Saturday, August 22, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 11





"Sakit", Freddy mengernyit ketika Vanessa mengusap luka di bibirnya dengan kapas.

"Kau pantas mendapatkannya", gumam Vanessa tanpa perasaan, malah semakin kasar mengusap luka itu.

Mereka baru pulang dari rumah sakit, hidung Freddy patah, dan tiga tulang rusuknya retak sehinga harus ditahan dengan perban. Belum lagi lebam lebam di tubuh dan mukanya. Mata Freddy sudah mulai bengkak membiru. Pukulan pukulan yang diberikan Damian benar-benar brutal.

"Aku kan cuma membantu Damian dengan menunjukkan padanya kalau perempuan  yang  di  peliharanya  itu  cuma  pelacur  kecil",  Freddy  tampak kesusahan bicara, tapi ia masih membela diri.



"Jangan sebut dia pelacur!!! Kau mungkin lebih kotor darinya!", potong Vanessa marah, melemparkan kapas yang di celup alkohol itu ke samping, "Kau sudah bertindak kejam dan gegabah pada Serena.....Astaga! Kau pasti akan menyesal begitu mengetahui semuanya!!"

"Mengetahui apa?", kali ini Freddy mulai cemas. Vanessa tampak begitu marah sekaligus begitu sedih. Bertahun-tahun dia mengenal Vanessa, tak pernah wanita itu tampak begitu dikuasai emosi. Kecuali pada saat pemakaman Alfian.....

"Aku mulai ketakutan", gumam Freddy ketika Vanessa tidak berkata apa-apa, "Mengetahui apa , Vanessa?"

"Kebenaran tentang Serena", jawab Vanessa lirih lalu mendesah seolah-olah tak mampu melanjutkan penjelasannya, "Mungkin kau harus melihat ini dulu."

Vanessa mengambil bundelan artikel itu dari kotak putihnya, membukanya dan meletakkannya di pangkuan Freddy.

Begitu melihat foto yang menyertai artikel itu Freddy terhenyak, dan ketika membaca judul artikel itu yang ditulis dengan huruf besar-besar, keringat dingin mengalir di dahinya.

Dan  begitu  selesai  membaca  keseluruhan  artikel  itu,  wajahnya  benar-benar pucat pasi.

"Astaga.....", akhirnya Freddy mampu berkata-kata, suaranya lemah dan diliputi shock yang mendalam.

"Ah ya, astaga". Gumam Vanessa mengejek, "sekarang kau mengerti kan kenapa aku begitu membela Serena?"

Freddy memejamkan matanya, meringis merasakan matanya yang sakit. Hidungnya sakit, bibirnya sakit, sekujur tubuhnya sakit. Tapi yang paling sakit adalah hatinya. Penyesalan itu datang menghantamnya tanpa ampun sehingga yang bisa dilakukan Freddy hanya diam dan menahankan sesak di dadanya.

Dia pantas mendapatkan ini!!!

"Jadi  serena  melakukan  ini  semua  karena  itu...",  suara  Freddy  diwarnai kesakitan, lalu dia menatap Vanessa penuh harap, berharap kalau artikel ini salah. Sebab jika artikel ini benar, apapun yang dilakukan Freddy tadi benar- benar tak termaafkan, "apakah kau sudah memastikan kebenaran artikel ini?"


Vanessa menatap Freddy tajam, tampak puas dengan penyesalan Freddy.

"Aku sudah memastikan ke rumah sakit  itu. Tunangannya, Rafi  Ardyansyah masih terbaring koma disana dan belum pernah sadarkan diri sejak dua tahun yang lalu. Kemarin Rafi telah menjalani operasi ginjal -- yang aku tahu biayanya amat mahal, hampir mencapai tiga ratus juta rupiah -- dan sukses. Operasinya sukses, tapi lelaki itu masih belum sadar", Vanessa memalingkan wajah. Matanya tampak berkaca-kaca menahan haru.

"Aku bertanya tentang Serena kepada dokter-dokter di rumah sakit itu, dan rupanya kisah Serena dan Rafi seolah menjadi legenda sendiri di sana. Kisah seorang  wanita    yang  menunggu  tunangannya  terbangun  tanpa  putus  asa selama bertahun-tahun......"

Jadi karena itu. Kebenaran itu menghantam Freddy dengan telak. Jadi karena itu Serena menjual dirinya. Jadi karena itu Serena mempunya hutang begitu besar diperusahaan,

Freddy menatap Vanessa nanar, lalu mengalihkan tatapannya lagi ke atikel di depannya, dia mengernyit,

Rafi Ardyansyah...

Sebuah kebenaran langsung menghantamnya sekali lagi, sangat keras dan tidak tanggung-tanggung.

“Aku mengenal Rafi Ardyansyah”, gumam Freddy seolah kesakitan. Vanessa langsung menatap Freddy tajam.
Kau mengenalnya?”

Freddy mengangguk, lunglai.

Dia… dia pengacara handal dan sukses dari sebuah firma hukum terkenal, reputasinya   bagus,   sangat   jujur   dan   jarang   kalah...Aku   tidak   begitu mengenalnya, hanya pernah beberapa kali bertemu di pengadilan, menangani kasus yang berbeda, tetapi dia terkenal sebagai pengacara muda berprospek paling  cerah  di  antara  kami...aku  mendengar  dia  akan  menikah,  sampai kemudian dia menghilang begitu saja setelah kecelakaan itu,...ada berita cukup simpang  siur  setelahnya,  katanya  dia    kecelakaan  dan  kemudian  cacat  lalu pindah ke luar negeri, bahkan banyak gossip bilang dia sudah meninggal akibat kecelakaan  itu...aku...aku  sama  sekali  tidak  menyangka  dia  masih  bertahan


hidup...Dalam kondisi koma”, Freddy meremas rambutnya seperti tentara kalah perang, lalu menatap Vanessa, mengernyit,

"Kau bilang kapan operasi Rafi tadi?"

"Kemarin malam", Vanessa melirik jam tangannya, sudah jam tiga pagi, "atau bisa dibilang sudah kemarin lusa?"

"Oh Tuhan!", Freddy menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Oh Tuhan!.....Apalagi yang bisa dia katakan? Itu sebabnya malam itu Serena menghilang tanpa kabar dan tidak bisa ditemukan dimana-mana. Perempuan itu pasti  sedang  menunggui  operasi  tunangannya!!  Dan  apa  yang  dia  katakan malam itu pada Serena? "Kau mungkin harus belajar lebih bertanggung jawab tuan putri!" , kata-kata yang sombong dan penuh tuduhan yang sekarang ia tahu, tak pantas ia ucapkan kepada Serena.

"Kau benar-benar lelaki paling bodoh dan gegabah yang pernah aku kenal", dengus Vanessa, masih marah atas tindakan Freddy tadi. "Jika kau belum babak belur oleh Damian, aku pasti akan menamparmu berkali-kali",

Freddy mengernyit mendengar ancaman Vanessa,

"Tapi kau tidak bisa begitu saja menyalahkanku, suatu hari Damian menghubungiku untuk mengurus kontrak jual beli tubuh Serena senilai tiga ratus juta. Kau pikir apa yang bisa kupikirkan selain Serena adalah pelacur???"

"Jangan sebut-sebut kata pelacur lagi Freddy!!!", potong Vanessa tajam. Freddy bungkam lalu mengangkat bahu.
"Aku memang salah besar, tapi siapa yg tidak berpikit begitu? Damian sangat kaya, dan gadis itu punya reputasi hutang besar diperusahaannya.....tentu saja sebagai pengacara aku menilai ada niat jahat dari sisi Serena", Freddy mencoba membela diri lagi karena dilihatnya Vanessa masih memelototinya dengan tajam,

"Sebagai seorang pengacara kau seharusnya melakukan penyelidikan", gumam
Vanessa sinis.

Freddy menarik napas panjang dan mengangguk.

"Benar,  aku  terlalu  gegabah  mengambil  tindakan.  Sebenarnya  aku  sudah bertekad tidak akan ikut campur hubungan Damian dan Serena, tapi malam itu, ketika Serena menghilang tanpa kabar, Damian mencarinya seperti orang gila,


hampir kehilangan akal sehat karena mencemaskan Serena. Damian berubah karena gadis itu, dia begitu emosional. Tidak lagi berkepala dingin dan tenang", Freddy menarik napas dalam, "Aku takut Serena makin lama akan makin membawa pengaruh buruk bagi Damian, maka aku memutuskan untuk membuat mereka terpisah sesegera mungkin."

Memangnya apa yang kau lakukan tadi sampai Damian menghajarmu dengan begitu brutalnya?”

Wajah Freddy tampak memerah malu.

“Aku menciumnya  dengan  paksa,  melecehkan  Serena  dan  memastikan  agar
Damian melihat itu semua,gumamnya pelan. Vanessa langsung melotot marah mendengarnya. “Apa?”
Freddy memalingkan mukanya, tidak tahan menghadapi tatapan tajam Vanessa.

Dan aku...”, kata-kata itu seolah susah payah keluar dari mulut Freddy, Dan aku...memfitnahnya, aku bilang Serena mau kubayar untuk bercumbu denganku selama beberapa jam...”,

“Oh Tuhan, Freddy!!”, Vanessa mengerang tak habis pikir dengan perlakukan Freddy, “Pantas saja Damian menghajarmu habis-habisan, kalau aku ada disana waktu itu, aku pasti akan memberi semangat padanya agar menghajarmu lebih keras”,

Freddy menganggukkan kepalanya,

“Aku...aku pantas menerimanya...”, lelaki itu menghela napas panjang, “Tapi Vanessa...Setelah aku mengetahui semua kebenaran ini, dan melihat tatapan mata Damian ketika menyeret Serena pulang tadi, entah kenapa aku...cemas.

Wajah Vanessa mendadak pucat pasi,

“Astaga!!! aku hampir saja lupa, Damian selalu mempercayai kata-katamu!! bagaimana kalau Damian menyangka bahwa Serena benar-benar menjual dirinya kepadamu? Kalau melihat betapa posesifnya Damian pada Serena, aku tidak berani  membayangkan  betapa  marahnya  Damian!!  kita  harus  menjelaskan semua kepada Damian sebelum dia melakukan sesuatu yang nantinya akan dia sesali, Vanessa langsung meraih gagang telephone dan memencet nomor Damian.



Lama ia mencoba tanpa hasil, ahkirnya menarik napas panjang dan menyerah.

“Semua nomornya tidak aktif, kita juga tak bisa menyerbu ke apartemennya begitu saja karena ini sudah dini hari”, Dengan pasrah Vanessa meletakkan gagang telephone, Kita harus menunggu sampai besok pagi, dan jika...dan jika ternyata semuanya sudah terlambat...”, Vanessa melemparkan tatapan tajam ke arah  Freddy   yang  balas   menatapnya   penuh  rasa   bersalah,  “Aku   akan membuatmu membayar semua kekacauan yang telah kau buat Freddy.

***




“Seorang pelacur harus diperlakukan seperti pelacur.

Kata-kata Damian yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.

Lelaki itu sudah melepaskan kemejanya, dan membuka ikat pinggangnya lalu meletakkannya di ujung ranjang. Matanya begitu dingin, ekspresi wajahnya tenang, terlalu tenang, hingga membuat Serena gemetar cemas.

Kau...Harus...Mendengarkan.   Serena   masih   mencoba,   meskipun   melihat ekspresi wajah Damian, ia tahu ia tidak akan berhasil.

Damian terlalu marah, dia terlalu dibutakan oleh kemurkaannya. “Lepaskan kemejamu Serena. gumam Damian datar.
Damian... wajah Serena langsung pucat pasi mendengar perintah yang diucapkan tanpa ekspresi.

Lepaskan.

Nada suara Damian begitu menakutkan. Mungkin Serena akan lebih berani menghadapi  jika  Damian  berteriak-teriak  marah  dan  membentaknya.  Tetapi lelaki ini begitu tenang hingga menakutkan.

Dengan gemetar Serena melepas kancing demi kancing kemejanya. Menatap
Damian dengan wajah memohon, tetapi lelaki itu tidak terpengaruh.

Setelah   seluruh   kancing   kemeja   Serena   terlepas,   dia   berdiri   sambil menggenggam  kemejanya  yang  terbuka  dengan  kedua  tangannya  erat-erat,


berlutut di ranjang itu, memohon belas kasihan kepada lelaki yang berdiri di tepi ranjang dan tampak kejam.

“Aku bilang lepaskan kemejamu, Serena, suara Damian tetap lembut dan terkendali, tapi entah kenapa Serena makin gemetar mendengarnya, dengan sudah payah dia melepaskan kemejanya dan menjatuhkannya ke kasur, menatap Damian tanpa daya.

“Sekarang roknya.sambung Damian setelah mengamati tubuh Serena tanpa malu-malu, membuat seluruh wajah dan tubuh Serena merah padam.

“Tidak...!” Serena berusaha membantah, dia tidak mau dilecehkan seperti ini, dipaksa   membuka   baju   dihadapan   laki-laki   yang   sama   sekali   tidak menghargainya.

“Aku bilang roknya!” suara Damian sedikit naik, tetapi tetap tenang. Matanya menatap tajam tak terbantahkan, hingga mau tak mau Serena bergerak melepaskan roknya, air mata mulai mengalir di mata Serena.

Hening cukup lama, Damian terdiam sambil menatap Serena tajam. Dan Serena berlutut di ranjang itu dengan tubuh gemetaran, berusaha memeluk tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya yang kecil.

Lepas pakaian dalammu.

“Tidak!!” dengan was-was Serena berseru, tanpa sadar tubuhnya beringsut ke ujung ranjang, ketakutan.

Sikapnya itu malah menyalakan api kemarahan di wajah Damian, lelaki itu sudah tidak setenang tadi.

Kenapa tidak  Serena? Pelacur  cilikku? sudah tak terhitung  berapa  kali  aku melihatmu telanjang, dan kau melakukan semuanya dengan sukarela kan? Demi uang tiga ratus juta...“, Suara Damian terdengar jijik, dia melangkah maju mendekati ranjang dan secara otomatis Serena langsung beringsut mundur menjauh.

“Aku membeli tubuhmu seharga tiga ratus juta, seharusnya tubuhmu itu bisa kupergunakan   semauku,   tetapi   aku   terlalu   baik   padamu,   memberimu kemewahan, tidak menyentuhmu di saat kamu sakit, merawatmu...itu semua terlalu baik untukmu, Mata Damian tampak menyala, Dan kau dasar pelacur cilik tak bermoral! bukannya mensyukuri kebaikan hatiku, kau malah merayu sahabatku...!!!”


Kau salah paham Damian. Serena mulai menangis terisak. Tetapi Damian tetap mengeraskan hatinya.
“Aku  tidak  mungkin  salah  paham  dengan  apa  yang  kulihat  dengan  mata kepalaku sendiri.

Dengan gerakan secepat kilat Damian meraih kedua lengan Serena, sebelum Serena  sempat  menghindar  dan  menempelkan  tubuh  Serena  ke  tubuhnya sendiri.

Kalian berciuman!! kau membiarkan dia menciummu!! menjijikkan sekali dimataku.

Napas Damian mulai terengah-engah, lalu mendorong Serena ke bantal membuatnya terbanting kasar disana.

Serena berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan badan Damian  yang  keras  dan  berat,  berusaha  melepaskan  diri  dari  cengkeraman tangan Damian yang kuat dan tanpa ampun.

Tetapi lelaki itu terlalu kuat, terlalu marah, bahkan tidak menyadari kalau kekasarannya melukai tubuh Serena yang rapuh.

Lelaki itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika dia menatap Serena. Dengan ketakutan yang amat sangat, Serena berusaha memberontak dan turun dari ranjang, tetapi Damian menangkapnya, membantingnya di ranjang lagi dengan kasar, lalu menindihnya.

Serena mengernyit merasakan cengkeraman tangan Damian yang kasar di tangannya.

“Sakit Damian...kumohon...

Diam!!“ seru Damian marah, dan ketika Serena meronta ketakutan, hal itu makin mendorong kemarahan Damian, lelaki itu merobek baju Serena dan mencoba membuka pahanya.

Serena berteriak ketakutan, dia tidak siap dan Damian pasti akan melukainya. Tetapi Damian tidak peduli. Ketika merasakan Serena tidak basah dan tidak siap, lelaki itu tetap menyatukan dirinya.

Bagi Serena itu adalah kesakitan yang luar biasa, sakit di tubuhnya dan sakit di hatinya, diperlakukan seperti pelacur rendahan yang tak ada harganya.



Seluruh  tubuhnya  terasa  tersobek-sobek  oleh  gesekan  tubuh  Damian,  tapi Serena   menahan   diri,   digigitnya   bibirnya   hingga   hamper   berdarah,   di tahankannya  air  matanya  meskipun  matanya  terasa  begitu  perih.  Dan  di tekannya hatinya dalam dalam yang mulai hancur menjadi serpihan berkeping- keping.

***

Serena berbaring memunggungi Damian, matanya nanar, penuh airmata. Napasnya sesak karena isakan yang ditahannya.

Setelah semua usai, Damian menjauh dari tubuhnya dan berbaring hening di sebelahnya, sampai napas yang terengah berubah menjadi tenang dan hening. Serena tahu Damian tidak tidur, lelaki itu masih berbaring nyalang di sebelahnya, terlentang menatap langit-langit kamar. Tetapi Serena langsung membalikkan badan dan berpura-pura tertidur.

Dirasakannya Damian bolak-balik menghadap ke arahnya, seperti ingin mengajaknya bicara tetapi kemudian ragu dan mengehentikan dirinya di detik terakhir.

Saat-saat hening itu terasa menyiksa. Tubuh Serena tegang meskipun dia berakting sudah tidur dengan baik, dijaganya agar nafasnya teratur, dijaganya agar tubuhnya tidak bergerak sama sekali.

Lama-lama dia merasakan tubuh Damian berangsur-angsur santai dan lelaki itu tertidur.  Serena menanti menit demi  menit,  menyakinkan diri  kalau Damian sudah terlelap, dan setelah cukup yakin, pelan-pelan dia bergerak.

Tubuhnya terasa sakit. Itu tadi benar-benar perkosaan, dan Damian sama sekali tidak mau repot-repot bersikap lembut. Bibir Serena memar akibat ciuman yang terlalu kasar, lengannya sedikit lebam karena genggaman yang terlalu keras, dan masih ada kesakitan-kesakitan lainnya. Di seluruh tubuhnya, di dalam tubuhnya.

Tetapi yang paling sakit adalah hatiku.

Air mata mengalir tanpa suara dari pipi Serena, tapi dia menahan isakan dengan menggigir bibirnya yang sakit. Dengan hati-hati Serena duduk di tepi ranjang, mengamati pakaiannya yang berserakan di lantai, dan pakaiann dalamnya yang setengah dirobek oleh Damian saat lelaki itu melepaskannya dengan marah tadi.

Pelan-pelan, agar tidak menimbulkan gerakan di ranjang tempat Damian berbaring  miring  dan  tertidur  pulas,  Serena  bangkir  berdiri  dan  memungut


pakaiannya satu persatu. Langkahnya goyah, dan tubuhnya gemetar, tapi Serena menguatkan diri.

Dipakainya pakaiannya pelan-pelan sambil menatap ranjang dengan was-was, bersiap-siap jika ada satu gerakan sesedikit apapun dari Damian.

Tetapi lelaki itu tidur dengan tenang sampai Serena selesai berpakaian. Serena lalu mengambil tas kerjanya dan melangkah keluar, tetapi di pintu dia ragu-ragu, menoleh dan menatap Damian yang masih tertidur pulas.

Damian pasti akan maklum jika dia pergi begitu saja. Setelah perkosaan brutal dan  kejam  itu,  Damian  pasti  maklum  jika  Serena  menjauh  darinya.  Tapi kemudian Serena mengernyit, teringat kemarahan Damian ketika Serena menghilang tanpa pamit untuk menunggui Rafi di rumah sakit hari minggu lalu.

Kalau aku pergi tanpa pamit, apa yang akan dilakukan Damian? apalagi dengan perjanjian tiga ratus juta itu...

Ketakutan mewarnai perasaan Serena, menahan langkahnya. Lalu Serena mengeluarkan kertas dan menulis.
Maaf Damian, aku harus pergi sementara. Butuh waktu sendirian.

Tapi Kau bisa tenang, aku tidak akan melarikan diri dari hutang-hutangku. Aku tidak serendah itu kau tahu.
Sampai jumpa di kantor besok pagi

Serena.

***

Pagi itu Damian duduk di kantornya dengan muram. Hari masih pagi, para karyawan belum datang ke kantor, tapi Damian sudah ada di situ. Dia tak tahan berada di kamar apartement itu sendirian.

Tanpa Serena.

Dia terbangun pagi-pagi sekali, karena terbiasa mencari Serena untuk dipeluk, tetapi  yang  ditemukannya  hanya  bantal  kosong.  Dengan  marah  Damian langsung bangun dan murka.


Berani-beraninya pelacur itu meninggalkannya?

Tetapi kemudian, kertas yang diletakkan di bantal Serena itu agak meredakan kemarahannya. Sebuah pesan singkat sederhana yang ditulis dengan huruf yang sangat rapi.

Serena bilang “Sampai jumpa di kantor besok pagi jadi Damian menahan diri dari kemarahannya dan memutuskan bersiap-siap dan berangkat ke kantor saat itu juga.

Sekarang  dia  duduk  sendirian   di  ruangannya,  memikirkan  perbuatannya semalam dan mulai merasa cemas. Ia terlalu kasar. Ia tahu itu. Ia terlalu kuat dan Serena terlalu rapuh untuk menahan kemarahannya.

Tapi tidak tahukan Serena kalau pemandangan Serena yang sedang dipeluk dan dicium oleh Freddy itu benar-benar membuatnya marah? Seharusnya hanya dia yang  boleh  memeluk  Serena  !  Seharusnya  hanya  dia  yang  boleh  mencium Serena!

Saat itulah pintu diketuk dengan pelan. Damian terdiam penuh antisipasi, dia sudah menunggu. Siapa lagi yang datang sepagi ini kalau bukan Serena?

"Masuk."

Pintu itu terbuka pelan, dan Serena muncul disana. Hati Damian langsung bagaikan dihantam oleh palu ketika melihat keadaan Serena.

Gadis itu masih memakai pakaiannya yang semalam meskipun kelihatan segar setelah mandi. Tapi wajahnya kelihatan pucat dan rapuh. Dan bibirnya sedikit lebam akibat ciuman-ciuman kasarnya kemarin.

Kenapa kau pucat sekali sayang?

Damian berdehem, menahan perasaannya.

Detik itu juga Damian memutuskan dia akan memaafkan Serena. Dia tidak bisa menyalahkan Serena karena merayu Freddy, tidak ada yang bisa melarangnya kan? Tidak ada tertulis dalam perjanjian mereka bahwa Serena tidak boleh menjalin hubungan dengan lelaki lain, disitu hanya tertulis bahwa Damian berhak memiliki Serena sesuka hatinya.

Oleh karena itu dia akan segera memastikan adanya klausul tambahan dalam perjanjian  itu,  bahwa  Serena  tidak  boleh  disentuh  lelaki  lain,  bahwa  tubuh Serena adalah hak eksklusifnya, miliknya.



Untuk sekarang, Damian yakin Serena akan memohon maaf padanya, dan itu bukan masalah, Damian siap memaafkan Serena atas pengkhianatannya semalam. Dia siap menerima Serena lagi. Dia belum mau melepaskan Serena.

"Duduk." perintahnya, berusaha sedatar mungkin.

Dengan  patuh  Serena  duduk,  tapi  gadis  itu  tidak  berkata  apa-apa,  hanya meremas tangannya dengan gelisah.
"Sebenarnya kau ingin bicara apa hingga harus menunggu sampai di kantor?" Dimana  kau  tidur  semalam?  apakah  kau  baik-baik  saja  ?  apakah  aku
menyakitimu? pertanyaan-pertanyaan itu yang bermunculan di benak Damian,
tetapi lelaki itu menahankannya.

Serena mendongakkan kepalanya, matanya tampak penuh tekad ketika menatap
Damian. Takut, tapi penuh tekad.

"Aku...ingin melunasi semua hutangku dan mengakhiri perjanjian kontrak kita." Damian tertegun.
Rasanya seperti seluruh aliran darahnya dihentikan seketika. Ini adalah jawaban yang sama sekali tidak disangkanya. Damian begitu terkejut hingga membatu seperti patung.

Tetapi ketika keterkejutannya usai. Kemarahan langsung merayapinya. Seperti api yang membakar pelan-pelan, makin lama makin berbahaya.

"Apa?" desis Damian di antara giginya, tangannya terkepal.

Dengan sedikit gemetar, Serena meletakkan sebuah kertas di meja Damian.

"Ini cek sebesar tiga ratur empat puluh juta, untuk melunasi hutangku sebesar tiga ratus juta, dan hutang ke perusahaan sebesar empat puluh juta, dan ini..." Serena meletakkan sebuah amplop  di meja, "Surat pengunduran  diriku dari perusahaan ini."

Hening cukup lama. Damian hanya duduk di situ, mengamati Serena dengan mata yang menyala-nyala.

Kemudian lelaki itu memajukan tubuhnya dan menatap Serena sambil tersenyum dingin.



"Lunas sepenuhnya? Jadi malam-malam selama kau melayaniku itu kau anggap service gratis untukku?"

Wajah Serena pucat pasi mendengar hinaan tersirat itu. "Aku...Aku hanya ingin melepaskan diri dari perjanjian itu..."
Damian mendesis gusar, lalu mengambil cek itu dan mengamatinya, alisnya terangkat, kemarahan tampak semakin membakarnya.

"Kau bisa memperoleh uang sebanyak ini dalam semalam, apakah kau menemukan korban lain  yang  bisa memberimu  uang  untuk melepaskan  diri dariku?"

Serena membelalakkan matanya tak percaya akan kesimpulan negatif yang di ambil Damian,

"Jangan menuduhku serendah itu!!! Aku...aku bukan pelacur seperti yang kau kira!!"

"Kau pernah dengan sukarela menjadi pelacurku demi uang tiga ratus juta!! Bagaimana bisa aku tidak berpikir kau bersedia melacurkan diri pada orang lain demi melepaskan diri dariku hah???!!" Damian menggebrak meja dengan begitu kerasnya, hingga Serena terlonjak kaget dari tempat duduknya.

Lalu tanpa di duganya. Damian mengambil surat pengunduran dirinya di meja. Dan merobek-robeknya bersama dengan cek yang diberikannya.

Serena hanya ternganga, kaget dengan tindakan tak terduga Damian itu. Sementara lelaki itu berdiri di sana, menatapnya dengan tatapan mengancam sambil merobek-robek surat dan cek itu menjadi serpihan-serpihan kecil.

Ketika Damian mulai mendekati Serena, Serena langsung berdiri menjauh, waspada.

"Kenapa kau merobek cek dan surat itu?" tanya Serena gugup, takut akan suasana hati Damian yang begitu muram.

Damian  makin  mendekat.  Lalu  berhenti  dan  tersenyum  sinis  ketika  melihat
Serena mundur lagi menjauhinya.


"Aku tidak akan melepaskanmu begitu mudah Serena, kau pikir aku akan diam saja kau bodohi? Aku akan membuatmu menerima balasan setimpal sebelum akhirnya melepaskanmu..."

Tiba-tiba Damian bergerak cepat meraih Serena sebelum dia bisa menghindar. Serena mencoba meronta, tapi ia sadar dari pengalamannya bahwa percuma saja dia melawan kekuatan dan kemarahan Damian, jadi dia hanya diam dengan wajah pucat pasi ketakutan.

"Katakan  padaku  Serena...Pria  yang  membayari  hutangmu  itu...Apakah  dia sudah menidurimu?" mata Damian menggelap penuh kemurkaan, "Apakah dia sudah  menyentuhmu?"  napas  Damian  mulai  memburu,  "Apakah  ciumannya sebaik  ciumanku?  Atau  dia  hanya  pria  bodoh  yang  tertipu  oleh  kepolosan palsumu yang...."

"Lepaskan aku!!!!" entah darimana Serena seperti mendapatkan kekuatan untuk mendorong Damian dan melangkah menjauh. "Aku sudah membayar hutangku. Aku sudah tidak terikat denganmu!! Kau tidak berhak melecehkanku lagi!!"

"Melecehkan katamu?? Kau bilang itu pelecehan? Kau menyambutku dengan hangat setiap aku mendatangimu dan kau bilang itu pelecehan??"

PLAK!!!!

Tangan Serena tanpa disadari melayang sendiri menampar pipi Damian sekeras mungkin, kata-kata Damian yang luar biasa menghina itu sangat menyakiti hatinya.

Damian berdiri disana mengusap pipinya lalu tersenyum jahat.

"Kenapa menamparku? Apakah kau merasa malu karena kekotoran moralmu terungkap disini?" gumamnya sinis.

Dengan bergegas Serena melangkah ke pintu, sedikit lega karena Damian tidak mengikutinya.

"Aku akan mengirimkan lagi cek yang baru, berikut surat pengunduran diriku...Bagiku semua sudah lunas di antara kita" gumamnya lirih.

"Bagiku belum," desis Damian tenang, "Kau boleh kabur kemanapun Serena, dan aku bersumpah akan mendapatkanmu. Dan ketika itu terjadi aku tidak akan main-main lagi, aku bahkan akan merantaimu di kamar jika perlu. Dan tak usah repot-repot  mengirimkan  cek  ataupun  surat  apapun,  aku  akan  merobek- robeknya lagi."



Tangan Serena yang memegang gagang pintu gemetaran.

"Kenapa kau begitu kejam padaku...?" Rintihnya putus asa, matanya berkaca- kaca.

Sejenak Damian terpaku. Serena tampak begitu hancur, begitu luluh, hingga seketika itu juga Damian ingin memeluk Serena dan menghiburnya, meminta maaf atas kata-kata kasarnya. Tapi akal sehatnya segera mengambil alih. Itu akting, teriaknya pada diri sendiri, jangan tertipu, gadis ini pandai memanipulasi orang dengan berpura-pura rapuh. Kau sendiri sudah merasakannya bukan?

"A...Aku tetap akan pergi..." Serena bergumam ketika Damian hanya berdiam diri,  "Kau  boleh  memaksaku  semaumu,  tapi  aku  akan  melawanmu  sekuat tenaga."

Dengan cepat Serena membuka handel pintu. Lalu menolehkan kepalanya untuk menatap Damian, mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Diserapnya sosok itu baik-baik, sosok dingin yang berdiri kaku, menatap Serena dengan penuh kebencian. Disimpannya sosok itu baik baik, dan tiba-tiba saja hatinya terasa teriris. Air mata mulai menetes dari sudut matanya, dan dengan segera Serena melangkah keluar dari ruangan itu.

Setengah berlari dia memasuki lift tanpa mempedulikan tatapan bingung sekertaris Damian.

Di lobby, suster Ana yang menunggu dengan gelisah dari tadi langsung berdiri begitu melihat Serena muncul di lift.

"Bagaimana...?"

Pertanyaannya tak terjawab karena Serena langsung mengajaknya keluar dari lobby menuju parkiran, menaiki mobil jemputan rumah sakit yang diminta suster Ana mengantar mereka ke sini tadi.

Di mobil air mata Serena tak terbendung lagi dan suster Ana langsung memeluknya untuk menenangkannya.

"Ssshhh...Semuanya tak berjalan baik ya?"

"Dia...Dia tidak mau menerima uang itu...." serena tersedak oleh tangisan yang dalam,   "Dia...Dia   menuduhku   menjual   diriku   kepada   lelaki   lain   demi mendapatkan uang itu..." tangis Serena meledak lagi dengan kuatnya.



Dan suster Ana langsung memeluknya. Matanya sendiri berkaca-kaca melihat penderitaan Serena.

"Apakah...kau mencintainya, Serena?" tanya suster Ana hati-hati.

Serena langsung tersentak, menatap Suster Ana dengan pandangan nanar. "Apa...? Itu...Itu tidak mungkin...."
"Serena, mungkin kau tidak menyadarinya, tapi kebersamaan kalian selama ini mungkin saja menumbuhkan sesuatu yang dalam di antara kalian..." suster Ana menatap Serena lembut, "Dan kau...Tidak mungkin menangis semenderita ini jika kau tidak punya perasaan apa-apa kepada Damian, sayang."

Serena hanya termangu. Air matanya masih mengalir, hatinya sakit sekali. Dan memang benar, penghinaan dan perlakuan kasar Damian telah menyakitinya lebih   daripada   yang   seharusnya.   Tapi   Serena   tidak   mau   memikirkan kemungkinan apapun. Dia tidak mau, dan tidak bisa. Ada Rafi di sisinya bukan?

Suster Ana mendesah melihat kediaman Serena.

"Yah, setidaknya, suatu saat ketika Damian menyadari kesalahannya, dia akan menyesal dan kuharap aku ada di sana ketika dia memohon maaf padamu."