Sunday, November 8, 2015

PEMBUNUH CAHAYA - SANTHY AGATHA - BAB 3


Dendam  yang  terpelihara  pada  akhirnya  akan menggerogotimu  pelan,  sampai  kau tidak  bisa  membedakan mana  yang  benar  dan  mana  yang  salah.
3


Apa? Andre hampir berteriak di seberang sana ketika mendengar   seluru cerita   Sair yang   diucapkan   sambil menahan tangisnya. Apa yang ada di otak Leo?
Saira menghela napas panjang, Aku hanya tidak tahu kenapa dia bersikap seperti itu, Andre. Dia sungguh berubah, tidak seperti yang kita kenal. Dia... aku hampir yakin kalau dia.. membenciku.”
Membencimu? Andre  mendesapelan,  Saira  hampir bisa  membayangkan lelaki  itu  menggeleng-gelengkan kepalanya di seberang sana, Aku sungguh tidak bisa membayangkan kalau dia membencimu Saira, sikap lembutnya, kebaikannya, tatapan penuh cintanya kepadamu waktu itu, semuanya tampak tulus.” Suara Andre berubah prihatin, “Kau tidak apa-apa Saira? Perlukah aku menjemputmu?
“Jangan Andre.” Saira berseru cepat, “Pada awalnya kupikir kalau Leo cemburu kepadamu, kepada kita.”
“Itu  konyol....  kau  seharusnya  memberitahunya  kalau aku...”
“Yah, dia memang belum tahu Andre... dan hari itu ketika aku mengunjungimu setelah pernikahan, dia ada di rumah ketika aku pulang dan menungguku. Dia tampak marah besar, mengata-ngataiku sebagai perempuan yang tidak menghormatinya karena langsung mengunjungi kekasihnya setelah pernikahan. Dia mengira kita sepasang kekasih.”
“Apakah kau tidak menjelaskan semuanya kepadanya?” “Aku tidak punya kesempatan.” Saira mendesah pedih,
“Dia tidak memberiku kesempatan.”
Hening lama, seolah Andre sedang berpikir keras.
Leo sungguh keterlaluan.” Andre menggeram, tampak marah, Dia  memperlakukanmu seperti  ini,  sama  seperti dia sedang   menghinaku.   Ka suda kuanggap   seperti   adikku sendiri, Saira, keluargaku. Kalau Leo bersikap keterlaluan kepadamu, dia harus menghadapiku.”
***
Leo membanting tubuhnya di sofa kantornya. Dia tidak tahu harus kemana. Dia tidak bisa berada di rumah dan memancing terus menerus konfrontasi dengan Saira, yang membuatnya lelah. Dia juga tidak bisa datang ke rumah tempat Leanna dirawat, melihat kondisi Leanna yang seperti itu makin lama makin membuat luka di dalam hatinya yang sudah parah semakin menganga.
Satu-satunya  tempat  yang  bisa  membuatnya  nyaman dan sendirian adalah kantornya di hari Minggu. Satpam perusahaannya tampak bingung melihat kedatangan bosnya tiba-tiba di hari Minggu, tetapi Leo memasang tampang datar dan tidak peduli.
Benaknya  berkelana  tanpa  arah,  memikirkan tercapainya tujuannya. Semua rencananya sudah mengarah ke arah yang diinginkannya. Pernikahannya dengan Saira semakin mempermudah rencananya.
Leo pada akhirnya berhasil menikahi Saira dan menjalankan rencana balas dendamnya. Pada akhirnya dia akan menahan Saira dalam pernikahan ini dan terus menerus menyakitinya tanpa Saira sadari. Tetapi... semua keberhasilan ini tidak membawa kepuasan kepada dirinya. Entah mengapa. Apakah karena batinnya sendiri menyadari bahwa dia telah membalas dendam kepada orang yang tidak tahu apa-apa?
Tidak!  Leo  menggelengkakepalanya  dengan  keras. Saira pantas menerima pembalasan ini. Dia sedikit banyak telah berkontribusi dalam penderitaan yang dialami Leanna.... kesakitan yang dialami Leanna.... Belum lagi  kepedihan yang ditanggung oleh keluarganya selama ini. Semuanya sangat sepadan dengan pembalasan dendam ini.
Leo mendesah dan berdiri dengan gelisah, menatap dari jendela kaca di ruang kerjanya ke arah langit yang gelap dan mendung.
Saira. Perempuan itu, dengan keluguannya telah dengan mudahnya jatuh ke dalam cengkeraman Leo. Sebenarnya Leo bisa saja menghancurkan hidupnya tanpa harus menikahinya. Tetapi entah kenapa di saat terakhir Leo memutuskan bahwa dengan menikahi Saira, dia akan lebih mudah mengikat perempuan  itu.  Dan  lebih  leluasa  membalaskan dendamnya. Hal itu juga mencegah Saira kabur meninggalkannya sebelum pembalasan dendamnya usai.
Dia  teringakepada  Andre  yang  tampak begitu  dekat dengan Saira, dan mencibir. Perempuan itu bahkan dengan mudahnya melompat meninggalkan Andre dan menghambur ke pelukannya,  benar-benar  watak  perempuan  gampangan, seperti yang dibayangkannya selama ini. Tetapi bagaimanapun juga hubungan Andre dengan Saira yang begitu dekat, bahkan setelah Saira menikah dengannya terasa begitu mengganggu. Ingatannya  akan   Sair yang   langsung  mengunjungi  Andre dihari  pertama  pernikahan mereka  membuatnya  marah  dan terhina.
Dia mengernyit, Saira pasti akan langsung menghambur kepada Andre karena sikap Leo. Tiba-tiba dia sadar. Diraihnya kunci mobilnya dan bergegas keluar.
***
Pada akhirnya Saira tidak tahan harus terus berdiam diri di  rumah  Leo  yang  begitu  besar  dan  lengang,  apalagi  sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa Leo akan pulang hari ini. Dia akhirnya memutuskan untuk mengambil resiko, karena dia sangat butuh melepaskan semua permasalahannya di  rumah kaca. Dari dulu, Saira sudah terbiasa, kabur dan merenung di rumah kaca, ketika pikirannya kalut.
Kadangkala Saira menghabiskan waktunya dengan merawat tanaman-tanamannya, mencurahkan kasih sayangnya dan mengalihkan perhatiannya.
Sebelum   menuju  k rumah  kaca Sair mampi ke Garden Cafe, dan menghela napas sedikit senang dengan aroma khas yang menenangkannya dari cafe ini. Cafe ini penuh dengan aroma rempah yang nikmat, bercampur harumnya kue yang baru keluar dari panggangan. Suasananya damai, seperti di rumah.
Saira melangkah menuju sebuah sudut yang nyaman, di dekat rumpun bunga anggrek putih dengan bercak keunguan yang  indah,  hasil  dari  rumah  kacanya. Suasana  cafe  tampak ramai dengan para pelayan yang lalu lalang melayanipengunjung, mungkin ini karena tepat saat jam makan siang.
Albert sendiri yang mendatanginya, lelaki itu tampaknya sudah  melihatnya  dari  jauh  dan  kemudian  menembus kesibukan cafe untuk menghampirinya,
Pengantin baru ada di sini lagi.” Albert tertawa, Apa yang kau lakukan di sini, Saira?
Saira  tersenyum  kecut,  berusaha  tampak  ceria,  “Aku membutuhkan teh hijau untuk menambah semangatku.”
“Segera datang.” Albert mengedipkan sebelah matanya, “Apakah kau ingin teman minum teh? Ada pastry apel dan keju yang baru keluar dari oven.”
Saira      menganggukkan      kepalanya,      “Aku      mau.”
Gumamnya. Lalu duduk merenung dan menunggu.
Apa yang harus dilakukannya untuk menghadapi perkawinannya? Apa yang harus dilakukannya kepada Leo? Bagaimana mungkin cinta yang begitu lembut dan pekat bisa berubah begitu cepat menjadi kebencian yang menyayat?
Saira begitu penuh dengan pertanyaan yang ingin dilemparkannya kepada Leo. Tetapi jangankan untuk bertanya, untuk berbicarapun sepertinya lelaki itu sama sekali tidak memberinya kesempatan.
Sebenarnya apa yang diinginkan Leo dari pernikahan ini?
Teh hijaunya kemudian datang, disajikan dalam cangkir mungil berwarna putih yang masih mengepul dan beraroma the yang khas dan harum. Bersamaan dengan itu, sepiring pastry yang masih panas yang menggiurkan disajikan bersama.
Saira meneguk tehnya, dan menikmati rasanya. Begitu pahit tanpa gula, tetapi ketika indra penciumannya bekerja, aromanya yang nikmat memberikan rasa tersendiri ke indra pencecapnya.  Sehingga  kepahitan  itu  berubah  menjadi  rasa yang khas yang selalu dirindukan oleh lidahnya.
Saira teringat akan filosofi Albert tentang teh hijau, dandia tersenyum. Teh hijau mengingatkan Andre akan rahasia, rahasia sebuah rasa yang harus menunggu saat yang tepat, menyibak lapisan demi lapisan untuk menemukan apa sebenarnya yang tersembunyi di baliknya.
Ponselnya berbunyi tiba-tiba membuat Saira tersentak dari  lamunannya, diangkatnya ponsel  itu  ketika  tahu  bahwa Andre yang menelepon,
Halo Andre.”
“Katamu kau akan segera datang kemari, dan aku cemas karena kau belum tiba juga.”
Aku mampir di Garden Cafe untuk makan siang. Jawab
Saira sambil tersenyum miring.
Teh hijau lagi? Andre tergelak, Aku tidak pernah tahu tentang  obsesimu  meminum  teh  hijau  di  saat  makan  siang entah panas atau hujan. Menurutku minum soda yang paling enak.”
“Soda  tidak  baik  untuk  kesehatan.”  Saira  mengernyit, membuat tawa Andre semakin keras.
“Oke    Saira,    lekaslah   datang,   dan    aku    ingin    kau menceritakan semuanya secara langsung.
***
Andre sudah menunggu. Meskipun tampak santai, lelaki itu tegang dan kelihatan sekali sangat mencemaskan Saira,
“Bagaimana keadaanmu?” Andre menarikkan kursi bagi Saira  untuk duduk, sesuatu yang  tidak pernah  dilakukannya sebelumnya.
Aku  baik-baik saja.”  Saira  berusaha tersenyum tegar, Tetapi perasaanku tidak.” Lanjutnya serak.
Andre menatap Saira dan mengernyitkan keningnya, “Kau baru dua hari menikah dan Leo sudah bersikap seperti ini. Kalau begini aku jadi menanyakan motivasinya menikahimu.” Andre menatap Saira hati-hati, Apakah mungkin dia  sedang berusaha menjebakmu dalam pernikahan ini Saira?
“Menjebakku?” Saira menatap Andre dengan bingung, “Tetapi kenapa? Demi alasan apa?”
“Aku tidak tahu.” Andre mengangkat bahunya, “Semula aku sempat curiga dengan sikap Leo yang mendekatimu dengan begitu intens dan cepat, bahkan kemudian melamarmu padahal hubungan kalian baru seumur jagung.” Lelaki itu duduk di kursi  depan Saira dan menghela napas  panjang, “Tetapi aku melihat betapa kau mencintainya, dan aku berpikir bahwa kau sudah menemukan belahan jiwamu.”
Hati Saira terasa sakit mendengar kata-kata Andre, itu sama seperti yang dikatakan Leo kepadanya dulu sebelum menikahinya. Bahwa Saira adalah belahan jiwanya, bahwa Leo tidak perlu berlama-lama lagi  menunggu untuk menikahinya karena dia tahu pasti dia sudah menemukan belahan jiwanya,
Tetapi tentunya  seseorang  tidak  akan  bersikap  kasar dan penuh kebencian kepada belahan jiwanya bukan?
“Aku akan mencari tahu Saira. Aku tidak rela kau diperlakukan begini tanpa tahu alasannya.”
Saira menghela napas panjang, “Tetapi jangan berkonfrontasi   dengan   Leo,   Andre,   dia...   dia   sepertinya menuduh kita menjalin affair di belakangnya.”
“Itu konyol.” Andre menghela marah, “Kalau dia tahu yang sebenarnya dia akan malu karena pernah menuduhmu.”
Saira memalingkan muka, menahan tangisnya yang hampir tak terbendung, Aku mencintainya, Andre... sangat mencintai Leo, tidak pernah aku merasakan perasaan ini sebelumnya kepada lelaki manapun... tapi...aku...” Suara Saira serak, dia menelan ludah dengan susah payah, menahan sesak di dadanya, sebutir air mata bergulir dari matanya, tanpa dapat dia tahankan,
Andre menatap Saira yang menangis, lalu mendekatinya, dan berdiri di sebelah Saira, lalu memeluk Saira yang masih duduk di kursi, tampak begitu rapuh dan lelah dengan kesakitannya.
“Oh sayangku.. kasihan sekali dirimu, sayang. Andre memeluk Saira, dan Saira menumpahkan segala tangisannya di sana, di pelukan lelaki yang sudah dikenalnya sejak kecil, yang sudah dianggapnya sebagai saudara kandungnya sendiri.
***
“Oh. Jadi inilah yang selalu kalian lakukan kalau berduaan.
Suara dingin itu membuat Saira terlonjak kaget dan langsung melepaskan dirinya dari pelukan Andre. Dia menoleh ke  pintu  masuk  dan  memucaketika  melihat  Leo  berdiri  di sana, tampak luar biasa marah.
Leo?
“Aku  muak  melihat  bukti  ketidaksetiaanmu ini  Saira.” Leo menggeram marah, “Ayo pulang.”
Dengan kasar Leo merenggut lengan Saira, menariknya berdiri dari duduknya.
Andre   langsung   meradang,   dia   merenggut   sebelah lengan Saira yang bebas dan menahannya,
“Kau tidak boleh memperlakukan Saira seperti itu.” Andre menarik Saira dari cengkeraman Leo dan menyembunyikannya  di   belakangnya.  “Ada   apa   denganmu Leo?”
Leo menatap Andre dengan tatapan tajam dan jijik, “Ada apa? Kau pikir aku harus diam saja melihat affair yang kalian lakukan  terang-terangan  untuk  menghinaku?”  tatapan  tajam Leo  beralih kepada Saira, yang tampak ketakutan dan pucat pasi, bersembunyi di belakang punggung Andre, “Pulang Saira. Kalau     tidak     kau     akan     menyesal     karena     aku     akan menghancurkan kekasihmu ini berikut semua bisnis dan juga rumah kacamu.”
Ancaman  itu  mengena.  Karena  Leo  adalah  seseorang yang berpengaruh terhadap klien-klien besar rumah kaca Saira, dan lelaki itu sangat berkuasa. Dari tatapan matanya yang menyala, Saira  tahu  bahwa Leo  akan  berbuaapapun untuk mewujudkan ancamannya.
Saira gemetar, takut menghadapi kemarahan Leo, tetapi dia harus memberanikan diri. Mungkin dengan begini dia bisa menemukan jawaban atas sikap Leo yang sangat kejam ini.
Setelah menghela napas panjang untuk menenangkan diri, Saira melangkah keluar dari lindungan Andre dan maju mendekati Leo,
“Aku akan pulang.” Gumamnya pelan.
“Saira!” Andre berteriak dengan serak, “Jangan!”
Saira menoleh, menatap Andre dengan lembut, meski matanya berkaca-kaca, “Aku akan baik-baik saja.”
Dan kemudian Leo merenggut lengannya dengan kasar, setengah menyeretnya keluar dari rumah itu.
***
Perjalanan itu ditempuh dalam suasana yang hening dan mengerikan. Leo terdiam dan beberapa kali terlihat menggertakkan gerahamnya, menahan marah.  Sementara itu Saira begitu tegang menantikan luapan kemarahan Leo.
Baru beberapa hari  mereka menikah dan Saira sudah begitu takut menghadapi kemarahan Leo. Oh, Leo tidak memukulnya, sama sekali tidak ada yang mengarah kepada kekerasan ketika Leo marah, satu-satunya tindakan kasar yang dilakukan  Leo  adalah  menarik  dan  mencengkeramnya  tadi, yang   membua pergelangan   tangannya   sakit Sair entah kenapa yakin Leo tidak akan memukulnya atau melakukan kemarahan  fisik   kepadanya.  Tetapi   yang   ditakutkan  Saira adalah  serangan  verbal  Leo.  Bagaimanapun juga  Saira mencintai Leo, dan kata-kata kasar Leo kepadanya mempunyai efek yang berpuluh-puluh kali lebih menyakitkan. Dia menoleh ke arah Leo yang sedang menyetir dan bertanya dengan takut-takut,
“Kenapa kau begitu membenciku Leo? Andre bilang kau sebenarnya  tidak  mencintaiku  dan  sedang  berusaha menjebakku ke dalam pernikahan, entah karena apa.”
Leo melirik sinis ke arah Saira, lalu berucap tak kalah sinis. Hebat sekali kekasihmu itu memberikan analisa tentang diriku.”
Saira menghela napas panjang mendengar tuduhan Leo, Sudah kubilang Andre bukan kekasihku, tidak akan pernah dan tidak akan bisa, dia seorang gay.”
Kalimat  itu  membuat Leo  mengerem mobilnya  secara refleks karena kaget. Dia tertegun, lalu kemudian menjalankan mobilnya seperti semula dan bergumam ketus,
Alasan   yang   sanga bagus,   Saira Tapi   ak tidak percaya.
“Kau bisa menanyakan sendiri kepada Andre, dia mengatakan kepadaku bahwa dia gay dan dia merahasiakannya sudah sejak lama.”
Leo menatap Saira dengan tajam, “Kalian mungkin saja sudah berkomplot untuk membodohiku, mengira bahwa aku tidak akan curiga ketika tahu bahwa Andre gay. Tetapi maaf saja Saira, aku tidak sebodoh itu sehingga begitu mudahnya kau tipu.”
“Kenapa kau jadi seperti ini Leo? Air mata mulai mengalir di sudut mata Saira, duduk di sini dan melihat suaminya tampak begitu membencinya benar-benar menyakiti hatinya.
Leo  mengetatkan gerahamnya, tidak berkata-kata lagi, dan  mengabaikan ucapan  SairaMembiarkan perempuan itu terisak-isak selama perjalanan mereka pulang.
Dan ketika itu juga, di benak Saira muncul suatu keputusan bulat. Buat apa mempertahankan perkawinan yang sepertinya sudah hancur sebelum dimulai ini?
***

Ketika  Leo  memarkir  mobil  di  depan,  dia  langsung keluar  dan  memutari  mobilnyalalu  membuka  pintu penumpang di sebelah supir, sebelum Saira sempat keluar.
Sekali lagi dia mencekal lengan Saira dan memaksanya keluar,
“Ayo.” Gumamnya marah.
Saira  berusaha  melepaskan  diri  dari  pegangan  Leo, tetapi cekalan tangan lelaki itu begitu kuatnya,
“Sakit Leo!” Saira berteriak ketika Leo menyeret lengannya menaiki tangga, tetapi Leo tampaknya sudah mengeraskan hatinya sehingga tidak mempedulikan kesakitan Saira.
Mereka menuju kamar Saira, bukan kamar utama, Leo membuka pintu kamar itu dan mendorong Saira masuk, lalu menutup pintu di belakangnya dan menguncinya.
Tiba-tiba perasaan terancam menyelubungi benak Saira, dia  menatap  suaminya  yang  berdiri  dengan  marah  di  dekat pintu dan merasa takut, takut akan tekad kuat yang menyala- nyala di mata suaminya.
Apa yang akan kau lakukan?
Leo membuka jasnya dan melemparnya begitu saja, lalu melonggarkan dasinya.
Menurutmu apa?
Saira langsung mundur beberapa langkah menjauhi Leo, apakah lelaki ini akan melakukan apa yang ditakutkannya? Mungkinkah Leo sekejam itu?
“Kumohon jangan.” Saira bergumam, ketika menyadari bahwa Leo benar-benar akan melakukannya.
Leo tersenyum sinis,Aku tahu di kepalamu penuh dengan pemikiran licik, berputar mencari jalan untuk bercerai. Tetapi aku sudah bilang, aku tidak akan membiarkanmu melenggang bebas dengan bahagia.” Leo maju selangkah membuat  Saira  langsung mundur  selangkah  ketakutan, Kau istriku, dan aku suamimu, sepertinya aku harus membuatmu menyadari posisimu.”
Jangan Leo.” Saira bergumam lagi, berusaha menyadarkalelaki  itu  yang  entah  kenapa  tampak  begitu marah dan tidak bisa menahan diri.
Tetapi   Le tidak   mempedulikannya,  dia   merenggut Saira, dan mendorongnya ke ranjang, ketika Saira mundur dan hendak bangkit dari ranjang, Leo mencengkeramnya dan menindihnya.
Saira berteriak sekuat tenaga, berusaha menyingkirkan Leo, tetapi tubuh lelaki itu terlalu berat, terlalu kuat, dan apalah dayanya, seorang perempuan lemah dibawah kuasa lelaki yang sedang penuh kemarahan?
Pada akhirnya pertahanan Saira berubah menjadi air mataair  mata  sakit  hati  dan  penderitaan. Ketika  suaminya akhirnya merenggut kesuciannya dengan kasar dan tanpa perasaan, tidak mempedulikan kesakitan dan tangisan permohonannya.
Ini adalah malam pertama yang sama sekali tidak pernah diimpikan oleh Saira. Penuh pemaksaan, dirinya direndahkan bagaikan seorang pelacur, dan penuh rasa sakit, luar dalam.
Dan ketika lelaki itu selesai melampiaskan kemarahannyalalu  berdiri  dengan  tergesa  memakai pakaiannya kembali, dan melangkah pergi meninggalkan Saira yang terbaring dengan kondisi yang sangat mengenaskan, dengan pakaian setengah robek dan acak-acakan, dan penuh air mata, hati Saira hancur seketika.
Ingatannya melayang kepada ibunya yang penuh kasih dan selalu mendoakan kebahagiaannya suatu saat nanti, mendoakan agar  Saira  menemukan suami  yang  penukasih dan bisa menjaganya.
Saira  menggingit  bibirnya,  tersengal  atas  tangis  yang pekat.
“Ibu.... aku diperkosa.... rintihan itu diselingi tangis, dan Saira memanggil nama ibunya, merindukan pelukan ibunya dan elusannya yang menenangkan, dan begitu kesakitan ketika menyadari kenyataan bahwa dia sendirian dan sebatang kara.


PEMBUNUH CAHAYA - SANTHY AGATHA - BAB 4

No comments:

Post a Comment