Wednesday, August 19, 2015

A Romantic Story About Serena - Chapter 4



Serena mengaduk-aduk supnya dengan pikiran menerawang, dia memikirkan Rafi, kemarin sore dia meninggalkannya dan menitipkannya pada suster Ana, sore ini dia harus menjenguknya. Bagaimana kondisi Rafi? dia habis mengalami serangan, bagaimana kalau dia mengalami serangan lagi?

Damian menatap Serena dari seberang meja, apa yang dipikirkan gadis itu? Kenapa dia tampak begitu tidak bahagia? Bukankah dia baru saja mendapatkan uang dalam jumlah banyak yang bebas digunakannya melakukan apapun?

Ataukah dia menyesal sudah menyerahkan diri padaku??? Pikiran buruk itu tiba- tiba   menyergap   otaknya.   Dalam   Kapasitas   apa   dia   menyesali   sudah menyerahkan diri padaku?

Damian menggertakkan giginya, seharusnya wanita ini Bangga, aku, Damian Marcuss, orang yang sangat kaya dan berasal dari keturunan keluarga kaya terpandang di negaranya, yang bisa mendapatkan wanita manapun yang dia mau, bersedia menidurinya!

Damian memikirkan semua keputusannya semalam. Ternyata ini bukan obsesi mau pun kegilaan sesaat, ternyata bahkan setelah percintaan marathon mereka semalam dan tadi pagi, dirinya masih menginginkan Serena. Amat sangat menginginkannya malahan, Setelah hasratnya terpuaskan pada tubuh Serena, bukannya semakin reda dia malahn makin ingin dan ingin lagi, gadis itu begitu polos tapi menggairahkan dan di dalam otaknya ini penuh dengan hasrat untuk mengajari gadis itu bagaimana cara memuaskannya.

Dengan  kesal  dia  mengutuk  pemikirannya  itu,  apakah  aku  sudah  menjadi seorang maniak seks?

Damian memikirkan jeda sejenak tadi, ketika dia menghubungi Ferdy pengacara kepercayaannya dan menyatakan niatnya serta minta dibuatkan draft surat perjanjiaannya. Ferdy adalah pengacara kepercayaannya sejak dulu, sekaligus sahabatnya.

Lelaki indonesia ini telah menempuh pendidikan hukum di Jerman, dan disanalah mereka berkenalan. Beberapa tahun kemudian, setelah Ferdy pulang ke indonesia, dia membangun karir menjadi pengacara yang hebat. Dan ketika


Damian memutuskan memimpin cabang di indonesia, mereka bertemu lagi, lalu menjalin kerjasama kerja sekaligus persahabatan.

Damian tahu Ferdy tidak akan bertanya apapun yang tidak perlu tentang keputusannya. Lelaki itu sudah terbiasa dengan keputusan dan rencana-rencana bisnis Damian yang ekstrim.

Tetapi saat Damian membicarakan hal tersebut, ada kecemasan dalam suara
Ferdy,

"Kau yakin? Ini memang surat jual beli, tapi ini ekstrin Damian, jual beli manusia, jual beli pelayanan seks. kau bisa dibilang melanggar hukum malahan kalau suatu saat nanti terjadi masalah, apalagi mengingat kau warga negara asing"

Damian tersenyum, Serena tidak akan berpikir sejauh itu, bukannya gadis itu bodoh, tapi dia terlalu polos, entah kenapa Damian percaya bahwa Serena akan menepati janjinya.
"Buat saja Ferdy, selanjutnya biar aku yang menanggung", gumamnya yakin. Ferdy tidak mengatakan apa-apa lagi, tetapi Damian yakin lelaki itu menunggu
sampai mereka bertatap muka baru dia akan mengajukan pertanyaan mendetail.
Ferdy adalah lelaki yang sangat analisis, Damian menahan senyumnya.

Pikirannya kembali ke masa sekarang, dan menatap Serena yang seolah tidak selera makan,

"Kenapa  kau  tidak  memakan  makananmu?",  desis  Damian,  hanya  sebuah desisan dan Serena terlonjak kaget, apakah dia sebegitu menakutkannya bagi Serena.

"Mr.  Damian",  Serena menyebutkan  nama Damian  dengan  pelan,  di telinga
Damian suaranya terdengar begitu merdu bagaikan ajakan bercinta."

"Sesuai perjanjian kemarin, aku akan selalu ada kapanpun kamu membutuhkanku", pipi Serena bersemu merah mengingat arti dari kata, "Aku...bolehkah aku meminta waktu untuk diriku sendiri setiap harinya dari jam pulang kantor sampai jam sembilan malam?", suara Serena terdengar tertelan dan takut-takut.

Damian  mengerutkan  keningnya,  sebenarnya  itu  bukan  masalah,  Damian terbiasa bekerja sampai larut malam, biasanya jam sepuluh atau sebelas malam dia baru sampai di rumah,


"Bukan masalah, aku selalu pulang larut malam", Damian berdehem, "tempat tinggalmu sekarang, apakah memperbolehkan lelaki masuk?",

Serena mengernyitkan kening,

"itu tempat kost perempuan satu kamar milik sebuah keluarga, tentu saja kau boleh masuk, ada ruang tamu yang disediakan"

"Ruang tamu?", Damian mengangkat alis penuh arti dengan tatapan sedemikian rupa

"Oh", pipi Serena bersemu dan tak berani menatap Damian ketika menyadari arti tatapannya.

"Aku tak mungkin bukan 'berkunjung' setiap malam ke tempatmu?", tatapannya tampak menahan senyum.

Dan Serena menyadari kebenaran kata-kata Damian, tempat kostnya hanyalah sebuah kamar sederhana seadanya yang penting bisa tidur setiap malam. Bukan level Damian untuk berada di sana, Serena melemparkan pandangan sekilas ke sekeliling ruangan.

"Aku tak mungkin membawamu setiap  malam ke hotel, karena jam pulang kerjaku yang tak tentu, tidak mungkin pula menyuruhmu stand by di hotel setiap harinya",  Damian  merenung,  "Tak  mungkin  juga  membawamu  tinggal  di rumahku, kalau sampai ada orang yang tahu bisa berbahaya buatmu juga",

Dengan santai Damian menyesap kopinya, "Oke, nanti siang setelah bertemu dengan pengacaraku, kita cari apartement di dekat kantor"

Serena hampir menyemburkan teh yang disesapnya mendengarnya, lelaki ini bercanda?

Apartemen? Di dekat kantor? Kantor mereka berada di kompleks perkantoran dan bisnis yang mewah, apartmen pun pasti juga kelas atas dan mahal, bagaimana lelaki itu bisa mengatakan tentang mencari apartemen semudah itu?

Damian sepertinya mengetahui pemikiran Serena,

"Lebih mudah bagiku Serena, aku biasanya capek dan bertemperamen buruk setelah  bekerja,  aku  tak  mau  repot-repot  menjemput  atau  tetek  bengek reservasi hotel jika malam-malam tiba-tiba aku menginginkan bersamamu",


Damian tersenyum," apartemen akan memudahkan kita, bukan berarti aku akan mengunjungimu setiap malam", tambahnya cepat.

Serena mengangguk gugup, yah, dia kan hanya mahluk yang sudah dibeli, dia hanya bisa menuruti apapun kemauan Damian.

Setelah menghabiskan kopinya Damian melirik jam tangannya,

"Well, pengacaraku pasti sudah menunggu di bawah, enjoy your time, aku akan menemuinya sebentar",

dengan santai lelaki itu berdiri, lalu tanpa diduga-duga menarik Serena berdiri, mendorongnya ke tembok lalu menciumnya dengan penuh gairah, lama dan hangat dengan teknik yang sangat ahli, sehingga ketika dia melepas ciumannya, Serena hampir tak bisa berdiri  membuat Damian musti menahan tubuhnya, dengan lembut lelaki itu mendudukkan Serena di kursi,

"Sebenarnya  sudah  sejak  tadi  aku  ingin  melakukan  itu",  gumamnya  dalam senyum puas sebelum pergi meninggalkan Serena.



***




"Kau benar-benar serius tentang ini Damian?", Freddy bertanya saat Damian mempelajari salinan kontrak itu,

Damian mengangkat matanya dan menatap Freddy, lalu menunjukkan kontrak itu,

"Kau pikir aku tidak serius? Perjanjian ini senilai tiga ratus juta man!"

"Aku tak habis pikir, kenapa seseorang sepertimu yang bisa mendapatkan wanita manapun yang kau mau, melakukan hal seperti ini demi seorang wanita? Wanita yang sangat murahan dan materialistis sehingga terang-terangan menjual dirinya padamu demi uang? Apa yang ada dipikiranmu Bos?"

Kening Damian berkerut tidak suka mendengar kata-kata Freddy, meskipun dia tahu itu semua benar.

"Kau tahu bagaimana rasanya ketika melihat seorang perempuan, dan tiba-tiba seluruh  tubuhmu  menginginkannya?",  Damian  tersenyum  melihat  ekspresi skeptis Freddy, tentu saja Freddy tidak tahu, dia sendiri merasa aneh dengan


perasaannya, "Yang pasti aku menginginkannya, dan aku masih belum bosan, tiga ratus juta tak ada artinya buatku"

"Tapi kau orang yang sangat pembosan, seminggu lagi kau pasti akan mencampakkannya, dan menyesali kontrak ini"

"Dan aku tetap akan merasa puas karena setidaknya aku tidak penasaran lagi", jawab Damian yakin.

Freddy mengangkat bahu,

"Aku tetap tidak setuju, tapi ini semua keputusanmu, serahkan kontrak pada wanita itu, pastikan dia tandatangan, beri salinannya, lalu serahkan yang asli padaku",

Freddy menyandarkan tubuhnya dikursi, "Miss. Serena ini, apakah aku pernah melihatnya sebelumnya?"

Damian menggeleng,

"Dia hanya pegawai biasa, seorang supervisor lapangan, kau tidak mungkin pernah melihatnya", jawabnya tegas.

"Apakah dia gadis mungil dengan rambut sebahu dan wajah polos dan tatapan seperti anak kecil yang ada di area pameran mendampingi bosnya yang penjilat waktu itu?"

Damian langsung bersiaga, Kenapa Freddy ingat pada Serena? Apakah Freddy juga   memperhatikan   Serena?   Apakah   dia   juga   tertarik   padanya?Insting posesifnya langsung menyeruak keluar,

Freddy tertawa melihat tatapan tajam Damian,

"Hey hey jangan menatapku seperti itu, aku memperhatikannya karena waktu itu kau memandangnya dengan begitu intens, tatapanmu seolah-olah tak bisa lepas darinya, seperti pemburu yang ingin melahap mangsanya",

Fredy mengangkat bahu,

"Orang lain mungkin tak akan menyadarinya, tapi aku sudah mengenalmu sejak lama, dan aku tahu betapa intensnya kau jika sudah berkonsentrasi pada satu hal, malam itu kau kehilangan konsentrasimu, gadis itu menarik seluruh perhatianmu, kau sulit berkonsentrasi pada hal lain selain itu",


Freddy menarik napas panjang, "Well jika dengan gadis yang sama ini kau terlibat, semoga Tuhan memberkatimu sahabatku."

***

Semua terjadi begitu cepat, Damian langsung mendapatkan apartemen yang diinginkannya,  sebuah  apartemen  yang  sangat  mewah  dengan  privasi  yang sangat terjamin, Serena tidak berani membayangkan berapa harganya, tapi Damian bersikap sangat santai, katanya itu semua hanyalah investasi.

Dengan sangat efisien Damian membantu Serena membereskan barang- barangnya yang tentu saja tidak banyak, untuk dipindahkan ke aprtement, lalu menyelesaikan pembayaran kost dan sekaligus berpamitan dengan induk semangnya.

Mereka berdua berdiri di tengah ruang tamu apartemen yang sangat mewah itu, Damian tersenyum pada Serena yang berdiri kaku di tengah ruangan,

"Well anggap saja ini rumahmu sendiri", dia lalu melirik jam tangannya, "Aku harus kembali rumahku, pengurus rumah tanggaku pasti bertanya-tanya apa yang kulakukan sampai aku tidak memberi kabar, dia akan kebingungan menjawab  telepon  yang  masuk,  kau,  silahkan  atur  apartemen  ini  sesuai seleramu, jika ada yang kurang ata kau ingin menambah sesuatu, bilang saja"

Serena memandang sekeliling apartemen yang penuh dengan interior mewah dan elegan itu, penataannya saja terlalu mewah dan mungkin berlebihan untuknya, tidak, dia mau mengganti apalagi?

"Sementara kau pergi,,,,bolehkah aku keluar sebentar? Kau ingat? Sedikit waktu untuk diriku sendiri seperti yang kaujanjikan?"

Damian mengangkat bahu,

"Silahkan", dia mengeluarkan dompetnya,"Kau butuh uang?",

"Tidak...!", Serena menjawab tegas, uang Tiga ratus juta yang ditransfer Damian tadi siang sudah lebih dari cukup, dia tidak butuh uang apa-apa lagi dari lelaki itu,

Damian sepertinya bisa membaca pikiran Serena,

"Uang yang kuberi tadi, itu murni untukmu silahkan kau gunakan sesuka hatimu, tetapi untuk sehari-hari, aku sudah berjanji akan membiayaimu, ingat kan penawaranku di ruangan kerjaku dulu?",



Damian mengeluarkan kartu berwarna keemasan dari dompetnya,

"Ini kartu debit, isinya lebih dari cukup jika kau ingin membeli sepuluh mobil sekalipun", dia lalu menyebutkan nomor PIN nya dan menyuruh Serena mengingatnya baik-baik. Serena sebenarnya ingin menolaknya, tapi dia tak ingin berlama-lama  berdebat  dengan  Damian  disini,  lagipula  dia  tinggal menyimpannya di dompet dan tak akan pernah memakainya, toh Damian tidak akan tahu.

Damian memakai jasnya , puas karena Serena menerima kartu debitnya, "Kita akan buat kartu kredit atas namamu besok. Nanti malam, kalau tak ada urusan aku akan kesini",   Tatapan Damian ketika mengucapkan nanti malam begitu intens, membuat pipi Serena memerah.

Sepeninggal Damian, Serena segera memakai jaket, membawa tas tangannya dan melangkah pergi, lobyy apartemen yang begitu mewah itu benar-benar membuatnya minder, apalagi penjaga pintu menyapanya dengan begitu penuh hormat ketika dia melangkah keluar,

"Anda ingin dipanggilkan taxi, miss?", sapanya dengan sopan.

Serena cepat-cepat menggeleng, tidak mungkin kan dia bilang kalau dia mau menunggu kendaraan umum di depan perempatan sana?

"Tidak", jawabnya," saya menunggu jemputan, di depan", gumamnya singkat, lalu sebelum penjaga pintu itu bertanya-tanya lagi, Serena segera mengangguk sopan dan melangkah pergi.

Perjalanan ke rumah sakit tidak berlangsung lama, mungkin karena hari minggu jadi jalanan tidak begitu macet,

Serena berpapasan dengan suster Ana ketika dia hendak memasuki ruangan perawatan Rafi,

"Kau tidak apa-apa Serena?", kau kelihatan pucat,

Serena  meraba  pipinya,  benarkah?  Apakah  dia  tampak  berbeda  sekarang? Setelah dia menyerahkan.....

"Aku,,, aku mencari uang untuk biaya operasi Rafi", gumamnya gugup, Suster Ana menatap Serena sedih,


"Serena uang tiga ratus juta itu sangat banyak, aku juga tahu kalau kau masih menanggung hutang di perusahaan sebanyak empat puluh juta, begini nak, aku punya simpanan sekitar lima puluh juta, mungkin itu bisa membantu, dan kalau aku bisa menaruh surat tanahku di bank untuk mengajukan pinjaman, mungkin kita bisa mendapat beberapa tambahan...."

"Suster, saya sudah mendapatkan uangnya", Serena bergumam lemah, Kata-kata suster Ana langsung terhenti seketika,
"Apa?....Sudah  mendapatkan  uangnya?  Apa  maksudmu  nak?  Darimana....?", kata-katanya langsung terhenti melihat Serena mulai menangis,

"Ada  apa nak? Ceritakan padaku  jika itu bisa membantu,  mungkin  itu bisa membuatmu lega",

"Mungkin setelah ini suster akan jijik pada saya", Serena terisak pelan. Suster Ana mengelus rambut Serena dengan lembut,
"Tidak akan anakku, aku menyayangimu seperti anakku sendiri, dan seorang ibu pasti akan menerima anaknya apa adanya"

Serena menarik napas panjang, dia memang sangat membutuhkan tempat untuk berbagi cerita, dan amat sangat bersyukur ada Suster Ana yang mau mendengarkannya, lalu meluncurlah cerita itu dari bibirnya,

"Aku tidak menyalahkanmu Serena, yang aku tidak habis pikir, betapa bejatnya bosmu itu memanfaatkan kondisimu untuk kepuasan dirinya!", geram Suster Ana.

Serena buru-buru mencegah kemarahan suster Ana,

"Bukan suster, sampai sekarang Mr. Damian tidak tahu kalau aku memerlukan uang itu untuk biaya perawatan Rafi, dia mengira aku perempuan muda dengan gaya hidup berfoya-foya yang punya banyak hutang karena gaya hidupku, jadi dia tidak segan-segan mengambil atas pembayarannya"

Suster Ana mengerutkan keningnya,

"Kenapa kau tidak mengatakannya Serena? setidaknya dia bisa lebih menghargaimu jika tahu alasanmu yang sebenarnya",

Serena menggelengkan kepalanya,



"Tidak suster, aku tidak mau Mr. Damian mengetahui tentang Rafi, lelaki itu tidak mudah ditebak, tidak tahu apa yang akan dilakukannya jika tahu tentang Rafi nanti",

Suster Ana menarik napas,

"Setidaknya dia tidak brengsek seperti lelaki hidung belang yang mungkin nantinya akan menjerumuskanmu", tiba-tiba tatapan suster Ana berubah intens dan hati-hati,

"Apakah dia berbuat kasar atau tidak Serena?"

Serena saat itu sedang melamun sehingga tidak menyadari maksud kata-kata
Suster Ana,

"Eh? Apa Suster?"

Suster Ana tampak salah tingkah,

"Apakah  dia  bertindak  kasar  semalam  Serena?,  maksudku  itu  kan  pertama kalinya,   kebanyakan   wanita   akan   merasa   tidak   nyaman,   apalagi   jika pasangannya bertindak kasar",

Wajah Serena langsung merah padam,

"Tidak, Mr. Damian tidak kasar....Oh Tuhan!", Serena menutup mukanya dengan kedua tangannya,"Aku malu sekali suster, tiap kali aku memandang diriku di cermin aku merasa seperti perempuan yang sangat tidak berharga."

Suster Ana menepuk pundak Serena lembut, menenangkannya,

"Serena, kita semua tahu alasanmu melakukan ini, aku sendiri dapat mengerti dan menerimanya, pengorbananmu demi Rafi sudah luar biasa besarnya, aku yakin Tuhan pasti akan mengerti", tiba-tiba wajahnya berubah profesional, "Serena aku yakin, Mr. Damian ini akan 'mengunjungimu' secara berkala bukan? Mungkin  pertanyaan  ini  mengganggumu,  tapi  aku  harus  bertanya,apakah kemarin dia menggunakan pengaman?",

Serena memandang Suster Ana dengan bodoh, "Pengaman?"


Barulah ketika Suster Ana menatapnya dengan intens dan penuh arti, Serena menangkap maksudnya, wajahnya memerah lagi,

"Oh, itu...", suara Serena hilang, "kemarin dia memakainya" Suster Ana berdehem,
"Baik, kalau begitu dia lelaki yang cukup bertanggung jawab, bagaimana kondisi tubuhmu sayang?",

"Eh, aku baik-baik saja Suster"

"Kalau begitu mari kita bicarakan tentang kontrasepsi, kau juga perlu membicarakan ini dengan Mr. Damian "

***

Serena  meletakkan  barang  belanjaannya  di  meja  dapur,  tadi  dia  mampir sebentar ke supermarket untuk membeli bahan makanan.

Kondisi  Rafi  baik-baik  saja  dan  cukup  stabil,  itu  sudah  membuatnya  cukup tenang, Operasi sudah dijadwalkan 1minggu lagi, Sekarang Serena hanya bisa berdoa dan menyerahkan semuanya pada Tuhan,

Dengan ragu, Serena memandang sekeliling apartemen, lalu menarik napas panjang, semua ini terlalu mewah, terlalu berlebihan untuknya tinggal seorang diri di tempat seluas dan semewah ini, tadi dia menyempatkan diri mengatur pakaiannya yang  sedikit, sehingga hanya memerlukan waktu sebentar, setelah itu dia sempat terdiam lama bingung mau berbuat apa, apalagi ditempat yang luas begini, suasana terasa sangat lengang dan sendirian. Baru kemudian Serena menyadari  bahwa  dia  belum  sempat  sarapan  sejak  tadi  pagi,  jadi  dia memutuskan memasak makan malamnya.

Setelah mengatur belanjaannya yang sedikit itu di dalam lemari es raksasa, sehingga tampak menggelikan karena lemari itu terlihat kosong,

Serena mengeluarkan beberapa butir telur, sedikit sosis dan sayuran, dikocoknya dengan pelan sambil berdendang, lalu dituangnya adonan omelet sederhana ini ke wajan mungil yang sudah diberi mentega.

Aroma harum telur menyeruak ke seluruh dapur, "Baunya enak sekali"


Suara itu terdengar begitu tiba-tiba, tak disangka dan sangat menegejutkan sehingga Serena hampir menjatuhkan mangkuk bekas adonan telurnya,

Dengan gugup dia menoleh ke pintu dapur, Damian bersandar di sana, mengenakan baju santai dan tampaknya habis mandi,

"I,,,iya, aku memasak makan malamku", jawabnya gugup lalu memusatkan perhatiannya lagi ke telurnya.

Damian   melangkah  dengan   santai  masuk  ke  dapur,  tak  mempedulikan kegugupan Serena, dia berdiri dekat di belakang Serena, lalu menengok penggorengan,

"Apa itu?", tanyanya tertarik melihat masakan Serena.

"Eh, ini? Ini telur goreng kuberi campuran sosis dan sayuran", Serena berusaha bertingkah wajar,

"Seperti omelet?", kali ini Damian tampak benar-benar tertarik,

"Ya seperti itu, tapi ini lebih sederhana. Serena menjawab sambil melirik ke ekspresi Damian, baru sekarang Serena sadar, ternyata lelaki ini tertarik pada hal-hal baru yang belum pernah ditemuinya sebelumnya.

"Buatkan aku satu ya"

Serena menoleh mendengar permintaan Damian, "Memangnya kamu mau?", tanyanya ragu.
Lelaki itu mengangkat bahunya,

"Siapa tahu? Lagipula aku lapar sekali, setelah menyelesaijan urusan rumah, aku langsung kemari, kau kan masih penyesuaian diri disini, jadi aku ingin melihat kondisimu."

Dasar perayu ulung, Serena memaki dalam hati, orang seperti Damian tidak segan-segan memanipulasi   pikiran perempuan agar mau melakukan apapun yang dia inginkan, pura-pura mengkuatirkanku, huh!

Damian masih berdiri di belakangnya, napasnya terasa hangat di ubun-ubunnya karena  Damian  memang  jauh  lebih  tinggi  dibanding  Serena,  tiba-tiba  saja, tangan lelaki itu ,mencengkeram pundak Serena mendekatkannya ke belakang, kepalanya  turun  dan  bibirnya  mengecup  leher  Serena  dari  samping  dengan


kecupan selembut bulu dan panas, sehingga tubuh Serena bagaikan disetrum dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Aku menunggu di sofa ya, kita makan disana saja", gumam Damian pelan, lalu melangkah pergi meninggalkan Serena di dapur, yang mencoba menetralkan nafasnya.




1 comment:

  1. That is a really good tip especially 안마

    to those fresh to the blogosphere.

    ReplyDelete