Thursday, August 20, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 7






Paginya dia  terbangun dengan kondisi demam yang lebih  parah, sepertinya pertahanan tubuhnya sedang berperang melawan virus yang menyerang tubuhnya,


Damian sedang mengenakan dasinya, tapi dia segera menghampiri Serena yang mengerang karena panas tubuhnya tak tertahankan,

Dengan cemas, dia meletakkan tangannya di dahi Serena, astaga! Panas sekali, dengan cepat dia meraih handphonenya dan memencet nomor Vanesa, dijelaskannya secara terperinci tentang kondisi Serena, lalu diletakkannya termometer di tubuh Serena sesuai instruksi Vanesa,

"39 derajat!", Damian berteriak tanpa sadar, "Vanesa ! Dia panas sekali, kenapa obat yang kau berikan kemarin tidak membuat kondisinya membaik?!"

Didengarnya instruksi-instruksi Vanesa di seberang sana,

"Baik! Akan kuminumkan lagi, apa? seka seluruh tubuhnya dengan air dingin? Oke, kapan kau bisa kesini untuk mengecek kondisinya? Aku takut dia harus dibawa ke rumah sakit, baik....baik, kutunggu!"

Damian mengahkiri pembicaraan, lalu memencet nomor-nomor lain, menelpon Freddy dan jajaran direksinya, lalu memberikan serentetan instruksi pekerjaan sebelum menutup telephon.

Dengan pelan dilonggarkan dasinya, dan digulungnya lengan kemejanya, lalu dia berusaha mengguncang tubuh Serena,

"Bangun Serena, kau harus mandi, badanmu panas sekali."

Jawaban Serena hanya berupa erangan tak jelas dan seperti kesakitan, tentu saja, gadis ini badannya sangat panas!

Damian melepas kancing piyama Serena pelan-pelan lalu melepas piyama itu, sampai serena telanjang. Kulit gadis itu memerah karena suhu tubuhnya yang panas, dengan hati-hati dia mengangkat tubuh Serena ke kamar mandi, meletakkannya ke bathtub, lalu menyalakan keran air dingin.

Tubuh Serena langsung berjingkat ketika air dingin mengenai tubuhnya, tapi
Damian menahan,

"Dingin", erang Serena dalam kondisi setengah sadar.

"Tidak apa-apa,tahan,nanti kau akan kuslimuti", bujuk Damian lembut

Setelah selesai Damian mengeringkan tubuh Serena lalu memakaikan piyamanya yang lain untuknya, dan mengangkat Serena kembali ke tempat tidur,lalu menyelimutinya dengan selimut yang tebal. Setelah itu dia memaksa Serena


meminum obat yang rasanya pahit dan dengan lembut meminumkan air untuknya.

Dalam kondisi setengah sadar, Serena mengamati keadaan Damian, kemejanya setengah basah dengan dasi yang sudah dilepas dan beberapa kancing yang terbuka sementara jasnya tergeletak begitu saja di sofa,

"Kau.....ti..dak ..ke kan..tor?", tanya Serena lemah.

Damian yang sedang membuka kancing kemeja dan melepaskan kemejanya yang basah menoleh dan tersenyum tipis,
"Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini sendirian?" "Aa...aaku  tidak  mau...merepotkan...mu",  gumam  Serena  lagi,  "i..ni  cuma
demam bia..sa..nanti juga sembuh"
Damian mengganti kemejanya dengan t-shirt santai,lalu duduk di tepi ranjang, "Kau sekarang milikku Serena, kau tanggung jawabku, kalau terjadi apa-apa
denganmu,aku  juga  yang  akan  kesusahan  bukan?",  gumamnya  lembut  tapi penuh makna.

Wajah Serena  memerah,dan  memalingkan  wajah,  tapi  itu membuat Damian tidak dapat menahan diri, diraihnya dagu Serena menghadapnya, tubuhnya setengah menindih tubuh Serena, lalu dilumatnya bibir serena dengan dalam dan penuh gairah, nafas mereka menjadi panas.

Dan Damian hampir kehilangan kendali diri, dengan sekuat tenaga diangkatnya bibirnya, napasnya terangah-engah. Tubuhnya menegang, berteriak ingin dipuaskan kebutuhannya, tapi Damian menahan diri.

Demi Tuhan !!!  Gadis ini sedang sakit!

Serena merasakan gairah Damian yang bangkit, semalam lelaki ini menahan diri untuk tidak menyentuhnya, padahal Serena tahu Damian punya kebutuhan fisik yang sangat besar. Melihat lelaki ini menahan diri sampai menggertakkan gigi menyentuh hati serena.

Tanggannya menyentuh pipi Damian, tak disangka Damian langsung memejamkan mata menempelkan pipinya

"Tidak apa-apa", gumam Serena lembut.


Mata itu terbuka bagaikan api biru yang menyala-nyala, "Kau sedang sakit!" geramnya.
Serena tersenyum lalu merangkulkan lengannya ke leher Damian, "Tidak apa-apa."
Dan  Damian  menyerah  pada  gairahnya,  sambil  mengerang  dilumatnya  bibir
Serena lagi, dan mereka pun tenggelam dalam gairah yang panas.

Panas tubuh Serena  karena  demam, menyatu dengan panas tubuh Damian karena gairah, tubuh mereka menyatu ketika Damian menghujamkan dirinya dengan  lembut,  mengerang  karena  merindukan  kenikmatan  itu,  kenikmatan ketika tubuh Serena yang selembut sutra melingkupinya, meremas kejantanannya, membuatnya melayang.

Damian tidak pernah kehilangan kontrol sebelumnya. Dia tidak pernah tidak bias menahan dirinya untuk bercinta dengan seorang perempuan. Tidak pernah. Sampai dia bertemu Serena. Gadis mungil ini menjungkirbalikkan dunianya. Mengancamnya akan kehilangan kendali diri. Dan Damian tahu dia sudah tidak bisa melepaskan dirinya lagi.

***




Julukan bajingan menjijikkan saja belum pantas untukku. Damian merenung sambil menatap Serena yang terbaring telanjang,tertidur pulas berbantalkan lengannya.

Obatnya mungkin sudah bereaksi, atau dia kelelahan gara-gara perbuatanmu dasar bajingan! Damian mengutuk dirinya sendiri. Tega-teganya dia memuaskan nafsunya atas tubuh Serena yang sedang sakit!

Tapi kelembutan Serena saat membisikkan kalimat "tidak apa-apa" benar benar membuatnya lepas kendali.

Damian menggertakkan giginya, dia tidak boleh lepas kendali lagi!

Dengan lembut diletakkannya kepala Serena di bantal,dan diselimutinya tubuh telanjang Serena dengan selimut tebal. Saat itulah bel apartementnya berbunyi, Damian mengernyit lalu meraih jubah tidurnya yang tersampir di kursi.


Ketika melihat dari lubang di atas pintu,dia melihat Vanesa dan Freddy berdiri disana,dengan   enggan   dia   membuka   pintu   apartemennya   dan   berkacak pinggang di pintu yang terbuka,

"Kenapa kalian bisa datang berdua disini?" tanyanya curiga. Vanesa mengangkat alisnya,
"Sungguh penyambutan tamu yang tidak sopan, kau kan yang meminta aku datang?"

Damian menatap Vanesa sekilas lalu menatap Freddy yang sedang tersenyum, "Dan kau? Kenapa kemari?"
Freddy hanya menunjukkan setumpuk berkas kepada Damian,

Sambil menarik napas panjang Damian membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan masuk,

"Silahkan masuk kalau begitu. Freddy, ijinkan aku berganti pakaian yang pantas sebelum melihat berkas-berkas itu, oya Vanesa, Serena masih tidur."

"Tidak hanya tidur kurasa", Vanesa memandang penampilan Damian yang acak- acakan dengan tatapan mencela.

Dan  ketika  Damian  tidak  membantah  melainkan  hanya  tersenyum  kecut, matanya membelalak tidak percaya,

"Maksudmu...kau..?", Vanesa kehilangan kata-kata, "astaga Damian tidak kusangka kau menjadi maniak seks separah itu sampai tega-teganya meminta gadis yang sedang sakit untuk melayanimu!!!", serunya blak-blakkan, "mana dia? aku harusnya merekomendasikan dia dirawat di rumah sakit, bukannya disini, kalau disini bersamamu sepertinya dia bukannya sembuh malahan tambah parah!!!"

Freddy tampak tidak peduli dengan pertengkaran dua orang di depannya, dia sibuk melihat-lihat ruangan apartement itu,

"Wah, apartement yang bagus...mungkin aku bisa beli satu disini ", Gumamnya santai.

Damian melotot ke arahnya, lalu dengan sebal melangkah ke kamar, Vanessa mengikutinya.



Serena  sedang  tertidur  pulas  saat  Vanessa  mendekat  ke  arahnya,  dan menyentuh dahinya,

"Panasnya seperti api, mungkin aku harus membawa sample darahnya ke Lab untuk memastikan dia tidak terkena demam berdarah....",

Vanessa mengernyit menyadari Serena telanjang di balik selimutnya, "Aku masih tidak  habis  pikir  kau  menidurinya  pada  saat  seperti  ini.....aku  tak  tahu  dia siapamu Damian, setahuku kau masih berpacaran dengan artis cantik itu dan sekarang tiba2 kau sudah tinggal serumah dengan karyawanmu sendiri......."

"Tidak tinggal serumah,aku tinggal di rumahku sendiri, apartemen ini kubelikan untuknya."

Vanessa mengangkat alisnya,

"Oh ya? Kalau begitu berapa malam kau di rumahmu sendiri dan berapa lama kau tidur disini?", dengan cekatan, Vanessa memeriksa Kondisi Serena dan menyiapkan suntikan dari tas kerjanya untuk mengambil sample darah Serena.

Sementara  itu  Damian  kehabisan  kata-kata  untuk  menjawab  pertanyaan
Vanessa,

"Kau benar", Damian mengangkat bahu, "Sejak tidur bersamanya pertama kali, aku tidak pernah membiarkannya tidur sendirian lagi tiap malam"

"Bagaimana ceritanya kalian bisa menjalin hubungan?, seingatku tingkat peluang pertemuan antara sang CEO dan staff biasa sangat kecil. Sebenarnya sampai sekarangpun aku masih bertanya-tanya Damian, Freddy juga tidak mau menjelaskan apapun, kukira......"

"Bukan urusanmu Vanessa, tidak ada yang aneh dalam hubungan ini, dua orang setuju untuk saling memenuhi kebutuhan itu saja, dan aku menolak menjawab apapun kepadamu", Damian menjawab dengan tajam.

Vanessa mengangkat bahu lalu melanjutkan memeriksa Serena lalu menuliskan resep.

"Diagnosa awal hanya flu biasa, tapi lebih lanjut menunggu hasil tes darah. Aku akan menuliskan resep obat dan antibiotiknya. Tiga hari sekali Damian, dan ingat, dia harus istirahat. Tahan nafsumu, jika kau tidak bisa menahannya, cari perempuan lain."


***

Serena terbangun dengan rasa mual dan sakit di sekujur tubuhnya. ketika dia membuka matanya, dia melihat perempuan yang sangat familiar di duduk di ranjang sebelahnya,

"Dokter Vanessa?" Vanessa tersenyum,
"Yah, Damian memintaku datang memeriksamu. Dia dan Freddy, para lelaki sedang membicarakan masalah bisnis di ruang depan dan aku memutuskan menunggumu sadar di sini, bagaimana kondisimu?"

Serena berusaha keras mengeluarkan suaranya, "Mual....pa...nas..", gumamnya serak,
Vanessa memegang dahi Serena, panasnya seperti api, "Kemari, aku akan membantumu meminum obat."
dengan cekatan Vanessa membantu Serena meminumkan obatnya, lalu membaringkan Serena lagi dan merapikan selimutnya. Keduanya menyadari bahwa Serena telanjang di balik selimutnya,

wajah Serena langsung merah padam. Vanessa menatap Serena penuh pengertian.
" Dia memang kadang kadang sangat egois,kau tahu, terbiasa menjadi bos sejak dia lahir. Dia bisa dibilang masih keturunan aristokrat dari keluarga berpengaruh di Jerman, sejak dulu dia sudah terbiasa keinginannya dipenuhi....",

Vanessa mengedipkan sebelah matanya, "Kau tahu, saat pertama mengenalnya aku sangat tidak menyukainya"

Serena tersenyum malu-malu, "Saya juga ", jawabnya pelan. Vanessa tertawa mendengarnya,


"Tapi walau pun begitu kau tidak boleh menuruti kemauannya seperti itu, kau berhak menolak, kau tahu itu kan?"

Sebelum Serena sempat menjawab, Damian, yang entah kapan sudah berada di ruangan itu berdehem keras, dengan sengaja.

"Vanessa, bukannya kau harus segera membawa sample darah itu ke lab?", gumam Damian datar, tapi matanya memperingatkan.
Vanessa tersenyum miring, lalu mengangkat bahu dan tersenyum pada Serena, "Sepertinya dokter sudah diusir, obatnya ada di meja Damian beserta cara pakai,
kutinggalkan resep kalau2 obatnya habis, besok aku akan mengabarimu tentang
hasil labnya".

Vanessa mengangguk pada Serena mengangkat tasnya dan berjalan pergi, pada saat berhadapan dengan Damian di pintu keluar, dia menatap tajam,

"Ingat  Damian,  dia  harus  istirahat  kalau  mau  sembuh",  gumamnya  tegas sebelum melangkah pergi,

Damian menatap pintu yang tertutup di belakangnya lalu mengangkat bahu dan tersenyum pada Serena,

"Kadang-kadang aku merasa dia masih membenciku sampai sekarang."

Serena tersenyum lemah pada Damian yang menuang segelas air dari teko di meja samping ranjang,

"Apakah kau haus ? ayo, aku akan membantumu minum."

Dengan cekatan Damian membantu Serena duduk, beberapa kali selimut melorot dari dada Serena, hingga Serena harus mencengkeramnya, tapi Damian mengabaikannya, sama sekali tidak melirik ketelanjangan Serena, rupanya laki- laki itu bertekad untuk membiarkan Serena beristirahat.

Setelah membantunya minum, Damian menyentuh dahi Serena dengan lembut, dan mengernyit karena badannya sangat panas,

"Maaf", Serena tiba-tiba merasa bersalah, dia jarang sakit, tapi kali ini sekalinya sakit sangat parah sehingga harus bergantung pada belas kasihan Damian,

Wajah Damian melembut,


"Minta maaf karena sakit ?", Damian menarik napas, "kau benar-benar gadis aneh", Damian tersenyum miris, "Oke, obat itu akan membuatmu mengantuk, aku akan memesan makanan, jd begitu bangun kau bisa makan."
Serena mengernyit mendengar kata makan karena dia merasa sangat mual, Damian menatap Serena dengan tatapan tegas seperti seorang ayah memarahi
anaknya,

"Kau harus makan", gumamnya tegas, "Tidurlah", lalu lelaki itu berbalik dan melangkah keluar kamar.

Serena meringkuk dibalik selimut, obat itu membuatnya nyaman dan mengantuk, sangat mengantuk.



Chapter 8

1 comment:


  1. Thank you so much for giving everyone such a splendid opportunity to discover important secrets from this site.
    It is always very sweet and full of fun for me personally and my office colleagues to
    visit your blog minimum thrice in a week to see the fresh guidance you will have.
    And definitely, I'm so always amazed for the fabulous creative
    ideas served by you. Some two points in this posting are absolutely the most effective we've had.

    Visit my site :: 휴게텔


    ReplyDelete