Monday, November 2, 2015

CRUSH IN RUSH - BAB 2

BAB 2

Joshua  menahan keinginannya untuk mendatangi cafe itu lagi. Perempuan pelayan cafe itu, di luar dugaannya sungguh sangat menarik perhatiannya. Membuatnya ingin melihatnya setiap hari. Joshua sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dia rasakan kepada perempuan pelayan itu. Dia berhati dingin, jiwanya yang kejam adalah pembawaannya, sehingga dia  cenderung tidak peduli kepada orang lain. Tetapi perempuan pelayan itu begitu mungil, begitu tak berdaya dan harus menjalani pekerjaan yang begitu berat. Joshua bertanya-tanya apakah perempuan itu punya keluarga atau orang lain yang bisa mengurusnya.
Diluar kebiasaannya juga, Joshua memberikan uang kepada perempuan pelayan itu. Dia mengangkat bahunya dan sedikit merasa lega, mungkin perempuan itu bisa menggunakan uang itu untuk memenuhi kebutuhannya. Uang sebesar itu hanyalah recehan bagi Joshua, tetapi dia tahu uang itu sangat berarti bagi perempuan itu.

Tiba-tiba Joshua tersadar... kenapa dia terus menerus memikirkan perempuan itu?

Dengan marah Joshua meremas kertas pekerjaannya yang dari tadi tidak bisa diselesaikannya, dia menatap nanar ke arah bawah, ke arah pemandangan malam kota dari jendelanya. Tiba-tiba pikirannya melayang ke ayah kandungnya di luar sana. Dia menahan napas gusar. Rencana balas dendamnya sepertinya sangat menarik untuk dilakukan, dia hanya tinggal mengatur beberapa rencana, lalu semua akan terlaksana dengan baik.

Joshua melirik jam tangannya, tiba-tiba bertanya-tanya dalam hatinya, sudah dua malam dia tidak mengunjungi cafe tempat gadis pelayan itu bekerja, ini sudah hampir jam lima pagi, bukankah biasanya shift perempuan itu selesai jam lima pagi? Joshua tahu karena dia selalu berada di cafe antara jam dua sampai jam lima pagi, dan ketika sudah menjelang jam lima pagi, selalu terjadi  pergantian shift pelayan.

Sedetik dia berpikir, kemudian dengan gerakan cepat. Joshua meraih jaketnya dan melangkah keluar dari apartemen mewahnya itu.

*** 

Kiara merasakan kepalanya pening, dia menghela napas panjang. Gawat sepertinya virus salah satu pengunjung yang dari tadi bersin-bersin di dekatnya telah menularinya. Daya tahan tubuh Kiara sedang lemah sehingga dia mudah tertular. Sekarang selain pening di kepalanya, di bagian matanya terasa berdenyut-denyut dan seluruh permukaan kepalanya terasa nyeri. Kiara menuggu dengan lunglai di pinggir jalan. Udara pagi hari yang dingin terasa menerpa kulitnya, menyiksanya karena terasa menusuk sampai ke tulang.

Kiara merapatkan jaketnya yang terbuat dari bahan wol, jaket itu sudah menipis karena terlalu sering dipakai dan dicuci sehingga tidak membantunya mengatasi hawa dingin. Dia masih berdiri di tepi jalan yang masih lengang itu, hanya ada beberapa kendaraan pribadi yang lalu lalang, dan taxi yang beberapa diantaranya memberi isyarat pada Kiara, membuat Kiara harus menggelengkan kepalanya. Dia tidak mampu pulang naik taxi, ongkosnya tidak akan cukup. Di pagi hari setelah shiftnya dari cafe, dia akan berjalan ke jalan besar sejauh dua ratus meter dan menunggu angkutan umum yang lewat untuk mengantarkannya ke dekat tempat tinggalnya Oh ya ampun, dan dia harus berdiri di tengah hawa dingin ini selama beberapa lama, angkutan yang melewati sekitar jalan ini biasanya baru datang jam enam pagi, membawa barang-barang milik pedagang pasar pagi, Kiara juga harus siap berdesak-desakan dengan para pedagang dan barang bawaannya nanti, sementara dia sudah merasa ingin pingsan.

Dengan langkah tertatih, Kiara berjalan menuju ke tempat duduk di halte tak jauh dari situ, dia sudah tidak kuat berdiri lebih lama lagi. Demamnya makin terasa, membuatnya hampir limbung, dan Kiara merasa cemas. Dia tidak boleh sakit.... dia tidak boleh izin dari pekerjaan karena itu bisa menjadi alasan pak Sony untuk memecatnya....

Mata Kiara mulai berkunang-kunang membuatnya berpegangan pada salah satu tiang halte itu, menyandarkan tubuhnya di sana. Sampai kemudian sebuah tangan yang terasa kuat menyentuh pundaknya, membuat Kiara hampir terloncat karena kaget.

"Kau tampak tidak sehat."

Itu lelaki penyendiri di cafe itu....tiba-tiba Kiara teringat, dia merogoh-rogoh sakunya dan mengeluarkan selembar uang seratus ribuan berwarna merah yang sudah lecek tidak karuan. Entah berapa ratus kali Kiara tergoda untuk menggunakan uang itu. Kadang dia menaruhnya di pangkuannya dan menatapnya beberap lama, berpikir apa yang akan dia lakukan dengan uang sebanyak itu. Kiara ingin mencicipi tenderloin steak menu andalan cafe tempatnya bekerja, tetapi kemudian dia mengurungkan niatnya, harga steak itu sendiri lima puluh ribu rupiah, dia akan menghabiskan setengah uang itu hanya untuk makanan. Lalu Kiara akan memikirkan cara lain, dia membayangkan membeli gaun yang sangat indah di toko baju yang sering dilewatinya kemarin... tetapi lagi-lagi Kiara membatalkan niatnya, dia masih belum butuh gaun, meskipun dekil dan jelek, gaun-gaunnya masih pantas dipakai, lagipula Kiara bekerja mengenakan seragam yang disediakan untuk cafe dan dia juga tidak punya teman yang akan mengajaknya keluar-keluar, jadi Kiara tidak membutuhkan gaun yang bagus. 

Pada akhirnya, Kiara akan membatalkan semua niatnya untuk menggunakan uang itu dan akan melipat uang itu, lalu meletakkannya dengan hati-hati di saku bajunya. Dia harus mengembalikan uang ini. Kiara tidak mengenal lelaki itu, yang memberinya uang ini. Siapa tahu apa maksud di baliknya? Jangan-jangan nanti lelaki itu kembali dan menagih uang ini atau meminta tubuhnya seperti di film-film itu? Kiara begidik ngeri, jangan sampai dia berakhir dengan menjual tubuhnya, semiskin apapun Kiara, dia akan menjaga tubuhnya tetap suci, untuk pangeran impiannya nanti... yang dia tidak tahu siapa dan sekarang entah berada di mana.

Kiara melewatkan dua malam ini dengan menunggu lelaki penyendiri itu datang dan menghabiskan waktunya di cafe seperti biasanya, tetapi dua malam berlalu dan lelaki itu tidak datang. Untunglah sekarang dia bisa bertemu lelaki itu di sini, jadi dia bisa mengembalikan uangnya.

"Apa?" lelaki itu menatapnya galak dan menatap uang lecek di telapak tangan Kiara.

"Kau tidak datang ke cafe jadi aku tidak bisa mengembalikannya...." Kiara menahan peningnya, mendongakkan kepalanya menatap lelaki yang berdiri di depannya itu, "Ini uangmu."

"Bukankah sudah kubilang untuk tidak mengembalikannya?"

"Aku tidak mau menerimanya." Kiara menatap lelaki itu dengan tatapan keras kepala, mencoba membantah, tetapi tiba-tiba rasa pening yang amat sangat menerpanya, membuatnya mengerang kesakitan.

"Kau kenapa?" Lelaki itu menyentuh dahinya dan mengernyit, "Astaga, kau panas sekali!"

Itu adalah kata-kata terakhir yang didengar Kiara sebelum dia limbung dan kehilangan kesadarannya.

*** 

"Dia terjangkit flu dan kelelahan....." Dokter pribadi Joshua menemui Joshua setelah memeriksa perempuan pelayan itu, yang sekarang masih terbaring pingsan di atas ranjangnya, di dalam apartemen mewahnya. Joshua terpaksa membawa perempuan itu ke apartemennya karena dia tidak tahu harus membawanya ke mana.

"Oke, terimakasih dokter." Joshua menjawab sopan dan mengantar dokter itu ke pintu. Sampai di pintu, dokter itu menghentikan langkahnya sebelum pergi,

"Di mana kau menemukan perempuan itu, Joshua?" dokter itu sudah mengenal Joshua cukup lama karena dia dulu menjadi dokter keluarga sejak orang tua Joshua masih hidup, karena itu dia menganggap Joshua hampir seperti anaknya sendiri. 

"Memangnya kenapa dok?"

Dokter itu menghela napas panjang, "Tubuhnya lemah, jadi daya tahan tubuhnya lemah hingga mudah terjangkit penyakit... dan juga sepertinya dia kurang gizi."

Hati Joshua terenyuh mendengarnya. Pantas saja perempuan itu begitu kurus, ternyata dia kurang makan.

"Dia temanku, sayangnya nasibnya memang tidak beruntung, jangan kuatir dok, aku akan merawatnya." gumam Joshua sambil tersenyum.

*** 

Ketika Kiara membuka matanya, dia terperanjat menyadari bahwa dirinya berada dalam kamar yang tidak dikenalnya. Kamar itu indah dan semua barang di dalamnya mahal. Kiara mengernyitkan dahinya bingung, di mana dia? Ingatan terakhirnya adalah bertatapan mata dengan lelaki penyendiri langganan Cafe tempat dia bekerja itu. Setelah itu dia tidak ingat apa-apa lagi.

Kiara menatap sekeliling lagi dengan waspada dan menghembuskan napas lega ketika yakin bahwa dia sendirian di dalam kamar ini. Kamar siapa ini? Apakah lelaki penyendiri itu yang membawanya ke mari? 

Kiara melirik tubuhnya dan mendesah lega sekali lagi karena menemukan dirinya berpakaian lengkap di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Yah, dia benar-benar demam ternyata, Kiara mendesah kecewa atas ketidakmampuan tubuhnya menahan virus yang menyerangnya. Kepalanya pening dan sekujur tubuhnya terasa nyeri, dia memijit kepalanya, berusaha meredakan rasa seperti berdentam-dentam di sana.

Tiba-tiba saja pintu terbuka, dan refleks, Kiara beringsut menjauh di atas ranjang ketika melihat lelaki penyendiri itu memasuki kamar, dengan nampan berisi air dan teko kaca besar di tangannya.

"Kau sudah bangun rupanya." Joshua meletakkan nampan itu di meja di sebelah ranjang, "Aku terpaksa membawamu ke sini, maafkan, kau pingsan di jalan begitu saja."

Lelaki ini menolongnya. Tiba-tiba saja Kiara merasa malu telah berprasangka buruk kepadanya, 

"Terimakasih." suaranya serak dan pelan, sepertinya tenggorokannya juga terserang virus karena sekarang terasa panas dan menyakitkan, terutama ketika dia menelan ludahnya.

Joshua menganggukkan kepalanya, lalu mengulurkan tangannya, 

"Kita belum sempat berkenalan, aku Joshua."

Kiara meragu sejenak. Kenapa lelaki kaya macam Joshua merasa penting untuk berkenalan dengannya? tetapi dia kemudian membalas uluran tangan Joshua,

"Aku Kiara."

"Kiara." Joshua mengulang nama Kiara lambat-lambat lalu tersenyum, "Kau harus minum obatmu, dokter memeriksamu tadi." Lelaki itu mengedikkan bahunya ke arah obat-obat yang diletakkan di meja yang sama dengan nampan berisi gelas air.

Kiara menoleh ke arah obat itu lalu menatap Joshua kembali

"Terimakasih, maafkan aku sudah merepotkanmu."

"Sama sekali tidak repot kok." Joshua menjawab tenang, masih tetap berdiri dan menatap Kiara dengan tatapan mata penuh arti, "Minumlah obatmu dan beristirahatlah."

Mata Kiara melirik ke arah jam dinding. Jam enam... 

"Apakah itu jam enam pagi, atau jam enam sore?"

Joshua mengikuti arah pandangan Kiara ke jam dinding itu, "Jam enam sore. Dokter menyuntikmu dengan obat dan itu membuatmu tertidur pulas, bagus untuk penyembuhanmu katanya karena kau butuh tidur dan beristirahat untuk pemulihanmu." Joshua memandang sekeliling kamar, "Memang susah membedakan pagi dan malam di kamar ini,  kamar ini memang sedikit gelap karena aku menutup jendela dan gordennya, aku pikir kau bisa beristirahat lebih nyaman kalau suasana kamar temaram."

"Oh Astaga." Kiara malahan terlompat dari posisi tidurnya, hampir tidak mendengar kalimat terakhir Joshua, dia mulai panij, melemparkan selimutnya dan berusaha berdiri, "Aku harus masuk kerja, bosku akan memarahiku kalau aku terlambat." Kiara berusaha berdiri, tetapi kakinya terasa lemah seperti agar-agar dan rasa pening yang amat sangat menyerangnya dengan begitu kuar, membuatnya kembali limbung. 

Joshua yang berdiri di dekatnya langsung menopangnya, 

"Kau ini bodoh atau apa? kau demam tinggi dan flu berat, bagaimana mungkin kau bisa bekerja dengan kondisi seperti ini? Shift malam pula!" dengan marah tetapi tetap berusaha lembut, Joshua setengah mendorong Kiara hingga tubuh perempuan itu kembali terbaring di ranjang.

Kiara mengerutkan keningnya, masih merasa panik meskipun di dera pusing yang amat sangat,

"Bosku akan memecatku kalau...."

"Shhh.." Joshua menghentikan kalimat Kiara, "Minum obat dan tidurlah, biarkan aku yang mengurus bos-mu. Ok?"

Kiara menahan air matanya karena merasa begitu tidak berdaya, "Ok."

Lalu dia membiarkan Joshua membantuya meminum obatnya dan membaringkan tubuhnya di atas ranjang yang nyaman itu, lelaki itu menyelimutinya sebelum melangkah pergi.

Kiara masih merasa panik atas pikiran akan kehilangan pekerjaannya. Pak Sony pasti akan marah sekali kalau dia tidak muncul untuk bekerja malam ini..... tetapi kemudian pengaruh obat membelit otaknya, membuatnya mengantuk dan kembali terseret ke alam mimpi.

*** 

Joshua setengah mengutuk dirinya sendiri karena mau-maunya melibatkan dirinya dalam urusan merepotkan menyangkut Kiara. 

Kenapa dia jadi mengurusi Kiara? Kenapa pula perempuan itu pingsan tepat di depannya?

Joshua mendengus marah, sekalian saja kalau begitu! perempuan itu telah mengetuk nuraninya, membuat Joshua merasa asing kepada dirinya sendiri. Dia tidak boleh terus-terusan didikte oleh nuraninya, dia harus melakukan sesuatu.

Yang pertama dilakukannya adalah menemui lelaki yang bernama Sony, manager restoran itu. Joshua setengah mengenalnya karena dia langganan cafe ini, dan lelaki gendut pemarah itu selalu memperlakukannya dengan sikap menjilat yang memuakkan.

"Kenapa anda ingin menemui saya, tuan Joshua?" Sony tentu saja tahu kalau Joshua adalah lelaki kaya salah satu penghuni apartemen mewah di area dekat mereka. Pelanggan kaya adalah raja, mereka harus diperlakukan dengan baik.

"Ini menyangkut Kiara."

Kiara? Sony mengernyitkan keningnya. Perempuan pelayan tak becus itu sepertinya terlambat datang lagi malam ini, dasar perempuan tak becus, Sony sebenarnya sudah lama ingin menyingkirkan Kiara, dia selalu menganggap Kiara lemah dan tak kompeten, dan sekarang Kiara menunjukkan betapa pemalasnya dirinya karena terlambat datang lagi. Kiara pasti ketiduran lagi! Awas saja! Sony sudah memikirkan hukuman berat untuk Kiara, mencuci seluruh piring dan peralatan masak kotor rupanya belum cukup berat bagi Kiara, mungkin dia akan menyuruh Kiara mengepel seluruh lantai cafe dengan tangan dan menggosok seluruh kamar mandi di area cafe. Mata Sony bersinar jahat, membayangkan kepuasan yang diperolehnya dengan menyiksa Kiara.

Joshua menatap sinar jahat di mata Sony dan tiba-tiba merasa marah. Lelaki ini adalah penindas perempuan pelayan cafe itu. Sungguh Kiara pasti tidak akan bisa melawan si jahat ini. Mungkin Joshualah yang harus membantu Kiara untuk membalas,

"Kiara tidak akan datang lagi." Joshua bergumam dingin, "Dia sekarang bekerja untukku." tanpa kata lagi, Joshua membalikkan badan dan meninggalkan Sony yang terperangah bingung dengan apa yang dikatakan oleh Joshua.

*** 

Kiara terbangun beberapa lama kemudian, dan mengerjapkan matanya. Obat itu seperti obat bius, membuatnya tidurnya amat pulas, tetapi juga membuat tubuhnya agak terasa enak. 

Ternyata Joshua sudah ada di dalam kamar itu, lelaki itu menatap Kiara dengan tatapan tak terbaca. Apakah lelaki itu benar-benar pergi untuk menemui bosnya?

"Bagaimana bosku?" Kiara bergumam pelan, dia berusaha duduk, "Maafkan aku merepotkanmu, terimakasih sudah merawatku, aku akan pergi sekarang, mungkin bosku masih mau menerima permintaan maafku karena terlambat datang... sekali lagi terimakasih, aku akan pergi..."

"Kau tidak akan pergi kemana-mana, Kiara."

Suara Joshua tenang dan pelan, tetapi mampu membuat Kiara menghentikan kata-katanya dan menatap Joshua sambil mengernyitkan dahinya.

"Apa maksudmu?" Kiara bertanya, bingung.

Joshua menatap Kiara dalam-dalam, "Kau sudah dipecat dari pekerjaanmu di restoran itu. Bosmu memang jahat dan kau harusnya bersyukur bisa terlepas darinya."

Kiara  langsung panik kembali. Dia dipecat? Dipecat? Oh ya Ampun, bagaimana dia bertahan hidup tanpa pekerjaan itu? Bagaimana dia makan nanti? bagaimana dia membayar sewa tempat tinggalnya?

Joshua mengawasi reaksi panik dan cemas Kiara, lalu bergumam,

"Tetapi kau tidak perlu cemas memikirkan hidupmu, ada pekerjaan baru untukmu."

"Pekerjaan baru?" ada secercah harapan di sana, Kiara menatap Joshua penuh harap, mungkin lelaki ini menemukan koneksi baru tempat dia bisa masuk sebagai pelayan? Kiara akan sangat berterimakasih kalau lelaki ini benar-benar melakukannya.

"Ya pekerjaan baru, di sini, sebagai pelayanku." Joshua melemparkan kata-kata itu dengan tenang, seolah menawarkan permen kepada anak kecil, yakin akan disambar secepat kilat.

Hening....... Kiara ternganga kaget mendengar perkataan lelaki itu sampai tidak bisa berkata-kata.....




2 comments:

  1. Yuphss, dr pada sama pak sony bisa2 suruh beresin cafe smpk pagi...oow tapi curiga juga sama josh hhahahah

    ReplyDelete