Wednesday, August 19, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 2



Suasana hati Serena benar-benar buruk hari itu. Kemarahan, rasa terhina, kebencian  bahkan  kesedihan  karena  dia  begitu  tidak  berdaya  campur  aduk dalam hatinya. Serena merasa tubuhnya begitu kotor akibat pelecehan yang dilakukan Mr. Damian tadi siang, dan dia masih menahan tangis ketika memasuki ruang perawatan intensif di Rumah Sakit itu, yang sudah sangat familiar dengannya

Apapun yang ada dipikirannya tadi langsung buyar begitu melihat Suster Ana menyongsongnya dengan wajah pucat pasi,

"Kemana saja kau nak?!, aku mencoba menghubungimu sejak dua jam tadi, tapi kau tak bisa dihubungi!"

Wajah Serena langsung berubah seputih kapas, secepat kilat dia berlari menelusuri lorong menuju kamar tempat Rafi dirawat.

Suster Ana tergopoh-gopoh berlari mengikuti di belakangnya.

Serena terpaku di depan ruangan Rafi dengan napas terengah-engah, dokter dan perawat masih ada di ruangan itu, sedang berusaha menstabilkan kondisi Rafi,

Suster ana tiba dibelakang Serena dan menyentuh pundaknya lembut, mencoba menenangkannya,

"Dia sudah tidak apa-apa Serena, kondisinya sudah stabil. Tadi dia mengalami serangan lagi tapi dokter sudah menanganinya dengan cepat, kenapa kau tadi tidak bisa dihubungi? Aku mencoba menghubungimu saat Rafi dalam kondisi paling kritis, saat itu kau pasti ingin bersamanya",

Air mata mengalir di pipi Serena. Tadi baterainya habis dan karena sibuk dengan pikirannya, dia tak sempat mengisinya. Astaga, betapa bodohnya dia. Rafi kelihatan stabil dan baik-baik saja dan Serena mulai lengah, melupakan bahwa serangan bisa terjadi setiap saat. Ya Tuhan, seandainya tadi Rafi....

Serena memejamkan mata rapat-rapat, air matanya mengalir semakin deras, dia tak berani membayangkan semua itu.

Suster  Ana  memeluknya  dengan  penuh  keibuan  sementara  Serena menumpahkan air matanya.

Ketika dokter datang, tatapan hati-hatinya malah membuat hati Serena makin cemas,



"Bagaimana kondisinya dokter?", suara Serena gemetar, ketakutan

Dokter itu menarik napas panjang

"Rafi pria yang kuat, sungguh suatu keajaiban dia mampu bertahan sampai sekarang, tetapi kecelakaan itu telah merusak organ dalamnya. Kami berusaha memperbaikinya dengan obat-obatan dan penanganan medis terbaik, tapi hal itu berakibat pada ginjalnya, kami harus mengoperasi ginjalnya Serena",

"Mengoperasi ginjalnya?", Serena mengulang pernyataan dokter itu dengan histeris, "Mengoperasi ginjalnya?! Ya Tuhan!!",

Tubuh  Serena  menjadi  lunglai,  untung  suster  Ana menyangganya,  air  mata mengalir semakin deras dipipinya,

"Apakah... Apakah tidak ada cara lain ...?", Dokter itu menarik napas prihatin,
"Rafi dalam kondisi yang tidak lazim, dia dalam keadaan koma, dan apapun tindakan medis yang kami lakukan padanya memiliki resiko tinggi, Tapi akan lebih  beresiko  lagi  jika  kita  tidak  melakukan  operasi  itu,  operasi  itu  harus dilakukan sesegera mungkin Serena"

Serena menarik napas dalam dalam, dan menatap dokter itu dengan penuh tekad,

"Baik dokter, lakukan operasi itu, apapun agar Rafi selamat", suaranya mulai gemetar, "Berapa biaya yang harus saya siapkan untuk melakukan operasi tersebut dok?",

Seluruh tubuh Serena menegang, tangannya terkepal seolah olah menanti hukuman.

Dokter  itu  menatapnya sedih,  rasa  kasihan  tampak jelas  di  matanya ketika menjawab,

"Untuk prosedur operasi ginjal dan perawatan atas kemungkinan terjadi komplikasi lainnya, kau setidaknya harus memiliki Tiga ratus Juta, Serena",

***


Hujan turun lagi dengan derasnya, bahkan payung itupun tak bisa melindungi dirinya dari percikan air hujan. Tapi Serena tak peduli.

Dimana Dia??!

Serena menatap sekeliling parkiran itu dengan panik, hari sudah gelap dan hampir  tidak  ada orang  di  parkiran  itu,  apalagi  hujan  turun dengan  begitu derasnya sehingga tak akan ada orang yang begitu bodohnya berada diluar ruangan.

Kecuali dirinya sendiri tentunya

Ya Tuhan ... Dimana Dia??!

Serena menatap mobil mercedes mewah yang masih terparkir di tempat parkir direksi yang tak kalah mewah dengan atap yang luas dan posisi yang lebih tinggi sehingga terlindung dari derasnya hujan.

Lelaki itu pasti belum pulang, mobilnya masih terparkir dan semua orang bilang bahwa bos yang satu itu baru pulang setelah lewat jam 8 malam, dan lebih malam lagi pada hari Jumat karena besoknya akhir pekan.

Sekarang hari jumat.

Dan Serena menunggu dengan cemas, bagaimana jika lelaki itu sebenarnya sudah pulang? Jika bukan hari ini, akal sehatnya akan kembali dan dia akan kehilangan keberanian.

Berbagai pikiran buruk berkelebat hingga Serena tidak memperhatikan derasnya hujan yang mulai membasahi tempat-tempat yang tidak terlindung oleh payung kecilnya,

Lalu pintu lobby itu terbuka, dan sosok yang ditunggu-tunggu Serena melangkah keluar.

***

Seorang satpam membawa payung hitam besar dan memayunginya ketika Damian melangkah menyeberangi jalan kecil yang membelah taman menuju parkiran direksi,


Hujan deras membuatnya tidak menyadari kehadiran Serena. Tetapi ketika jarak mereka semakin dekat, Damian menyadari bahwa Serenalah yang berdiri dengan payung mungil ditengah hujan menunggunya, dan mulutnya menegang,

"Wah, ada apa gerangan sampai anda menyempatkan diri menunggu saya disini?",

Sebenarnya Damian sangat geram, tetapi dia menahan diri karena kehadiran satpam yang memayunginya.

"Ssaa...ssaya...ingin bicara dengan anda",

Damian mengernyit menyadari suara Serena yang gemetar dan wajahnya yang pucat pasi, apakah gadis itu kedinginan ? berapa lama gadis itu menunggunya di luar sini?

TIba-tiba dorongan posesif membuatnya ingin meraih gadis itu, memeluknya dan menyalurkan kehangatan tubuhnya.

Damian melangkah ke bawah atap tempat parkir direksi yang menaunginya dari hujan, lalu mengisyaratkan satpam itu untuk meninggalkan mereka.

Setelah Satpam itu jauh, Damian menatap Serena dengan gusar,

"Demi Tuhan!! tidak bisakah kau kemari berlindung di bawah atap ini? Payung itu tak berguna, kau hampir basah kuyup!",

Sejenak Serena ragu, tapi Damian benar, tubuhnya mulai basah kuyup karena hujan deras itu disertai tiupan angin kencang.
Dengan hati-hati, dia melangkah ke bawah atap yang sama dengan Damian. Lelaki    itu    menatapnya    tajam,    sama    sekali    tidak    menyembunyikan
kejengkelannya.

"Apa yang ingin kau bicarakan? Aku ada undangan makan malam, waktuku tak banyak", gumamnya sombong.

Serena menatap Damian penuh tekad meski gemetaran,

"Sa...Saya  menawarkan  diri  kepada  anda,  anda  boleh  memiliki  saya  semau anda".


Damian menyipitkan mata, menahan gumpalan kekecewaan yang menyeruak di hatinya karena semudah dan secepat itu gadis ini menyerahkan diri kepadanya.

"Kau pikir aku masih berminat padamu?", gumamnya mengejek

Wajah Serena pucat pasi, kata-kata Damian bagaikan menamparnya keras. tapi dia bertahan, Demi Rafi, tekadnya dalam hati

"Anda boleh memiliki saya sepenuhnya, saya hanya meminta pembayaran di muka, setelah itu saya tak akan meminta apa-apa lagi",

"Memangnya kau terlibat hutang judi atau apa??!",

Damian membentak keras, gusar karena sikap penuh tekad Serena, dan gusar atas  godaan  dalam  dirinya  yang  tak tertahankan  untuk langsung  menerima tawaran gadis itu. Tapi ketika melihat Serena hampir terlonjak kaget karena bentakannya, spontan Damian melembut,

"Oke, Berapa?"

Serena mengerjapkan matanya mendengar pertanyaan tiba-tiba itu

Damian mendesah tak sabar,

"Cepat katakan berapa kau menjual dirimu, lalu aku akan menawar sebelum mencapai kesepakatan", dengan sengaja dia melirik jam tangannya seolah tak tertarik, "aku tak punya banyak waktu untukmu"

Serena menelan ludah, "Ti..Tiga ratus...juta.."
"Apa?", Damian membelalakkan mata tak percaya.

"Tiga ratus juta", kali ini Serena berhasil terdengar mantap. Damian mengernyit jijik,
"Kau bercanda?! Kau pikir kau pantas dihargai semahal itu??!",

"I..itu pembayaran lunas sepenuhnya, setelah itu anda memiliki saya dan saya tak akan meminta apapun lagi"


"Kau pikir aku bodoh atau apa?", desis Damian, "Bagaimana aku bisa tahu kau tak akan mangkir dari perjanjian ini? Bagaimanapun melakukan pembayaran di muka itu beresiko"

"Kalau begitu anda bisa membuat surat perjanjian yang sah secara hukum untuk mengatur perjanjian ini",

Serena mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan gugup, mulai merasa tidak nyaman dengan situasi ini, mereka mengobrolkan penjualan harga dirinya seolah olah mengobrolkan penjualan barang.

Damian terdiam, tampak menimang-nimang usulan Serena, lalu wajahnya mengeras,

"Tidak, ini konyol, aku sudah tak tertarik, lagipula...", ia memandang Serena dengan tatapan menghina, "Baru tadi siang kau menolakku mentah-mentah dan aku berkata kau pasti akan merangkak memintaku menerimamu, sekarang kau hampir bisa disebut merangkak padaku dalam waktu kurang dari 24 jam",

Damian hendak membalikkan badan meninggalkan Serena, "Lupakan saja, gadis yang terlalu murahan memadamkan gairahku"
Serena langsung panik melihat Damian membalikkan tubuh mengarah ke mobilnya, Tidak!! Oh Tidak !! Laki-laki itu tak boleh menolaknya!! Dialah satu- satunya harapan Serena untuk menyelamatkan nyawa Rafi!!

Dengan setengah histeris, Serena melakukan tindakan yang pasti akan ditentang akal sehatnya jika dia dalam keadaan tak terdesak,

Ditariknya lengan Damian, dan ketika lelaki itu menoleh dengan marah, Serena berjinjit, merangkul kepala Damian dan mencium bibirnya!

Tubuh Damian kaku dengan rasa terkejut dan luar biasa, gadis itu dengan bibir yang lembut mencoba menciumnya dengan membabi-buta, jelas-jelas sangat tidak berpengalaman dan tanpa teknik ciuman yang memadai, tapi tetap saja gairah Damian langsung meledak tak terkendali.

Dengan kasar dirangkulnya pinggang Serena, setengah mengangkatnya agar merapat ke tubuhnya dan diciumnya bibir gadis itu habis-habisan.

Ciuman  Damian  sangat  ganas  dan  penuh  gairah,  dan  gadis  itu  meskipun bersusah  payah,  berusaha  mengimbanginya.  Tubuh  Damian  menegang  dan


terasa nyeri, begitu menginginkan Serena. Dengan erangan yang parau, dia memperdalam ciumannya.

Entah berapa lama mereka berciuman di tempat parkir dengan diiringi derasnya hujan. Damian benar-benar hanyut dalam kenikmatan dan dia menyadari kalau dia tak akan bisa menolak gadis ini.

Damian baru melepaskan ciumannya ketika menyadari napas Serena yang mulai megap-megap.

Mereka berdiri dengan rapat dan Damian masih memeluk pinggang Serena, setengah mengangkat Serena, tangan gadis itu berpegangan pada pundaknya seolah-olah takut terjatuh.

Damian menatap Serena tajam, bibir gadis itu agak bengkak karena tekanan ciumannya yang panas dan habis-habisan, bibirnya pasti juga seperti itu karena rasa panas di bibirnya belum juga hilang,
Well cium saja aku dan aku akan terbakar, geram Damian dalam hati, Dengan kaku diturunkannya pinggang Serena, lalu dilepaskan pegangannya, "Baik, aku  akan membayarmu, besok pagi kau akan mendapatkan uang itu
beserta surat perjanjian yang harus kau tandatangani",

Damian menatap Serena geram, lalu membalikkan tubuhnya menuju mobilnya, "Masuk ke mobil! malam ini aku akan mencoba barang yang sudah kubeli".

***



Serena melirik Damian agak ketakutan ketika lelaki itu membelokkan mobilnya ke areal hotel berbintang lima. Lelaki itu sama sekali tak mengajaknya bicara. Dia menyetir mobil dengan tenang tetapi rahangnya menegang seperti menahan marah. Apakah lelaki itu akan berbuat kasar padanya untuk melampiaskan kemarahannya?

Tadi siang dia sudah menghina lelaki itu dan dia menyadari bahwa ego seorang lelaki sangat mudah terluka. Dia ketakutan kalau Damian akan melampiaskan kemarahannya dengan kasar, dia tidak pernah disentuh lelaki sebelumnya selain ciuman dan pelukan dari Rafi yang tidak pernah melebihi batas.


Apakah dia harus memberitahu Damian kalau dia masih perawan? Lelaki itu dari awal sudah beranggapan dia murahan, bagaimana jika...

Serena terlonjak ketika pintu terbuka, ternyata Damian sudah keluar dari mobil dan membukakan pintu penumpang,

Lelaki itu mengernyit ketika melihat wajah Serena yang pucat pasi,

"Ayo", gumamnya kaku, dan meraih tangan Serena untuk membantunya keluar dari mobil.

Setelah Damian menyerahkan kunci mobilnya kepada petugas hotel untuk diparkir, mereka berjalan bersisian memasuki lobby hotel yang sangat mewah.

Resepsionis hotel menerima mereka dengan ramah dan memberikan kartu kamar yang dipilih Damian,

Bahkan di dalam liftpun mereka lewati dengan keheningan.

Kamar itu begitu luas dan sangat mewah sehingga Serena terpaku sambil terkagum-kagum akan keindahan interiornya.

Damian hanya berdiri di sana menatapnya,

"Kau pasti belum makan, aku akan memesan makan malam di kamar", lalu lelaki itu melirik Serena dengan sinis, "sementara itu, kupersilahkan kau mandi duluan, badanmu basah, kau bisa mandi dengan air hangat"

"Ta...tapi, saya tidak membawa baju..."

Damian sengaja menatap Serena dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan begitu intens sehingga wajah Serena merah padam.

"Aku akan  memesan  pakaian di  butik  kenalanku, besok  pagi  pesanan  akan diantarkan kemari. Bajumu yang basah letakkan ditempat yang disediakan di kamar mandi, petugas hotel akan mengambilnya untuk di laundry, sementara itu....",

Damian sengaja menggantung kalimatnya dengan penuh arti, "malam ini kau tak perlu repot-repot memikirkan baju, toh kau tak akan sempat mengenakannya",

Kalau wajah Serena bisa lebih merah padam lagi, itu akan menunjukkan betapa malunya dia dengan kata-kata vulgar Damian.


Setelah menggumamkan beberapa kalimat tak jelas dengan gugup, Serena setengah berlari menuju kamar mandi.

Di dalam kamar mandi Serena merasa sedikit aman, disandarkannya punggungnya ke pintu dan dicobanya menarik napas dengan normal. Dia takut pada Damian, lelaki itu seperti seekor singa yang menemukan domba lemah, lalu memutuskan untuk bermain-main dengannya dulu sebelum memakannya.

Serena melangkah telanjang ke kamar mandi lalu menyiram tubuhnya yang letih dan kedinginan karena kehujanan dengan shower air panas,

Setelah selesai mencuci rambutnya, Serena menyandarkan kepalanya di tembok dan membiarkan punggungnya yang pegal tersiram shower air hangat.

Dia takut menghadapi masa depan dan ketika membayangkan Rafi, air matanya menetes, mengalir bersama siraman shower,

Maafkan aku Rafi, setelah ini mungkin aku akan menjadi wanita kotor dan tak pantas untukmu, tapi hatiku tetap milikmu.

***

Ketika selesai membasuh muka dan menggosok gigi, Serena memandang bayangan dirinya dicermin, keadaannya sudah lebih baik pipinya sudah tidak pucat lagi, sudah ada rona merah disana setelah mandi air hangat.

Ketukan di pintu hampir membuat tubuh Serena melonjak,
"Kau lama sekali, apa kau baik-baik saja disana?", tanya Damian tak sabar, "Yyaaa...sebentar  lagi  saya  selesai",  Serena  menjawab  sambil  mengedarkan
pandangan ke sekeliling,

Apakah aku harus keluar dari kamar mandi dalam keadaan telanjang??

Matanya menatap tumpukan baju kotornya memikirkan kemungkinan mengenakan bajunya lagi, dan membayangkan mengenakan baju yang hampir basah kuyup itu membuatnya begidik.

Senyumnya muncul ketika menemukan tumpukan handuk berwarna biru tua di lemari samping wastafel, dan dia beruntung, bukan hanya handuk, tapi dia menemukan sepasang jubah mandi dengan warna yang sama. Yang satu berukuran besar dan yang satu berukuran kecil.





Dikenakannya  jubah  mandi  ukuran  kecil  yang  masih  kebesaran  ditubuhnya sambil mengernyit, bahkan perlengkapan kamar mandi ini seperti sengaja ditujukan  untuk pasangan,  sepasang  jubah  mandi,  sepasang sikat gigi,  dan sepasang handuk.

Ditatapnya   bayangannya di cermin, wah lumayan, lebih dari lumayan malah, jubah itu menutup rapat dadanya dan karena kebesaran, panjangnya hampir mencapai mata kaki, dia kelihatan cukup sopan meski sebenarnya tidak mengenakan apa-apa lagi di balik jubah mandinya.

Ketika Serena keluar dari kamar mandi, Damian sedang memberikan instruksi pada pelayan hotel yang menata makan malam di meja. Lelaki itu hanya mengangkat alis melihat akal Serena memakai jubah mandi,lalu memberikan tips pada pelayan sebelum dia pergi.

"Duduklah, makan dulu",

Gumam Damian mulai santai sambil menunjuk kursi di depannya,

Serena duduk dengan gugup di kursi dan menatap makanan yang tersaji di meja. Air liurnya langsung terbit melihat sajian yang kelihatannya lezat itu, ada sup krim yang sangat panas yang pasti rasanya sangat nikmat untuk orang yang habis basah kuyup kehujanan, lalu daging panggang dengan bumbu keju dan saus yang sangat menggunggah selera, salad buah-buahan dan cokelat panas yang pasti untuknya, karena Damian sudah menyesap kopinya.

Lelaki itu dengan penuh perhatian menuangkan sup di mangkuk dan menyodorkannya pada Serena.

Serena menatap Damian ragu, dan untuk pertama kalinya hari itu, Damian tersenyum lembut padanya,

"Ayo makan, aku tahu kau lapar, aku sendiri lapar sekali."

Mereka mulai makan dalam keheningan, dari sudut matanya, Serena dengan hati-hati melirik Damian dan menyadari lelaki itu mulai santai, jasnya sudah dilepas dan kancing kemejanya dibuka dua dengan dasi yang sudah dibuka ikatannya.meskipun begitu, cara makannya sangat elegan hingga membuat Serena malu.

"Serena?",


Suara itu menembus lamunannya dengan keras hingga membuat Serena hampir melonjak karena terkejut.

Matanya mengerjap menatap Damian, "a...apa?"
"Kau hanya mengaduk-aduk supmu, apa tidak enak?"

Dengan terburu-buru Serena menyuap sesendok sup dan menelannya, "Ti..tidak, ssayaa hanya sedang berpikir"
Damian tersenyum, lalu sekali lagi menatap jubah tidur Serena,

"Pintar sekali kau memakai jubah itu, jadi kau tak perlu tampil telanjang di depanku"

Komentar yang diucapkan dengan santai itu hampir saja membuat Serena tersedak, pipinya langsung merona merah.

Damian menyesap kopinya sambil tetap memandang Serena, lalu meletakkan cangkirnya,

"Oke, giliranku mandi, makanlah sepuasmu,lalu taruh saja disitu aku akan menelpon pelayan untuk membereskannya 30 menit lagi",

Dengan santai lelaki itu melenggang ke dalam kamar mandi,

Setelah menyesap cokelatnya, Serena tidak tahu harus mengerjakan apa lagi, jadi dia duduk di pinggir ranjang dan menyalakan televisi,

Beberapa saat kemudian pelayan datang dengan sopan dan membereskan makanan mereka. Serena hanya terdiam agak malu karena menyadari keadaannya yang hanya mengenakan jubah mandi.

Detik-detik berlalu dan terasa begitu mencekam bagi Serena, sangat kontras dengan Damian yang sedang di kamar mandi, lelaki itu mandi dengan santai, bahkan Serena mendengar lelaki itu bersenandung di shower.

Ketika Lelaki itu keluar dari kamar mandi, Serena sudah hampir tertidur di atas ranjang, pertarungan batin yang bertubi-tubi sudah membuat jiwa dan raganya kelelahan, sehingga berdiam diri berbaring di atas ranjang yang nyaman itu membuatnya merasa sangat mengantuk.



Damian mengernyit sambil mengencangkan tali jubah mandinya, ditatapnya Serena yang berbaring miring membelakanginya dengan posisi meringkuk seperti janin di dalam kandungan, pemandangan itu membuat hatinya terasa sakit, entah kenapa, seperti ada dorongan untuk merengkuh gadis itu dan melawan seluruh dunia demi dirinya.

Kernyitan  Damian  semakin  dalam,  tidak  pernah  dia  merasa  seperti  itu sebelumnya pada seorang perempuan, gadis ini telah membangkitkan semacam hasrat liar yang selama ini tersembunyi rapat-rapat dalam jiwa Damian, dan bukan hanya hasrat tapi dibarengi oleh rasa obsesif dan posesif yang mendalam.

Tidak!! geram Damian dalam hati, hasrat ini tidak boleh sampai membuat dirinya lemah, dia harus menunjukkan siapa yang berkuasa.

Dengan  pelan  Damian  naik  ke  ranjang  dibelakang  Serena  yang memunggunginya, lalu diraihnya pundak Serena, gadis itu terperanjat karena dibangunkan dari kondisi tidur-tidur ayamnya, dengan mata yang masih sayu setengah tidur ditatapnya Damian.

Damian melihat sekelumit ketakutan didalam mata itu, dan dengan sedikit kasar dibaliknya tubuh Serena menghadap dirinya,

“Aku membayar kamar di hotel ini bukan hanya untuk tidur”, geramnya parau lalu dikecupnya bibir Serena,

Dan......meledaklah, Damian merasa hasrat langsung membakar tubuhnya sekaligus,   menghanguskannya,   sejenak   dia   merasa   ragu   melampiaskan hasratnya  seratus  persen  karena  dirinya  cenderung  kasar  ketika  sangat berhasrat, tapi mengingat bagaimana Serena menawarkan diri padanya hanya demi uang dan goresan rasa kecewa yang nyeri di hatinya karenanya membuat Damian tak peduli lagi, toh gadis ini pasti sudah berpengalaman dan mungkin sudah lebih dari sekali dia menjual dirinya demi uang. Tapi benarkah gadis itu sudah berpengalaman?

Damian teringat ciuman Serena yang tanpa teknik memadai di tempat parkir tadi. Tidak!! putusnya dalam hati, mungkin gadis itu hanya tidak pandai berciuman, Seorang pelacur harus diperlakukan seperti pelacur!!.

***

 

No comments:

Post a Comment