Friday, November 6, 2015

CRUSH IN RUSH - BAB 10


BAB 10

Hari masih pagi ketika Kiara bangun dan menyiapkan sarapan, kamar Jason dan Joshua masih tertutup rapat, kalau Joshua, Kiara sudah maklum karena lelaki itu selalu menggunakan waktu paginya untuk tidur karena semalaman hampir tidak tidur. Tetapi rupanya Jason juga bangun kesiangan pagi ini. Kiara mengernyitkan keningnya karena tidak biasanya Jason kesiangan.

Setiap hari lelaki itu selalu bangun pagi, sudah mandi dan rapi dengan aroma segar yang menyenangkan lalu duduk di meja dapur, makan sarapannya bersama Kiara.

Sudah hampir dua minggu berlalu sejak Jason datang untuk tinggal di apartemen ini. Dan dalam dua minggu itu, banyak sekali kejadian, dan perubahan, terutama bagi Kiara.

Selama dua minggu kemarin, Joshua selalu bangun pagi sarapan bersama Kiara dan Jason, kemudian dia mengantar Kiara ke tempat Deliah, di sana Kiara menghabiskan waktunya seharian.

Semula Kiara agak canggung ketika berduaan dengan Deliah, apalagi Kiara mengetahui bahwa Deliah dulunya laki-laki sebelum berubah menjadi perempuan. Tetapi Deliah memang memiliki sifat yang sangat ramah dan baik.

Setiap hari ketika Kiara datang, dia akan membuat seteko teh mint yang harum dan sepiring kue cokelat yang baru keluar dari panggangan, kemudian mengajak Kiara mengobrol dan mencairkan suasana. Dari mengobrol itulah Deliah megajarkan banyak hal kepada Kiara, semua pengetahuannya tentang dunia fashion di tularkannya, tak lupa dia mengajari cara berjalan, table manner di acara makan malam resmi, cara berbicara, dan bahkan cara memadu padankan pakaian supaya tampil cantik.

Deliah selalu menekankan bahwa dia harus berperan sebagai wanita penggoda nanti ketika ayah kandung Joshua sudah muncul. Pipi Kiara selalu merona merah ketika Deliah mengatakan bahwa Kiara harus melemparkan tatapan sensual penuh ajakan kepada Joshua setiap saat, juga senyuman nakal, bibir yang merekah penuh godaan.

Deliah memang sudah mengajari Kiara semua caranya, dan Kiara menyerapnya, juga belajar sendiri di cermin, memonyong-monyongkan bibirnya, atau bahkan mencoba mengedip-ngedip genit kepada bayangannya sendiri di depan cermin, yang membuatnya tertawa sendiri di kamar.

Bagaimanapun juga, Kiara masih tidak mampu membayangkan bagaimana caranya dia melakukan itu semua pada Joshua. Pipinya selalu merona dan wajahnya terasa panas kalau membayangkan akan mengedip genit kepada Joshua, atau menyapukan jemarinya sambil menatap sensual penuh ajakan kepada Joshua. Ah, Ya ampun, bagaimana mungkin dia melakukannya?

Kiara menyiapkan sarapan itu dengan pipi memerah. Kemudian pikirannya berkelana lagi, Deliah sudah menyerahkan Kiara kepada Joshua kemarin, dan mengatakan bahwa Kiara sudah siap. Yah mungkin secara teori Kiara sudah siap.... tetapi prakteknya nanti? Entahlah. Yang pasti Kiara akan berusaha sebaik mungkin, dia tidak ingin mengecewakan Joshua yang sudah berharap banyak kepadanya.

Cara berpakaian Kiara pun sudah berubah, tiba-tiba saja lemari pakaiannya sudah penuh dengan pakaian-pakaian mahal dari butik ternama, ada rak sepatu khusus yang dibelikan oleh Joshua untuk menampung koleksi sepatunya yang tiada duanya, belum lagi susunan aksesoris, tas dan semua perhiasan yang diberikan Joshua kepadanya.

Lelaki itu benar-benar boros dan membuang-buang uang. Kiara berpikir akan dikemanakan semua barang itu kalau semua sandiwara ini sudah selesai. Tentu saja semua barang ini hanya pinjaman dan bukan untuk Kiara bukan?

Karena itulah Kiara sangat berhat-hati memakai semua barang itu, berusaha supaya nanti ketika barang itu dikembalikan, kondisinya masih bagus dan sempurna. Kiara benar-benar berhati-hati apalagi mengingat betapa mahalnya harga barang-barang itu.

Pagi ini Kiara mengenakan gaun satu potong yang ringan dan elegan, bahannya sifon dengan warna ungu lavender yang lembut dan menjuntai sampai ke tengah betisnya. Tampak sangat indah dipakai olehnya, membuat tubuhnya yang mungil tampak berisi.

Deliah bilang Kiara terlalu kurus dan harus menambah berat badannya, dan sepertinya selama dua minggu ini, Kiara berhasil menambah berat badannya beberapa kilo sehingga bagian-bagian yang seharusnya terisi penuh, mulai terisi dengan indahnya.

Kadangkala Kiara masih sering terpaku menatap dirinya di cermin dan tidak mengenali dirinya sendiri. Lalu dia tersenyum dan kemudian mengucap syukur kepada Tuhan atas kesempatan yang diberikan kepadanya.

Bahkan sekarang Kiara punya ponsel. Joshua membelikan Kiara ponsel canggih dengan fitur-fitur yang Kiara sendiri tidak tahu cara memakainya, sementara nomor di ponsel itu hanya menyimpan nomor telepon Joshua saja, meskipun kemudian Kiara mengingat tentang Irvan yang dulu sempat menanyakan nomor ponselnya. Kiara sangat ingin mengunjungi Irvan di cafe, meskipun dia harus memikirkan caranya menemui Irvan tanpa harus berurusan dengan Pak Sonny yang setiap hari ada di cafe itu. Bagaimanapun juga, Irvan adalah satu-satunya orang yang bersikap baik kepadanya di sana, sahabatnya. Dan Kiara tidak mungkin melupakan kebaikannya. Tetapi karena setiap pagi Kiara harus ke tempat Deliah dan baru pulang menjelang malam, tidak ada kesempatan baginya untuk mengunjungi Irvan.

Mungkin besok dia bisa kesana... gumamnya dalam hati, sambil menaburkan bumbu ke masakannya,

Ketika Kiara menuang bacon panas yang beraroma harum dan menata kentang goreng di piring. Bel pintu apartemen berbunyi, membuat Kiara mengernyitkan keningnya.

Mereka hampir tidak pernah menerima tamu di apartemen ini. Hanya Jason satu-satunya tamu yang pernah datang kemari sejak Kiara tinggal di sini, dan kemudian menetap di sini.

Kalau begitu siapa?

Dengan langkah ragu, Kiara mengintip melalui kaca cembung untuk mengintip di pintu apartemen. Dia mengernyit, tidak mengenali lelaki bule tua berbadan besar itu yang sedang berdiri dengan ekspresi tidak sabar di depan pintu.

Otaknya berputar cepat, dan kemudian langsung menyadari bahwa mungkin saja saatnya sudah tiba. Mungkin saja lelaki itu adalah ayah kandung Joshua yang datang untuk mengunjunginya!

Kiara meragu, takut untuk membuka pintu. Bel pintu berbunyi lagi, tetapi Kiara tetap menahan diri untuk menahan pintu. Mungkin saja lelaki itu ayah kandung Joshua, tetapi mungkin saja tidak bukan? Kiara harus berhati-hati membuka pintu untuk orang asing.

Dia harus membangunkan Joshua.

Jantungnya berdebar, menyadari betapa buruknya mood Joshua kalau dibangunkan paksa di pagi hari. Tetapi bagaimana lagi? Kiara tidak bisa duduk diam dan membiarkan bel itu terus berbunyi dan menunggu sampai tamu itu menyerah lalu pergi bukan?

Siapa tahu itu tamu penting...?

Dengan ragu, Kiara mengetuk pintu kamar Joshua. Pelan... sekali, dua kali, dan kemudian sedikit lebih keras. Tetapi tetap saja tidak ada jawaban.

Kiara akhirnya memberanikan diri memegang handel pintu yang ternyata tidak dikunci itu. Dari celah pintu yang terbuka sedikit, Kiara bisa melihat Joshua tengah tertidur pulas, terbaring terngkurap di atas ranjang berukuran besar. Selimut polos berwarna gelap tampak menggumpal di kakinya, sementara seperti biasanya, lelaki itu tidur hanya mengenakan celana panjang piyama dan bertelanjang dada.

Kiara melangkah masuk, berdiri ragu di depan pintu kamar, kemudian memanggil Joshua,

“Joshua?” suaranya agak keras, berharap bisa membangunkan lelaki itu dari jarak jauh, tetapi rupanya usahanya sia-sia karena Joshua tampak pulas bahkan tidak bergerak dari posisinya.

Ragu, Kiara melangkah mendekat lagi, menelan ludahnya ketika sudah berdiri di sisi ranjang, menatap punggung telanjang Joshua yang berotot dan indah.

“Joshua?” Kiara setengah membungkuk di dekat lelaki itu. Tetapi panggilannya hanya mampu menghasilkan sedikit kerutan di alis Joshua.

Sambil menghela napas, Kiara meletakkan jemarinya di pundak telanjang Joshua, merasakan dirinya merona ketika kulit hangat itu menempel di telapak tangannya.

“Joshua?” Kiara mengguncang pundak Joshua.

Seketika itu juga, jemari kuat Joshua menarik Kiara yang mungil, membuat Kiara memekik ketika lelaki itu membanting tubuh Kiara ke atas ranjang dan kemudian setengah menindih tubuhnya.

Kiara berusaha meronta, tetapi pegangan Joshua kepada dirinya sangatlah kuat. Mata lelaki itu setengah terpejam, sepertinya masih setengah tidur, dan senyumnya begitu sensual, senyum yang tidak pernah ditunjukkannya kepada Kiara sebelumnya.

“Kau ingin menggodaku di pagi hari sayang?” Joshua berbisik serak, lalu mengecup leher Kiara seringan bulu, membuat sekujur tubuh Kiara merinding. Dia langsung memekik dan mendorong tubuh Joshua sekuat tenaga, membuat lelaki itu tersentak dan kemudian membuka matanya, kali ini benar-benar sadar.

Joshua tampak mengerjap bingung, dia kemudian menunduk, menatap Kiara yang terbaring di bawah tubuhnya dan mengerutkan keningnya,

“Apa yang kau lakukan di bawah situ?”

Pipi Kiara merah padam, dia malu setengah mati. Di sini, berbaring di atas ranjang, di bawah tindihan tubuh Joshua yang telanjang dada. Astaga. Tidak pernah dipikirkannya sebelumnya akan terjadi begini ketika menyentuh pundak Joshua. Tahu begitu Kiara akan mengambil tongkat atau apa untuk menggoyang-goyangkan tubuh Joshua dari jarak jauh. Well ya, kalau nanti dia harus membangunkan Joshua lagi, dia akan menggunakan cara itu,

“Aku... aku berusaha membangunkanmu.. ada tamu.... aku menyentuh pundakmu dan kau membantingku ke ranjang.”

Ekspresi Joshua tidak terbaca, dia mengerutkan kening lalu secepat kilat melepaskan Kiara dari tindihannya, berguling ke samping dan kemudian meluncur berdiri di tepi ranjang,

“Lain kali hati-hati kalau membangunkanku.” Gumamnya dingin, “Dan kenapa kau membangunkanku? Tamu apa yang kau maksud?”

Kiara sendiri langsung bangkit dari ranjang ketika Joshua melepaskan tindihannya, wajahnya merah padam dan terasa panas hingga dia harus meletakkan tangannya di lehernya untuk meredakan panasnya,

“Tamu.... seorang lelaki tua asing.. aku pikir.. aku pikir akhirnya ayah kandungmu mengunjungimu.”

Ekspresi Joshua langsung berubah keras, sedikit menakutkan.

“Kau yakin?”

“Aku tidak tahu..” Kiara menggelengkan kepalanya, “Tetapi dia tamu pertama di apartemen ini, dia pria asing, berambut kelabu, sangat tinggi..... apakah kau tidak ingin mengintipnya dulu?”

“Tidak.” Bibir Joshua menipis, “Itu sudah pasti ayahku, aku tidak sedang menunggu tamu manapun. Aku akan mandi dulu sebelum menemuinya.” Lelaki itu menatap Kiara dengan serius, “Ingat peranmu mulai sekarang, Kiara. Kau adalah simpananku, perempuan penggoda, perempuan jalang yang tak jelas asal usulnya dan penggila harta, sementara itu aku tergila-gila kepadamu.” Lelaki itu terkekeh, “Aku tak sabar untuk melihat reaksi tua bangka itu. Persilahkan dia masuk dan menungguku.”

Kemudian Joshua membalikkan badan dan masuk ke kamar mandi.

***

Bel pintu sudah tidak berbunyi ketika Kiara keluar sehingga dia mengira tamu itu sudah pergi. Tiba-tiba dia menyesal jangan-jangan dia terlalu lama membangunkan Joshua tadi sehingga membuat lelaki itu pulang.

Tetapi ketika Kiara mengintip, dia masih melihat lelaki bule itu berdiri di pintu dan menunggu, dengan hati-hati Kiara membuka pintu, membiarkan rantai gerendelnya masih menempel di sana untuk berjaga-jaga.

“Mencari siapa?” Tanyanya hati-hati.

Lelaki tua itu langsung menegakkan tubuhnya ketika Kiara membuka pintu dan mengintip dari baliknya, matanya menelusuri Kiara, sepertinya tidak menyangka kalau Kiara yang membukakan pintu untuknya, lelaki itu melemparkan tatapan mata penuh spekulasi sebelum kemudian bergumam,

“Aku mencari Joshua. Anakku.” Suaranya berat dan dalam, penuh wibawa dengan bahasa indonesia yang terpatah-patah.

Jadi benar. Orang ini adalah ayah kandung Joshua.  Kiara teringat bahwa dia harus menjalankan perannya dengan baik, karena itulah dia tersenyum dengan gaya ceria yang sedikit menggoda, mengangkat alisnya dibuat-buat.

“Setahuku ayah Joshua sudah meninggal.” Kiara dengan berani menelusuri sosok lelaki di depannya, sengaja membuat lelaki itu jengkel, meskipun dalam hatinya dia gemetar setengah mati.

Dan usahanya berhasil, lelaki tua itu tampaknya termakan oleh usaha Kiara untuk bersikap sebagai perempuan menyebalkan. Wajahnya memerah meskipun lelaki itu masih berusaha bersikap sopan,

“Aku ayah kandung Joshua, sekarang buka pintu ini dan biarkan aku bertemu anakku.” Gumamnya tegas, menatap Kiara dengan mata menyala-nyala, membuat Kiara hampir saja mundur selangkah ketakutan.

“Biarkan dia masuk sayang.” Tiba-tiba saja Joshua sudah berdiri di belakangnya, memegang pundaknya dengan lembut dan begitu dekat di sana, sampai Kiara bisa mencium aroma sabun yang bercampur dengan after shave dan parfum beraroma maskulinnya.

Lalu jemari Joshua terlurur melewati Kiara dan membuka gerendel itu. Sebelah lengan lelaki itu merangkul Kiara dengan posesif dan kemudian mereka berdiri berhadapan dengan lelaki itu, ayah kandung Joshua.

“Kau tidak mempersilahkan aku masuk?” gumam lelaki tua itu datar.

Joshua menegang, Kiara bisa merasakannya meskipun lelaki itu tampak berusaha bersikap datar, tetapi sepertinya semua kemarahan dan kebencian terpupuk di sana, membuat seluruh tubuhnya menegang.

“Masuklah.” Lelaki itu menghela Kiara masih dalam rangkulan lengannya, kemudian mengajaknya duduk di sofa, “Pengacaramu sudah memberitahukan kedatanganmu, aku tidak menyangka kau sebodoh itu membuang-buang waktumu dengan datang kemari.”

Panggilan ber ‘aku’ dan ber ‘kamu’ yang dipakai Joshua kepada ayahnya sepertinya dilakukan dengan sengaja, untuk menunjukkan bahwa jelas-jelas Joshua tidak menganggap lelaki itu sebagai ayahnya. Sebuah penghinaan frontal yang disengaja dan rupanya efektif karena ekspresi ayah kandung Joshua memucat dan tampak tidak senang.

Lelaki itu duduk di sofa di depan Joshua dan mengamati sekeliling ruangan, dia mencoba berbasa-basi,

“Tempat yang bagus.” Gumamnya bersikap tak mendengar kata-kata Joshua tadi yang menyebutnya bodoh. Kali ini dengan memakai bahasa inggris, untunglah Kiara cukup mengerti bahasa inggris dari pelajaran SMUnya dan kursus singkat intensifnya bersama Deliah yang serba bisa.

Joshua mengangkat alisnya, jemarinya menelusuri pinggang Kiara sambil lalu, sebuah gerakan ringan tapi mesra, menunjukkan kepemilikan, membuat Kiara harus berusaha keras supaya tidak salah tingkah.

“Tentu saja, dan aku membelinya dari hasil kerja kerasku sendiri.”

Lelaki itu tersenyum dan menatap Joshua dalam-dalam, “Kau bisa menadapatkan beberapa kastil indah, lengkap dengan tanah pegunungan yang luas, kekayaan yang berlimpah sehingga kau bisa membeli puluhan apartemen seperti ini, sebanyak yang kau mau Joshua, kalau saja kau mau mendengarkan perkataan pengacaraku.”

“Aku tidak butuh hartamu.” Tatapan Joshua berubah dingin, dia lalu melemparkan senyuman sensual kepada Kiara, “Benar kan, sayang?”

Saatnya berakting. Kiara memutar bola matanya dengan genit, “Kalau ada kesempatan kau bisa lebih kaya dari sekarang, tentu saja tidak boleh kau tolak Joshua, itu akan menguntungkanku juga.” Gumamnya dengan nada genit yang meskipun sedikit kaku pada awalnya tapi tampak meyakinkan.

Joshua terkekeh dan kemudian menarik Kiara semakin rapat kepadanya, “Oh ya, aku belum memperkenalkanmu. Ini.... Wiliam.” Joshua dengan kurang ajarnya menyebut nama ayahnya langsung, “Dia seorang bangsawan... aku lupa gelarmu.”

“William Sinclair, Earl of Moray.” Sahut William dengan dingin. Seperti dugaan Joshua, masalah gelar dan darah bangsawan sangatlah sensitif bagi lelaki tua itu. Dan Joshua akan menggunakannya sebagai senjata.

“Yah begitulah namanya Kiara, aku sendiri susah mengingatnya, lagipula  nama gelar itu tidak ada artinya di negara ini.” Joshua sengaja melemparkan pandangan mencemooh, “Dan perkenalkan, ini adalah Kiara..... Kiara saja tanpa embel-embel nama lain sepertinya karena gadis ini sebatang kara sebelum aku memungutnya dari panti asuhan.” Joshua tertawa sendiri, “Kiara ini adalah calon isteriku.”

Wajah William langsung pucat pasi,  memandang Kiara dan Joshua berganti-ganti. Sikap dan kata-kata Kiara tadi, apalagi menyangkut kekayaan, sudah bisa membuat William mengetahui tipe perempuan seperti apa yang sekarang sedang menempel di tubuh anaknya seperti lintah penghisap darah.

Dan dari panti asuhan berarti tidak diketahui asal usulnya! William tidak bisa menerima itu. Bagaimanapun juga, Joshua menyimpan darah Sinclair di tubuhnya, darah bangsawan yang murni dari miliknya yang diturunkan oleh nenek moyangnya yang terhormat. Dan sekarang Joshua akan menikahi perempuan yang tidak jelas asal usulnya? Akan seperti apa keturunan mereka nanti? Perempuan itu akan menodai kemurnian darah Sinclair mereka, darah terhormat yang sekarang hanya ada di tubuh Joshua. Dia harus menyelamatkan darah bangsawan itu. Joshua harus menikah dengan perempuan bangsawan yang terhormat, supaya keturunan Sinclair berikutnya berasal dari darah murni. Bukan dari perempuan yang tidak jelas seperti ini.

“Aku datang kemari untuk membicarakan warisan gelarmu.” William memulai, pura-pura tidak mendengar perkenalan Joshua tentang Kiara tadi, “Kau adalah anakku satu-satunya, satu-satunya Sinclair murni yang tersisa.”

“Dan apakah pengacaramu tidak mengatakan kepadamu bahwa aku menolaknya? Aku tidak butuh hartamu, gelarmu atau bahkan warisan darahmu. Kalau saja aku bisa membuangnya, akan aku buang dari tubuhku semua jejak yang menghubungkanku padamu,” Mata Joshua menggelap, “Kedatanganmu sia-sia Pak Tua, Aku menikmati hidup di sini, bersama kekasihku yang menggairahkan dan tawaranmu sama sekali tidak menggodaku.”

“Kau tidak boleh menikahinya.” Tiba-tiba William terpancing emosi, menatap Kiara dengan penuh kebencian, membuat Kiara sedikit beringsut dari duduknya. Untunglah jemari Joshua di pinggangnya menguatkannya, lelaki itu memeluknya makin erat seolah akan menjaganya.

“Kenapa tidak boleh? Kami saling mencintai dan saling memuaskan, aku sudah tinggal bersamanya selama beberapa bulan dan percintaan kami sangat memuaskan, benar kan sayang?”

Nada suara Joshua penuh siratan makna, membuat pipi Kiara merona, tetapi dia menganggukkan kepalanya, mengimbangi kata-kata Joshua dengan kedipan genit menggoda, “Benar sayang. Dan aku tidak sabar menunggu kita menikah dan kemudian mendapatkan cincin dengan berlian raksasa yang kau janjikan itu.” Ide untuk mengatakan hal-hal semacam itu sebenarnya berasal dari Deliah, Deliahlah yang mengarahkannya untuk selalu menyinggung uang dan perhiasan.

Joshua terkekeh, “Kau akan mendapatkannya nanti sayang.”

Wiliam rupanya sudah tidak tahan lagi, lelaki itu langsung berseru, “Kau tidak boleh menikahinya, Joshua. Darah keluarga Sinclair akan tercemar kalau kau menikahi perempuan dengan asal usul tidak jelas, aku sudah memilihkan calon isteri untukmu, perempuan bangsawan, berpendidikan tinggi, modern dan sempurna untukku, dia sedang dalam perjalanan menyusulku kemari untuk menemuimu. Segera setelah kau melihatnya, kau akan sadar bahwa kau sudah membuat pilihan buruk!



CRUSH IN RUSH - BAB 11

No comments:

Post a Comment