Friday, November 6, 2015

CRUSH IN RUSH - BAB 11



BAB 11

Mata Joshua tampak menggelap mendengar kata-kata arogan Wiliam, bibirnya menipis menahan marah,

“Berani-beraninya kau menghina calon isteri pilihanku.” Gumamnya gusar, “Keluar dari rumah ini sekarang.”

William tampak kaget diusir dengan tidak sopan seperti itu. Dia terbiasa dihormati, orang-orang terbiasa membungkuk hormat kepadanya. Dan sekarang dia diusir oleh anak kandungnya sendiri? Sungguh penghinaan yang menyinggung harga diri William, tetapi dia menahankannya. William membutuhkan Joshua. Hanya anak itulah satu-satunya laki-laki keluarga Sinclair yang masih hidup. Selama berapa dekade ini, keluarganya telah dikutuk selalu melahirkan anak perempuan yang tentu saja tidak bisa diandalkan untuk meneruskan nama gelarnya. Lalu penyakit jantungnya yang menyebabkannya tidak bisa mempunyai keturunan meyerangnya. Membuatnya tergantung hanya kepada Joshua. William akan rela menahankannya. Tidak apa-apa, asalkan gelar dan nama keluarga selamat di masa depan.


Dia kemudian beranjak dari duduknya dan bergumam geram, “Aku akan pergi sekarang. Tetapi aku akan kembali lagi, dengan membawa calon isterimu, Joshua. Calon isteri yang sangat berkelas dan cocok untukmu.” Setelah mengucapkan kata-kata angkuh itu, William melangkah pergi meninggalkan apartemen itu.

Lama kemudian Joshua masih termenung, dengan marah menatap ke arah pintu, tempat William menghilang, matanya menyala nyaris menakutkan.

“Lelaki tua bangka tak tahu diri.” Desisnya, ”Seenaknya dia membuangku dan sekarang dia ingin memilikiku? Dia tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!” Sinar kebencian memancar di mata Joshua, membuat Kiara beringsut menjauh, gerakan Kiara itu tampaknya menyadarkan Joshua, lelaki itu langsung melepaskan pegangannya di pinggang Kiara, dan menatapnya dalam,

“Aktingmu tadi bagus sekali meski awalnya sedikit kaku.” Gumam Joshua ringan, “Kau mungkin harus sedikit berusaha membiasakan diri dengan sentuhanku.”

Dan kemudian, tanpa disangka-sangka, Joshua menarik pinggang Kiara lagi, dan menciumnya. Membuat Kiara ternganga kaget ketika bibirnya dilumat oleh Joshua tanpa ampun. Dia hendak memekik, tetapi kemudian, sentuhan bibir Joshua berubah lembut, menyesap bibirnya seolah begitu menikmatinya, dan juga jemarinya bergerak lembut, menelusuri lengan Kiara, naik dan turun.

“Wow.”

Itu suara Jason yang baru keluar dari kamar. Membuat Joshua dan Kiara terperanjat. Secepat kilat, saat itu juga, Joshua langsung mendorong Kiara hingga hampir terjungkal di sofa. Jason sendiri tampak menikmati sekali wajah-wajah gugup di depannya. Lelaki itu tampaknya sudah bangun lama, tetapi memilih tidak keluar selama ayah kandung Joshua bertamu tadi. Sekarang Jason dengan sengaja melemparkan tatapan mata penuh arti dan berganti-ganti ke arah Joshua dan Kiara, “Jadi yang barusan kulihat tadi apakah....” suaranya penuh spekulasi, dan Joshua langsung menyahut ketus,

“Itu tadi latihan supaya Kiara lebih terbiasa dengan sentuhanku.” Mata Joshua menatap Kiara tajam, “Benar bukan Kiara?”

Ditatap setajam itu, dengan tatapan yang sangat mengancam, Kiara tidak bisa melakukan hal lain selain menganggukkan kepalanya. Meskipun sekarang bibirnya terasa panas membara. Joshua telah merenggut ciuman pertamanya!

“Kau boleh pergi Kiara, siapkan makanan, aku ingin makan.” Joshua mengalihkan pandangan seolah tak peduli. Dan Kiara yang ingin segera melarikan diri dari suasana canggung yang menyesakkan itu langsung bangkit dan setengah berlari menuju dapur.

***

Jason mengambil tempat duduk di sebelah Joshua, melirik lelaki itu yang berpura-pura memusatkan pandangannya kepada televisi.

“Kenapa kau menciumnya?” tanya Jason langsung dengan lugas, membuat Joshua membelalakkan matanya marah kepada sahabatnya itu,

“Kenapa kau bertanya lagi? Aku kan sudah bilang untuk latihan.”

“Menurutku latihan terbiasa menyentuh tidak perlu dengan ciuman semacam itu, apalagi ciuman yang amat sangat bergairah, kau seperti sudah akan melumatnya habis-habiskan kalau aku tidak keluar tadi.”

“Diam!” Joshua menggeram, tidak mau lagi mendengar analisa dari Jason. Sementara itu benaknyapun berkecamuk oleh berbagai pertanyaan. Kenapa dia mencium Kiara? Benarkah hanya karena latihan? Kenapa dia begitu impulsif menarik Kiara ke dalam pelukannya dan menciumnya habis-habisan?

***

Perempuan cantik itu menuju ke tempat penjemputan dan menunggu, sambil menunggu dia mengeluarkan ponselnya dan menatapnya dalam senyuman. Ada foto Joshua di sana. Calon suaminya yang sangat tampan. Yah, mereka memang sepadan. Carmila adalah puteri ke empat dari bangsawan yang menjadi sahabat Wiliam Sinclair. Dan ketika lelaki itu melamarnya kepada ayahnya, untuk menjadi calon isteri anak lelakinya yang berada di negara yang jauh, semula Carmila menolak dan ragu.

Yah, dia adalah perempuan berpendidikan tinggi, meskipun berdarah bangsawan, Carmila tidak berpandangan kuno seperti ayahnya. Dia menjadi CEO perempuan yang sangat disegani di perusahaan tempatnya bekerja, dan otaknya sangat encer dengan jenjang pendidikan yang sangat tinggi.

Perjodohan adalah pilihan terakhirnya, tetapi kemudian, ketika dia melihat foto Joshua, yang ditunjukkan kepadanya. Carmila langsung jatuh hati seketika itu juga. Dan ketika seorang Carmila jatuh hati, maka dia harus memiliki. Tidak pernah ada orang yang bisa menolak pesona Carmila Stuart sebelumnya. Dan Carmila yakin, Joshua akan takluk dalam pesonanya.

Dia datang sesuai dengan permintaan William, anak hilangnya itu memang sangat keras kepala dan menolak perjodohan ini, dan itu pasti lebih disebabkan karena dia tidak mengetahui bahwa calon isterinya secantik dan sesempurna Carmila.

Tubuhnya tinggi semampai dengan lekukan yang sangat indah dan berisi, rambutnya panjang dan pirang keemasan, membingkai wajahnya yang keseluruhannya cantik dan sempurna. Orang-orang di bandara ini bahkan selalu menoleh dua kali ketika melihatnya.

Carmila tersenyum penuh percaya diri. Joshua pasti akan terpesona dengannya. Lelaki itu akan bertekuk lutut di kakinya. Mereka memang sudah seharusnya bersama, darah bangsawan  di tubuh mereka memang sudah seharunya menyatu.

“Carmila.” Suara dalam dan berat itu membuat Carmila mengangkat kepalanya. William calon ayah mertuanya sudah berdiri di sana.

“Hai papa.” Carmila bahkan sudah memanggil William dengan sebutan ‘papa’ sesuai permintaan lelaki itu sendiri, yang begitu yakin bahwa Carmila akan menjadi anak menantunya.

“Aku senang kau datang tepat waktu, mari ke mobil, aku sudah menyewakan kamar suite di hotel terbaik di kota ini.” William menghelanya dengan sopan dan dengan langkah anggun. Carmila mengikuti langkah lelaki itu.

Mereka masuk ke dalam mobil hitam besar yang telah menunggu di luar, di dalam mobil, Carmila menatap wajah William yang tampak gusar,

“Kenapa papa? Apa yang mengganggumu?”

William mendengus, “Joshua. Dia mempunyai kekasih, seorang perempuan yang seperti lintah pengisap harta, perempuan murahan dan anak lelakiku yang bodoh itu tergila-gila karena nafsunya.” Mata William menggelap, tetapi kemudian dia menatap ke arah Carmila dan tersenyum puas,  “Tetapi sekarang kau sudah di sini Carmila, begitu Joshua melihatmu, dia akan menyadari betapa bodohnya dirinya. Kau akan menyelamatkannya.”

“Tentu saja papa. Lihat saja nanti, aku tidak sabar untuk bertemu Joshua dan juga kekasihnya yang murahan itu.” Tawa merdu terdengar dari bibirnya, tawa yang penuh percaya diri.

Ya. Carmila yakin, begitu bertemu dengannya, Joshua pasti akan bertekuk lutut di kakinya. Semua lelaki selalu bereaksi sama terhadap pesona Carmila.

***

“Selamat pagi.” Keesokan harinya, tidak seperti biasanya, Joshua sudah bangun dan rapi. Lelaki itu berdiri di ambang pintu dapur, menatap Kiara dengan canggung, “Buatkan sarapan untukku juga ya.”

“Iya, sebentar lagi siap.” Kiara menjawab tak kalah canggung. Ciuman Joshua kemarin, membuat Kiara salah tingkah sepanjang hari. Dia berusaha menghindari Joshua sejauh mungkin, menjauhkan kontak mata dan bersembunyi dari lelaki itu. Kiara bingung dan ketakutan dengan perasaannya sendiri. Dia tidak pernah berciuman dengan lelaki manapun sebelumnya, dan ciuman Joshua kemarin menumbuhkan perasaan yang tidak diketahuinya. Perasaan aneh yang membuatnya susah tidur semalaman, menatap langit-langit kamar dengan bingung, tak tahu harus berbuat apa.

“Aku ingin minta maaf.” Tiba-tiba Joshua bergumam, membuat Kiara terlonjak karena kaget, dia menyangka Joshua sudah pergi sejak tadi.

“Maaf tentang apa?” Kiara bergumam santai, berusaha fokus pada masakannya dan seolah-olah tidak diberatkan oleh sesuatupun mengenai Joshua.

“Tentang ciuman kemarin.” Mata Joshua menatap tajam, bergumam tanpa basa basi yang langsung membuat pipi Kiara merah padam. “Aku sendiri tidak tahu kenapa aku melakukannya, mungkin aku terbawa perasaan setelah bertemu ayah kandungku, aku marah dan kemudian melampiaskannya kepadamu. Itu tidak adil untukmu, maafkan aku.”

Kiara tercenung, bingung harus menjawab apa. “Tidak apa-apa.” Gumamnya lemah, kemudian.

Joshua tampaknya masih belum selesai, dia berdiri di sana menatap Kiara dengan tatapan tajam, “Dan jangan menghindariku Kiara, aku tahu kemarin seharian kau menghindariku seperti wabah. Sandiwara kita ini belum selesai, aku tahu ayah kandungku tidak akan menyerah begitu saja, jadi untuk mempersiapkannya kau harus membiasakan diri ada di dekatku.”

Kiara hanya bisa menganggukkan kepalanya, mencoba menghindari kontak mata dengan Joshua. Lelaki itu tampaknya kesal dengan sikap Kiara tetapi memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa, setelah mendesah, Joshua menghentakkan kakinya pergi, membuat Kiara langsung menghela napas panjang dan merasa lega luar biasa.

***

Kali ini Kiara harus menghadapi Jason yang usil. Lelaki berwajah tampan itu menatap Kiara dengan tatapan menyelidik, seolah-olah berusaha menelanjangi hati Kiara.

“Jadi bagaimana?” Jason bertanya sambil melahap roti bakarnya, dia akhirnya mengeluarkan suara setelah lama mengamati Kiara yang berpura-pura tidak menyadari bahwa dia sedang diamati dengan begitu intens.

“Bagaimana apa?”

“Ciuman itu.” Jason tersenyum lambat-lambat, “Aku yakin itu adalah ciuman pertamamu.”

Pipi Kiara langsung merah padam. “Kau tidak bisa yakin.” Jawabnya setengah ketus, meletakkan secangkir kopi panas di depan Jason.

“Aku yakin.” Kali ini Jason terkekeh, “Aku sangat ahli mengenai perempuan, Kiara. Dan dengan melihatmu sekali saja aku tahu bahwa kau tidak berpengalaman, ciuman kemarin pasti sangat mengejutkanmu.”

Memang. Begitu mengejutkan hingga Kiara merasakan jantungnya hampir lepas. Kiara menghela napas panjang, menatap Jason memohon

“Bisakah kita tidak membahas itu, please?”

Jason mengangkat alisnya, “Terserah padamu Kiara, tetapi perlu kau ingat, aku akan selalu ada kalau kau ingin bertanya...” senyumnya mengembang, “Atau kalau kau ingin praktek, aku akan siap sedia. Aku yakin ciumanku akan lebih nikmat daripada yang bisa diberikan oleh Joshua.”

Kiara melempar lap yang sedang dipegangnya ke arah Jason dengan marah, kesal karena Jason keterlaluan menggodanya, lelaki itu bukannya tersinggung dilempar lap, malahan tertawa. Lama-lama Kiara ikut tersenyum juga dengan malu, yah bagaimanapun juga, sikap Jason yang penuh canda ini sedikit menghibur Kiara.

“Jangan marah padaku.” Jason bergumam lembut kemudian, “Aku cuma menggodamu kok, tentu saja gadis lugu dan polos sepertimu tidak akan pernah masuk kriteriaku.” Jason mengedipkan sebelah matanya, “Sebagai orang yang berpengalaman, aku hanya bisa memintamu untuk berhati-hati, Kiara. Hati-hatilah dengan hatimu. Kadangkala perasaan itu sudah ada bahkan sebelum kau menyadarinya.” Sambil mengucapkan kalimat misterius itu, Jason berjalan pergi, membawa cangkir kopi di sebelah tangannya dan melangkah keluar dari dapur.

***

Ketika bel berbunyi lagi, Joshua, Kiara dan Jason sedang duduk di sofa dan menonton televisi dalam keheningan, mereka kemudian saling melempar pandang, dan tanpa mengintip-pun, mereka tahu siapa yang datang.

“Kau masuk ke kamar, Jason. Dan Kiara.... gantilah bajumu dengan gaun yang sedikit seksi.”

Kiara dan Jason sama-sama melangkah ke arah kamar masing-masing, dengan Jason yang terkekeh menggoda Kiara yang merah padam karena disuruh memakai baju seksi oleh Joshua.

Kiara masuk ke kamar, dan berdiri di depan lemari pakaiannya, bingung akan memilih gaun yang mana. Deliah selalu bilang jika ingin tampil seksi, pakailah warna hitam. Mata Kiara menelusuri gaun-gaun yang tergantung di lemari pakaiannya, lalu tangannya menyentuh gaun sutera warna hitam itu, dengan korset yang ketat di dadanya, kemudian bagian bawahnya mengembang sempurna sampai di bawah lutut. Gaun ini tampak cukup seksi sekaligus pantas dikenakan di rumah pada malam hari, putusnya.

Kiara memilih memakai gaun itu, dia menatap ke arah cermin, mengagumi betapa gaun itu begitu pas ditubuhnya dan begitu cocok dengan rambut hitamnya yang berkilauan. Setelah menghela napas berkali-kali, Kiara melangkah ke arah ruang tengah itu.

Dan kemudian tertegun bingung mendapati selain William, ada tamu lain di sana, tamu lain yang sangat cantik bagaikan bidadari, duduk di sofa dengan tatapan penuh godaan kepada Joshua.

***

“Dan itu pasti Kiara.” Perempuan cantik itulah yang pertama kali menyadari kehadiran Kiara, dia tersenyum ramah dan tampaknya sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan penampilan Kiara. Tentu saja, dengan kecantikan seperti dewi begitu, Kiara pasti tidak akan dianggapnya sebagai sesuatu yang penting.

“Kemarilah Kiara.” Joshua tersenyum, senyum pura-pura penuh cinta yang meyakinkan, “Biar kukenalkan pada teman William.”

Joshua mengamit tangan Kiara dan kemudian menariknya mendekat dengan posesif,

“Kenalkan Kiara, ini Carmila Stuart yang jauh-jauh datang ke mari untuk William.” Joshua menatap William dengan puas, “Kau sungguh tega membawa wanita secantik ini kemari hanya untuk pulang dengan sia-sia.”

Kata-kata Joshua itu benar-benar membuat Carmila terkejut, dia datang ke mari dengan keyakinan penuh, bahwa Joshua akan langsung bertekuk lutut di kakinya ketika melihat penampilannya. Bahwa lelaki itu akan langsung tergila-gila kepadanya. Tetapi rupanya pengaruh pelacur berbadan mungil di sebelahnya itu sangat besar. Carmila merengut marah ke arah Kiara. Apa yang bisa diberikan oleh pelacur itu yang tak bisa diberikannya?

William bahkan mengatakan bahwa asal usul perempuan itu tidak jelas. Carmila begidik ketika berpikir bahwa mungkin saja Kiara anak pembunuh atau mungkin malah pelacur – yang menunjukkan kenapa Kiara bertingkah seperti pelacur sekarang – Dan Joshua akan mencemari darah bangsawannya kalau sampai memberikan benihnya ke perempuan ini.

Dengan cepat Carmila memasang wajah penuh godaan, menutupi keterkejutannya, dia memandang Kiara dengan mencemooh, menelusuri gaunnya dari ujung kepala sampai ke ujung kakinya.

“Hmmmm.... gaun yang sangat..... elegan.” Dengan lembut dia berucap dalam bahasa inggris, yang dilambat-lambatkan seperti ketika berbicara dengan anak kecil. Matanya menatap Kiara penuh ejekan, membuat seketika itu juga Kiara merasa ingin bersembunyi karena malu.

Tetapi pegangan Joshua di pinggangnya, sekali lagi menyelamatkan dan menopangnya, lelaki itu menunduk dengan sayang, dan menghadiahi Kiara kecupan lembut di pelipisnya,

“Tentu saja gaun yang sangat elegan dan seksi.... membuatku tak sabar menanti kami bisa berduaan sendirian di sini.” Matanya menatap penuh sindiran ke arah William, “Ada hal lain yang ingin kau katakan padaku, William? Kalau tidak mungkin kau bisa segera berkemas dan pulang, serta bawalah seluruh harapanmu itu karena aku tidak akan pernah mau menyandang namamu.”

Wajah William pucat pasi mendengar kata-kata langsung Joshua itu. Bahkan Carmila yang semula duduk tenang di sebelahnyapun tampak kaget.

“Aku kemari membawa calon isterimu, Joshua. Carmila adalah perempuan yang sederajat denganmu, isteri yang paling cocok. Darah bangsawannya akan melengkapi keningratanmu dan mencegahmu tercemar oleh darah yang tidak diketahui asal-usulnya.” Matanya sengaja melirik menghina ke arah Kiara, dan tiba-tiba saja Kiara merasa dadanya panas, sejak tadi lelaki tua di depannya ini menatapnya dengan mencemooh, juga perempuan yang secantik dewi itu. Dan semua itu karena apa? Semua itu hanya karena Kiara anak yatim piatu yang tidak jelas asal usulnya. Apakah kalau dia yatim piatu maka sudah pasti dia berdarah kotor? Kelas rendahan?

Harga diri Kiara menyeruak, memberikan dorongan semangat untuk memberi pelajaran kepada manusia-manusia sombong di depannya itu.

“Siapa yang mencemari siapa Joshua?” Kiara tersenyum genit kepada Joshua, membuat lelaki itu agak kaget karena tidak menyangka Kiara bisa berakting sebagus itu, untunglah dia bisa menutupinya dengan tatapan mata bergairah kepada Kiara, “Aku rasa William tidak perlu mencemaskan itu, toh kau sudah mencemariku sejak lama.”

Bravo. Joshua bersorak dalam hati, kalau tidak ada William dan Carmila di depannya, Joshua pasti sudah bertepuk tangan memuji dan sangat puas akan kata-kata Kiara itu, kata-kata Kiara yang seolah bagaikan cambuk yang dilecutkan, tepat di muka ayahnya.


CRUSH IN RUSH - BAB 12

1 comment:

  1. Kiaraaa kereennnnn....ahahahaha maju terus pantang mundurr shayyyyy

    ReplyDelete