Serena masih
terkejut ketika tiba-tiba saja tubuhnya
dibalik dan dicium habis- habisan, dia masih setengah tertidur tadi dan benar-benar tak berdaya, Damian
sudah melampiaskan
hasratnya
tanpa ditahan-tahan, ciuman-ciumannya
tanpa jeda seolah-olah lelaki itu tak tahan
sedetikpun tidak berciuman dengannya.
Ketika Damian mengangkat
kepalanya, matanya
berkabut, pupil matanya
membesar terlihat
kontras dengan
iris matanya yang berubah menjadi biru
pucat,
“aku ingin bercinta, aku ingin memasukimu...Ah kau tidak tahu betapa aku...“, suara Damian tersengal,
lalu melumat bibir Serena lagi dengan membabi buta,
Kata-kata vulgar Damian itu membuat
pipi Serena merona
malu. Tidak
terbayangkan, dia, perempuan yang tidak pernah intim dengan lelaki manapun, sekarang terbaring dengan jubah mandi yang sudah acak-acakan, ditindih oleh
lelaki yang mungkin sampai beberapa hari yang lalu tidak dikenalnya dengan
baik.
Tangan Damian menelusup
di balik jubah mandinya, menemukan payudaranya yang hangat dan lembut, lalu meremasnya. Sedikit terlalu bergairah sehingga
Serena mengerang.
Damian menghentikan gerakannya,
lalu menatap Serena lembut, “Sakitkah?”,
bisiknya parau
Serena terpaku, suaranya seakan tertelan di tenggorokan, bagaimana dia harus
menjawabnya?
Tetapi Damian tidak memerlukan jawaban, lelaki itu tersenyum, lalu menggerakkan tangannya lagi menyentuh
payudara Serena, dengan ahli dia menyingkirkan jubah mandi Serena yang menghalangi, dan menemukan keindahan ranum di baliknya,
“Oh Indahnya”,
bisik Damian serak, membiarkan Serena
memalingkan muka dengan malu dibawah
tatapan tajam dan memuja lelaki
itu.
Lalu bibir Damian yang panas menelungkupi puting payudaranya, lidahnya bermain di sana terasa panas, membakar seluruh tubuh
Serena, membuatnya terpaksa merintih. Bingung dengan gejolak yang menyebar di seluruh tubuhnya. Damian begitu ahli sedang Serena sama sekali tidak berpengalaman, dan lelaki itu tampaknya
tidak merasa perlu menahan
dirinya.
Entah kapan, mereka sudah telanjang bersama di atas tempat tidur itu, Tubuh
Damian
yang
keras,
melingkupi
tubuh Serena
yang
mungil
di bawahnya,
menggodanya, menggeseknya
dengan kekuatannya, membawa gairah Serena
makin naik,
sedikit demi
sedikit ke puncaknya.
Kemudian
Serena merasakan
kejantanan Damian, yang tidak terhalang
apapun
menyentuh pusat dirinya. Pelan, tapi membuatnya terkesiap. Serena membuka
matanya yang terpejam, menatap Damian di
atasnya. Lelaki itu menatapnya
dengan tajam, matanya
berkabut, napasnya terengah, dan
sejumput rambut tampak jatuh di dahinya, membuatnya
tampak begitu liar.
“Ah, ya manis...Kau pasti akan
sangat menyukainya”, geram Damian pelan, lalu mulai mendorong, menekan dan menyentuh
Serena, “Kau sudah siap”, erang Damian, “Kau sudah basah dan panas, siap untuk diriku...”
Jantung Serena berdegup kencang, beriringan dengan detak jantung Damian
yang bahkan lebih parah. Dengan perlahan, Serena memejamkan
matanya,
melepaskan hatinya, Demi kamu Rafi, bisiknya dalam hati bagaikan mantra
yang menyelamatkan jiwanya.
Ini adalah sensasi baru bagi Serena, merasakan
kejantanan seorang lelaki yang
mencoba memasukinya, menyatu dengannya. Rasanya panas dan membuat seluruh saraf ditubuhnya menggila, membuatnya begitu sensitif oleh kebutuhan
yang sampai saat ini tidak pernah diketahuinya, kebutuhan
untuk mencapai puncak.
Hingga rasa sakit yang menyengat tiba-tiba menyentakkannya ke alam sadar,
Serena mengerang kesakitan, tubuhnya mengejang, dengan panik
dicengkeramnya pundak Damian dan
menggeleng-gelengkan kepala ketakutan
atas usaha Damian untuk menyatu semakin dalam dengannya.
***
Dan ketika merasakan
sesuatu yang menghalanginya, mendengar erangan Serena yang jelas-jelas kesakitan serta pandangan ketakutan
yang membayangi
mata
Serena, Damian sadar bahwa semua prasangkanya itu salah, meski tetap
tak bisa menjelaskan kenapa
Serena dengan mudahnya menjual dirinya,
tapi ini sudah
menunjukkan bahwa Serena bukan
wanita gampangan, Damian adalah lelaki pertamanya.
Menyadari kesakitan
yang mendera Serena, Damian
mengalihkan perhatian
Serena denga cumbuannya
dengan segenap keahliannya, rasa
senang tak tertahankan
membanjiri
pikirannya
ketika
menyadari dirinya adalah lelaki pertama gadis itu.
Diciumnya bibir Serena dengan lembut, bibir ranum
yang sekarang menjadi
miliknya. Napas Serena
terengah-engah dan
Damian melihat di matanya,
ada ketakutan dan kesakitan. Damian tidak pernah bercinta dengan perawan
sebelumnya, dia tidak tahu seperti apa
rasa sakitnya, dia tidak mengerti
bagaimana meredakannya.
Tetapi Damian tidak suka
melihat rasa sakit itu mendera di mata Serena,
“Sssh...Sayang, aku tidak bermaksud menyakitimu”, Dengan lembut Damian
menelusurkan
tangannya di sisi tubuh
Serena, lalu berhenti di pinggul Serena,
menahan pinggangnya yang
sedikit meronta, mencegah
tubuh mereka yang
sudah
setengah menyatu supaya tidak terpisah, “Mungkin akan
sedikit sakit tapi
semua
akan baik, tubuhmu
akan menerimaku seutuhnya...”, Suara Damian
terhenti ketika dia
mendorong dengan kuat, menembus batas keperawanan Serena dan menyatukan
tubuhnya sepenuhnya
dengan Serena.
Serena berteriak kencang merasakan pedih yang
amat sangat ketika Damian
menembusnya,
jemarinya
tanpa sadar mencengkeram pundak Damian dengan keras. Tetapi Damian tidak berhenti karena
dia sadar kalau dia
berhenti dia
akan menyakiti Serena. Dengan perlahan, Damian menggerakkan tubuhnya. Oh Tuhan
! Sekujur
tubuhnya terasa nyeri menahan diri. Serena terlalu rapat, terlalu basah, terlalu panas, mencengkeram tubuhnya di bawah
sana. Dia hampir-hampir tidak tahan dan dorongan untuk memuaskan
diri dengan brutal
di tubuh Serena
semakin menyiksa.
Tetapi Damian sadar, ini pengalaman pertama bagi
Serena, dia harus membuatnya
seindah mungkin, dia
tidak boleh menyakiti Serena. Karena
itu sambil menggertakkan
diri menahan gairahnya,
Damian mencoba
bergerak selembut mungkin, menarik tubuhnya
pelan dari balutan sutra basah
dan
panas itu, untuk kemudian menghujamkannya lembut. Lagi dan lagi.
Lalu ketika desah napas Serena menjadi pendek-pendek serta pegangannya
pada pundak Damian makin kencang, Damian sadar, dia telah membuat Serena mencapai orgasme pertamanya. Pemandangan ekspresi wajah
Serena saat itu sungguh
tak tergantikan, mendorongnya terlempar menuju puncak kepuasan yang
sangat tinggi, sangat tak tertahankan seolah-olah dunia melededak dibawahnya. Dan Damian benar-benar meledak di
dalam tubuh Serena.
Orgasme ini
terasa begitu dasyat, sebuah pelepasan dari akumulasi gejolak yang
ditahannya selama ini. Kenikmatan yang luar biasa
ini
membuat Damian merasa sedikit sesak napas,seolah olah dia terhanyut dalam pusaran gairah yang tak tertahankan terus menerus menghantamnya
tanpa henti,erangan parau
keluar dari bibirnya ketika
dia
menenggelamkan wajahnya dalam-dalam di sisi leher
Serena.
Ketika usai, mereka
berbaring berpelukan sambil berusaha menormalkan napasnya.
"Wow"
hanya itu yang
terlintas dipikiran Damian, dan dia tak sadar telah
mengucapkannya keras
setelah menyadari rona merah yang merayap di
leher Serena.
Dengan lembut dikecupnya leher Serena,,,diangkatnya kepalanya, dan mereka bertatapan,
mata
biru yang tajam,yang
agak berkabut setelah mencapai orgasme terhebat sepanjang eksistensi kehidupannya bertemu dengan
mata hitam yang berkaca-kaca.
"Apakah kau...", Damian berdehem ketika menyadari suaranya sangat parau,"apakah kau baik-baik saja?"
Serena tampak tidak tahan ditatap
dengan sedemikian intens apalagi dalam
posisi
yang sangat intim, dipalingkannya kepalanya setelah mengangguk pelan.Damian menarik napas pelan, kemudian dengan hati-hati, sangat berhati-
hati, dia mengangkat tubuhnya
dari atas Serena dan
bergeser ke samping, menyadari
kernyitan tidak nyaman di
wajah Serena ketika dia menarik diri.
Tanpa sadar Damian
bersikap begitu lembut, sikap yang tidak pernah ditunjukkannya ketika usai
bercinta dengan wanita-wanita yang
lain.
Direngkuhnya
tubuh mungil Serena, diletakkannya kepalanya di lengannya,
gadis itu tampak pasrah, mungkin sudah terlalu lelah, kasihan, kasihan Serenanya yang masih suci. Ternyata selama
ini
dia salah paham, gadis ini benar-benar
masih suci.
Kepuasan seksual
yang
luar biasa masih
mempengaruhi
pikirannya
yang
berkabut, tangannya dengan santai mengelus punggung Serena
yang bergelung dipelukannya,
sampai lama kemudian disadarinya pundak Serena berubah santai
dan
napasnya mulai teratur pelan. Gadis itu tertidur. Damian mengatur posisinya dengan lebih nyaman.
tak pernah sebelumnya dia seintim ini setelah bercinta,
gadis ini benar-benar mempengaruhinya...
***
Serena merasakan
seluruh tubuhnya
sakit dan pegal. Dengan mengerutkan dahi
dia
mencoba menggerakkan badannya. Oh...memang pegal sekali rasanya, pelan pelan dibukanya
matanya, cahaya
kamar masih tampak redup, suasana kamar
terasa sejuk dan menyenangkan,
"Selamat pagi"
Sapaan itu begitu mengejutkan,
menembus kesadarannya yang masih
berkabut, hingga badan Serena terlonjak duduk,lalu selimutnya turun sampai ke pinggang
dan
barulah Serena menyadari kalau
dia
telanjang. Dengan gugup ditariknya
selimut menutup dadanya. Matanya
langsung bertatapan dengan Damian yang
duduk disofa,tepat dihadapannya. Sedikit senyum tersirat di sana melihat kegugupan Serena.
Sekali lagi Serena benar-benar malu, Damian sudah tampil sangat rapi dan
elegan
dengan pakaian
santai dan sedang
menyesap kopi
sambil membaca koran paginya, penampilannya
benar-benar sempurna di pagi hari, sedangkan
Serena....Astaga, jam berapakah ini?
"Ini masih pagi sekali, masih gelap, tadi aku bangun dan memutuskan mandi air dingin, kalau tidak aku tidak akan bisa menahan
diri untuk membangunkanmu
dan
bercinta lagi denganmu",
Suara lelaki itu datar seperti sedang membicarakan acara televisi favoritnya, tak dipedulikannya
wajah Serena yang memerah.
"Bukannya aku tidak bisa,
tapi sepertinya aku harus menghormati virginitasmu
yang baru hilang",
Tatapan Damian berubah
tajam, seperti yang
selalu dilakukannya di
saat meeting di saat dia membuat lawan-lawan bisnisnya mengekeret ketakutan.
"Kenapa
kau yang masih
perawan
itu bisa dengan mudahnya
menjual diri padaku? Apa tujuanmu sebenarnya"
Tanya Damian tanpa ampun.
Serena duduk disana dalam kondisi paling tidak siap dan
Damian melemparkan
pertanyaan paling sulit untuk di jawab, apakah
laki-laki itu sengaja?
Tentu saja Damian
sengaja!
Seru Serena dalam hati, lelaki seperti dia tak akan
sesukses
ini dalam bisnis jika tidak tahu cara menyerang lawannya di
titik lemah.
Sekarang dia harus
menjawab apa? Serena benar-benar kebingungan. Kalau dia menceritakan seluruh kisahnya,
akankah Damian percaya? Lagipula dia tidak ingin melibatkan Rafi disini, jangan sampai Damian
tahu tentang Rafinya, dia
harus melindungi Rafi dari lelaki kejam seperti Damian, siapa yang tahu apa
yang akan dilakukan Damian kepada Rafi hanya untuk memerasnya nanti?
Dengan tegar Serena menegakkan dagunya,
"Saya rasa alasan saya melakukan ini bukan urusan anda, yang penting saya
tidak akan merugikan diri anda."
Rahang Damian mengeras mendengar jawaban Serena tadi. Sejenak tadi dia
merasa Serena patut diberi kesempatan, mungkin saja Serena melakukan itu untuk
membiayai saudaranya atau
apa, Tetapi ternyata dia salah, bodohnya dia, wanita dimanapun sama saja.
Serena mungkin hanya menunggu kesempatan untuk menjual keperawanannya dengan harga
mahal, bukan
bermaksud
menjaganya. Bodohnya dia sempat
berpikir untuk mempercayai
gadis itu.
"Oke, bussiness is bussiness, aku tidak akan bertanya
lagi tentang tujuanmu, asal jangan sampai kau merugikanku...", mata Damian menyipit kejam, "kalau kau
berani berani melakukannya, aku akan membuatmu menderita."
Serena tanpa sadar
beringsut menjauh, ketakutan
dengan nada suara dan
tatapan kejam Damian.
Tiba-tiba saja laki-laki itu berdiri dari duduknya
setelah membanting
gelas
kopinya di meja,
Serena menatap lelaki itu
dengan cemas, apa
yang salah dari ucapannya? Kenapa lelaki
itu
tampak begitu marah padanya?
Damian melirik jam tangannya,
"Aku sudah membuat janji dengan pengacaraku tiga jam lagi, akan kubuat
kontrak hitam di atas putih atas perjanjian jual beli kita ini, dan selama aku
menunggu jam itu.....",
Mata Damian menelusuri tubuh Serena yang berusaha
menutupinya dengan
selimut. Tatapan matanya sangat melecehkan.
"Well kurasa sudah cukup
kan penghormatanku atas virginitasmu?"
Lalu Damian naik ke ranjang
dan merenggut tubuh Serena. Membawanya ke tempat tidur
bersamanya.
Kali ini
tidak ada
kelembutan.
Lelaki itu tidak
menahan-nahan diri lagi. Dan dia sudah siap. Dengan kasar dibukannya paha Serena dan tanpa basa basi dia menyatukan tubuhnya dengan Serena, yang
entah kenapa sudah siap
menerimanya.
Damian menyatukan tubuhnya dalam-dalam, sebuah
erangan nikmat lolos dari
mulutnya
ketika dia merasakan kenikmatan
yang menyengat, lelaki itu menatap
Serena, antara bingung dan marah tercampur di dalam matanya,
“Kau...Sungguh membuatku tergila-gila”, Erangnya kasar
sebelum bergerak dengan begitu ahlinya, membawa Serena menuju puncak kenikmatan.
***
Serena menatap tubuh telanjangnya di cermin, air panas mengalir dari pancuran
menimpa tubuhnya,
kamar mandi itu beruap, sehingga bayangan tubuhnya
terpantul samar-samar di cermin.
Tadi Damian tidak lembut, well meskipun tidak sampai menyakitinya, tetapi lelaki
itu
berbeda dari semalam,
gairahnya liar dan tidak ditahan-tahan lagi, meluap-
luap seolah olah sudah bertahun-tahun
laki-laki itu
tidak melampiaskan
hasratnya.
Tapi itu
tidak mungkin
kan? Serena tanpa
sengaja mengerutkan
dahinya,
Damian terkenal
suka gonta ganti perempuan, parempuan yang dipacarinya selalu setipe, cantik bagaikan boneka,
langsing, dari kelas atas dan terkenal, entah
itu model, artis dan kebanyakan
orang luar. Semua wanita itu rela menyerahkan
dirinya pada Damian dengan sukarela.
Desas desus berkembang
bahwa Damian kekasih
yang sangat bergairah dan
murah
hati, tetapi tidak tanggung-tanggung mendepak pasangannya
dengan
kejam, karena dia tak pernah memakai hati dalam berhubungan.
Kekasih terakhir Damian, yang
kemarin baru digandengya dalam acara pernikahan seorang
anak direksi adalah artis film yang sedang naik daun,
keturunan indo Jerman yang sangat cantik bernama Shanon, tubuhnya tinggi langsing semampai dengan rambut
cokelat bergelombang yang sangat halus
bagaikan sutera,kulitnyapun tak
kalah halusnya sepertu buah peach dan dia
tampak sangat serasi, bergelayut manja di lengan Damian dengan tatapan
memuja.
Apakah Damian juga akan melecehkan Shanon seperti melecehkanku?
Apa yang akan dilakukan Shanon jika dia mengetahu semua ini? Tidak, apa yang akan dikatakan semua orang?
Serena mengernyit melihat bekas bekas
ciuman memerah di pundak dan sekitar
buah dadanya. Damian lelaki yang
suka
meninggalkan tanda.
Seperti
singa
jantan yang menandai betinanya, Serena tahu lelaki itu sengaja meninggalkan bekas-bekas
ciuman di
tubuhnya....bahkan ada yang di
sekitar
pinggulnya....
Astaga...apa yang telah kulakukan ya Tuhan? Apakah aku sudah melakukan keputusan yang paling benar?
Serena sudah tidak
dapat menangis
lagi, air
matanya sudah habis dan hatinya sekarang terasa amat hampa.
Dengan pelan Serena meraih handuk dan mengeringkan tubuhnya lalu meraih
jubah mandi yang tadi ditemukannya tergeletak di karpet, sepertinya Damian semalam
melemparkannya
ke lantai.
Dengan langkah
pelan Serena keluar dari kamar
mandi, bingung mau berbuat apa,
dan
bertanya-tanya dimanakah
pakaiannya sekarang?
Tatapannya menuju ke
arah sofa, di situ
ada
kemasan pakaian.
Serena melangkah dan mengambil kemasan
itu, ya, ini pakaian wanita, masih baru, dari
butik ternama lengkap dengan pakaian dalamnya...Apakah ini
untuknya? Serena memegang kemasan itu dengan ragu.
Tapi dia
juga
tak mungkin
memakai jubah mandi dalam kondisi
telanjang seharian kan?
Dengan hati-hati Serena membuka kemasan
itu, sebuah gaun santai berwarna merah muda dari bahan yang sangat halus, apakah ini sutra? Dan pakaian dalam senada, Serena melihat ukurannya
dan
semuanya pas, Damiankah yang memesaannya?
Dengan gerakan pelan dan tanpa menimbulkan suara Serena memakai
pakaian itu, gaunnya
terasa sangat nyaman menempel ditubuhnya, sebuah
gaun santai satu potong sepanjang bawah lutut yang sangat elegan.
Setelah
itu selama beberapa lama
Serena berdiri ditengah kamar itu
tanpa berbuat apa-apa.
Pandangannya mengarah ke arah ranjang
yang seperti habis diserang badai,
Dan tubuh Damian terbaring disana, punggungnya tampak kecokelatan terlihat
di
balik selimut kamar
yang putih bersih.
Lelaki itu berbaring tengkurap salah satu
lengan
membingkai kepalanya, dan tubuhnya diam tak bergerak,
Kepalanya terbaring miring di atas bantal. Serena mendekat pelan kesisi
ranjang tempat Damian berbaring, wajahnya
tampak damai sekali, kalau sedang tidur, dia tak tampak berbahaya.
Serena melirik ke arah
jam dinding, satu
jam lagi, seperti yang dikatakan oleh
Damian tadi, dia ada janji
dengan pengacaranya....haruskah Serena
membangunkannya? Tapi bagaimana
nanti kalau
Damian marah
dan
menuduhnya
berani mengganggunya karena ingin segera mendapatkan uang pembayaran? Bukannya Serena tidak ingin segera mendapatkan uang itu, Semakin cepat dia bisa membayar ke rumah sakit, semakin cepat Rafi bisa
dioperasi. Tetapi Damian sudah cukup
banyak memandang rendah dan melecehkannya...
Tiba-tiba handphone Damian yang
diletakkan di meja samping ranjang
berbunyi
keras, membuat Serena hampir terlonjak karena terkejut.
Tubuh Damian
bergerak dan
mata biru
yang tajam itu
terbuka,langsung
menatap Serena. Meski baru bangun tidur, rupanya Damian tipe lelaki yang
langsung terjaga sepenuhnya
detik itu juga.
Matanya langsung menelusuri tubuh Serena dari atas ke bawah tanpa satu
incipun terlewatkan, tersenyum puas melihat penampilan Serena
dengan baju
barunya.
"Ternyata pilihanku tepat", desisnya
parau
sambil mengangkat telephone. Telephone itu dari pengacaranya. Damian menyuruh Pengacara itu menunggu di
restoran hotel satu jam lagi.
Ketika Damian meletakkan telephonnya, Serena masih
berdiri diam di tempatnya
semula, tak tahu musti mengatakan
apa.
"Pengacara akan datang sejam lagi", dengan santai Damian berdiri dari ranjang, tak peduli dengan ketelanjangan tubuhnya,
dan mengangkat alis tersenyum melihat Serena memalingkan muka.
Dengan sengaja dia mendekat berdiri di depan Serena dan mengangkat dagu
Serena agar menghadapnya,
"Kenapa manis? Kau malu melihatku telanjang? Bukankah kita sudah menghabiskan waktu berjam-jam telanjang bersama?"
Wajah Serena merah padam, tapi dia tidak berkata apa-apa.
Damian mendengus lalu melepaskan Serena dan melangkah ke kamar mandi.
Chapter 4
No comments:
Post a Comment