Wednesday, August 19, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 3



Serena masih terkejut ketika tiba-tiba saja tubuhnya dibalik dan dicium habis- habisan, dia masih setengah tertidur tadi dan benar-benar tak berdaya, Damian


sudah melampiaskan hasratnya tanpa ditahan-tahan, ciuman-ciumannya tanpa jeda seolah-olah lelaki itu tak tahan sedetikpun tidak berciuman dengannya.

Ketika Damian mengangkat kepalanya, matanya berkabut, pupil matanya membesar  terlihat  kontras  dengan  iris  matanya  yang  berubah  menjadi  biru pucat,

“aku ingin bercinta, aku ingin memasukimu...Ah kau tidak tahu betapa aku...“, suara Damian tersengal, lalu melumat bibir Serena lagi dengan membabi buta,

Kata-kata vulgar Damian itu membuat pipi Serena merona malu. Tidak terbayangkan, dia, perempuan yang tidak pernah intim dengan lelaki manapun, sekarang terbaring dengan jubah mandi yang sudah acak-acakan, ditindih oleh lelaki yang mungkin sampai beberapa hari yang lalu tidak dikenalnya dengan baik.

Tangan Damian menelusup di balik jubah mandinya, menemukan payudaranya yang hangat dan lembut, lalu meremasnya. Sedikit terlalu bergairah sehingga Serena mengerang.

Damian menghentikan gerakannya, lalu menatap Serena lembut, “Sakitkah?”, bisiknya parau
Serena terpaku, suaranya seakan tertelan di tenggorokan, bagaimana dia harus menjawabnya?

Tetapi Damian tidak memerlukan jawaban, lelaki itu tersenyum, lalu menggerakkan tangannya lagi menyentuh payudara Serena, dengan ahli dia menyingkirkan jubah mandi Serena yang menghalangi, dan menemukan keindahan ranum di baliknya,

“Oh Indahnya”, bisik Damian serak, membiarkan Serena memalingkan muka dengan malu dibawah tatapan tajam dan memuja lelaki itu.

Lalu bibir Damian yang panas menelungkupi puting payudaranya, lidahnya bermain di sana terasa panas, membakar seluruh tubuh Serena, membuatnya terpaksa merintih. Bingung dengan gejolak yang menyebar di seluruh tubuhnya. Damian begitu ahli sedang Serena sama sekali tidak berpengalaman, dan lelaki itu tampaknya tidak merasa perlu menahan dirinya.

Entah kapan, mereka sudah telanjang bersama di atas tempat tidur itu, Tubuh
Damian  yang  keras,  melingkupi  tubuh  Serena  yang  mungil  di  bawahnya,


menggodanya, menggeseknya dengan kekuatannya, membawa gairah Serena makin naik, sedikit demi sedikit ke puncaknya.

Kemudian Serena merasakan kejantanan Damian, yang tidak terhalang apapun menyentuh pusat dirinya. Pelan, tapi membuatnya terkesiap. Serena membuka matanya yang terpejam, menatap Damian di atasnya. Lelaki itu menatapnya dengan tajam, matanya berkabut, napasnya terengah, dan sejumput rambut tampak jatuh di dahinya, membuatnya tampak begitu liar.

“Ah, ya manis...Kau pasti akan sangat menyukainya”, geram Damian pelan, lalu mulai mendorong, menekan dan menyentuh Serena, Kau sudah siap”, erang Damian, Kau sudah basah dan panas, siap untuk diriku...

Jantung Serena berdegup kencang, beriringan dengan detak jantung Damian yang bahkan lebih parah. Dengan perlahan, Serena memejamkan matanya, melepaskan hatinya, Demi kamu Rafi, bisiknya dalam hati bagaikan mantra yang menyelamatkan jiwanya.

Ini adalah sensasi baru bagi Serena, merasakan kejantanan seorang lelaki yang mencoba memasukinya, menyatu dengannya. Rasanya panas dan membuat seluruh saraf ditubuhnya menggila, membuatnya begitu sensitif oleh kebutuhan yang sampai saat ini tidak pernah diketahuinya, kebutuhan untuk mencapai puncak.

Hingga rasa sakit yang menyengat tiba-tiba menyentakkannya ke alam sadar, Serena mengerang kesakitan, tubuhnya mengejang, dengan panik dicengkeramnya pundak Damian dan menggeleng-gelengkan kepala ketakutan atas usaha Damian untuk menyatu semakin dalam dengannya.

***

Dan  ketika  merasakan  sesuatu  yang  menghalanginya,  mendengar  erangan Serena yang jelas-jelas kesakitan serta pandangan ketakutan yang membayangi mata Serena, Damian sadar bahwa semua prasangkanya itu salah, meski tetap tak bisa menjelaskan kenapa Serena dengan mudahnya menjual dirinya, tapi ini sudah menunjukkan bahwa Serena bukan wanita gampangan, Damian adalah lelaki pertamanya.

Menyadari kesakitan yang mendera Serena, Damian mengalihkan perhatian Serena denga cumbuannya dengan segenap keahliannya, rasa senang tak tertahankan  membanjiri  pikirannya  ketika  menyadari  dirinya  adalah  lelaki pertama gadis itu.


Diciumnya bibir Serena dengan lembut, bibir ranum yang sekarang menjadi miliknya. Napas Serena terengah-engah dan Damian melihat di matanya, ada ketakutan dan kesakitan. Damian tidak pernah bercinta dengan perawan sebelumnya, dia tidak tahu seperti apa rasa sakitnya, dia tidak mengerti bagaimana meredakannya. Tetapi Damian tidak suka melihat rasa sakit itu mendera di mata Serena,

“Sssh...Sayang, aku tidak bermaksud menyakitimu”, Dengan lembut Damian menelusurkan tangannya di sisi tubuh Serena, lalu berhenti di pinggul Serena, menahan pinggangnya yang sedikit meronta, mencegah tubuh mereka yang sudah setengah menyatu supaya tidak terpisah, Mungkin akan sedikit sakit tapi semua akan baik, tubuhmu akan menerimaku seutuhnya...”, Suara Damian terhenti ketika dia mendorong dengan kuat, menembus batas keperawanan Serena dan menyatukan tubuhnya sepenuhnya dengan Serena.

Serena berteriak kencang merasakan pedih yang amat sangat ketika Damian menembusnya, jemarinya tanpa sadar mencengkeram pundak Damian dengan keras. Tetapi Damian tidak berhenti karena dia sadar kalau dia berhenti dia akan menyakiti Serena. Dengan perlahan, Damian menggerakkan tubuhnya. Oh Tuhan
! Sekujur tubuhnya terasa nyeri menahan diri. Serena terlalu rapat, terlalu basah, terlalu panas, mencengkeram tubuhnya di bawah sana. Dia hampir-hampir tidak tahan dan  dorongan  untuk  memuaskan  diri  dengan  brutal  di  tubuh  Serena semakin menyiksa.

Tetapi Damian sadar, ini pengalaman pertama bagi Serena, dia harus membuatnya seindah mungkin, dia tidak boleh menyakiti Serena. Karena itu sambil menggertakkan diri menahan gairahnya, Damian mencoba bergerak selembut mungkin, menarik tubuhnya pelan dari balutan sutra basah dan panas itu, untuk kemudian menghujamkannya lembut. Lagi dan lagi.

Lalu ketika desah napas Serena menjadi pendek-pendek serta pegangannya pada pundak Damian makin kencang, Damian sadar, dia telah membuat Serena mencapai orgasme pertamanya. Pemandangan ekspresi wajah Serena saat itu sungguh tak tergantikan, mendorongnya terlempar menuju puncak kepuasan yang sangat tinggi, sangat tak tertahankan seolah-olah dunia melededak dibawahnya. Dan Damian benar-benar meledak di dalam tubuh Serena.

Orgasme ini terasa begitu dasyat, sebuah pelepasan dari akumulasi gejolak yang ditahannya selama ini. Kenikmatan yang luar biasa ini membuat Damian merasa sedikit sesak napas,seolah olah dia terhanyut dalam pusaran gairah yang tak tertahankan terus menerus menghantamnya tanpa henti,erangan parau keluar dari bibirnya ketika dia menenggelamkan wajahnya dalam-dalam di sisi leher Serena.


Ketika usai, mereka berbaring berpelukan sambil berusaha menormalkan napasnya.

"Wow"

hanya itu yang terlintas dipikiran Damian, dan dia tak sadar telah mengucapkannya keras setelah menyadari rona merah yang merayap di leher Serena.

Dengan lembut dikecupnya leher Serena,,,diangkatnya kepalanya, dan mereka bertatapan,  mata  biru  yang  tajam,yang  agak  berkabut  setelah  mencapai orgasme terhebat sepanjang eksistensi kehidupannya bertemu dengan mata hitam yang berkaca-kaca.

"Apakah kau...", Damian berdehem ketika menyadari suaranya sangat parau,"apakah kau baik-baik saja?"

Serena tampak tidak tahan ditatap dengan sedemikian intens apalagi dalam posisi yang sangat intim, dipalingkannya kepalanya setelah mengangguk pelan.Damian menarik napas pelan, kemudian dengan hati-hati, sangat berhati- hati, dia mengangkat tubuhnya dari atas Serena dan bergeser ke samping, menyadari kernyitan tidak nyaman di wajah Serena ketika dia menarik diri.

Tanpa sadar Damian bersikap begitu lembut, sikap yang tidak pernah ditunjukkannya ketika usai bercinta dengan wanita-wanita yang lain.

Direngkuhnya tubuh mungil Serena, diletakkannya kepalanya di lengannya, gadis itu tampak pasrah, mungkin sudah terlalu lelah, kasihan, kasihan Serenanya yang masih suci. Ternyata selama ini dia salah paham, gadis ini benar-benar masih suci.

Kepuasan  seksual  yang  luar  biasa  masih  mempengaruhi  pikirannya  yang berkabut, tangannya dengan santai mengelus punggung Serena yang bergelung dipelukannya, sampai lama kemudian disadarinya pundak Serena berubah santai dan napasnya mulai teratur pelan. Gadis itu tertidur. Damian mengatur posisinya dengan lebih nyaman. tak pernah sebelumnya dia seintim ini setelah bercinta, gadis ini benar-benar mempengaruhinya...

***

Serena merasakan seluruh tubuhnya sakit dan pegal. Dengan mengerutkan dahi dia mencoba menggerakkan badannya. Oh...memang pegal sekali rasanya, pelan pelan dibukanya matanya, cahaya kamar masih tampak redup, suasana kamar terasa sejuk dan menyenangkan,



"Selamat pagi"

Sapaan itu begitu mengejutkan, menembus kesadarannya yang masih berkabut, hingga badan Serena terlonjak duduk,lalu selimutnya turun sampai ke pinggang dan barulah Serena menyadari kalau dia telanjang. Dengan gugup ditariknya selimut menutup dadanya. Matanya langsung bertatapan dengan Damian yang duduk disofa,tepat dihadapannya. Sedikit senyum tersirat di sana melihat kegugupan Serena.

Sekali lagi Serena benar-benar malu, Damian sudah tampil sangat rapi dan elegan  dengan  pakaian  santai  dan  sedang  menyesap  kopi  sambil  membaca koran paginya, penampilannya benar-benar sempurna di pagi hari, sedangkan Serena....Astaga, jam berapakah ini?

"Ini masih pagi sekali, masih gelap, tadi aku bangun dan memutuskan mandi air dingin, kalau tidak aku tidak akan bisa menahan diri untuk membangunkanmu dan bercinta lagi denganmu",

Suara lelaki itu datar seperti sedang membicarakan acara televisi favoritnya, tak dipedulikannya wajah Serena yang memerah.

"Bukannya aku tidak bisa, tapi sepertinya aku harus menghormati virginitasmu yang baru hilang",

Tatapan  Damian  berubah  tajam,  seperti  yang  selalu  dilakukannya  di  saat meeting di saat dia membuat lawan-lawan bisnisnya mengekeret ketakutan.

"Kenapa  kau  yang  masih  perawan  itu  bisa  dengan  mudahnya  menjual  diri padaku? Apa tujuanmu sebenarnya"

Tanya Damian tanpa ampun.

Serena duduk disana dalam kondisi paling tidak siap dan Damian melemparkan pertanyaan paling sulit untuk di jawab, apakah laki-laki itu sengaja?

Tentu saja Damian sengaja! Seru Serena dalam hati, lelaki seperti dia tak akan sesukses ini dalam bisnis jika tidak tahu cara menyerang lawannya di titik lemah.

Sekarang dia harus menjawab apa? Serena benar-benar kebingungan. Kalau dia menceritakan seluruh kisahnya, akankah Damian percaya? Lagipula dia tidak ingin melibatkan Rafi disini, jangan sampai Damian tahu tentang Rafinya, dia harus melindungi Rafi dari lelaki kejam seperti Damian, siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Damian kepada Rafi hanya untuk memerasnya nanti?



Dengan tegar Serena menegakkan dagunya,

"Saya rasa alasan saya melakukan ini bukan urusan anda, yang penting saya tidak akan merugikan diri anda."

Rahang Damian mengeras mendengar jawaban Serena tadi. Sejenak tadi dia merasa Serena patut diberi kesempatan, mungkin saja Serena melakukan itu untuk membiayai saudaranya atau apa, Tetapi ternyata dia salah, bodohnya dia, wanita dimanapun sama saja.

Serena mungkin hanya menunggu kesempatan untuk menjual keperawanannya dengan harga mahal, bukan bermaksud menjaganya. Bodohnya dia sempat berpikir untuk mempercayai gadis itu.

"Oke, bussiness is bussiness, aku tidak akan bertanya lagi tentang tujuanmu, asal jangan sampai kau merugikanku...", mata Damian menyipit kejam, "kalau kau berani berani melakukannya, aku akan membuatmu menderita."

Serena  tanpa  sadar  beringsut  menjauh,  ketakutan  dengan  nada  suara  dan tatapan kejam Damian.

Tiba-tiba  saja  laki-laki  itu  berdiri  dari  duduknya  setelah  membanting  gelas kopinya di meja,

Serena  menatap  lelaki  itu  dengan  cemas,  apa  yang  salah  dari  ucapannya? Kenapa lelaki itu tampak begitu marah padanya?

Damian melirik jam tangannya,

"Aku sudah membuat janji dengan pengacaraku tiga jam lagi,  akan kubuat kontrak hitam di atas putih atas perjanjian jual beli kita ini, dan selama aku menunggu jam itu.....",

Mata Damian menelusuri tubuh Serena yang berusaha menutupinya dengan selimut. Tatapan matanya sangat melecehkan.

"Well kurasa sudah cukup kan penghormatanku atas virginitasmu?"

Lalu Damian naik ke ranjang dan merenggut tubuh Serena. Membawanya ke tempat  tidur  bersamanya.  Kali  ini  tidak  ada  kelembutan.  Lelaki  itu  tidak menahan-nahan diri lagi. Dan dia sudah siap. Dengan kasar dibukannya paha Serena dan tanpa basa basi dia menyatukan tubuhnya dengan Serena, yang entah kenapa sudah siap menerimanya.



Damian menyatukan tubuhnya dalam-dalam, sebuah erangan nikmat lolos dari mulutnya ketika dia merasakan kenikmatan yang menyengat, lelaki itu menatap Serena, antara bingung dan marah tercampur di dalam matanya,

Kau...Sungguh membuatku tergila-gila”, Erangnya kasar sebelum bergerak dengan begitu ahlinya, membawa Serena menuju puncak kenikmatan.

***

Serena menatap tubuh telanjangnya di cermin, air panas mengalir dari pancuran menimpa tubuhnya, kamar mandi itu beruap, sehingga bayangan tubuhnya terpantul samar-samar di cermin.

Tadi Damian tidak lembut, well meskipun tidak sampai menyakitinya, tetapi lelaki itu berbeda dari semalam, gairahnya liar dan tidak ditahan-tahan lagi, meluap- luap  seolah  olah  sudah  bertahun-tahun  laki-laki  itu  tidak  melampiaskan hasratnya.

Tapi  itu  tidak  mungkin  kan?  Serena  tanpa  sengaja  mengerutkan  dahinya, Damian terkenal  suka gonta ganti  perempuan, parempuan  yang dipacarinya selalu setipe, cantik bagaikan boneka, langsing, dari kelas atas dan terkenal, entah itu model, artis dan kebanyakan orang luar. Semua wanita itu rela menyerahkan dirinya pada Damian dengan sukarela.

Desas desus berkembang bahwa Damian kekasih yang sangat bergairah dan murah hati, tetapi tidak tanggung-tanggung mendepak pasangannya dengan kejam,  karena dia tak pernah memakai hati dalam berhubungan.

Kekasih  terakhir  Damian,  yang  kemarin  baru  digandengya  dalam  acara pernikahan seorang anak direksi adalah artis film yang sedang naik daun, keturunan indo Jerman yang sangat cantik bernama Shanon, tubuhnya tinggi langsing semampai dengan rambut cokelat bergelombang yang sangat halus bagaikan sutera,kulitnyapun tak kalah halusnya sepertu buah peach dan dia tampak sangat serasi, bergelayut manja di lengan Damian dengan tatapan memuja.

Apakah Damian juga akan melecehkan Shanon seperti melecehkanku? Apa yang akan dilakukan Shanon jika dia mengetahu semua ini? Tidak, apa yang akan dikatakan semua orang?

Serena mengernyit melihat bekas bekas ciuman memerah di pundak dan sekitar buah  dadanya.  Damian  lelaki  yang  suka  meninggalkan  tanda.  Seperti  singa


jantan yang menandai betinanya, Serena tahu lelaki itu sengaja meninggalkan bekas-bekas ciuman di tubuhnya....bahkan ada yang di sekitar pinggulnya....

Astaga...apa yang telah kulakukan ya Tuhan? Apakah aku sudah melakukan keputusan yang paling  benar?  Serena sudah tidak  dapat  menangis  lagi,  air matanya sudah habis dan hatinya sekarang terasa amat hampa.

Dengan pelan Serena meraih handuk dan mengeringkan tubuhnya lalu meraih jubah mandi yang tadi ditemukannya tergeletak di karpet, sepertinya Damian semalam melemparkannya ke lantai.

Dengan langkah pelan Serena keluar dari kamar mandi, bingung mau berbuat apa, dan bertanya-tanya dimanakah pakaiannya sekarang?

Tatapannya  menuju  ke  arah  sofa,  di  situ  ada  kemasan  pakaian.  Serena melangkah dan mengambil kemasan itu, ya, ini pakaian wanita, masih baru, dari butik ternama lengkap dengan pakaian dalamnya...Apakah ini untuknya? Serena memegang kemasan itu dengan ragu.



Tapi  dia  juga  tak  mungkin  memakai  jubah  mandi  dalam  kondisi  telanjang seharian kan?

Dengan hati-hati Serena membuka kemasan itu, sebuah gaun santai berwarna merah muda dari bahan yang sangat halus, apakah ini sutra? Dan pakaian dalam senada, Serena melihat ukurannya dan semuanya pas, Damiankah yang memesaannya?

Dengan gerakan pelan dan tanpa menimbulkan suara Serena memakai pakaian itu, gaunnya terasa sangat nyaman menempel ditubuhnya, sebuah gaun santai satu potong sepanjang bawah lutut yang sangat elegan.

Setelah  itu  selama  beberapa  lama  Serena berdiri  ditengah  kamar  itu  tanpa berbuat apa-apa.

Pandangannya mengarah ke arah ranjang yang seperti habis diserang badai,

Dan tubuh Damian terbaring disana, punggungnya tampak kecokelatan terlihat di balik selimut kamar yang putih bersih.

Lelaki itu berbaring tengkurap salah satu lengan membingkai kepalanya, dan tubuhnya diam tak bergerak,


Kepalanya terbaring miring di atas bantal. Serena mendekat pelan kesisi ranjang tempat Damian berbaring, wajahnya tampak damai sekali, kalau sedang tidur, dia tak tampak berbahaya.

Serena melirik ke arah jam dinding, satu jam lagi, seperti yang dikatakan oleh Damian tadi, dia ada janji dengan pengacaranya....haruskah Serena membangunkannya?   Tapi   bagaimana   nanti   kalau   Damian   marah   dan menuduhnya berani mengganggunya karena ingin segera mendapatkan uang pembayaran? Bukannya Serena tidak ingin segera mendapatkan uang itu, Semakin cepat dia bisa membayar ke rumah sakit, semakin cepat Rafi bisa dioperasi. Tetapi Damian sudah cukup banyak memandang rendah dan melecehkannya...

Tiba-tiba handphone Damian yang diletakkan di meja samping ranjang berbunyi keras, membuat Serena hampir terlonjak karena terkejut.

Tubuh  Damian  bergerak  dan  mata  biru  yang  tajam  itu  terbuka,langsung menatap Serena. Meski baru bangun tidur, rupanya Damian tipe lelaki yang langsung terjaga sepenuhnya detik itu juga.

Matanya langsung menelusuri tubuh Serena dari atas ke bawah tanpa satu incipun terlewatkan, tersenyum puas melihat penampilan Serena dengan baju barunya.
"Ternyata pilihanku tepat", desisnya parau sambil mengangkat telephone. Telephone itu dari pengacaranya. Damian menyuruh Pengacara itu menunggu di
restoran hotel satu jam lagi.

Ketika Damian meletakkan telephonnya, Serena masih berdiri diam di tempatnya semula, tak tahu musti mengatakan apa.

"Pengacara akan datang sejam lagi", dengan santai Damian berdiri dari ranjang, tak peduli  dengan ketelanjangan tubuhnya, dan mengangkat alis tersenyum melihat Serena memalingkan muka.

Dengan sengaja dia mendekat berdiri di depan Serena dan mengangkat dagu
Serena agar menghadapnya,

"Kenapa manis? Kau malu melihatku telanjang? Bukankah kita sudah menghabiskan waktu berjam-jam telanjang bersama?"

Wajah Serena merah padam, tapi dia tidak berkata apa-apa.


Damian mendengus lalu melepaskan Serena dan melangkah ke kamar mandi.

"Bagus kau sudah siap. Aku akan mandi setelah itu kita sarapan, lalu kita akan tandatangani kontrak perjanjian, setelah itu kau akan mendapatkan uangmu"


Chapter 4

No comments:

Post a Comment