Serena mengaduk-aduk supnya dengan pikiran menerawang, dia memikirkan
Rafi, kemarin sore dia meninggalkannya dan menitipkannya pada suster Ana,
sore ini
dia
harus menjenguknya.
Bagaimana kondisi Rafi? dia habis mengalami
serangan, bagaimana kalau dia mengalami serangan lagi?
Damian menatap
Serena dari seberang meja, apa yang dipikirkan gadis itu?
Kenapa
dia
tampak begitu tidak bahagia? Bukankah
dia
baru saja mendapatkan uang dalam jumlah banyak yang
bebas digunakannya melakukan apapun?
Ataukah dia menyesal sudah menyerahkan diri padaku??? Pikiran buruk itu tiba- tiba menyergap
otaknya. Dalam
Kapasitas
apa dia menyesali
sudah menyerahkan
diri padaku?
Damian menggertakkan giginya, seharusnya wanita ini Bangga, aku, Damian
Marcuss, orang yang sangat kaya dan berasal dari keturunan keluarga kaya terpandang di negaranya, yang bisa mendapatkan wanita manapun yang dia
mau, bersedia menidurinya!
Damian memikirkan semua keputusannya semalam. Ternyata ini
bukan obsesi
mau pun kegilaan sesaat, ternyata bahkan setelah percintaan marathon mereka
semalam dan tadi pagi, dirinya masih menginginkan Serena. Amat sangat
menginginkannya
malahan, Setelah hasratnya
terpuaskan pada tubuh Serena,
bukannya semakin reda dia malahn
makin ingin dan ingin lagi, gadis itu begitu polos tapi menggairahkan dan di dalam otaknya
ini
penuh dengan hasrat untuk mengajari
gadis itu bagaimana cara memuaskannya.
Dengan kesal dia mengutuk
pemikirannya
itu,
apakah aku sudah menjadi
seorang
maniak seks?
Damian memikirkan jeda sejenak tadi,
ketika dia menghubungi Ferdy pengacara kepercayaannya dan menyatakan
niatnya serta minta dibuatkan draft surat perjanjiaannya. Ferdy adalah pengacara kepercayaannya
sejak dulu, sekaligus
sahabatnya.
Lelaki indonesia ini telah menempuh pendidikan hukum di Jerman,
dan
disanalah mereka
berkenalan. Beberapa tahun kemudian, setelah Ferdy pulang ke
indonesia, dia membangun karir menjadi pengacara yang hebat. Dan ketika
Damian memutuskan memimpin cabang
di indonesia, mereka bertemu lagi, lalu
menjalin kerjasama kerja sekaligus persahabatan.
Damian tahu Ferdy tidak akan bertanya apapun
yang tidak perlu tentang
keputusannya. Lelaki itu sudah terbiasa dengan keputusan dan rencana-rencana
bisnis Damian yang
ekstrim.
Tetapi saat Damian membicarakan hal tersebut, ada kecemasan dalam suara
Ferdy,
"Kau yakin? Ini memang surat jual beli, tapi ini ekstrin Damian, jual
beli manusia,
jual beli pelayanan
seks. kau bisa dibilang
melanggar hukum malahan kalau suatu saat nanti terjadi masalah,
apalagi mengingat kau warga negara asing"
Damian tersenyum, Serena tidak akan berpikir sejauh
itu, bukannya gadis itu
bodoh, tapi
dia
terlalu polos, entah kenapa Damian percaya bahwa Serena akan
menepati janjinya.
"Buat saja Ferdy, selanjutnya
biar aku yang menanggung", gumamnya yakin. Ferdy tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi Damian yakin lelaki itu menunggu
sampai mereka bertatap muka baru dia akan mengajukan pertanyaan mendetail.
Ferdy adalah lelaki yang sangat analisis,
Damian menahan senyumnya.
Pikirannya kembali ke masa sekarang, dan menatap Serena yang seolah tidak
selera makan,
"Kenapa kau tidak memakan makananmu?", desis
Damian,
hanya sebuah desisan
dan
Serena terlonjak
kaget, apakah dia sebegitu menakutkannya bagi Serena.
"Mr. Damian", Serena menyebutkan nama Damian
dengan pelan, di telinga
Damian suaranya terdengar begitu merdu bagaikan ajakan bercinta."
"Sesuai perjanjian kemarin, aku akan selalu ada kapanpun kamu
membutuhkanku", pipi Serena bersemu merah mengingat arti dari kata,
"Aku...bolehkah aku meminta waktu
untuk diriku sendiri setiap harinya
dari jam pulang kantor
sampai jam sembilan malam?",
suara Serena terdengar tertelan dan takut-takut.
Damian
mengerutkan keningnya, sebenarnya itu
bukan
masalah, Damian
terbiasa bekerja sampai larut malam, biasanya
jam
sepuluh atau sebelas malam
dia
baru sampai di
rumah,
"Bukan masalah, aku selalu pulang larut malam", Damian berdehem, "tempat tinggalmu sekarang, apakah memperbolehkan lelaki masuk?",
Serena mengernyitkan kening,
"itu tempat kost perempuan satu
kamar milik sebuah keluarga, tentu saja kau boleh masuk, ada ruang tamu yang
disediakan"
"Ruang tamu?", Damian mengangkat alis penuh arti
dengan tatapan sedemikian rupa
"Oh", pipi Serena bersemu dan tak berani menatap Damian ketika menyadari arti tatapannya.
"Aku tak mungkin bukan
'berkunjung' setiap malam ke tempatmu?", tatapannya
tampak menahan senyum.
Dan Serena
menyadari kebenaran kata-kata Damian, tempat kostnya
hanyalah sebuah kamar sederhana seadanya yang
penting bisa tidur setiap malam. Bukan level Damian untuk berada di sana,
Serena melemparkan pandangan sekilas ke
sekeliling ruangan.
"Aku tak mungkin membawamu setiap malam ke hotel, karena jam pulang kerjaku
yang tak tentu, tidak mungkin pula menyuruhmu
stand by di hotel setiap harinya",
Damian merenung,
"Tak
mungkin juga membawamu tinggal
di rumahku, kalau sampai
ada
orang yang tahu
bisa berbahaya buatmu juga",
Dengan santai Damian menyesap kopinya, "Oke, nanti siang setelah bertemu
dengan pengacaraku, kita cari apartement di
dekat kantor"
Serena hampir menyemburkan teh
yang disesapnya
mendengarnya, lelaki ini bercanda?
Apartemen? Di dekat kantor? Kantor mereka berada di kompleks perkantoran
dan
bisnis yang mewah, apartmen pun pasti juga kelas atas dan mahal, bagaimana lelaki
itu
bisa mengatakan
tentang mencari
apartemen semudah itu?
Damian sepertinya mengetahui pemikiran Serena,
"Lebih mudah bagiku Serena, aku biasanya capek dan
bertemperamen buruk setelah bekerja, aku
tak mau
repot-repot menjemput
atau
tetek
bengek
reservasi
hotel jika malam-malam tiba-tiba aku menginginkan bersamamu",
Damian tersenyum," apartemen akan
memudahkan kita, bukan berarti aku
akan mengunjungimu setiap
malam", tambahnya cepat.
Serena mengangguk gugup, yah, dia kan hanya mahluk yang
sudah dibeli, dia
hanya bisa menuruti apapun kemauan Damian.
Setelah menghabiskan kopinya Damian melirik jam tangannya,
"Well, pengacaraku pasti sudah menunggu di bawah, enjoy your time, aku akan
menemuinya sebentar",
dengan santai lelaki itu berdiri, lalu tanpa diduga-duga menarik Serena
berdiri,
mendorongnya ke tembok lalu menciumnya
dengan penuh
gairah, lama dan
hangat dengan teknik yang
sangat ahli, sehingga ketika dia melepas ciumannya, Serena hampir tak bisa berdiri
membuat Damian musti menahan tubuhnya,
dengan lembut lelaki itu mendudukkan Serena di kursi,
"Sebenarnya
sudah
sejak tadi
aku ingin
melakukan itu",
gumamnya
dalam senyum puas sebelum pergi meninggalkan Serena.
***
"Kau benar-benar serius tentang ini Damian?", Freddy bertanya saat Damian
mempelajari salinan kontrak itu,
Damian mengangkat matanya dan menatap Freddy, lalu menunjukkan kontrak itu,
"Kau pikir aku tidak serius? Perjanjian ini
senilai
tiga ratus juta man!"
"Aku tak habis pikir, kenapa seseorang sepertimu yang bisa
mendapatkan wanita manapun yang kau mau, melakukan hal seperti ini demi seorang wanita? Wanita yang sangat murahan dan materialistis sehingga terang-terangan menjual
dirinya padamu demi
uang? Apa yang
ada
dipikiranmu Bos?"
Kening Damian berkerut tidak suka mendengar kata-kata Freddy,
meskipun dia tahu
itu semua benar.
"Kau tahu bagaimana rasanya ketika melihat seorang perempuan, dan tiba-tiba seluruh
tubuhmu menginginkannya?",
Damian tersenyum
melihat
ekspresi skeptis Freddy, tentu
saja Freddy tidak tahu, dia sendiri merasa aneh dengan
perasaannya, "Yang pasti aku menginginkannya, dan aku masih belum bosan,
tiga ratus juta tak ada artinya buatku"
"Tapi kau orang yang sangat pembosan,
seminggu lagi kau pasti akan
mencampakkannya, dan menyesali kontrak
ini"
"Dan aku
tetap akan merasa puas karena setidaknya aku tidak penasaran lagi", jawab Damian yakin.
Freddy mengangkat bahu,
"Aku tetap tidak setuju, tapi ini semua
keputusanmu,
serahkan
kontrak pada wanita itu, pastikan
dia
tandatangan, beri salinannya,
lalu serahkan yang
asli
padaku",
Freddy menyandarkan tubuhnya dikursi, "Miss. Serena ini, apakah aku
pernah melihatnya
sebelumnya?"
Damian menggeleng,
"Dia hanya
pegawai biasa, seorang
supervisor lapangan, kau
tidak mungkin pernah melihatnya", jawabnya tegas.
"Apakah dia gadis mungil dengan rambut sebahu dan wajah polos dan tatapan
seperti anak kecil yang ada di area pameran mendampingi bosnya yang
penjilat waktu itu?"
Damian langsung
bersiaga, Kenapa Freddy ingat pada Serena? Apakah Freddy juga memperhatikan Serena? Apakah dia juga tertarik
padanya?Insting
posesifnya langsung
menyeruak keluar,
Freddy tertawa melihat tatapan tajam Damian,
"Hey hey jangan menatapku seperti itu, aku memperhatikannya karena waktu itu kau memandangnya dengan begitu intens, tatapanmu seolah-olah tak bisa lepas darinya, seperti pemburu yang ingin melahap mangsanya",
Fredy mengangkat bahu,
"Orang lain mungkin tak akan menyadarinya, tapi aku
sudah
mengenalmu
sejak lama, dan aku tahu betapa intensnya kau jika sudah berkonsentrasi pada satu
hal, malam itu kau kehilangan konsentrasimu, gadis
itu
menarik seluruh
perhatianmu, kau sulit berkonsentrasi
pada hal lain selain itu",
Freddy menarik napas panjang, "Well jika dengan gadis yang sama ini
kau terlibat, semoga Tuhan memberkatimu sahabatku."
***
Semua terjadi begitu cepat, Damian langsung mendapatkan apartemen yang diinginkannya,
sebuah
apartemen
yang sangat mewah dengan privasi yang
sangat
terjamin, Serena
tidak berani membayangkan berapa harganya,
tapi Damian bersikap sangat santai, katanya itu semua hanyalah investasi.
Dengan sangat
efisien Damian membantu Serena
membereskan barang-
barangnya yang tentu saja tidak banyak, untuk dipindahkan ke aprtement, lalu
menyelesaikan pembayaran kost dan
sekaligus berpamitan dengan induk semangnya.
Mereka berdua berdiri di tengah ruang tamu
apartemen yang sangat mewah itu, Damian tersenyum pada Serena yang
berdiri kaku di tengah ruangan,
"Well anggap saja ini rumahmu sendiri", dia lalu melirik jam tangannya, "Aku harus kembali rumahku, pengurus rumah tanggaku pasti bertanya-tanya apa yang kulakukan sampai aku tidak memberi kabar, dia akan kebingungan menjawab telepon yang
masuk, kau, silahkan
atur apartemen
ini sesuai
seleramu,
jika ada yang
kurang ata kau ingin menambah sesuatu, bilang saja"
Serena memandang sekeliling apartemen yang penuh dengan interior mewah dan elegan itu, penataannya saja terlalu mewah dan mungkin berlebihan
untuknya, tidak, dia mau mengganti apalagi?
"Sementara kau pergi,,,,bolehkah aku keluar sebentar? Kau ingat? Sedikit waktu untuk diriku sendiri seperti yang kaujanjikan?"
Damian mengangkat bahu,
"Silahkan", dia mengeluarkan dompetnya,"Kau butuh uang?",
"Tidak...!", Serena menjawab tegas,
uang Tiga ratus juta yang ditransfer Damian
tadi siang sudah lebih dari cukup, dia tidak butuh uang apa-apa lagi dari lelaki itu,
Damian sepertinya bisa membaca pikiran Serena,
"Uang yang kuberi tadi, itu murni untukmu silahkan kau gunakan sesuka hatimu,
tetapi untuk sehari-hari, aku sudah berjanji akan
membiayaimu, ingat kan
penawaranku di ruangan kerjaku
dulu?",
Damian mengeluarkan kartu berwarna keemasan dari dompetnya,
"Ini kartu debit, isinya
lebih dari cukup jika
kau ingin membeli sepuluh mobil
sekalipun", dia lalu menyebutkan nomor PIN nya dan
menyuruh Serena
mengingatnya baik-baik. Serena sebenarnya ingin menolaknya, tapi dia tak ingin berlama-lama berdebat
dengan Damian
disini,
lagipula
dia tinggal menyimpannya di dompet dan tak
akan pernah memakainya, toh
Damian tidak akan
tahu.
Damian memakai jasnya
, puas karena Serena menerima kartu debitnya, "Kita akan
buat kartu kredit atas namamu besok. Nanti
malam, kalau tak ada urusan
aku akan kesini",
Tatapan Damian ketika mengucapkan ‘nanti
malam’ begitu intens, membuat pipi Serena memerah.
Sepeninggal Damian, Serena segera memakai jaket,
membawa tas tangannya dan melangkah pergi, lobyy apartemen yang begitu mewah
itu
benar-benar membuatnya
minder, apalagi penjaga pintu menyapanya dengan begitu penuh hormat ketika dia melangkah keluar,
"Anda ingin dipanggilkan taxi, miss?", sapanya
dengan sopan.
Serena cepat-cepat menggeleng, tidak mungkin kan
dia
bilang kalau dia mau
menunggu kendaraan umum di
depan perempatan sana?
"Tidak", jawabnya," saya menunggu jemputan, di depan", gumamnya singkat, lalu sebelum penjaga pintu itu
bertanya-tanya lagi, Serena segera mengangguk
sopan dan melangkah pergi.
Perjalanan ke rumah
sakit tidak berlangsung lama, mungkin karena hari minggu
jadi jalanan tidak begitu macet,
Serena berpapasan dengan suster Ana ketika dia hendak memasuki
ruangan perawatan
Rafi,
"Kau tidak apa-apa Serena?", kau kelihatan pucat,
Serena meraba
pipinya, benarkah? Apakah dia
tampak
berbeda sekarang?
Setelah dia menyerahkan.....
"Aku,,, aku mencari
uang untuk biaya operasi
Rafi", gumamnya gugup, Suster
Ana menatap Serena sedih,
"Serena uang tiga ratus juta itu sangat banyak, aku juga tahu kalau kau masih
menanggung hutang di perusahaan sebanyak empat puluh juta, begini nak, aku punya simpanan sekitar lima puluh juta, mungkin itu bisa membantu,
dan
kalau aku bisa menaruh surat tanahku
di
bank untuk mengajukan pinjaman, mungkin
kita bisa mendapat beberapa tambahan...."
"Suster,
saya
sudah mendapatkan uangnya", Serena bergumam lemah,
Kata-kata suster
Ana langsung terhenti seketika,
"Apa?....Sudah mendapatkan
uangnya? Apa maksudmu
nak?
Darimana....?", kata-katanya langsung
terhenti melihat Serena mulai menangis,
"Ada
apa nak? Ceritakan
padaku jika itu bisa membantu, mungkin itu bisa membuatmu lega",
"Mungkin setelah ini
suster
akan jijik pada saya", Serena terisak pelan. Suster
Ana mengelus rambut Serena dengan lembut,
"Tidak akan anakku,
aku menyayangimu seperti anakku sendiri, dan seorang ibu
pasti
akan menerima anaknya apa adanya"
Serena menarik napas panjang, dia memang
sangat membutuhkan tempat untuk berbagi cerita, dan amat sangat bersyukur
ada Suster Ana yang mau mendengarkannya,
lalu meluncurlah cerita itu dari bibirnya,
"Aku tidak menyalahkanmu Serena, yang aku tidak habis pikir, betapa bejatnya
bosmu itu memanfaatkan
kondisimu untuk kepuasan dirinya!", geram Suster
Ana.
Serena buru-buru mencegah kemarahan suster Ana,
"Bukan suster, sampai sekarang Mr. Damian tidak tahu kalau
aku memerlukan uang itu untuk biaya perawatan Rafi, dia mengira aku perempuan muda dengan gaya hidup berfoya-foya yang punya banyak hutang karena gaya hidupku, jadi dia tidak segan-segan mengambil atas
pembayarannya"
Suster Ana
mengerutkan keningnya,
"Kenapa
kau tidak mengatakannya Serena? setidaknya dia bisa lebih
menghargaimu jika tahu alasanmu yang sebenarnya",
Serena menggelengkan kepalanya,
"Tidak suster, aku tidak mau Mr. Damian mengetahui
tentang Rafi, lelaki itu tidak mudah ditebak, tidak tahu apa yang
akan dilakukannya jika tahu tentang Rafi nanti",
Suster Ana
menarik napas,
"Setidaknya
dia tidak brengsek seperti lelaki hidung belang yang mungkin
nantinya akan menjerumuskanmu",
tiba-tiba tatapan suster Ana
berubah intens dan hati-hati,
"Apakah dia berbuat kasar atau
tidak Serena?"
Serena saat itu sedang melamun sehingga tidak menyadari maksud kata-kata
Suster Ana,
"Eh? Apa Suster?"
Suster Ana
tampak salah tingkah,
"Apakah
dia bertindak
kasar semalam Serena?, maksudku
itu kan pertama kalinya, kebanyakan wanita akan merasa tidak
nyaman, apalagi jika pasangannya bertindak kasar",
Wajah Serena langsung
merah padam,
"Tidak, Mr. Damian tidak kasar....Oh Tuhan!", Serena
menutup mukanya dengan
kedua tangannya,"Aku malu sekali suster, tiap kali aku memandang diriku di
cermin aku merasa seperti perempuan yang sangat tidak berharga."
Suster Ana
menepuk pundak
Serena lembut, menenangkannya,
"Serena, kita semua tahu alasanmu melakukan ini, aku sendiri dapat mengerti
dan
menerimanya, pengorbananmu demi Rafi sudah
luar biasa besarnya, aku yakin Tuhan pasti
akan mengerti",
tiba-tiba wajahnya
berubah profesional,
"Serena aku yakin, Mr. Damian ini akan 'mengunjungimu' secara berkala bukan?
Mungkin pertanyaan ini mengganggumu, tapi
aku harus
bertanya,apakah
kemarin dia menggunakan pengaman?",
Serena memandang
Suster
Ana dengan bodoh,
"Pengaman?"
Barulah ketika Suster Ana menatapnya dengan
intens dan penuh
arti, Serena
menangkap maksudnya, wajahnya memerah lagi,
"Oh, itu...", suara Serena hilang, "kemarin dia memakainya"
Suster Ana berdehem,
"Baik,
kalau begitu dia lelaki yang
cukup bertanggung jawab,
bagaimana kondisi tubuhmu sayang?",
"Eh, aku baik-baik saja Suster"
"Kalau begitu mari kita
bicarakan tentang kontrasepsi, kau juga perlu membicarakan ini dengan Mr.
Damian "
***
Serena meletakkan
barang belanjaannya
di meja dapur, tadi
dia mampir
sebentar
ke supermarket untuk membeli bahan makanan.
Kondisi
Rafi baik-baik
saja dan
cukup
stabil,
itu sudah
membuatnya cukup
tenang, Operasi sudah dijadwalkan 1minggu lagi, Sekarang Serena hanya
bisa
berdoa dan menyerahkan
semuanya pada Tuhan,
Dengan ragu, Serena
memandang sekeliling apartemen, lalu menarik napas
panjang, semua ini terlalu mewah, terlalu berlebihan untuknya tinggal seorang
diri di tempat seluas dan semewah ini, tadi dia menyempatkan diri mengatur pakaiannya
yang sedikit, sehingga hanya
memerlukan
waktu sebentar, setelah
itu
dia sempat terdiam lama bingung mau berbuat apa, apalagi ditempat yang luas begini, suasana
terasa sangat lengang dan sendirian. Baru kemudian Serena menyadari
bahwa
dia belum sempat sarapan
sejak tadi
pagi,
jadi dia
memutuskan memasak makan malamnya.
Setelah mengatur belanjaannya yang sedikit itu di dalam lemari es raksasa, sehingga tampak menggelikan karena lemari itu terlihat kosong,
Serena mengeluarkan beberapa butir telur, sedikit sosis dan sayuran,
dikocoknya dengan pelan sambil berdendang, lalu dituangnya adonan omelet sederhana ini ke wajan mungil yang sudah diberi mentega.
Aroma harum telur menyeruak ke seluruh dapur, "Baunya enak sekali"
Suara itu terdengar begitu tiba-tiba, tak disangka dan sangat menegejutkan sehingga Serena hampir menjatuhkan mangkuk bekas adonan telurnya,
Dengan gugup dia menoleh ke pintu dapur, Damian bersandar di
sana, mengenakan baju santai
dan
tampaknya habis mandi,
"I,,,iya, aku memasak makan
malamku",
jawabnya gugup lalu memusatkan perhatiannya lagi ke telurnya.
Damian melangkah
dengan santai
masuk ke dapur,
tak
mempedulikan kegugupan Serena, dia berdiri dekat
di
belakang Serena, lalu menengok penggorengan,
"Apa itu?", tanyanya tertarik melihat masakan Serena.
"Eh, ini? Ini telur goreng kuberi campuran sosis dan sayuran", Serena berusaha bertingkah wajar,
"Seperti omelet?", kali
ini Damian tampak benar-benar tertarik,
"Ya seperti itu, tapi ini lebih sederhana. Serena menjawab sambil melirik ke ekspresi Damian, baru sekarang Serena sadar, ternyata
lelaki ini tertarik pada hal-hal baru yang
belum pernah ditemuinya sebelumnya.
"Buatkan
aku satu ya"
Serena menoleh mendengar
permintaan Damian,
"Memangnya kamu mau?",
tanyanya ragu.
Lelaki itu mengangkat bahunya,
"Siapa tahu? Lagipula aku lapar sekali, setelah menyelesaijan urusan
rumah, aku
langsung kemari, kau
kan masih penyesuaian diri
disini, jadi
aku ingin melihat kondisimu."
Dasar perayu ulung, Serena memaki
dalam hati, orang seperti Damian tidak
segan-segan memanipulasi pikiran perempuan agar mau melakukan apapun
yang dia inginkan, pura-pura mengkuatirkanku, huh!
Damian masih berdiri di
belakangnya, napasnya terasa hangat di ubun-ubunnya
karena Damian
memang jauh lebih tinggi dibanding
Serena, tiba-tiba
saja, tangan lelaki itu ,mencengkeram pundak Serena mendekatkannya ke belakang,
kepalanya turun
dan bibirnya mengecup
leher
Serena dari samping dengan
kecupan selembut bulu dan panas, sehingga tubuh Serena bagaikan disetrum dari ujung kepala sampai
ujung kaki.
"Aku menunggu di sofa ya, kita makan
disana saja",
gumam Damian pelan, lalu melangkah pergi meninggalkan Serena di dapur,
yang mencoba menetralkan nafasnya.
That is a really good tip especially 안마
ReplyDeleteto those fresh to the blogosphere.