lebih dekat.
Damian tidak menolaknya.
baginya Shanon cukup
cantik dan saat wanita itu mendekatinya, kenapa tidak? Pertemuan mereka berlanjut
ke pertemuan-pertemuan berikutnya, Tetapi di saat
awal Damian sudah menegaskan
kepada Shanon bahwa hubungan yang mereka jalin adalah hubungan tanpa ikatan. Saat Shanon
mengundangnya ke tempat tidurnyapun Damian sudah menegaskan
itu dia lakukan tanpa ikatan dan tanpa cinta.
Tapi sekarang Shanon
sepertinya besar kepala karena Damian saat itu tidak
dekat dengan wanita lain selain dirinya, dalam otaknya dia mengira bahwa dirinya
telah berhasil menaklukkan
Damian dan
membuat lelaki itu
setia
padanya, Dia tidak
tahu bahwa saat itu
pikiran Damian sedang terpaku untuk mendapatkan wanita lain, Serena.
Sekarang Damian merasa muak dengan tingkah Shanon yang
bertindak seolah- olah mereka sepasang kekasih, yang harus selalu mengetahui kegiatan
Damian dan merasa berhak mengatur-atur Damian.
"Sayangku, Damian? Kau masih disana?" "Shanon, maafkan
aku sedang sibuk sekali."
Terdengar helaan napas dramatis di
sana, sudah pasti wanita ini tidak akan menyerah, dia terbiasa dikejar kejar
dan dipuja lelaki, penolakan
hanya membuatnya lebih gigih mengejar.
"Begini sayang,
aku ada undangan pesta di rumah Richard, kau tau kan pelukis terkenal itu? Dia mengadakan pesta di pembukaan pameran lukisannya....Aku belum punya pasangan untuk datang
ke sana,
kau
mau kan menemaniku?"
Damian menghela napas keras.
"Shanon, sudah kubilang
aku sibuk, aku
tak bisa menemanimu ke
pesta
manapun,
lebih baik kau ajak kekasihmu atau laki laki lain, pasti mereka dengan
senang hati akan menemanimu."
"Tapi Damian, aku
mencintaimu dan aku ingin kamu...."
"Aku bukan kekasihmu Shanon, dan tak akan pernah, ingat itu, jadi jangan
meminta macam-macam
dariku,
Oke
?", Damian
langsung menyela dengan kesal.
"Oke, Oke !!" Shanon setengah menjerit, "kau sudah pernah mengatakan itu
berulang kali padaku, tapi tidakkah kebersamaan kita selama ini....."
"Shanon, aku sibuk. Maaf!", Damian langsung
menutup percakapan,
menyudahinya karena dia yakin Shanon tidak akan menyerah dengan segera.
***
Serena baru saja
membuka pintu apartemen ketika
teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya
dan langsung terdengar suara Damian diseberang sana,
"Kau suka masakan cina?"
"Hah?", Serena terperangah mendengar sapaan pertama Damian yang
tanpa basa-basi, baru
ketika Damian mengulang pertanyaannya dia mengerti, dan
tanpa sadar mengangguk.
"Serena?"
Mendengar pertanyaan Damian Serena
baru sadar kalau dari tadi dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Eh...iya...iya.."
"Oke,
kalau begitu jangan memasak malam ini, kubawakan
dua porsi
untuk kita." Telepon ditutup. Meninggalkan Serena yang yang
masih terperangah.
Satu jam kemudian, ketika Serena
menyeduh kopi, Damian
datang, langsung ke
dapur, masih mengenakan jas resminya, tapi dengan dasi
yang sudah dikendorkan. Dia meletakkan
Kantong kertas berisi makanan yang masih panas,
berlogokan nama hotel bintang lima.
"Tadi ada undangan pertemuan dengan kilen di sana, hanya minum kopi, tapi aku lalu ingat kalau masakan cina di hotel ini terkenal enaknya,
dan aku ingat kamu."
Damian mengedipkan sebelah matanya, "Siapkan ya,
aku mandi dulu." Dengan langkah anggun Damian membalikkan badan menuju kamar.
Serena mengatur masakan berbau harum itu pada piring saji, sambil mengatur
poci kopi
di nampan untuk Damian,
untuk dirinya dia menyeduh secangkir teh.
Damian muncul di dapur setengah jam kemudian, dengan piyama sutra hitam, lali duduk di
kursi di meja dapur.
"Aku lapar sekali, tadi jalanan macet."
Serena duduk di
hadapan Damian, memperhatikan lelaki itu mulai
menyantap hidangannya dengan penuh minat.
"Tadi, di pertemuan tidak ada makan malam?", setahu Serena pertemuan bisnis
di
hotel seperti itu selalu disertai dengan jamuan makan malam.
"Ada, tapi aku
menolaknya, hanya minum kopi tadi",
Damian menatap
Serena dengan tiba-tina hingga Serena kaget, "Kenapa tidak kamu makan ? ayo, enak
lho."
Dengan gugup Serena
menyantap makanannya, memang enak
sekali, guman Serena pada suapan pertama, Tanpa sadar dia makan dengan lahap, dan baru berhenti ketika menyadari Damian menatapnya geli, pipinya langsung bersemu merah.
Damian langsung
terkekeh geli.
Serena baru mengetahui kepribadian Damian yang
seperti ini, santai dan penuh
tawa, berbeda sekali dengan apa yang
ditampilkannya di kantor.
Selesai makan seperti biasa Damian minta
ditemani saat mengerjakan tugas
kantornya, lelaki itu tampak serius mengahadapi notebooknya, sambil sesekali menyesap kopi, sementara Serena menyibukkan
diri denga menonton
chanel
masak memasak di TV kabel. Benaknya berkecamuk, apakah Damian
akan bercinta dengannya lagi? Bodoh! Tentu saja, kalau bukan untuk itu buat apa lelaki itu menginap disini?
"Kau bisa memasak yang seperti itu?" Suara celetukan
Damian hampir membuat
Serena terlonjak
karena kaget.
Serena menatap
ke arah Damian, lelaki itu sudah bersandar di sofa, dengan
santai menyesap kopinya sambil menatap televisi. Notebooknya
sudah tertutup dan berkas-berkasnya
sudah tersusun rapi, Astaga...berapa lama tadi dia
melamun? Sudah berapa lama Damian menyelesaikan pekerjaannya?
Dengan buru
buru Serena menoleh ke televisi, adegan disana menampilkan cara
memasak sup
jagung dengan berbagai modifikasinya.
"Bisa...aku pernah membuatnya meski tidak persis seperti itu." Damian tersenyum.
"Aku jadi ingat
saat aku sakit waktu kecil dulu, ibuku selalu membuatkanku
sup jagung, tidak ada yang
mengalahkan rasa sup buatannya."
Serena ikut tersenyum
mengenang.
"Ibu dulu membuatkanku bubur ayam. Rasanya tidak enak hingga aku selalu
ingin memuntahkannya."
Damian tertawa geli mendengarnya.
"Aku belum pernah menemui
wanita sepertimu sebelumnya", gumamnya dalam tawa.
Serena menoleh pada Damian dengan bingung. "Wanita sepertiku.....?"
"Polos, jujur dan
tidak berusaha
memanipulasiku", senyum Damian berubah sensual," dan masih bisa tersipu sampai memerah di
sekujur kulitnya,padahal
sudah berkali-kali kusentuh."
Kali ini Serena hampir tersedak tehnya,dengan cepat diletakkannya cangkirnya
dan
ditatapnya Damian dengan waspada. Lelaki itu juga
sedang menyesap kopinya,
tapi mata birunya
yang tajam itu menatap serius pada Serena.
"Kau seperti kelinci yang terjebak
ketakutan", gumam Damian
sambil
menyipitkan matanya, "apakah cara bercintaku menyakitimu?"
Pipi Serena langsung
memerah mendengar pertanyaan
Damian yang blak-blakan itu,
"Ti...tidak, bukan begitu...saya....saya hanya belum....terbiasa..."
Serena menelan ludah ketika Damian beranjak dari sofanya dan berdiri di depan Serena,lalu menarik Serena berdiri dan langsung
mencium bibirnya dengan lembut,
"Kalau begitu,
tidak ada yang bisa kulakukan selain membuatmu
terbiasa bukan?", suara Damian berubah serak, lalu dengan cepat mengangkat Serena dan membawanya
ke kamar.
***
Jam dua pagi, ketika Damian
terbangun dan menyadari ada tubuh
hangat dalam pelukannya. Serena berbaring meringkuk di dadanya, tubuhnya
begitu mungil hingga Damian merasa bisa meremukkannya dalam sekejap kalau dia mau.
Damn! Kadangkala karena Serena
begitu mungilnya jika dibandingkan dengan tubuhnya yang tinggi
besar, Damian seperti
merasa sedang melakukan pelecehan seksual
pada anak di bawah umur.
Tanpa sadar tangan
Damian mengelus punggung polos Serena,
dan dalam tidurnya, Serena
bergumam tidak jelas,
lalu
meringkuk makin
rapat
ke dada Damian.
Tidak! Mungkin ukuran tubuhnya
seperti anak-anak,
tapi tubuhnya benar-benar tubuh wanita dewasa. Damian tidak pernah merasa begitu bergairah sekaligus begitu terpuaskan selain dengan Serena. Tubuh mungil itu telah memberikan kepuasan yang
sangat dalam bagi Damian.
"Aku mungkin tak akan pernah melepaskanmu"
guman Damian di kegelapan, "kau milikku Serena"
Seolah mendengar ancaman Damian di alam bawah sadarnya, alis Serena
berkerut dan menggumam tak
jelas.
Damian tertawa geli melihatnya,
lalu dikecupnya dahi Serena dengan lembut. Anak
kecil ini benar-benar tidak terduga, tidak disangka dia akan menyerah di pelukan gadis seperti ini.
"Ra....fi"
Damian langsung
menoleh secepat kilat ke arah
Serena, Apa?? Tadi gadis itu
bilang apa??!!
"Rafi",
kali ini gumaman
Serena terdengar lebih jelas. Bahkan
Damian melihat
ada
air mata di sudut matanya.
Rahang Damian menegang karena marah,
siapa lelaki
yang disebut Serena itu?
Kenapa
dia tidak pernah
mendengarnya? Dia
sudah
menyelidiki Serena bukan? Selama ini Serena tidak pernah dekat dengan lelaki manapun,
dia
bahkan masih
perawan!
Dengan gusar
Damian menghapus air
mata di sudut mata
Serena, lalu mengguncang tubuh Serena pelan.
Dan mata lebar yang polos itu terbuka
menatap Damian
dengan bingung karena dibangunkan tiba-tiba,
"Berani-beraninya kau!" desis Damian dengan
tatapan membara, "Berani-
beraninya kau menyebut nama lelaki lain dan menangis untuknya di atas ranjangku!"
Serena benar-benar tidak siap ketika Damian
menyerangnya dengan
cumbuan yang sangat hangat dan menggelora. Kali ini
Damian berbeda dengan
biasanya,dia seperti....seperti membara, seolah olah tidak ditahan-tahan lagi, ada apa? Ada apa sebenarnya?
Tapi Serena sudah tidak dapat berpikir lagi karena Damian sudah
menenggelamkan kesadarannya dengan cumbuan
dan
belaian jemarinya yang sangat ahli. Sungguh nikmat....dan Serena ahkirnya
menyerah dalam pelukan Damian.
***
Serena terbangun sendirian di ranjang itu.
Damian sudah tidak ada. Yah lelaki itu
mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali
kerumahnya sebelum berangkat ke
kantor. Dia kan punya
rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di
apartement ini?
Tapi entah
mengapa Serena merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia
terbangun dengan Damian di sisinya, entah kenapa ada
yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.
Bodoh! Apa yang kau
pikirkan Serena? Kau hanyalah wanita simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam.
Lagian masih ada Rafi yang
harus kau cemaskan.
Sambil membungkus tubuhnya dengan seprai, Serena melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi
Damian bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahana-nahan diri.
Ketika mengaca dan menurunkan selimutnya Serena mengernyit.
Dari Leher, buah dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman
Damian. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di
mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Serena,
dan
Serena yakin tak lama lagi akan berubah
menjadi ungu.
Dasar Damian! Siapapun yang melihat akan
tahu kalau ini bekas ciuman, di
bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang
di
leher?
Serena belum
pernah mendapatkan bekas
ciuman
seperti ini di tubuhnya
sebelumnya.
Percintaannya dengan Rafi selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu
sehingga Rafi bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi
Serena tahu bekas ciuman seperti ini
butuh beberapa hari untuk hilang.
Dasar Damian bodoh! Gerutunya sambil mencari
cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya
dengan
blazer, Serena hanya
menyapukan bedak tipis
ke mukanya, lalu segera melangkah
keluar,
jangan sampai
dia
terlambat ke kantor lagi.
Ketika berdiri
di
tepi jalan
menanti kendaraan umum,
Serena merasakan
sengatan sakit yang
tiba-tiba di
kepalanya.
Aduh! Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan,
dan dia kurang tidur gara-gara Damian
hampir tidak pernah
membiarkan tidur nyenyak
tiap malam.
Dengan memaksakan diri Serena naik ke dalam bus menuju kantornya.
I surprised with the research you made to create this actual post incredible.
ReplyDeleteFantastic job!
My web site - 부산달리기