Wednesday, August 19, 2015

A romantic Story About Serena - Chapter 5



Serena hampir saja terlambat kerja, dia menarik napas panjang melihat jam absennya...hanya kurang satu menit.

Dengan segera dia melangkah masuk ke mejanya, teman-teman seruangannya sudah mulai sibuk bekerja. Serenapun mulai berkonsentrasi, tapi matanya hanya menatap kosong ke layar komputer, pikirannya mengingat ke kejadian semalam dan dia mengernyit, Dia merasa murahan sekali, menjual diri kepada laki-laki itu tetapi terlena dengan rayuannya. Mau bagaimana lagi, lelaki itu adalah jelmaan Eros penakluk wanita dengan segala pengalaman dan keahliannya, sementara Serena baru pertama kalinya bercinta.

Tuhan,  ampunilah  dosa-dosaku.  Serena  memejamkan  matanya  dan menundukkan kepalanya sebelum mulai menenggelamkan diri dalam pekerjaan.

"Iya, aku juga tidak menyangka", suara berbisik dua rekan disebelahnya menarik perhatian Serena, "Rasanya seperti bukan Mr. Damian."

Mendengar nama lelaki itu disebut mau tak mau Serena menajamkan telinganya, mendengarkan.

"Tadi kami serombongan habis sarapan berpapasan dengan  Mr. Damian, kami hanya  menunduk  karena  biasanya  Bos  besar  itu  hanya  melirik  dari  sudut matanya, mengangguk selama sedetik lalu pergi dengan acuh tak acuh."

Wanita itu menghembuskan napas takjub, "tapi tadi,,,, astaga! Mr. Damian bahkan berhenti, tersenyum ramah dan menanyakan kabar kita semua....", suaranya terpekik hampir histeris, "Dan senyumnya yang sangat jarang itu,,,bukannya menjawab semuanya malah terpesona dengan mulut menganga, ada yang mencoba menjawab tp yang keluar hanya suara tercekik", lanjutnya menggebu-gebu.

"Mr. Damian sama sekali tidak merasa terganggu dengan sikap konyol kami. Dia malah tertawa geli dan melambaikan tangan ramah sebelum pergi......benar benar anugerah tak terlupakan! Menurutmu.........."

Serena beranjak berdiri ke kamar mandi, tak tahan mendengarkan pemujaan pemujaan terhadap laki-laki itu.

Tapi tetap saja dia ikut bertanya tanya, Serena terpekur di depan pintu kamar mandi.


Dia berpikir mengenai perubahan sikap Damian dikantor, bosnya itu memang selalu memasang wajah dingin, ketus dan jarang bicara, banyak wanita di sini yang  takut  sekaligus  memujanya  karena  sikapnya  itu........tapi  kenapa  dia berubah ramah?

"Memikirkanku?"

Suara yang diucapkan dengan pelan dan lembut itu membuat Serena membalikkan tubuhnya mendadak dengan terlonjak kaget dan hampir menabrak orang yang berdiri dibelakangnya.

Matanya  langsung  bertatapan  dengan  mata  birunya  yang  tajam,  obyek pikirannya.

Dan kenapa si bos ada di sini? Di lorong menuju kamar mandi lantai 3 padahal dia punya kamar mandi sendiri di ruangannya?

Tanpa sadar Serena mengucapkan pertanyaannya keras-keras, Damian tertawa,
"Aku sedang menemui kepala personalia di lantai yang sama, tiba tiba ingin ke toilet, tidak bolehkah?", suaranya makin melembut, lalu matanya berubah tajam. Dan Serena mengenali tatapan itu, tatapan kalau....

"Damn! Aku sudah amat sangat merindukanmu!"

Dengan   cepat   Damian   meraih   Serena,lalu   menciumnya,   dengan   gairah menggebu-gebu seolah-olah sudah lama tidak berciuman, padahal baru tadi pagi mereka.....

Suara percakapan yang sayup-sayup mendekat membuat Serena terperanjat,dengan secepat kilat didorongnya Damian dan dia setengah berlari masuk ke toilet perempuan.

Didengarnya suara Damian dengan ramah membalas sapaan orang-orang yang baru datang ke toliet, Suaranya terdengar biasa saja bahkan sedikit kegembiraan kecil terselip di sana. Apakah lelaki itu geli atas sikapnya?

Sialan dia! Tak sadarkah dia kalau menyergapnya seperti itu di toilet kantor benar-benar tindakan nekat? Jantungnya masih berdentam-dentam dengan kuatnya seakan ingin meloncat dari tempatnya....


Tapi...Serena mengernyit, apakah jantungnya berdetak keras karena ketakutan....ataukah karena ciuman spontan yang tidak diduganya itu.....?

***

"Kau tampak senang", Freddy menatap Damian yang sedang memeriksa berkas kontrak kerja mereka dengan supplier baru.

Damian mengalihkan tatapannya dari berkas di mejanya dan menatap Freddy muram,

"Bukannya itu bagus? Tapi kenapa aku mendengar nada mencela dari suaramu?" Freddy mengangkat bahu,
"Aku cuma tak ingin kau mabuk kepayang dan melakukan hal-hal yang akan kau sesali nanti."

Tatapan Damian berubah tajam,

"Aku??,,,, Mabuk kepayang???... Apakah kau sedang bercanda?"

"Bukan begitu maksudku, tapi sepertinya kau agak berubah, kau tahu, agak tidak fokus, bahkan kata sekertarismu tadi pagi kau terlambat, pertama kalinya, katanya."

"Dan kau kira itu karna aku mabuk kepayang pada serena, begitu????...baik  !! Memang  aku  terlambat  karena  terlalu  asyik  bercinta  dengan  Serena,  lalu kenapa?? Perusahaan ini sebagian besar milikku!! Apakah seorang pemilik tidak diperbolehkan terlambat??, toh keterlambatanku tidak merugikan perusahaan ini!!

"Damian", Freddy berusaha meredakan emosi Damian, "Aku tidak bermaksud membuatmu marah, aku hanya mencemaskanmu."

Sejenak   Damian   tidak   berkata-kata,   tatapannya   menyala-nyala,   matanya bagaikan api biru yang membakar. Tapi  kemudian dia berhasil mengendalikan emosinya. Dihelanya napas keras-keras.

"Kau benar, maafkan aku Freddy."

Sebelum Freddy dapat menjawab, ponsel Damian berdering, Damian meliriknya dan dahinya berkerut melihat siapa yang menelponnya.


"Ada apa Shanon?"

Mendengar nama Shanon disebut, Freddy langsung berdiri dan memberi isyarat berpamitan pada Damian, Damian mengangguk mempersilahkan dan Freddy berjalan keluar ruangan.

Di seberang, suara Shanon yang lembut dan elegan terdengar mengalun.

"Aku bertanya-tanya, kenapa kau tak menghubungiku sayang, sabtu kemarin kau mendadak membatalkan acara makan malam kita, dan kemudian aku sama sekali tak bisa menemukanmu, apakah ada pekerjaan mendadak yang menyulitkanmu?"

Wajah Damian berubah dingin, dia sama sekali tidak pernah menjalin komitmen dengan Shanon. Mereka diperkenalkan pada suatu acara makan malam, setelah itu Shanon menghubunginya, mengajak makan malam berdua karena ingin mengenal lebih dekat. Damian tidak menolaknya.

baginya Shanon cukup cantik dan saat wanita itu mendekatinya, kenapa tidak? Pertemuan mereka berlanjut ke pertemuan-pertemuan berikutnya, Tetapi   di saat awal Damian sudah menegaskan kepada Shanon bahwa hubungan yang mereka jalin adalah hubungan  tanpa ikatan. Saat Shanon mengundangnya ke tempat tidurnyapun Damian sudah menegaskan itu dia lakukan tanpa ikatan dan tanpa cinta.

Tapi sekarang Shanon sepertinya besar kepala karena Damian saat itu tidak dekat dengan wanita lain  selain  dirinya,  dalam otaknya dia mengira bahwa dirinya  telah  berhasil  menaklukkan  Damian  dan  membuat  lelaki  itu  setia padanya, Dia tidak tahu bahwa saat itu pikiran Damian sedang terpaku untuk mendapatkan wanita lain, Serena.

Sekarang Damian merasa muak dengan tingkah Shanon yang bertindak seolah- olah mereka sepasang kekasih, yang harus selalu mengetahui kegiatan Damian dan merasa berhak mengatur-atur Damian.

"Sayangku, Damian? Kau masih disana?" "Shanon, maafkan aku sedang sibuk sekali."
Terdengar helaan napas dramatis di sana, sudah pasti wanita ini tidak akan menyerah, dia terbiasa dikejar kejar dan dipuja lelaki, penolakan hanya membuatnya lebih gigih mengejar.


"Begini sayang, aku ada undangan pesta di rumah Richard, kau tau kan pelukis terkenal itu? Dia mengadakan pesta di pembukaan pameran lukisannya....Aku belum punya pasangan untuk datang ke sana, kau mau kan menemaniku?"

Damian menghela napas keras.

"Shanon,  sudah  kubilang  aku  sibuk,  aku  tak  bisa  menemanimu  ke  pesta manapun, lebih baik kau ajak kekasihmu atau laki laki lain, pasti mereka dengan senang hati akan menemanimu."

"Tapi Damian, aku mencintaimu dan aku ingin kamu...."

"Aku bukan kekasihmu Shanon, dan tak akan pernah, ingat itu, jadi jangan meminta  macam-macam  dariku,  Oke  ?",  Damian  langsung  menyela  dengan kesal.

"Oke, Oke !!" Shanon setengah menjerit, "kau sudah pernah mengatakan itu berulang kali padaku, tapi tidakkah kebersamaan kita selama ini....."

"Shanon, aku sibuk. Maaf!", Damian langsung menutup percakapan, menyudahinya karena dia yakin Shanon tidak akan menyerah dengan segera.

***

Serena baru saja membuka pintu apartemen ketika teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya dan langsung terdengar suara Damian diseberang sana,

"Kau suka masakan cina?"

"Hah?", Serena terperangah mendengar sapaan pertama Damian yang tanpa basa-basi, baru  ketika Damian  mengulang pertanyaannya  dia mengerti,  dan tanpa sadar mengangguk.

"Serena?"

Mendengar pertanyaan Damian Serena baru sadar kalau dari tadi dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Eh...iya...iya.."

"Oke, kalau begitu jangan memasak malam ini, kubawakan dua porsi untuk kita." Telepon ditutup. Meninggalkan Serena yang yang masih terperangah.


Satu jam kemudian, ketika Serena menyeduh kopi, Damian datang, langsung ke dapur, masih mengenakan jas resminya, tapi dengan dasi yang sudah dikendorkan. Dia meletakkan Kantong kertas berisi makanan yang masih panas, berlogokan nama hotel bintang lima.

"Tadi ada undangan pertemuan dengan kilen di sana, hanya minum kopi, tapi aku lalu ingat kalau masakan cina di hotel ini terkenal enaknya, dan aku ingat kamu."

Damian mengedipkan sebelah matanya, "Siapkan ya, aku mandi dulu." Dengan langkah anggun Damian membalikkan badan menuju kamar.
Serena mengatur masakan berbau harum itu pada piring saji, sambil mengatur poci kopi di nampan untuk Damian, untuk dirinya dia menyeduh secangkir teh.

Damian muncul di dapur setengah jam kemudian, dengan piyama sutra hitam, lali duduk di kursi di meja dapur.

"Aku lapar sekali, tadi jalanan macet."

Serena duduk di hadapan Damian, memperhatikan lelaki itu mulai menyantap hidangannya dengan penuh minat.

"Tadi, di pertemuan tidak ada makan malam?", setahu Serena pertemuan bisnis di hotel seperti itu selalu disertai dengan jamuan makan malam.

"Ada, tapi aku menolaknya, hanya minum kopi tadi", Damian menatap Serena dengan tiba-tina hingga Serena kaget, "Kenapa tidak kamu makan ? ayo, enak lho."

Dengan gugup Serena menyantap makanannya, memang enak sekali, guman Serena pada suapan pertama, Tanpa sadar dia makan dengan lahap, dan baru berhenti ketika menyadari Damian menatapnya geli, pipinya langsung bersemu merah.

Damian langsung terkekeh geli.

Serena baru mengetahui kepribadian Damian yang seperti ini, santai dan penuh tawa, berbeda sekali dengan apa yang ditampilkannya di kantor.

Selesai makan seperti biasa Damian minta ditemani saat mengerjakan tugas kantornya, lelaki itu tampak serius mengahadapi notebooknya, sambil sesekali menyesap kopi, sementara Serena menyibukkan diri   denga menonton chanel


masak memasak di TV kabel. Benaknya berkecamuk, apakah Damian akan bercinta dengannya lagi? Bodoh! Tentu saja, kalau bukan untuk itu buat apa lelaki itu menginap disini?

"Kau bisa memasak yang seperti itu?" Suara celetukan Damian hampir membuat
Serena terlonjak karena kaget.

Serena menatap ke arah Damian, lelaki itu sudah bersandar di sofa, dengan santai menyesap kopinya sambil menatap televisi. Notebooknya sudah tertutup dan berkas-berkasnya sudah tersusun rapi, Astaga...berapa lama tadi dia melamun? Sudah berapa lama Damian menyelesaikan pekerjaannya?

Dengan buru buru Serena menoleh ke televisi, adegan disana menampilkan cara memasak sup jagung dengan berbagai modifikasinya.

"Bisa...aku pernah membuatnya meski tidak persis seperti itu." Damian tersenyum.
"Aku jadi ingat saat aku sakit waktu kecil dulu, ibuku selalu membuatkanku sup jagung, tidak ada yang mengalahkan rasa sup buatannya."

Serena ikut tersenyum mengenang.

"Ibu dulu membuatkanku bubur ayam. Rasanya tidak enak hingga aku selalu ingin memuntahkannya."

Damian tertawa geli mendengarnya.

"Aku belum pernah menemui wanita sepertimu sebelumnya", gumamnya dalam tawa.

Serena menoleh pada Damian dengan bingung. "Wanita sepertiku.....?"
"Polos, jujur dan tidak berusaha memanipulasiku", senyum Damian berubah sensual," dan masih bisa tersipu sampai memerah di sekujur kulitnya,padahal sudah berkali-kali kusentuh."

Kali ini Serena hampir tersedak tehnya,dengan cepat diletakkannya cangkirnya dan ditatapnya Damian dengan waspada. Lelaki itu juga sedang menyesap kopinya, tapi mata birunya yang tajam itu menatap serius pada Serena.


"Kau   seperti   kelinci   yang   terjebak   ketakutan",   gumam   Damian   sambil menyipitkan matanya, "apakah cara bercintaku menyakitimu?"

Pipi Serena langsung memerah mendengar pertanyaan Damian yang blak-blakan itu,

"Ti...tidak, bukan begitu...saya....saya hanya belum....terbiasa..."

Serena menelan ludah ketika Damian beranjak dari sofanya dan berdiri di depan Serena,lalu menarik Serena berdiri dan langsung mencium bibirnya dengan lembut,

"Kalau  begitu,  tidak  ada  yang  bisa  kulakukan  selain  membuatmu  terbiasa bukan?", suara Damian berubah serak, lalu dengan cepat mengangkat Serena dan membawanya ke kamar.

***

Jam dua pagi, ketika Damian terbangun dan menyadari ada tubuh hangat dalam pelukannya. Serena berbaring meringkuk di dadanya, tubuhnya begitu mungil hingga Damian merasa bisa meremukkannya dalam sekejap kalau dia mau.

Damn! Kadangkala karena Serena begitu mungilnya jika dibandingkan dengan tubuhnya  yang  tinggi  besar,  Damian  seperti  merasa  sedang  melakukan pelecehan seksual pada anak di bawah umur.

Tanpa sadar tangan Damian mengelus punggung polos Serena, dan dalam tidurnya, Serena bergumam tidak jelas, lalu meringkuk makin rapat ke dada Damian.

Tidak! Mungkin ukuran tubuhnya seperti anak-anak, tapi tubuhnya benar-benar tubuh wanita dewasa. Damian tidak pernah merasa begitu bergairah sekaligus begitu terpuaskan selain dengan Serena. Tubuh mungil itu telah memberikan kepuasan yang sangat dalam bagi Damian.

"Aku mungkin tak akan pernah melepaskanmu" guman Damian di kegelapan, "kau milikku Serena"

Seolah mendengar ancaman Damian di alam bawah sadarnya, alis Serena berkerut dan menggumam tak jelas.

Damian tertawa geli melihatnya, lalu dikecupnya dahi Serena dengan lembut. Anak kecil ini benar-benar tidak terduga, tidak disangka dia akan menyerah di pelukan gadis seperti ini.



"Ra....fi"

Damian langsung menoleh secepat kilat ke arah Serena, Apa?? Tadi gadis itu bilang apa??!!

"Rafi",

kali ini gumaman Serena terdengar lebih jelas. Bahkan Damian melihat ada air mata di sudut matanya.

Rahang Damian menegang karena marah, siapa lelaki yang disebut Serena itu? Kenapa dia tidak pernah mendengarnya? Dia sudah menyelidiki Serena bukan? Selama ini Serena tidak pernah dekat dengan lelaki manapun, dia bahkan masih perawan!

Dengan gusar Damian menghapus air mata di sudut mata Serena, lalu mengguncang tubuh Serena pelan.

Dan mata lebar yang polos itu terbuka menatap Damian dengan bingung karena dibangunkan tiba-tiba,

"Berani-beraninya kau!" desis Damian dengan tatapan membara, "Berani- beraninya kau menyebut nama lelaki lain dan menangis untuknya di atas ranjangku!"

Serena benar-benar tidak siap ketika Damian menyerangnya dengan cumbuan yang sangat hangat dan menggelora. Kali ini Damian berbeda dengan biasanya,dia seperti....seperti membara, seolah olah tidak ditahan-tahan lagi, ada apa? Ada apa sebenarnya?

Tapi Serena sudah tidak dapat berpikir lagi karena Damian sudah menenggelamkan kesadarannya dengan cumbuan dan belaian jemarinya yang sangat ahli. Sungguh nikmat....dan Serena ahkirnya menyerah dalam pelukan Damian.
***




Serena terbangun sendirian di ranjang itu. Damian sudah tidak ada. Yah lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartement ini?


Tapi entah mengapa Serena merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Damian di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan Serena? Kau hanyalah wanita simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagian masih ada Rafi yang harus kau cemaskan.

Sambil membungkus tubuhnya dengan seprai, Serena melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Damian bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahana-nahan diri.

Ketika mengaca dan menurunkan selimutnya Serena mengernyit.

Dari Leher, buah dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Damian. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Serena, dan Serena yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar Damian! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher?

Serena belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.

Percintaannya dengan Rafi selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Rafi bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Serena tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar Damian bodoh! Gerutunya sambil mencari cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazer, Serena hanya  menyapukan  bedak  tipis  ke  mukanya, lalu  segera  melangkah  keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika  berdiri  di  tepi  jalan  menanti  kendaraan  umum,  Serena  merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya.

Aduh! Di saat seperti ini migrainnya kambuh. Tapi tentu saja hal itu terjadi, dia belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Damian hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam.

Dengan memaksakan diri Serena naik ke dalam bus menuju kantornya.

***


Chapter 6

1 comment:

  1. I surprised with the research you made to create this actual post incredible.
    Fantastic job!

    My web site - 부산달리기

    ReplyDelete