"Sakit", Freddy mengernyit ketika Vanessa mengusap luka di
bibirnya dengan
kapas.
"Kau
pantas mendapatkannya", gumam Vanessa tanpa
perasaan, malah semakin kasar mengusap
luka itu.
Mereka baru pulang dari rumah sakit, hidung Freddy patah,
dan tiga tulang rusuknya retak sehinga harus ditahan
dengan perban. Belum lagi lebam lebam di tubuh dan
mukanya. Mata Freddy sudah mulai bengkak membiru. Pukulan pukulan yang
diberikan Damian benar-benar
brutal.
"Aku kan cuma
membantu Damian dengan menunjukkan padanya kalau
perempuan
yang di
peliharanya itu
cuma pelacur
kecil", Freddy tampak
kesusahan bicara, tapi
ia
masih membela diri.
"Jangan sebut dia pelacur!!! Kau
mungkin lebih kotor darinya!", potong Vanessa
marah, melemparkan kapas yang di
celup alkohol
itu
ke samping, "Kau sudah bertindak kejam dan gegabah pada Serena.....Astaga! Kau pasti akan menyesal
begitu mengetahui semuanya!!"
"Mengetahui apa?", kali ini Freddy mulai cemas.
Vanessa tampak begitu marah
sekaligus begitu sedih.
Bertahun-tahun
dia mengenal Vanessa, tak pernah wanita
itu
tampak begitu dikuasai emosi. Kecuali pada saat pemakaman Alfian.....
"Aku mulai ketakutan",
gumam Freddy ketika Vanessa tidak berkata apa-apa,
"Mengetahui apa ,
Vanessa?"
"Kebenaran tentang Serena", jawab Vanessa lirih lalu mendesah seolah-olah tak
mampu melanjutkan penjelasannya,
"Mungkin kau harus melihat ini dulu."
Vanessa mengambil bundelan artikel itu dari kotak putihnya,
membukanya
dan meletakkannya di
pangkuan Freddy.
Begitu melihat foto yang menyertai artikel itu Freddy terhenyak,
dan ketika membaca judul artikel itu yang ditulis dengan huruf besar-besar, keringat dingin
mengalir di dahinya.
Dan begitu selesai membaca keseluruhan artikel itu,
wajahnya benar-benar pucat pasi.
"Astaga.....", akhirnya Freddy mampu berkata-kata, suaranya lemah dan diliputi
shock yang
mendalam.
"Ah ya,
astaga". Gumam Vanessa mengejek, "sekarang kau mengerti kan kenapa
aku begitu membela Serena?"
Freddy memejamkan matanya, meringis merasakan matanya yang sakit. Hidungnya sakit, bibirnya sakit, sekujur tubuhnya sakit. Tapi yang paling sakit adalah hatinya. Penyesalan itu datang menghantamnya tanpa ampun sehingga yang bisa dilakukan
Freddy hanya diam dan menahankan
sesak di
dadanya.
Dia pantas mendapatkan ini!!!
"Jadi
serena
melakukan
ini semua karena
itu...", suara Freddy diwarnai kesakitan, lalu dia menatap Vanessa penuh harap, berharap kalau artikel ini
salah. Sebab jika artikel ini benar, apapun yang dilakukan
Freddy tadi benar- benar
tak termaafkan, "apakah kau sudah memastikan kebenaran artikel ini?"
Vanessa menatap Freddy tajam,
tampak
puas dengan penyesalan Freddy.
"Aku sudah memastikan ke rumah sakit itu. Tunangannya, Rafi Ardyansyah masih
terbaring koma disana dan
belum pernah sadarkan diri sejak dua
tahun yang lalu. Kemarin Rafi telah menjalani operasi ginjal
-- yang aku tahu biayanya
amat
mahal, hampir mencapai tiga ratus juta
rupiah -- dan sukses. Operasinya
sukses,
tapi lelaki itu masih belum sadar",
Vanessa memalingkan wajah. Matanya
tampak berkaca-kaca menahan haru.
"Aku bertanya tentang Serena kepada dokter-dokter di rumah
sakit itu, dan rupanya kisah Serena dan Rafi seolah menjadi legenda sendiri di sana. Kisah seorang wanita yang
menunggu tunangannya
terbangun tanpa
putus asa selama bertahun-tahun......"
Jadi karena itu. Kebenaran itu menghantam Freddy dengan telak. Jadi
karena itu Serena menjual dirinya.
Jadi karena itu Serena mempunya hutang begitu besar
diperusahaan,
Freddy menatap
Vanessa nanar,
lalu mengalihkan tatapannya
lagi ke atikel di
depannya, dia mengernyit,
Rafi Ardyansyah...
Sebuah kebenaran langsung menghantamnya sekali lagi, sangat keras dan tidak
tanggung-tanggung.
“Aku mengenal Rafi
Ardyansyah”, gumam Freddy seolah kesakitan. Vanessa langsung
menatap Freddy tajam.
“Kau mengenalnya?”
Freddy mengangguk, lunglai.
“Dia… dia pengacara handal dan sukses dari sebuah firma hukum terkenal, reputasinya
bagus, sangat
jujur dan jarang
kalah...Aku tidak begitu mengenalnya, hanya pernah beberapa kali bertemu di pengadilan, menangani kasus yang berbeda, tetapi dia terkenal
sebagai pengacara muda berprospek
paling
cerah
di antara kami...aku mendengar
dia akan menikah,
sampai
kemudian
dia menghilang begitu saja
setelah kecelakaan
itu,...ada berita cukup
simpang
siur setelahnya,
katanya dia kecelakaan dan kemudian cacat
lalu pindah ke
luar negeri, bahkan banyak
gossip bilang dia sudah meninggal akibat kecelakaan itu...aku...aku sama sekali tidak
menyangka
dia masih bertahan
hidup...Dalam kondisi
koma”, Freddy meremas
rambutnya seperti tentara kalah perang, lalu menatap
Vanessa, mengernyit,
"Kau bilang kapan operasi Rafi tadi?"
"Kemarin malam", Vanessa melirik jam tangannya, sudah jam tiga pagi, "atau bisa dibilang sudah kemarin lusa?"
"Oh Tuhan!", Freddy menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Oh Tuhan!.....Apalagi yang bisa dia katakan? Itu sebabnya
malam itu Serena
menghilang tanpa kabar dan
tidak bisa ditemukan dimana-mana. Perempuan itu
pasti
sedang menunggui
operasi tunangannya!! Dan
apa
yang dia
katakan
malam itu pada Serena? "Kau mungkin harus
belajar lebih bertanggung jawab
tuan putri!" , kata-kata yang sombong dan penuh tuduhan yang sekarang ia tahu, tak pantas ia ucapkan kepada Serena.
"Kau
benar-benar lelaki paling bodoh dan gegabah yang pernah aku kenal",
dengus Vanessa, masih marah atas
tindakan Freddy tadi. "Jika kau belum babak
belur oleh Damian,
aku pasti akan menamparmu berkali-kali",
Freddy mengernyit mendengar ancaman Vanessa,
"Tapi kau tidak bisa begitu saja menyalahkanku,
suatu hari Damian menghubungiku untuk mengurus kontrak jual beli tubuh
Serena senilai tiga ratus
juta. Kau pikir apa yang
bisa kupikirkan selain Serena adalah pelacur???"
"Jangan sebut-sebut kata pelacur lagi Freddy!!!",
potong Vanessa tajam.
Freddy bungkam lalu mengangkat bahu.
"Aku memang salah besar, tapi siapa yg
tidak berpikit begitu? Damian sangat
kaya, dan gadis itu punya reputasi hutang besar
diperusahaannya.....tentu saja sebagai pengacara aku menilai ada niat jahat dari sisi
Serena", Freddy mencoba
membela diri lagi karena dilihatnya Vanessa masih memelototinya dengan tajam,
"Sebagai seorang pengacara kau seharusnya melakukan
penyelidikan", gumam
Vanessa sinis.
Freddy menarik napas
panjang dan mengangguk.
"Benar, aku terlalu gegabah
mengambil
tindakan.
Sebenarnya aku sudah bertekad tidak akan
ikut campur hubungan Damian dan Serena, tapi malam itu, ketika Serena menghilang tanpa kabar, Damian mencarinya seperti orang gila,
hampir kehilangan akal sehat karena mencemaskan Serena. Damian berubah
karena gadis itu,
dia
begitu emosional. Tidak lagi berkepala dingin
dan tenang", Freddy menarik napas dalam, "Aku takut
Serena makin lama
akan makin membawa pengaruh buruk bagi Damian, maka aku memutuskan
untuk membuat mereka terpisah sesegera mungkin."
“Memangnya apa yang kau lakukan tadi sampai Damian menghajarmu dengan begitu brutalnya?”
Wajah Freddy tampak memerah malu.
“Aku menciumnya
dengan paksa,
melecehkan
Serena dan
memastikan agar
Damian melihat itu semua,” gumamnya pelan.
Vanessa langsung melotot marah mendengarnya.
“Apa?”
Freddy memalingkan mukanya,
tidak tahan menghadapi tatapan tajam Vanessa.
“Dan aku...”, kata-kata itu seolah susah payah keluar dari mulut Freddy, “Dan aku...memfitnahnya,
aku bilang Serena mau
kubayar untuk bercumbu denganku
selama beberapa jam...”,
“Oh Tuhan,
Freddy!!”, Vanessa mengerang tak habis pikir dengan perlakukan Freddy, “Pantas
saja Damian menghajarmu habis-habisan, kalau aku ada disana
waktu itu, aku pasti akan memberi semangat padanya agar menghajarmu
lebih
keras”,
Freddy menganggukkan
kepalanya,
“Aku...aku pantas
menerimanya...”,
lelaki
itu
menghela napas
panjang, “Tapi Vanessa...Setelah aku mengetahui
semua kebenaran
ini, dan
melihat tatapan
mata
Damian ketika menyeret Serena pulang tadi,
entah kenapa aku...cemas. “
Wajah Vanessa mendadak pucat pasi,
“Astaga!!! aku
hampir saja lupa, Damian selalu mempercayai kata-katamu!! bagaimana kalau Damian menyangka bahwa Serena benar-benar menjual dirinya kepadamu? Kalau melihat betapa posesifnya Damian pada Serena, aku tidak
berani
membayangkan betapa marahnya Damian!! kita
harus menjelaskan semua kepada Damian sebelum dia melakukan sesuatu yang nantinya akan dia sesali,“ Vanessa langsung
meraih gagang telephone dan memencet nomor Damian.
Lama ia mencoba tanpa hasil, ahkirnya menarik napas panjang dan menyerah.
“Semua
nomornya tidak aktif, kita
juga tak bisa menyerbu ke apartemennya
begitu saja
karena ini sudah dini hari”, Dengan pasrah Vanessa
meletakkan
gagang telephone, “Kita harus menunggu sampai
besok pagi, dan jika...dan jika
ternyata semuanya sudah terlambat...”, Vanessa
melemparkan tatapan
tajam ke arah Freddy
yang balas
menatapnya penuh rasa bersalah,
“Aku akan
membuatmu membayar
semua kekacauan yang telah kau buat Freddy.”
***
“Seorang
pelacur harus diperlakukan seperti pelacur.”
Kata-kata Damian yang
diucapkan dengan nada
dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di
ruangan yang hening
itu.
Lelaki itu
sudah
melepaskan
kemejanya, dan membuka
ikat pinggangnya lalu
meletakkannya
di
ujung ranjang. Matanya begitu dingin, ekspresi wajahnya tenang, terlalu tenang, hingga membuat Serena gemetar
cemas.
“Kau...Harus...Mendengarkan.” Serena
masih mencoba, meskipun
melihat ekspresi
wajah Damian, ia tahu ia tidak akan berhasil.
Damian terlalu marah, dia terlalu dibutakan
oleh kemurkaannya. “Lepaskan kemejamu Serena.” gumam Damian datar.
“Damian...” wajah Serena
langsung pucat pasi mendengar
perintah yang
diucapkan tanpa ekspresi.
“Lepaskan.”
Nada suara Damian begitu menakutkan. Mungkin Serena akan lebih berani menghadapi jika
Damian
berteriak-teriak marah
dan membentaknya. Tetapi lelaki ini begitu tenang
hingga menakutkan.
Dengan gemetar Serena melepas kancing demi kancing kemejanya. Menatap
Damian dengan wajah memohon,
tetapi lelaki itu tidak terpengaruh.
Setelah seluruh kancing kemeja
Serena terlepas, dia berdiri sambil
menggenggam kemejanya yang
terbuka dengan kedua
tangannya erat-erat,
berlutut di
ranjang itu, memohon belas kasihan kepada lelaki yang
berdiri di tepi
ranjang dan tampak
kejam.
“Aku bilang lepaskan kemejamu, Serena,” suara
Damian tetap
lembut dan
terkendali, tapi entah kenapa
Serena makin gemetar mendengarnya, dengan
sudah payah dia melepaskan kemejanya dan menjatuhkannya ke kasur, menatap
Damian tanpa daya.
“Sekarang
roknya.” sambung Damian
setelah
mengamati tubuh
Serena tanpa malu-malu, membuat seluruh wajah
dan tubuh Serena merah padam.
“Tidak...!” Serena berusaha membantah, dia tidak mau dilecehkan seperti ini,
dipaksa membuka
baju dihadapan laki-laki
yang
sama sekali tidak menghargainya.
“Aku bilang roknya!”
suara
Damian sedikit naik, tetapi tetap tenang. Matanya
menatap tajam tak terbantahkan, hingga mau tak mau Serena bergerak melepaskan roknya, air
mata
mulai mengalir di mata Serena.
Hening cukup
lama, Damian terdiam sambil menatap
Serena tajam. Dan Serena berlutut di ranjang
itu dengan tubuh gemetaran, berusaha memeluk tubuhnya
sendiri dengan kedua tangannya
yang kecil.
“Lepas pakaian dalammu.”
“Tidak!!” dengan was-was Serena berseru, tanpa
sadar
tubuhnya beringsut ke ujung ranjang, ketakutan.
Sikapnya itu malah menyalakan api kemarahan di wajah Damian,
lelaki itu sudah
tidak setenang tadi.
“Kenapa tidak
Serena? Pelacur cilikku? sudah tak terhitung
berapa kali aku melihatmu telanjang, dan kau melakukan
semuanya
dengan
sukarela kan? Demi
uang tiga ratus juta...“, Suara Damian terdengar jijik, dia melangkah
maju mendekati ranjang
dan secara otomatis Serena langsung
beringsut mundur menjauh.
“Aku membeli tubuhmu seharga tiga ratus juta, seharusnya tubuhmu itu bisa
kupergunakan semauku, tetapi aku
terlalu baik padamu, memberimu
kemewahan, tidak menyentuhmu di saat kamu
sakit, merawatmu...itu semua
terlalu baik untukmu,” Mata Damian tampak menyala, “Dan kau dasar pelacur cilik tak bermoral! bukannya mensyukuri kebaikan hatiku, kau
malah merayu sahabatku...!!!”
“Kau salah paham Damian.” Serena mulai menangis terisak. Tetapi Damian tetap
mengeraskan hatinya.
“Aku tidak
mungkin salah
paham
dengan apa
yang
kulihat
dengan
mata
kepalaku sendiri.”
Dengan gerakan secepat kilat Damian meraih kedua lengan Serena, sebelum Serena
sempat menghindar
dan
menempelkan
tubuh Serena
ke tubuhnya
sendiri.
“Kalian berciuman!! kau membiarkan dia menciummu!! menjijikkan sekali dimataku.”
Napas Damian mulai terengah-engah, lalu mendorong Serena ke
bantal membuatnya
terbanting kasar
disana.
Serena berusaha menghindar, berusaha
melepaskan diri dari tindihan badan Damian
yang
keras dan
berat,
berusaha
melepaskan diri
dari
cengkeraman
tangan Damian yang kuat dan tanpa ampun.
Tetapi lelaki itu terlalu kuat, terlalu marah, bahkan
tidak menyadari kalau
kekasarannya melukai
tubuh Serena yang rapuh.
Lelaki itu
seperti kerasukan
setan. Matanya menyala
penuh kebencian ketika dia
menatap Serena. Dengan ketakutan
yang amat sangat, Serena berusaha
memberontak dan turun dari ranjang, tetapi Damian menangkapnya, membantingnya di
ranjang lagi dengan kasar, lalu menindihnya.
Serena mengernyit merasakan
cengkeraman
tangan Damian
yang kasar di tangannya.
“Sakit Damian...kumohon...”
“Diam!!“ seru Damian marah, dan ketika Serena meronta ketakutan, hal itu makin mendorong kemarahan Damian, lelaki itu merobek baju
Serena dan mencoba membuka pahanya.
Serena berteriak ketakutan,
dia tidak siap dan Damian pasti
akan
melukainya. Tetapi Damian tidak peduli. Ketika merasakan
Serena tidak basah
dan tidak siap, lelaki itu tetap
menyatukan dirinya.
Bagi Serena
itu
adalah kesakitan yang luar biasa,
sakit
di
tubuhnya dan sakit di
hatinya, diperlakukan
seperti pelacur rendahan yang
tak ada harganya.
Seluruh tubuhnya terasa
tersobek-sobek
oleh gesekan
tubuh Damian,
tapi Serena menahan diri, digigitnya
bibirnya hingga
hamper
berdarah, di
tahankannya air matanya meskipun
matanya terasa begitu
perih.
Dan di
tekannya hatinya dalam dalam yang mulai hancur menjadi serpihan berkeping-
keping.
***
Serena berbaring memunggungi Damian, matanya
nanar, penuh airmata.
Napasnya sesak
karena isakan yang
ditahannya.
Setelah semua
usai, Damian
menjauh dari tubuhnya
dan berbaring hening di
sebelahnya,
sampai napas yang terengah berubah menjadi tenang dan
hening. Serena tahu Damian
tidak tidur, lelaki itu masih berbaring nyalang di sebelahnya,
terlentang menatap langit-langit kamar. Tetapi Serena langsung
membalikkan badan dan berpura-pura tertidur.
Dirasakannya Damian bolak-balik menghadap ke arahnya, seperti ingin mengajaknya bicara tetapi kemudian ragu dan
mengehentikan dirinya di detik
terakhir.
Saat-saat hening
itu terasa menyiksa. Tubuh
Serena tegang meskipun
dia berakting sudah
tidur dengan baik, dijaganya agar nafasnya
teratur, dijaganya
agar tubuhnya tidak bergerak sama sekali.
Lama-lama
dia
merasakan tubuh Damian
berangsur-angsur santai dan lelaki itu tertidur. Serena menanti menit demi menit, menyakinkan diri kalau Damian sudah terlelap, dan setelah cukup yakin, pelan-pelan dia bergerak.
Tubuhnya terasa sakit. Itu
tadi benar-benar perkosaan, dan Damian sama sekali tidak mau
repot-repot bersikap lembut. Bibir Serena memar akibat ciuman yang
terlalu kasar, lengannya sedikit lebam karena genggaman yang terlalu keras, dan masih ada kesakitan-kesakitan lainnya.
Di seluruh tubuhnya,
di dalam tubuhnya.
Tetapi yang paling sakit adalah hatiku.
Air mata mengalir tanpa
suara dari pipi Serena, tapi dia menahan isakan dengan menggigir bibirnya yang sakit. Dengan hati-hati Serena duduk di tepi ranjang, mengamati pakaiannya yang
berserakan di lantai, dan pakaiann dalamnya yang
setengah dirobek oleh Damian saat lelaki itu melepaskannya
dengan marah tadi.
Pelan-pelan, agar
tidak menimbulkan gerakan di
ranjang tempat Damian berbaring miring dan
tertidur
pulas, Serena
bangkir berdiri dan
memungut
pakaiannya satu persatu.
Langkahnya goyah, dan tubuhnya gemetar, tapi Serena
menguatkan diri.
Dipakainya pakaiannya pelan-pelan sambil menatap ranjang dengan was-was,
bersiap-siap
jika ada satu gerakan sesedikit apapun dari Damian.
Tetapi lelaki itu tidur dengan tenang
sampai Serena selesai berpakaian. Serena
lalu mengambil tas kerjanya
dan melangkah keluar, tetapi di pintu dia ragu-ragu,
menoleh dan menatap Damian yang masih tertidur pulas.
Damian pasti akan maklum jika dia pergi begitu saja. Setelah perkosaan brutal
dan kejam itu,
Damian pasti maklum jika
Serena menjauh
darinya.
Tapi kemudian Serena mengernyit, teringat kemarahan Damian ketika Serena
menghilang tanpa pamit untuk
menunggui Rafi di
rumah sakit hari minggu lalu.
Kalau aku pergi tanpa pamit, apa yang akan
dilakukan Damian? apalagi dengan perjanjian tiga ratus
juta itu...
Ketakutan mewarnai perasaan Serena, menahan langkahnya. Lalu Serena mengeluarkan kertas
dan
menulis.
Maaf Damian, aku harus
pergi sementara.
Butuh waktu sendirian.
Tapi Kau bisa tenang, aku tidak akan melarikan diri dari hutang-hutangku. Aku
tidak serendah itu kau tahu.
Sampai jumpa di kantor
besok pagi
Serena.
***
Pagi itu Damian duduk di kantornya dengan muram. Hari masih pagi, para karyawan belum datang ke
kantor, tapi Damian sudah ada di situ. Dia tak tahan berada di
kamar apartement itu sendirian.
Tanpa Serena.
Dia terbangun pagi-pagi
sekali, karena terbiasa mencari Serena untuk
dipeluk, tetapi
yang
ditemukannya hanya bantal kosong.
Dengan
marah
Damian langsung
bangun dan murka.
Berani-beraninya pelacur itu meninggalkannya?
Tetapi kemudian, kertas yang diletakkan di bantal
Serena itu agak meredakan
kemarahannya. Sebuah
pesan singkat
sederhana yang ditulis dengan huruf yang
sangat rapi.
Serena bilang “Sampai jumpa di kantor besok pagi” jadi Damian menahan diri
dari kemarahannya
dan memutuskan bersiap-siap dan berangkat ke kantor
saat itu juga.
Sekarang
dia duduk sendirian
di ruangannya, memikirkan perbuatannya semalam dan mulai merasa cemas. Ia terlalu kasar. Ia tahu itu. Ia terlalu kuat
dan
Serena terlalu rapuh untuk menahan kemarahannya.
Tapi tidak tahukan Serena kalau
pemandangan Serena
yang sedang dipeluk dan
dicium oleh Freddy itu
benar-benar membuatnya
marah?
Seharusnya hanya dia yang boleh memeluk
Serena !
Seharusnya hanya
dia yang boleh mencium Serena!
Saat itulah pintu diketuk
dengan pelan. Damian terdiam penuh
antisipasi, dia
sudah menunggu. Siapa lagi yang datang
sepagi ini kalau bukan Serena?
"Masuk."
Pintu itu terbuka pelan, dan Serena muncul
disana. Hati Damian langsung
bagaikan dihantam
oleh palu ketika melihat keadaan Serena.
Gadis itu
masih memakai pakaiannya yang semalam meskipun
kelihatan segar setelah mandi. Tapi wajahnya kelihatan pucat
dan
rapuh. Dan bibirnya sedikit
lebam akibat ciuman-ciuman kasarnya kemarin.
Kenapa kau pucat sekali sayang?
Damian berdehem, menahan
perasaannya.
Detik itu juga Damian memutuskan
dia
akan memaafkan Serena. Dia tidak bisa
menyalahkan Serena karena merayu Freddy, tidak ada
yang bisa melarangnya
kan? Tidak ada tertulis dalam perjanjian mereka
bahwa Serena tidak boleh
menjalin hubungan
dengan lelaki lain, disitu hanya
tertulis bahwa Damian berhak memiliki Serena sesuka hatinya.
Oleh karena itu dia akan segera memastikan adanya klausul tambahan dalam
perjanjian itu,
bahwa Serena tidak
boleh
disentuh
lelaki
lain,
bahwa tubuh
Serena adalah hak
eksklusifnya,
miliknya.
Untuk sekarang, Damian yakin
Serena akan memohon maaf padanya, dan itu
bukan masalah, Damian siap memaafkan Serena
atas pengkhianatannya semalam.
Dia
siap menerima Serena lagi. Dia belum mau melepaskan Serena.
"Duduk." perintahnya, berusaha sedatar mungkin.
Dengan patuh
Serena duduk, tapi
gadis
itu
tidak berkata apa-apa,
hanya meremas
tangannya dengan gelisah.
"Sebenarnya kau ingin bicara apa hingga harus menunggu sampai di kantor?" Dimana kau tidur
semalam?
apakah kau
baik-baik saja
?
apakah aku
menyakitimu? pertanyaan-pertanyaan itu yang bermunculan di benak Damian,
tetapi lelaki itu menahankannya.
Serena mendongakkan kepalanya, matanya tampak penuh tekad ketika menatap
Damian. Takut, tapi penuh tekad.
"Aku...ingin melunasi
semua hutangku dan mengakhiri perjanjian kontrak
kita." Damian tertegun.
Rasanya seperti seluruh
aliran darahnya dihentikan seketika. Ini adalah jawaban
yang sama sekali tidak disangkanya.
Damian begitu terkejut hingga membatu
seperti patung.
Tetapi ketika keterkejutannya usai. Kemarahan langsung merayapinya.
Seperti api yang
membakar pelan-pelan, makin lama makin berbahaya.
"Apa?"
desis Damian di antara giginya, tangannya terkepal.
Dengan sedikit gemetar, Serena meletakkan
sebuah kertas di
meja
Damian.
"Ini cek sebesar tiga ratur empat puluh juta, untuk melunasi
hutangku sebesar tiga ratus juta, dan hutang ke perusahaan
sebesar empat puluh juta, dan
ini..."
Serena meletakkan
sebuah amplop di meja, "Surat pengunduran
diriku dari perusahaan ini."
Hening cukup lama. Damian hanya duduk di situ, mengamati Serena dengan
mata
yang menyala-nyala.
Kemudian lelaki itu memajukan tubuhnya dan
menatap Serena sambil tersenyum
dingin.
"Lunas sepenuhnya? Jadi malam-malam
selama kau melayaniku
itu kau anggap service
gratis untukku?"
Wajah Serena pucat pasi mendengar
hinaan tersirat itu.
"Aku...Aku hanya
ingin melepaskan
diri dari perjanjian itu..."
Damian mendesis gusar,
lalu mengambil cek itu dan mengamatinya, alisnya terangkat, kemarahan tampak semakin membakarnya.
"Kau
bisa
memperoleh uang sebanyak ini dalam semalam,
apakah kau menemukan korban lain
yang bisa memberimu uang
untuk melepaskan
diri dariku?"
Serena membelalakkan matanya tak percaya akan kesimpulan negatif yang
di ambil Damian,
"Jangan menuduhku
serendah itu!!! Aku...aku bukan
pelacur seperti yang
kau kira!!"
"Kau
pernah dengan sukarela menjadi pelacurku demi uang tiga ratus juta!!
Bagaimana bisa aku tidak berpikir kau bersedia melacurkan diri pada orang lain demi melepaskan diri dariku hah???!!" Damian menggebrak meja dengan begitu kerasnya, hingga Serena terlonjak kaget dari
tempat duduknya.
Lalu tanpa di
duganya. Damian mengambil surat pengunduran dirinya
di meja. Dan merobek-robeknya bersama dengan cek yang
diberikannya.
Serena hanya
ternganga, kaget dengan tindakan tak
terduga Damian itu. Sementara lelaki itu berdiri di sana, menatapnya
dengan tatapan mengancam
sambil merobek-robek surat dan cek itu menjadi serpihan-serpihan kecil.
Ketika Damian mulai
mendekati
Serena, Serena langsung berdiri menjauh, waspada.
"Kenapa kau merobek cek dan
surat
itu?" tanya Serena gugup, takut
akan suasana hati Damian yang
begitu muram.
Damian makin mendekat.
Lalu
berhenti
dan tersenyum
sinis ketika
melihat
Serena mundur
lagi
menjauhinya.
"Aku tidak akan melepaskanmu begitu mudah
Serena, kau pikir aku akan diam
saja kau bodohi? Aku akan
membuatmu menerima balasan setimpal sebelum akhirnya melepaskanmu..."
Tiba-tiba Damian
bergerak cepat meraih Serena
sebelum dia bisa menghindar.
Serena mencoba meronta,
tapi ia sadar dari pengalamannya bahwa percuma saja
dia melawan kekuatan
dan
kemarahan Damian, jadi dia hanya diam dengan wajah
pucat pasi
ketakutan.
"Katakan
padaku
Serena...Pria
yang membayari hutangmu itu...Apakah
dia sudah menidurimu?"
mata Damian menggelap penuh
kemurkaan, "Apakah dia
sudah menyentuhmu?" napas
Damian mulai memburu,
"Apakah
ciumannya sebaik
ciumanku?
Atau
dia hanya
pria bodoh yang tertipu
oleh kepolosan
palsumu yang...."
"Lepaskan
aku!!!!" entah darimana Serena seperti mendapatkan kekuatan untuk mendorong Damian dan melangkah menjauh. "Aku sudah membayar hutangku. Aku
sudah tidak terikat denganmu!! Kau tidak berhak melecehkanku lagi!!"
"Melecehkan katamu?? Kau
bilang itu pelecehan? Kau menyambutku dengan
hangat setiap aku mendatangimu dan kau bilang
itu
pelecehan??"
PLAK!!!!
Tangan Serena tanpa disadari melayang
sendiri menampar pipi Damian sekeras
mungkin, kata-kata
Damian yang luar biasa menghina itu
sangat
menyakiti hatinya.
Damian berdiri disana mengusap pipinya lalu tersenyum
jahat.
"Kenapa menamparku? Apakah kau merasa malu karena kekotoran moralmu
terungkap disini?"
gumamnya sinis.
Dengan bergegas Serena melangkah ke pintu, sedikit lega karena Damian tidak
mengikutinya.
"Aku akan mengirimkan
lagi cek
yang
baru, berikut surat pengunduran
diriku...Bagiku semua sudah lunas di
antara kita" gumamnya lirih.
"Bagiku belum," desis Damian tenang, "Kau boleh kabur kemanapun Serena, dan
aku bersumpah akan mendapatkanmu. Dan ketika itu terjadi aku tidak akan main-main lagi, aku bahkan
akan merantaimu di kamar jika perlu. Dan tak
usah repot-repot
mengirimkan cek
ataupun surat apapun, aku
akan merobek- robeknya lagi."
Tangan Serena yang memegang gagang pintu gemetaran.
"Kenapa kau begitu kejam padaku...?" Rintihnya putus asa, matanya
berkaca- kaca.
Sejenak Damian terpaku. Serena tampak begitu hancur, begitu luluh, hingga
seketika itu juga
Damian ingin memeluk Serena dan
menghiburnya, meminta
maaf
atas kata-kata kasarnya. Tapi akal sehatnya segera mengambil alih. Itu akting, teriaknya
pada diri sendiri, jangan tertipu, gadis ini
pandai
memanipulasi orang
dengan berpura-pura rapuh. Kau sendiri sudah merasakannya bukan?
"A...Aku tetap
akan pergi..." Serena bergumam ketika Damian hanya berdiam diri, "Kau boleh memaksaku
semaumu, tapi aku
akan melawanmu
sekuat tenaga."
Dengan cepat Serena membuka handel pintu. Lalu menolehkan kepalanya untuk menatap
Damian, mungkin untuk yang terakhir kalinya.
Diserapnya sosok itu baik-baik, sosok dingin yang berdiri kaku, menatap Serena
dengan penuh
kebencian. Disimpannya sosok
itu
baik baik, dan
tiba-tiba saja
hatinya terasa teriris. Air mata mulai menetes dari sudut matanya,
dan dengan segera Serena melangkah keluar
dari
ruangan itu.
Setengah
berlari dia memasuki lift
tanpa mempedulikan tatapan bingung sekertaris Damian.
Di lobby, suster Ana yang menunggu dengan gelisah dari tadi langsung berdiri
begitu melihat Serena muncul di
lift.
"Bagaimana...?"
Pertanyaannya tak terjawab karena Serena langsung mengajaknya keluar dari lobby menuju parkiran, menaiki mobil jemputan rumah sakit yang
diminta suster
Ana mengantar mereka ke sini tadi.
Di mobil air mata Serena
tak terbendung lagi dan suster Ana langsung
memeluknya
untuk menenangkannya.
"Ssshhh...Semuanya tak
berjalan baik ya?"
"Dia...Dia tidak mau menerima uang
itu...." serena tersedak oleh tangisan yang dalam, "Dia...Dia
menuduhku
menjual diriku kepada
lelaki lain demi mendapatkan uang itu..."
tangis Serena meledak lagi
dengan kuatnya.
Dan suster Ana langsung memeluknya. Matanya sendiri berkaca-kaca
melihat
penderitaan Serena.
"Apakah...kau mencintainya, Serena?" tanya suster Ana
hati-hati.
Serena langsung
tersentak,
menatap Suster Ana dengan pandangan nanar. "Apa...? Itu...Itu tidak mungkin...."
"Serena, mungkin kau tidak menyadarinya, tapi kebersamaan kalian selama ini
mungkin saja menumbuhkan sesuatu yang
dalam di antara kalian..." suster Ana menatap Serena lembut, "Dan kau...Tidak mungkin menangis semenderita ini jika kau tidak punya perasaan apa-apa kepada Damian, sayang."
Serena hanya termangu. Air matanya masih mengalir, hatinya sakit sekali. Dan
memang benar, penghinaan dan perlakuan kasar Damian telah menyakitinya
lebih daripada yang
seharusnya.
Tapi Serena tidak mau
memikirkan
kemungkinan apapun. Dia tidak mau, dan tidak bisa. Ada Rafi
di
sisinya bukan?
Suster
Ana mendesah melihat kediaman Serena.
"Yah, setidaknya,
suatu saat ketika Damian menyadari kesalahannya,
dia akan menyesal dan kuharap
aku ada di sana ketika dia memohon maaf padamu."