Sunday, November 8, 2015

PEMBUNUH CAHAYA - SANTHY AGATHA - BAB 2


Keadilan  sangat  berbeda dengan  balas  dendam.  Keadilan berarti  keseimbangan,  sedangkan  balas  dendam  hanyalah pemuasan  diri manusia.
2


Saira melangkah mengikuti Leo memasuki kamar tidur mereka, tiba-tiba merasa takut kepada suaminya. Leo benar- benar  terasa  asing, seperti bukan dirinya. Dan  Saira  merasa tidak nyaman dengan Leo yang sekarang menjadi suaminya ini.
“Kenapa engkau marah-marah kepadaku, Leo? Saira memberanikan diri bertanya, mencoba bersikap lembut kepada suaminya. Bukankah dulu Leo berkata bahwa dia sangat menyukai kelembutan Saira?
Tetapi Leo tetap bersikap dingin, sama sekali tidak tersentuh dengan kelembutan Saira, ditatapnya Saira dengan sinis, Suami mana yang tidak marah ketika istrinya malahan mengunjungi lelaki lain di hari pertama setelah mereka menikah. Seolah tidak tahan untuk segera menghambur ke pelukan lelaki itu?
Wajah Saira memucat mendengar tuduhan Leo, tetapi dia mencoba membela diri, Kau yang meninggalkanku untuk bekerja di hari pertama pernikahan kita, dan aku bingung tidak tahu harus bagaimana. Lagipula aku ke sana bukan untuk menemui Andre, aku ingin menengok rumah kacaku.”
Alasan.Leo menatap Saira dengan merendahkan, Dari awal aku sudah curiga ada sesuatu yang lebih di antara kalian. Dan jangan mencoba melempar kesalahan dengan menyalahkanku karena pergi bekerja. Aku berkerja kau pikir untu siapa Untu menghidupi   istrik juga Ka juga menerima keuntungan dari rumah mewah, pakaian mahal, dan makanan enak yang akan selalu disediakan untukmu. Jadi kuharap kau menghargainya dan jangan menjadi perempuan cengeng hanya karena aku pergi bekerja.”
Kata-kata kasar Leo sekali lagi telah membuat hari Saira terasa teriris. Dia sampai mundur satu langkah, menjauhi suaminya, menatap Leo dengan wajah tidak percaya,
“Leo..?”  suaranya  bergetar,  “Ada   apa   sebenarnya...?” tanyanya lirih. Menahan perasaan.
Leo tampaknya tidak tersentuh melihat ekspresi Saira, dia menatap dingin, “Tidak ada apa-apa. Hanya saja tiba-tiba aku menyesali keputusan bodohku untuk menikahi seorang perempuan kampung dari kelas rendahan yang tidak tahu terimakasih dan malahan sibuk menjalin affair dengan lelaki lain. Mata Leo tampak kejam menatapnya, Dan kupikir aku terlalu muak untuk tidur sekamar denganmu. Keluar dari kamarku, dan tidurlah di salah satu kamar kosong di rumah ini. Dimanapun itu, carilah yang paling jauh dari kamarku.”
“Leo?” kali ini Saira tidak mampu menahan air matanya,
dia merasa sangat bingung.
Leo melangkah ke pintu, sebelum ke luar dia menoleh dengan dingin, “Aku akan pergi keluar, dan aku harap ketika aku pulang, kau cukup tahu diri untuk memindahkan seluruh barangmu dari ruangan ini.”
***
Saira tidak tahu harus berbuat apa, ini adalah hari pertama pernikahannya. Dan Leo sudah memperlakukannya dengan begitu kejam.
Sebenarnya   ada   apa   dengan   leo?   Apa   salah   Saira sehingga Leo setega itu dan sekasar itu kepadanya? Benak Saira berpikir keras, tetapi dia tidak menemukan pertanda apapun. Bahkan setelah pesta pernikahan itu sebelum Saira masuk ke kamar, Leo masih bersikap lembut kepadanya, memeluknya mesra di dansa pengantin mereka sambil berbisik betapa bahagianya dia ketika pada akhirnya bisa menikahi Saira.
Sambil mengusap air matanya, Saira mengemasi pakaiannya. Dia sebenarnya tidak ingin melakukannya, diusir seperti ini dari kamar suaminya dan direndahkan karena disuruh mengemasi pakaiannya sendiri dan berpindah tempat.
Tetapi  harga  dirinya  menuntutnya  melakukannya, dia tidak  mau  ketika  Leo  pulang  nanti  dan  menemukan dirinya masih ada di kamar ini, Leo akan semakin merendahkannya.
Apa yang harus dia lakukan? Nuraninya menjerit, memintanya melarikan diri saja dan kabur dari rumah ini, kembali  ke  lindungan  rumah  kacanya  yang  nyaman.  Tetapi Saira adalah perempuan dewasa, bukan remaja lagi yang bisa kabur kalau menemukan permasalahan yang tidak sanggup untuk dia hadapi. Saira harus bisa berbicara dengan Leo dan meluruskan semuanya, mungkin saja Leo memang benar-benar cembur da sala paha tentang   hubungannya   dengan Andre? Saira akan menjelaskan bahwa Andre adalah gay dan Leo tidak perlu mencemaskan hubungannya dengan Andre, begitu ada kesempatan.
***
Leo memasuki rumah mewah itu, yang terletak dipinggiran kota yang tenang dan sepi. Sontak seorang pelayan membukakan pintu untuknya dan membungkuk memberi hormat, Leo menatapnya tenang,
Bagaimana keadaannya?
Nona Leanna sangat baik kondisinya sekarang, tuan. Belia bahka bisa   meminum   obatnya   tanpa   perlawanan seperti biasanya.”
Apakah dia mau makan? Leo bertanya cemas, karena dia tahu persis, Leanna sering menjerit-jerit mencarinya dan tidak  mau  makan.  Dia  akan  melemparkan  makanannya  ke segala arah dan mengamuk, yang bisa menenangkannya hanyalah Leo. Leanna kebanyakan hanya mau makan kalau disuapi oleh Leo.
Sang pelayan menganggukkan kepalanya dengan bersemangat, Nona sangat tenang hari ini, beliau meminum obatnya dengan patuh dan kemudian mau memakan sup dan nasinya ketika pelayan menyuapinya.”
Bagus, dengan langkah tergesa Leo melangkah menaiki tangga menuju lantai atas, ke ruangan yang terletak di ujung, dengan pemandangan indah ke  arah taman yang  menghijau.


Leo  membuka  pintu  dengan  hati-hati,  kamar  itu  temaram seperti biasa. Suasana kesukaan Leanna, meskipun sebenarnya tidak ada bedanya bagi Leanna, batin Leo dengan sedih.
Leana sedang duduk di atas kursi rodanya seperti biasanya. Termenung menatap ke arah pemandangan balkon. Suasana  sudah  menggelap, tetapi  apakaLeanna  merasakan perbedaannya? Leo kadang-kadang bertanya-tanya ketika dirinya  selalu  menemukan Leanna sedang duduk termenung menghadap pemandangan di arah balkon, seolah-olah perempuan itu sedang menikmati pemandangan. Padahal Leo persis bahwa tidak ada pemandangan apapun yang bisa dinikmati oleh Leanna dengan kedua matanya yang buta.
Dengan lembut Leo meremas pundak Leanna dan berdiri di belakangnya.
Hai sayang, kata pelayan kau sangat baik hari ini, aku bangga padamu.”
Seulas senyum tampak hadir di bibir Leanna ketika merasakan kehadiran Leo.
Leo?  Bisiknya  lemah,  jemarinya  dengalembut meremas tangan Leo di pundaknya, “Kangen.
Aku juga merindukanmu, Leanna, sangat, tapi kau tahu terkadang aku harus pergi bukan? Untuk membuat hidup kita semakin baik? Dengan lembut Leo memutar dan berlutut di depan kursi roda Leanna, Aku senang kau bersikap baik hari ini,  tidak  memecahkaapapun  dan  membuat  pelayan kerepotan, kau membuatku sangat bangga.”
Ada secercah kebahagiaan di mata Leanna ketika menunduk menatap Leo yang berlutut di bawahnya, Aku senang membuatmu bangga.” Bisiknya lemah.
Leo  menatap Leanna  dengan penuh  sayang dan keharuan. Leanna adalah perempuan yang sangat cantik, dulunya. Sekarang dia begitu rapuh dan kurus, tampak begitu lemah  hingga  seolah  kalaLeo  salah  memegangnya, Leanna akan hancur berkeping-keping. Seperti biasanya, Leo merebahkan kepalanya di pangkuan Leanna, membiarkan perempuan itu mengusap kepalanya, memberinya secercah kedamaian.
Leo memejamkan matanya. Saatnya makin dekat.... saat yang dia tunggu-tunggu sudah menjelang...
***
Saira  pindake  kamar  tamu  yang  berada  di  ujung lorong, dengan malu, karena semua pelayan tampak kaget dengan kepindahannya. Tetapi Saira menegarkan hati, mengatakan bahwa ini  adalakeputusannya sebagai nyonya rumah yang tidak dapat diganggu gugat. Seumur hidupnya Saira tidak pernah menjadi nyonya rumah, tetapi ternyata menjadi istri  Leo  ada  untungnya  juga  di  rumah  ini,  karena  semua pelayan takut dan tunduk kepadanya tanpa berani membantahnya.
Kamar  itu  sama  bagusnya  dengan  kamar-kamar  yang lain di rumah itu, dan Saira mengatur pakaiannya yang hanya sedikit di dalam lemari yang sangat besar itu.
Setelah itu dia duduk dengan ragu, dan menunggu Leo pulang. Dalam hati dia bertanya-tanya, apakah keputusanya mengikuti perintah Leo tadi dengan pindah dari kamar utama sudah benar? Ataukah ini hanya memperburuk keadaan?
Haruskah Saira bertahan saja di kamar itu dan memaksa Leo menjelaskan semuanya kepadanya? Tetapi bagaimanapun juga Saira tidak sanggup kalau harus menerima penghinaan dan sikap kasar Leo kepadanya.
Mungkin ini adalah keputusan yang tepat, ketika mereka berpisah kamar mungkin Leo bisa berpikir dengan lebih tenang dan menyadari bahwa dia terlalu berlebihan dalam kecemburuannya kepada Andre. Dan setelah Leo tenang, Saira akan  menjelaskan semuanya  kepada  Leo,  kenyataan  tentang Andre dan bahwa Leo sebenarnya tidak perlu cemburu kepada Andre.
Tetapi   ternyata   penantia Sair sia-sia Mala itu ternyata Leo tidak pulang ke rumah.
***
Saira bangun dengan mata bengkak dan sembab, semalam setelah menunggu berjam-jam dan menyadari bahwa Leo tidak pulang ke rumah. Saira menghabiskan waktu dengan menangis dan meratapi diri, larut dalam kebingungan yang menakutkan. Dia  tidak tahu apa  yang terjadi, dia  tidak tahu kenapa Leo memperlakukannya seperti ini.
Dan dia merasa sangat sendirian, benar-benar sendirian di  rumah  ini.  Sambil  menghela  napas,  Saira  melangkake kama mandi   da mencuc mukanya   di   wastafel,   ketika menatap ke arah kaca dia mengernyit menatap matanya yang bengkak dengan lingkaran hitam di sekitar matanya.
Ini bukanlah penampilan seorang pengantin yang sedang berada di masa bulan madunya. Tidak akan ada pengantin berbahagia yang bangun tidur dengan kepala pening dan mata sembab, tidak mengetahui keberadaan suaminya...
Saira merasa matanya kembali panas, ingin menumpahkan air  mata  di  sudut-sudutnya. Tetapi  dia kemudian  menghela  napas  panjang,  berusaha  menenangkan diri.
Masalah tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan menangis.
Saira harus mencari tahu kenapa Leo tiba-tiba berubah menjadi orang yang tidak dikenalnya. Leo yang menjadi suaminya bukanlah lelaki lembut yang begitu penuh kasih sayang  yang  dicintainya.Dan Saira  tidak  mau  diam  saja,  dia tidak mau diperlakukan kasar tanpa tahu apa kesalahannya.
Setelah  mandi  dan  berganti pakaian, Saira  melangkah keluar dan menuju ruang makan. Sarapan lengkap sudah disiapkan di  sanaDan  tiba-tiba perut  Saira  berbunyi ketika mencium harumnya omelet dan nasi goreng yang tersedia di sana. Tidak bisa dipungkiri, meski perasaannya berkecamuk, tubuhnya berteriak mengirimkan alram yang mengatakan bahwa dia lapar. Karena semalam, setelah Leo pergi, tidak ada sama sekali nafsunya untuk makan.
Perutnya terasa perih dan melilit, dan meskipun Saira tidak  selera  makan,  dia  mengambil  piring  dan  mengisinya dengan sedikit omelet dan sayuran untuk mengganjal perutnya. Saira tidak boleh jatuh sakit hanya karena dia kelaparan. Entah kenapa dia merasa bahwa dirinya harus tetap kuat dan bertahan.
Karena yang lebih buruk mungkin akan datang.
Leo pulang beberapa saat kemudian, ketika Saira sudah berhasil menyelesaikan makannya yang dipaksakan dilakukannya meski dia tidak berselera. Suara khas mobil Leo yang memasuki halaman rumah yang luas itu membuat Saira menegang. Dia meletakkan sendoknya dan duduk menanti dengan cemas di meja makan.
Langkah-langkah Leo  tampak  tergesa  menaiki  tangga. Saira mendengarnya dengan waspada sampai kemudian mendengar suara lelaki itu membanting pintu kamarnya, lalu kemudian menarik napas lega.
Talama  kemudian ketika  tidak ada  tanda-tanda Leo akan keluar dari kamarnya, Saira melangkah menuju ruang tengah, duduk di sudut sofa cokelat muda yang nyaman dan merenung. Kenapa dia  jadi takut  menghadapi pertemuannya dengan Leo? Apakah karena penghinaan Leo begitu menggores hatinya sehingga membuatnya trauma bahkan hanya untuk berbicara dengan lelaki itu?
Tetapi perempuan mana yang tidak trauma ketika dilamar dengan penuh cinta, dinikahi dengan keyakinan bahwa dia telah menemukan belahan jiwanya yang akan menyayangi dan menjaganya, hanya untuk kemudian menemukan suaminya telah berubah seperti pria lain yang begitu kasar, menghinanya dan bersikap sangat jahat kepadanya?
Sebuah  gerakan  dipintu  mengalihkan  perhatian  Saira dan membuatnya terkesiap. Leo berdiri di sana, dengan wajah dingin dan tak terbacanya, menatap Saira dengan tajam. Rambutnya basah karena lelaki itu sepertinya habis mandi. Ini hari Minggu jadi sepertinya Leo tidak akan pergi ke kantornya.
Jantung Saira berdegup kencang, Apakah ini saatnya mereka  berbicara  dan  meluruskan  semua  salah  paham  atau entah apapun itu yang seolah membuat Leo sangat marah dan membencinya?
Ekspresi Leo tidak tetap tidak terbaca ketika dia melangkah memasuki ruang baca dan bersedekap menatap Saira,
“Kau pindah dari kamar.”
Saira mendongakkan dagunya, berusaha tampak tegar di bawah tatapan Leo yang tajam,Ya. Sesuai permintaanmu.” Batin Saira melanjutkan bahwa permintaan Leo, dilakukan dengan merendahkan dan menghina Saira. Tetapi tentu saja dia tidak mengeluarkannya dalam kata-kata, dia tidak mau memperkeruh keadaan.
Bagus,” Suara Leo sangat dingin hingga Saira terkesiap dan menatap terkejut ke arah Leo. Dia tidak menyangka bahwa jawaban seperti itu yang keluar dari bibir suaminya.
“Kenapa kau bersikap seperti ini kepadaku, Leo? Saira mengernyit menatap suaminya, mencoba mencari kelembutan dan kasih sayang di sana, yang biasanya terpancar ketika suaminya itu menatapnya. Tetapi tidak ada apapun di ekspresi Leo  yang  datar  dan  dingin,  yang  ada  malahan  seulas  sinar kejam di sudut matanya,
“Karena aku kecewa kepadamu.” Leo menyipitkan matanya. “Karena setelah menikahimu aku baru sadar bahwa aku tidak pernah mencintaimu.”
Kata-kata  Leo  bagaikan  petir    yang  menyambar  hati Saira, langsung menghanguskannya tanpa ampun. Tetapi Saira bukanlah perempuan yang lemah, dia tegar. Kalau memang hal ini adalah kenyataan, dia akan menerimanya. Leo bisa saja menghancurkan hatinya dan membuatnya menangis di kamar karena   hatinya   hancur.   Tetapi   di   depa Leo,   Sair akan berjuang supaya  bisa  tegar, tidak akan  dibiarkannya dirinya tampak lemah di depan Leo.
“Kalau  begitu  kau  bisa  membatalkan pernikahakita. Kau belum menyentuhku dan kita baru dua hari menikah. Aku rasa kita bisa mengajukannya ke pengadilan.” Jawab Saira tenang. Kali ini giliran Leo yang menyipitkan matanya, dia menatap Saira dengan pandangan menyelidik,
“Kenapa kau bisa semudah itu mengatakan tentang perpisahan?kata-katanya tajam menusuk, setajam ucapannya, Apakah kau memang tidak mencintaiku dan hanya mengincar hartaku. Jadi kau merasa senang ketika aku mengajukan perceraian?”   Le mendekat  dengan   mengancam,  membuat Saira otomatis memundurkan langkahnya, Apakah kau sudah merencanakan ini  bersama Andre kekasihmu? Kau pikir kau bisa membodohiku?
Andre bukan kekasihku.” Saira menegaskan nada suaranya, berusaha terdengar tegar meskipun bergetar, Dan kenapa kau memutarbalikkan fakta Leo? Bukankah kau yang mengatakan menyesal menikahiku dan tidak menginginkan pernikahan lagi?
Lama Leo terpaku, menatap Saira dengan tatapan terpaku, Perempuan cerdik. Gumamnya kemudian, “Kau pikir aku  akan  menceraikanmu  semudah  itu?  Kalau  aku membatalkan pernikahan ini, aku harus memberikan kompensasi kepadamu. Kalau aku  menceraikanmu, kau akan mendapat bagian yang tak sedikit dari hartaku kepadamu, semua hal itu menguntungkanmu, dan aku tidak akan membiarkannya,” Mata Leo menyipit, Tidak akan ada perceraian. Desisnya, Tidak  sampai  aku  bisa  membuktikan perselingkuhanmu sehingga kau bisa kuceraikan tanpa membawa apapun yang bukan hakmu.”
Lalu seperti yang sebelumnya, Leo membalikkan badannya dan meninggalkan Saira sendirian.
***
Saira sudah tidak tahan lagi, air matanya sudah tumpah tak karuan di kamar luas yang sepi itu. Sementara setelah pertengkaran tadi, Leo pergi lagi entah kemana. Sepertinya lelaki itu sengaja pulang hanya untuk menyakitinya.
Sejak tadi Saira sudah menahan diri untuk tidak menghubungi  Andre,  dia  tidak  mau  sahabatnya  itu  cemas. Selain itu jauh di dalam dirinya, Saira masih berharap kalau semua ini hanyalah mimpi, kalau sebenarnya semuanya baik- baik saja, kalau dia tinggal membuka matanya dan kemudian mendapati Leonya yang dulu sudah kembali.
Ada apa dengan Leo? Itulah pertanyaan yang selalu terngiang-ngiang di benak Saira. Kebingungan yang menyakitkan, membuat air matanya tumpah karena dirinya merasa disalahkan atas sesuatu yang tidak pernah dia perbuat.
Ada yang lebih besar dari kecemburuan Leo kepada Andre, hanya sesuatu yang besarlah yang bisa menyebabkan sinar kebencian yang tiba-tiba menyeruak begitu besar di mata Leo.   Apapun itu Saira harus tahu, karena dia tidak tahan berdiam diri di sini, penuh air mata dan tak tahu harus berbuat apa.
Saat ini hanya satu orang yang bisa membantunya, sahabatnya  yang  paling  mengerti  dirinya  di  atas  segalanya. Saira mengambil resiko menyulut kemarahan Leo yang lebih besar dengan menghubungi Andre, tetapi bagaimanapun juga Leo toh sudah marah besar tanpa alasan kepadanya. Jadi tidak ada  gunanya  Saira  sibuk  memikirkan menjaga  perasaan Leo sementara lelaki itu tidak mempedulikannya.
Dipencetnya nama Andre di ponselnya, dengan penuh tekad, lalu Saira menunggu. Pada deringan ke tiga Andre mengangkat teleponnya,
Saira? suara Andre yang lembut terdengar di seberang.
Saira menghela napas panjang, menahan rasa tercekat yang dalam ketika tangisnya mulai menyeruak lagi,

Andre...”

PEMBUNUH CAHAYA - SANTHY AGATHA - BAB 3

No comments:

Post a Comment