Friday, November 6, 2015

CRUSH IN RUSH - BAB 13



BAB 13

Kiara membuka matanya dan mendadak merasa kehilangan orientasi. Dia kebingungan menyadari dirinya berada di atas ranjangnya. Bukanlah semalam... Kiara sedang duduk minum teh di sofa, sementara Jason sedang berlatih serius dan mengurung diri di kamarnya setelah makan malam?
Seingat Kiara dia mengantuk dan memutuskan memejamkan matanya sebentar di atas sofa, saat itu benaknya sedang berkecamuk karena Joshua tak kunjung pulang juga. Lalu sepertinya dia tertidur…
Kalau begitu kenapa dia bisa berada di atas ranjang ini? Kiara terduduk, menatap sekeliling dengan bingung, apakah dia berjalan kembali ke ranjangnya tanpa sadar?
Yah. Itu mungkin saja. Dengan bergegas, Kiara langsung menuju kearah kamar mandi, dia harus segera mandi dan menyiapkan sarapan pagi.
***

Ketika sampai di dapur, Kiara mengernyit melihat Joshua sudah duduk di sana, lelaki itu sedang menyesap secangkir kopi, kemudian tersenyum datar ke arah Kiara.
“Hai, aku sudah bangun duluan darimu.” Gumam Joshua ramah, ada senyum di sana.
Kiara langsung gugup, “Oh... Aku akan membuatkan sarapan untukmu.”
‘Tidak usah.” Joshua mendorong cangkir kopi yang sudah dihabiskannya, “Aku cukup minum kopi saja, aku akan menjemput Carmila, kami berjanji akan sarapan bersama sebelum main golf.”
Tangan Kiara yang membawa dua butir telur membeku, dia menoleh dan menatap Joshua bingung.
“Kau akan pergi dengan Carmila lagi?”
Joshua tertawa, “Tentu saja, kau lupa? Tantangan itu kan seminggu lamanya.” Lelaki itu lalu berdiri, meraih jaketnya yang tersampir di kursi, “Aku pergi dulu,” gumamnya dan kemudian sambil bersenandung, lelaki itu pergi berjalan keluar.
Sementara itu Kiara masih terpaku kebingungan menatap bayangan Joshua yang menghilang di ambang dapur.
Joshua...bersenandung?
Tiba-tiba Kiara merasakan perasaan tidak enak yang mengglayutinya, perasaan yang dia tidak tahu itu apa. Yang pasti rasanya menyesakkan dada dan membuatnya ingin menangis.
***

“Joshua pergi lagi?” Jason yang datang ke dapur untuk sarapan menatap Kiara yang murung. Meskipun begitu Kiara membuatkan nasi goreng keju yang sangat enak untuknya.
“Dia pergi pagi-pagi sekali.”
Jason terkekeh, “Seperti tidak sabar menghabiskan hari bersama perempuan itu ya.” Lelaki itu lalu tersenyum lembut, “Dan kita seharian di sini, menghabiskan hari yang membosankan... Hmmm...” Dia tampak berpikir. “Mungkin kau bisa ikut aku.”
“Kemana?” Kiara menatap Joshua dan tampak agak tertarik.
“Aku akan menemui mentorku untuk membicarakan persiapan resital tiga bulan lagi di Austria, setelah itu aku bebas. Kau bisa ikut aku, menunggu sebentar ketika aku berkonsultasi dengan mentorku, lalu kita mungkin bisa pergi ke taman hiburan, atau tempat lainnya yang ingin kau kunjungi.”
“Taman hiburan?” mata Kiara melebar, begitu tertarik ketika mendnegar nama taman hiburan disebut, dia tahu dunia fantasi, atau sea world di Jakarta cukup terkenal, tapi yang dia tahu tiketnya cukup mahal, sehingga datang kesana hanyalah impian bagi Kiara. “Tapi… Tapi bukankah harga tiketnya mahal?” Kiara mengungkapkan kecemasannya, membuat Jason terbahak.
“Kiara, begini-begini aku adalah pemain biola dengan bayaran tinggi, sekali-kali mentraktirmu tidak apa-apa buat kantongku,” gumamnya dalam senyuman, Jason lalu menghabiskan suapan nasi gorengnya, “Ayo siap-siap, kita berangkat sekarang, semakin pagi kita sampai, semakin banyak kesempatan kita untuk mencoba banyak wahana.”
Setengah meloncat, Kiara pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian, membuat Jason melihatnya sambil tersenyum. Kiara sangat mirip dengan Keyna adiknya yang begitu lugu dan polos, dengan tubuh mungil dan wajahnya yang penuh binar.
Ternyata Jason cukup lemah dengan perempuan-perempuan yang setipe adiknya. Lelaki itu mengangkat bahunya, ya sudahlah lagipula dia tidak ada pekerjaan hari ini, bermain ke taman hiburan tentunya menyenangkan, sekaligus bisa menghibur Kiara yang tampak begitu murung.
Tiba-tiba Jason menebak-nebak, apakah Kiara begitu murung karena Joshua pergi lagi dengan Carmila hari ini?
***
Setelah menunggu Jason kira-kira setengah jam di sebuah ruangan elegan, di sebuah sekolah musik elit di kota ini. Jason pun keluar dan mengatakan bebas untuk hari ini dalam senyum lebarnya.
Mereka lalu berkendara ke bagian utara kota, memasuki kawasan taman hiburan itu.
“Kau mau masuk ke yang mana dulu?” Jason masih memutar mobilnya di jalanan yang melingkar-lingkar itu, melihat-lihat semua pilihan yang ada.
Kiara sendiri tersenyum lebar penuh harap, “Aku mau ke taman hiburan seperti yang di televisi itu.” Kiara pernah melihat iklan televisi yang menayangkan tempat hiburan ini. Kelihatannya sangat menyenangkan,  bahkan Kiara sampai berbunga-bunga membayangkannya.
Jason tersenyum melihat ekspresi Kiara.
“Oke kita kesana, tapi hati-hati jangan jauh-jauh dari aku ya. Adikku dulu pernah mengalami penculikan di sana.”
“Benarkah?” Kiara tampak terkejut.
“Yah... Mungkin kau tidak mengikuti berita, tetapi dulu cukup heboh ditayangkan...” Jason tersenyum pahit, “Tapi sudahlah yang penting adikku sekarang selamat dan berbahagia.”
Kiara melirik sekilas ke wajah Jason, menemukan ekspresi pahit yang pekat di sana. Kenapa sekilas tadi Jason tampak begitu sedih?
***

Malam telah tiba ketika Joshua pulang ke rumah, masih jam sembilan malam dan dia mendapati apartmentnya gelap. Tidak mungkin kan mereka semua sudah tidur? Joshua menyalakan lampu dengan kebingungan.
Dan kemudian dia melangkah ke dekat kamar Kiara dan memanggil namanya, tidak ada jawaban, dia membuka pintu kamar Kiara yang tidak dikunci dengan hati-hati dan menemukan kamar itu kosong. Hal yang sama juga terjadi di kamar Jason.
Joshua mengernyitkan keningnya, dan tiba-tiba merasa marah. Apakah Jason mengajak Kiara pergi bersamanya? Pergi kemana? Kenapa sampai malam sekali belum pulang?
Joshua menekan nomor ponsel Kiara, tersambung tapi tidak diangkat-angkat, dia kemudian mencoba menghubungi nomor Jason yang ternyata tidak aktif.
Dengan gusar dia mondar-mandir di ruang tengah, menunggu setengah marah setengah cemas. Kemana Jason membawa Kiara? Apakah Kiara bersama Jason? Ataukah dia pergi sendirian? Atau jangan-jangan ayah kandungnya merencanakan menculik Kiara ketika sendirian di rumah?
Pikiran-pikiran buruk memenuhi benak Joshua, membuat kepalanya kalut dan pening. Hampir satu jam lamanya Joshua menunggu dengan cemas.
Sampai kemudian ada suara-suara itu di pintu, suara tawa cekikikan. Lalu pintu apartment terbuka, menampakkan Jason yang sedang merangkul Kiara sambil tertawa, di tangan mereka ada kembang gula yang hampir habis setengahnya.
Dua sejoli itu tertegun ketika melihat Joshua berdiri di tengah ruangan, menatap mereka berdua dengan marah.
“Kemana saja kalian?” gumamnya dingin.
Jason langsung sadar ada kemarahan di sana, dia langsung berdiri agak di depan Kiara, seolah melindunginya, dan kemudian tersenyum seolah-olah tidak ada sesuatu pun yang berbeda.
“Oh. Hai Joshua, kami kira kau akan pulang larut seperti kemarin.” Senyum Jason tampak tenang, “Aku mengajak Kiara ke taman hiburan.”
Ekspresi Joshua mengeras. Hampir meledak, “Ke taman hiburan? Satu jam lebih aku menunggu kalian di sini cemas akan apa yang terjadi mencoba menghubungi ponsel kalian yang tidak bisa dihubungi, dan ternyata kalian ke taman hiburan dan bersenang-senang?” Joshua melemparkan tatapan marah ke arah Kiara, “Dan kau, kuharap kau tidak melupakan posisimu di rumah ini. Kau bukan salah satu dari kami. Tugasmu adalah menunggu rumah dan membersihkannya, mempersiapkan masakan. Karena kau adalah pelayan rumah ini. Mengerti? Apa perlu kuulangi? Kau hanyalah pelayan di rumah ini!”
Mata Kiara melebar, tidak menyangka akan dikata-katai seperti itu, kenapa Joshua begitu marah? Apakah karena Kiara memang melanggar aturan? Seorang pelayan seharusnya memang menunggu rumah bukan? Kiara yang bersalah, memang Kiara yang bersalah.
Joshua mengatakan bahwa dia bukanlah salah satu dari mereka... Ternyata Joshua sama saja dengan ayah kandungnya dan Carmila, memandang Kiara sebagai sosok dengan kelas yang lebih rendah dan lebih hina, karena asal usulnya yang tidak jelas...
Mata Kiara berkaca-kaca, tetapi dia berusaha menyembunyikannya.
“Maafkan aku...,” gumamnya dengan suara serak.
Jason yang melihat Kiara hampir menangis menggertakkan giginya, menatap Joshua dengan marah, “Kiara tidak berhak diperlakukan seperti itu Joshua, kau tidak berhak menghinanya.”
Pembelaan Jason terhadap Kiara, dan juga posisi Jason yang menutupi Kiara seolah melindungi Kiara dari dirinya semakin menyulut kemarahan Joshua, dia memandang Jason dengan dingin.
“Kiara itu pelayanku, sudah hakku untuk memarahinya ketika dia melakukan kesalahan. Aku yang membayar gajinya, aku yang memberinya tempat bernaung dan memberinya makan. Jadi aku berhak melakukannya.” Mata Joshua bersinar sinis, “Dan kalau kau menginginkan pelayanan yang sama dari Kiara, seharusnya kau membawanya saja dan memberikan bayaran yang cukup untuknya, mungkin saja kau akan menerima pelayanan ekstra dari tubuhnya.” Mata Joshua menelusuri tubuh Kiara dengan tatapan melecehkan.
Cukup sudah! Kiara tak sanggup lagi mendengarkan kata-kata hinaan Joshua kepadanya. Setengah mendorong Jason yang ada di depannya, Kiara berlari dengan berlinang air mata, masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.
Jason menatap Joshua dengan marah, matanya menyala.
“Kau keterlaluan Joshua, aku tidak tahu apa yang ada di otakmu itu, tapi kau tidak berhak menyakiti Kiara seperti itu!”
“Oh ya? Apakah kau ingin memukulku? Apakah kau jangan-jangan menginginkan Kiara untukmu sendiri? Ingin memiliki tubuhnya yang menggiurkan itu?” Joshua membalas perkataan Jason dengan tantangan. Dan kemudian yang didapatkannya adalah sebuah tinju yang keras di mukanya.
Jason melemparkan tinju itu dengan penuh emosi, napasnya terengah-engah karena marah, suaranya bahkan bergetar menahan kemarahannya. Tinju itu begitu keras sampai kepala Joshua mundur ke belakang.
“Dengarkan kata-kataku ini baik-baik. Aku menyayangi Kiara karena dia mirip dengan adikku. Tidak pernah ada satupun pikiran kotorku terhadapnya, tidak sepertimu,” desisnya marah, “Dan kurasa persahabatan kita berakhir di sini, aku akan pergi dari rumahmu, dan membawa Kiara. Kurasa lebih baik kubawa saja dia pulang sebagai calon istriku kepada mamaku, daripada dia disini terus-menerus kau lecehkan. Aku pikir dulu kau tulus menolong Kiara, tapi ternyata aku salah. Pikiranmu picik, sama seperti ayah kandungmu!”
Dan kemudian Jason berlalu, meninggalkan Joshua yang masih tertegun dengan rasa panas di wajahnya, bekas pukulan Jason.
***
Pagi harinya Joshua terbangun dengan kepala pening, sudut bibir yang memar dan rasa bersalah yang luar biasa. Dia telah melakukan kesalahan yang begitu besar...
Menghina dan melecehkan Kiara seperti itu, pantas saja Jason memukulnya. Masih diingatnya air mata Kiara semalam, dan tatapan mata terlukanya. Joshua menghela napas panjang, kemarin dia begitu cemas dan bingung dan kemudian dia dihadapkan akan pemandangan Kiara dan Jason yang pulang sambil tertawa-tawa dan berangkulan tangan, tidak mempedulikan bahwa Joshua menunggu mereka dengan cemas... Lalu kemarahannya memuncak, dan berakhir dengan menyakiti Kiara.
Joshua sungguh-sungguh tidak ingin menyakiti Kiara seperti itu... Kata-kata kasarnya... Penghinaannya. Dia pasti telah mencabik-cabik perasaan halus Kiara. Perempuan itu pasti benar-benar terluka.
Dengan gusar, Joshua melangkah keluar dari kamarnya dan berhadapan dengan Jason yang sudah berpakaian rapi di sana. Mata Jason menatapnya dingin, masih marah.
“Aku akan pergi dari sini dan membawa Kiara.” Gumam Jason tegas. Matanya melirik ke arah kamar Kiara yang tertutup rapat. Tidak biasanya Kiara belum bangun jam segini. Biasanya Kiara sudah ada di dapur, menyiapkan minuman panas dan sarapan yang beraroma harum. Tetapi Jason maklum, perlakuan Joshua kepadanya semalam tentu sangatlah menyakiti perempuan itu, mungkin perempuan itu menangis semalaman.
Joshua meringis dan menggelengkan kepalanya, “Tidak Jason, jangan pergi, maafkan aku, dan jangan bawa Kiara.”
Jason menatap Joshua yang tampak berantakan dengan memar di surut bibirnya dan mata yang begitu kalut.
“Kau sudah keterlaluan menghinanya Joshua, kau lupa dia seorang perempuan polos yang tidak tahu apa-apa.” Jason mendesis, “Dan aku tidak akan membiarkannya di sini menanggung kesalahan yang tidak dia buat, menanggung kemarahanmu yang tidak diketahui sebabnya.”
Joshua menghela napas panjang, “Aku tahu. Aku tahu Jason, kemarin aku keterlaluan. Aku memang salah. Aku pulang dan menemukan kalian tidak ada, ponsel kalian sama-sama tidak bisa dihubungi, dalam kecemasanku aku malah berpikir jangan-jangan ayah kandungku menculik Kiara.” Joshua menatap Jason dan meminta maaf, “Aku memang pantas mendapatkan pukulan itu, maafkan aku.”
Jason termenung menatap Joshua dengan skeptis. Tetapi bagaimanapun juga, dia menemukan kesungguhan di mata Joshua, lelaki itu sekaligus tampak tersiksa.
Akhirnya Jason menghela napas panjang.
“Semuanya terserah Kiara, minta maaflah kepadanya. Kalau dia tidak mau menerima maafmu, aku akan membawanya menjauh darimu.”
Joshua menganggukkan kepalanya, dan kemudian mengetuk pintu kamar Kiara.
“Kiara? Kau sudah bangun?”
Tidak ada jawaban. Kemungkinan Kiara masih tertidur dengan lelapnya.
Joshua mengetuk lagi, “Kiara, kalau kau sudah bangun, keluarlah. Aku ingin meminta maaf kepadamu. Kata-kataku padamu semalam memang keterlaluan. Aku cemas dan menumpahkan kemarahanku kepadamu, kau tidak pantas menerimanya, maafkan aku. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi... Kiara?”
Sama sekali tidak ada jawaban. Joshua melemparkan tatapan curiga ke arah Jason. Ekspresi keduanya sama-sama harap-harap cemas.
Dengan hati-hati, Joshua membuka handle pintu kamar Kiara, dan mendapati ranjang kosong dan rapi seperti tidak pernah ditiduri.
Dengan tergesa Joshua melangkah masuk diikuti Jason ke kamar mandi yang ternyata juga kosong. Lemari-lemari masih penuh dengan pakaian, rak sepatu kaca masih tertata rapi. Kiara tidak membawa apapun pergi dari sana selain pakaian yang dibawanya masuk ke kamar ini.
Kiara tidak ada di mana-mana.
Joshua melemparkan tatapan cemasnya ke arah Jason.


CRUSH IN RUSH - BAB 14

No comments:

Post a Comment