Thursday, November 5, 2015

CRUSH IN RUSH - BAB 9



BAB 9

Kiara benar benar terkejut dan tak menyangka kalau Deliah bukanlah perempuan tulen, oh ya ampun tiba-tiba saja Kiara merasa malu, bagaimana bisa Deliah yang bukan perempuan tulen tampak begitu cantik? Apalagi kalau dibandingkan dengan dirinya......
                                                                                           
Joshua sendiri mengamati reaksi Kiara dan tersenyum geli,

"Jangan merasa rendah diri, Deliah memang selalu berusaha lebih cantik dari perempuan manapun di dunia ini, tapi dia sahabat yang baik dan dia akan membantumu."

"Membantuku?"

"Ya. Akan kujelaskan nanti, yang jelas, beberapa hari ini kau akan sering bertemu dengannya."

Kiara menatap Joshua, tetapi lelaki itu tampaknya sudah menghentikan pembahasan mereka tentang Deliah. Pada akhirnya Kiara hanya terdiam, menyimpan pertanyaan dalam benaknya.

Nanti. Gumamnya dalam hati, nanti pasti Joshua akan menjelaskan kepadanya. Dam sekarang seperti yang diminta Joshua. Kiara akan menuruti rencana Joshua, dia bertekad menjadi pelayan yang baik untuk Joshua.

***

Tanpa disadari oleh Kiara, Joshua beberapa kali melirik penampilan perempuan itu, lalu tidak bisa menahan kepuasan dalam hatinya atas penampilan Kiara. Perempuan itu cantik tentu saja, hanya tidak terpoles. Kecantikannya lugu dan polos, lebih seperti anak kecil yang membuat siapapun ingin melindunginya...

Joshua mengerutkan keningnya, Kenapa dia berpikiran seperti itu? Ingin melindungi Kiara? Lelaki itu langsung berusaha membuang pikirannya dan mencoba fokus. Dia harus tetap pada rencananya semula, dia akan menggunakan Kiara sebagai tameng sekaligus sebagai alat pembalasan dendam kepada ayah kandungnya.

Dengan tenang Joshua membelokkan mobilnya menuju salah satu pusat perbelanjaan terbaru di pusat kota, yang katanya terbesar di asia tenggara. Setelah membantu Kiara turun, Joshua menyerahkan mobilnya kepada petugas valey parkir. Mereka lalu berjalan bersisian memasuki pintu utama pusat perbelanjaan itu.

Joshua melirik Kiara dan sekali lagi tidak bisa menahan senyumnya melihat perempuan polos itu hampir saja ternganga melihat keindahan tempat yang mereka kunjungi. Se,uanya memang begitu besar, dari pilar dan tembok-tembok yang sangat tinggi sampai tanaman palem raksasa di dalam pot elegan yang ada di sudut-sudut tertentu.

"Kita ke salon yang itu dulu." dengan lembut Joshua menghela Kiara dan membawanya ke sebuah salon terkenal. Joshua jarang ke salon, tetapi dia tahu mana salon yang baik mana yang tidak. Mantan-mantan kekasihnya dulu kebanyakan selalu membicarakan salon-salon langganan mereka, ada yang bilang salon A bagus sayang finishing touchnya jelek, ada yang bilang salon B pelayanannya tidak memuaskan dan sebagainya. Pada akhirnya, Joshua bisa menarik kesimpulan salon mana yang bisa dipercaya untuk mengubah model rambut Kiara.

Oh sebenarnya tidak ada yang salah dengan model rambut Kiara, perempuan itu cukup beruntung memiliki rambut yang hitam, sehat dan halus dan panjang. Tetapi tidak ada model khusus untuk rambutnya. Hanya panjang dan lurus, dipotong rata. Joshua yakin stylist di salon ini bisa sedikit membuat gaya rambut Kiara lebih modern.

Ketika mereka masuk, salah satu pegawai salon berseragam hitam langsung menyambut mereka dengan ramah, Joshua mengatakan apa maksudnya kepada pegawai itu dan kemudian Kiara dihela masuk ke bagian dalam, sementara Joshua sendiri duduk di ruang tunggu, menunggu hasilnya dengan penasaran.

***

"Rambut anda sangat indah, halus dan hitam, sayang potongannya rata, jadi kesannya tipis dan membosankan." seorang stylist laki-laki yang agak gemulai menyentuh helaian rambut Kiara dari belakang, lelaki itu sekarang duduk di kursi tinggi di belakang Kiara yang duduk di kursinya sendiri dan menghadap kaca yang sangat besar. Dengan posisi kaca itu, Kiara bisa menatap mata sang stylist,

"Di salon mana anda dulu memotongnya?" tampaknya karena baju Kiara yang mahal dan indah, dan karena Kiara datang bersama seorang lelaki tampan yang sangat elegan, stylist itu mengira Kiara mungkin salah satu pelanggan salon lain yang sekelas dengan salon ini.

Tetapi tentu saja bukan, dengan polos Kiara menjawab,

"Saya memotongnya sendiri."

Stlylist itu benar-benar tampak terkejut dengna jawaban Kiara, jemarinya yang sedang memegang rambut Kiara membeku di sana.

"Memotongnya sendiri?" gumamnya memekik ngeri, menatap Kiara dengan tak percaya.

"Ya" Kiara menganggukkan kepalanya mantap. Memangnya apa yang salah dengan memotong rambutnya sendiri? Rambut Kiara panjang, tentu saja memudahkannya untuk memotong sendiri, dia tinggal menarik rambutnya ke depan, lalu gunting di tangannya pun beraksi, yang penting rambutnya tampak rata dan rapi dari belakang bukan?

"Tidak!" tiba-tiba saya sang stylist berseru membuat Kiara kaget, "Jangan pernah memotong rambutmu sendiri, cantik. Itu mengerikan untuk dibayangkan." Stylist lelaki itu begidik, "Itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli, bahkan aku sendiri masih tidak percaya diri melakukannya. Jadi kau harus berjanji tidak akan melakukannya? Oke?

Kiara menatap mata stylist gemulai itu dari cermin, setengah mengernyit, bingung kenapa masalah seperti itu tampaknya begitu penting bagi si stylist. Tetapi kemudian, Kiara menganggukkan kepalanya untuk memuaskan si stylist.

"Oke" Jawabnya, dan si stylist tampak puas dengan jawabannya. Senyumnya melebar, jemarinya bergerak lagi dengan ahli di rambut Kiara, sebelum mengayunkan guntingnya, lelaki itu mengedipkan sebelah matanya kepada Kiara,

"Aku akan membuat rambutmu sedemikian cantiknya, penuh tekstur dan tampak penuh. Pacar gantengmu yang di depan itu pasti nanti akan sangat terkejut melihat penampilan barumu."

Yang dimaksud pacar gantengnya pastilah Joshua. Tetapi Joshua bukan pacarnya. Kiara terdiam, menatap kaca, ke arah si stylist yang mulai menggarap rambutnya. Yah sudahlah. Yang penting dia melakukan apa yang diinginkan Joshua. Matanya terus bergerak. Mengawasi gunting itu yang memotong rambutnya helai demi helai.

***

Ketika Stylist itu selesai, model rambutnya masih belum kelihatan, seorang petugas lain membawanya dan mencuci rambutnya dengan shampo yang sangat harum. Setelah itu dia dibawa kembali kepada sang stylist. Lelaki itu sudah siap dengan hair dryer dan sisir di tangannya. Jemarinya yang lentik dan ahli langsung memilah-milah rambut Kiara yang basah, dan kemudian mengoleskan sesuatu yang basah dan lengket di sana.

“Diapakan?” Kiara bergumam bingung, takut karena tidak tahu apa yang dilakukan stylist itu ke rambutnya. Sementara lelaki gemulai itu tersenyum dan menatap Kiara penuh arti,

“Aku akan memberikan kilau para rambutmu, jadi ucapkan selamat tinggal pada warna hitam gelap yang membosankan.”

***

Beberapa saat kemudian, rambutnya selesai, setelah menunggu beberapa lama, lalu rambutnya dicuci lagi, dikeringkan lagi dan di blow.

Kiara menatap takjub kepada rambutnya setengah terpana. Itu dia yang sama yang didepan cermin, tetapi amat mengejutkan bahwa perubahan potongan dan warna rambut bisa merubah penampilan seseorang.

Kiara yang ada di sana sangat cantik, rambutnya masih tetap panjang tentu saja, tetapi potongannya bertingkat, membuat volume rambutnya tampak penuh dan segar. Begitu juga warnanya yang sekarang tampak berkilauan sehat.

Astaga..... ternyata pekerjaan stylist itu tidak main-main. Kiara merasa seperti artis-artis sinetron yang penampilannya seperti baru keluar dari salon. Tiba-tiba saja dia merasa ingin terkikik sendirian ketika menyadari bahwa dia juga baru keluar dari salon.

“Nah ayo sayang, kau begitu cantik, tunjukkan kecantikanmu kepada pacar gantengmu di depan itu, dia pasti terpesona setengah mati.”

Lelaki gemulai itu menghela Kiara ke depan, tempat Joshua sedang mengerutkan keningnya sambil menatap ponsel yang dibawanya. Lelaki itu menyadari kehadiran Kiara dari batuk sengaja sang stylistsebelum meninggalkan Kiara berdiri sendirian di sana, dan kemudian mendongakkan kepalanya, dan terpana.

Beberapa detik Joshua memandang penampilan baru Kiara dalam keheningan, sampai kemudian dia mengerjap dan memasang wajah datar,

“Bagus sekali.” Gumamnya tanpa ekspresi, membuat Kiara bingung apakah lelaki itu menyukai penampilan barunya atau tidak.

Joshua lalu beranjak berdiri, dan memberi isyarat Kiara supaya mengikutinya, mereka keluar dari salon itu dan melangkah ke arah lain, Kiara berusaha menjajari langkah Joshua dan bertanya,

“Kita akan kemana lagi?”

“Membeli beberapa sepatu, koleksi di butik Deliah belum cukup banyak karena memang dia tidak spesifik menjual sepatu. Ayo.” Mereka melangkah beberapa jauh dan kemudian masuk ke sebuah toko sepatu yang begitu elegan, penuh dengan kaca-kaca yang berkilau seakan tembus pandang, memantulkan suasana indah ruangan yang berwarna sampanye berpadu dengan karpet merah tebal yang indah.

“Ada yang bisa saya bantu tuan dan nona?” Pramuniaga langsung menyambut mereka dengan sopan di depan.

Joshua mengedikkan bahunya ke arah Kiara,

“Dia butuh sepatu, yang banyak dan terbaru, keluarkan semua koleksi terbaru kalian.”

Dan kemudian banyak sekali waktu yang dihabiskan untuk mencoba sepatu-sepatu yang seakan tidak ada habisnya. Joshua akan duduk di sana, meminta Kiara berjalan di depannya, dan ketika tidak merasa cocok, lelaki itu akan berkata tidak, sedangkan ketika merasa cocok, dia akan memberi isyarat kepada pramuniaga yang langsung membawa kotak sepatu itu ke kasir.

Pada akhirnya, Kiara kelelahan mencoba berbagai macam sepatu itu. Oh memang benar, bisa masuk ke toko semewah ini dan memilih sepatu mungkin tidak akan pernah terwujud dalam kehidupan Kiara yang biasa, dan dia bersyukur bisa mengalami pengalaman ini. Tetapi kalau begitu banyak sepatu yang harus dicobanya seperti ini, lama-lama Kiara merasa lelah dan bosan.

Ketika memasang kaitan sepatunya yang entah untuk kekebrapa kalunya, Kiara mendesah dan mulai merasa ingin melarikan diri dari tempat itu segera.

Joshua melihatnya, dan menemukan keengganan di mata Kiara ketika dia meminta perempuan itu mencoba sepatu, sungguh, Kiara benar-benar berbeda dengan perempuan lain yang pernah bersamanya. Perempuan-perempuan lain pasti akan merasa berada di surga, diajak berbelanja sepatu ataupun pakaian sekian lamanya, yah bagaimanapun Kiara perempuan yang berbeda.

Dengan lembut dan penuh senyum dia lalu mendekat berjongkok ke arah Kiara yang duduk di kursi khusus untuk mencoba sepatu, kemudian jemarinya meraih kaitan sepatu Kiara dan memakaikannya,

“Lelah ya?” Sikap Joshua dan jemarinya yang sedang memegang pergelangan kaki Kiara nampak begitu lembut dan penuh perhatian, membuat pipi Kiara memerah karenanya. Kiara pada akhirnya hanya mampu menganggukkkan kepalanya, tidak mampu berkata-kata atas sikap lembut Joshua.

Joshua tersenyum dan menghela napas panjang, “Kalau begitu, setelah ini kita pulang saja, aku rasa masih banyak waktu untuk berbelanja yang lain.”

***

Ketika mereka pulang, hari sudah beranjak malam. Kiara melihat Jason sedang duduk di sofa ruang tengah dan menonton televisi sambil menyantap sesuatu yang seperti mie instan. Tiba-tiba saja Kiara merasa bersalah karena tadi tidak sempat memasakkan makan malam.

“Kalian sudah pulang rupanya.” Jason mengalihkan pandangannya dari mie yang sedang dimakannya, dan menoleh. Matanya melebar ketika melihat Kiara, lalu lelaki tampan itu tersenyum penuh arti, “Kau tampak cantik sekali dengan potongan rambut baru dan gaun manismu itu, Kiara.” Serunya memuji, membuat pipi Kiara merona.

Joshua menoleh, menatap pipi Kiara yang memerah, kemudian dia melemparkan tatapan penuh peringatan kepada Jason,

“Jangan ganggu dia Jason, dia milikku.”

Mungkin maksud Joshua adalah Kiara pelayan miliknya. Tetapi entah bagaimana kalimat yang diucapkan secara lugas itu membuat jantung Kiara berdebar.

Sementara itu Jason mengamati reaksi Joshua dengan geli, lalu bergumam setengah mengejek,

“Mulai posesif Joshua?”

Kata-katanya itu membuat wajah Joshua merah padam, lelaki itu menghela Kiara lembut, berusaha tidak mempedulikan Jason,

“Ganti dengan pakaian rumahan dan kita akan bicara.”

Joshua selalu mengucapkan perintahnya dengan begitu tegasnya, membuat Kiara langsung terbirit-birit ke kamar untuk menurutinya.

Sepeninggal Kiara, Jason menatap Joshua dengan pandnagan menyelidik.

“Kau membawa Kiara ke Deliah ya?” Jason tampak tidak suka, membuat Joshua merasa aneh. Jason selalu bersikap sebagai pembenci perempuan, tetapi ternyata dia juga membenci mahluk yang bertingkah laku sebagai perempuan, entah karena Jason paranoid atau memang dia berpandangan konservatif.

“Aku tidak suka nada suaramu, Jason. Bagaimanapun juga Deliah sahabatku.”

Jason tersenyum, “Oke.. oke. Kenapa kau ini Joshua? dari awal kau masuk rumah ini, sikapmu seperti akan menyerangku.”

Joshua tertegun dan kemudian menghela napas panjang ketika menyadari kebenaran kata-kata Jason. Entah kenapa dia seperti ingin menyerang Jason, apalagi setelah Jason memuji Kiara dengan terang-terangan, rasanya Joshua tidak rela.

Dia mengacak rambutnya dengan frustrasi, apakah benar kata Jason tadi? Bahwa dia memendam rasa posesif dan bahkan cemburu kepada Kiara?

“Maafkan aku.” Gumam Joshua kemudian, ‘Kurasa aku hanya sedikit lelah.” Joshua menyusul duduk di sofa, dan kemudian menuang jus jeruk dari teko dingin yang ada di meja, meneguknya dengan haus.

“Tapi kuarasa itu sepadan.” Gumam Jason dalam senyuman, “Dia berubah cantik sekali, seperti puteri dalam kisah dongeng cinderella.”

Lagi. Joshua merasakan sengatan rasa itu lagi, perasaan tidak suka ketika Jason memuji Kiara dengan terang-terangan.

Ada apa dengannya ini?

Joshua tidak sempat menelaah perasaannya karena Kiara sudah keluar dari kamar, berjalan canggung setengah takut ke arah mereka, itu menjadi catatan bagi Joshua karena nanti, kalau mereka harus berhadapan dengan ayah kandungnya yang licik itu, Kiara harus bersikap percaya diri dan pemberani di depannya.

“Duduklah.” Joshua menggeser duduknya, lalu menatap Jason dengan galak, “Aku ingin bicara empat mata dengan Kiara, akankah kau tetap di sini?”

Pengusiran terang-terangan Joshua itu ternyata sama sekali tidak menyinggung Jason, lelaki itu malah tertawa, membawa mangkok mienya tanpa kata dan melangkah pergi dari ruang tengah itu.

Lalu hening. Joshua tampak sedang berusaha menyusun kata-kata sementara Kiara menunggu.

Lalu Joshua berdehem, “Aku punya ayah kandung di London. Ayah kandung yang jahat. Dulu dia mengusir ibuku dalam kondisi hamil dan tak bertanggung jawab, ibuku pulang ke Indonesia, menanggung malu dan cemoohan karena mengandung anak haram, mengandung aku.” Joshua langsung membuka penjelasannya dengan kalimat pahit itu, membuat Kiara terkesiap dan merasa iba.

Rasa ibanya itu mungkin terpancar jelas di matanya karena Joshua menatapnya garang, “Jangan mengasihani aku, sedikitpun aku tidak pernah menyesal karena ayah kandungku membuangku jauh-jauh.” Lelaki itu menghela napas marah, “Dan itulah yang kuinginkan sampai saat ini, jauh-jauh dari lelaki munafik dan jahat itu, sayangnya dia tak tahu malu dan punya pemikiran lain, ayah kandungku mulai datang dan merecokiku, menggunakan kebohongan bahwa dia sekarat dan sakit keras dan mengira dengan begitu bisa meluluhkan hatiku dan membuatku mau menemuinya. Tentu saja cara itu tidak berhasil kepadaku. Dia tidak pernah ada dalam kehidupanku, lalu kenapa aku harus mencemaskan kesehatannya?”

Kiara menghela napas mendengar perkataan retoris itu, dia bingung harus berkata apa. “Mungkin... mungkin ayahmu menyesal dan ingin berbaikan denganmu? Bagaimanapun juga kau adalah anaknya.”

“Lelaki jahat itu tidak akan pernah menyesal.” Joshua membantah dengan sinis, “Dia hanya menginginkan pewaris seluruh kekayaannya, baginya kekayaannya hanya boleh diwariskan kepada orang yang mempunyai darah ningrat yang dimilikinya.” Joshua tersenyum sinis, “Aku sudah menolaknya, bagiku harta darinya adalah sampah, tetapi ayah kandungku tidak tahu malu, dia bahkan merencanakan pernikahan untukku dengan gadis berdarah bangsawan, demi menjaga kemurnian darah keturunannya. Tentu saja aku menolaknya mentah-mentah.” Joshua tampak semakin marah, “Dan kemudian dia mengatakan akan datang ke Indonesia, untuk membujuk dan memaksa aku melakukan apa yang dia mau.”

“Beliau akan datang ke Indonesia?” Kiara terkejut, tak menyangka ayah kandung Joshua ini akan bertindak sejauh itu.

“Ya. Karena dia lelaki arogan pemaksa yang tidak akan menyerah sebelum mendapatkan kemauannya.” Mata Joshua menatap Kiara dalam-dalam, “Dan karena itulah aku membutuhkanmu, Kiara.”

Jadi dia akan berperan sebagai apa? Kiara jadi teringat akan betapa banyaknya pakaian, sepatu dan berbagai macam hal lainnya yang diberikan Joshua kepadanya, dari kata-kata laki-laki itu di salon, semua untuk memberikan Kiara peran sebagai perempuan jahat. Apakah semua ini untuk ayah kandungnya?

“Aku ingin kau berperan sebagai kekasihku, terang-terangan di hadapan ayahku. Tetapi kau harus bersikap bukan sebagai kekasih yang baik-baik. Aku sudah menyelidiki ayah kandungku, aku tahu seperti apa wataknya, dia sangat menjunjung darah ningratnya. Mengetahui aku tergila-gila kepada perempuan yang tidak jelas asal-usulnya, yang baginya tidak sederajat dan jelas-jelas perempuan yang hanya mengincar hartaku akan membuatnya gila.” Joshua terkekeh, “Pada akhirnya dia akan pulang dengan kekalahan yang menyakitkan.”

Kiara menatap Joshua dan tiba-tiba merasa sedih. Dia tidak punya ayah, Dan dulu ketika di panti asuhan, betapa dulu dia sangat menginginkan memiliki keluarga, memiliki ayah yang menyayanginya. Dan sekarang di depannya, ada seorang lelaki yang masih memiliki ayah kandung, tetapi memikirkannya dengan penuh dendam. Tetapi Kiara tidak bisa menyalahkan Joshua, lelaki itu mengetahui masa lalunya dengan pedih dan menumbuhkan kebencian di dadanya sejak lama, lagi pula sepertinya ayah kandung Joshua memang kejam karena membuang ibu Joshua yang sedang mengandung darah dagingnya sendiri, dan kemudian tiba-tiba ketika dia membutuhkan Joshua, dengan arogannya lelaki itu ingin mendekati Joshua kembali. Setelah memikirkan segalanya, Kiara bisa memaklumi apa yang ada di benak Joshua.

Lelaki itu mengamati ekspresi Kiara dan kemudian tersenyum, “Aku ingin kau berlatih dengan Deliah, selama beberapa hari ini, dia akan mengajarimu bagaimana menjadi perempuan penggoda. Meskipun bukan perempuan tulen, Deliah punya banyak pengalaman dengan perempuan-perempuan semacam itu, jadi dia bisa mengajarimu.” Joshua terkekeh, kemudian menatap Kiara dengan tatapan serius, “Aku akan memberikan gaji tambahan untuk tugasmu ini Kiara, jadi kau tidak perlu cemas, yang aku minta adalah kau melakukan pekerjaanmu ini dengan sebaik-baiknya.”

Kiara terpekur kebingungan. Sebenarnya dia tidak membutuhkan gaji tambahan lagi. Apa yang diberikan Joshua kepadanya saat ini sudah lebih dari cukup. Makanan setiap hari, tempat bernaung yang luar biasa indahnya. Kiara tidak ingin meminta apa-apa lagi, yang dia inginkan adalah membantu Joshua sekuatnya. Lelaki itu adalah penolongnya dan Kiara akan melakukan apa saja untuk membalas budi.




CRUSH IN RUSH - BAB 10

No comments:

Post a Comment