Tuesday, November 3, 2015

CRUSH IN RUSH - BAB 3


BAB 3
Menjadi pelayan?

Kiara mengerutkan keningnya dan seketika itu juga wajahnya pucat pasi, menjadi pelayan ini apakah menjadi pelayan seks dari Joshua? Kiara sering melihat kisah-kisah sinetron dan film dimana tokoh wanita yang miskin pura-puranya ditolong oleh lelaki kaya, tetapi kemudian dia disekap dan dijadikan budak seks.... Ya Ampun! Kiara harus menyusun rencana melarikan diri dari rumah ini!

Joshua yang melihat perubahan ekspresi Kiara langsung merasa geli. Dia sudah pasti bisa menebak pikiran apa yang lalu lalang di benak Kiara, ekspresi wajah Kiara yang polos mengungkapkan semuanya karena perempuan itu benar-benar seperti buku yang mudah dibaca. Joshua memutuskan akan menggoda perempuan ini,

"Jadi sebagai pelayanku kau harus berlatih untuk memuaskanku." Joshua tersenyum lebar sampai barisan gigi putihnya yang rapi terlihat, setengah mati menahan geli melihat ekspresi shock dan pucat pasi di wajah Kiara.

"Apa?" Kiara setengah berteriak, panik. Pandangannya mengukur jarak dari kasur ini ke pintu kamar.Bisakah dia melarikan diri dengan cepat tanpa ditangkap poleh Joshua?

Tetapi kemudian Joshua terbahak, membuat Kiara menatap lelaki itu dengan waspada, 

Kenapa lelaki itu tertawa? Apanya yang lucu?

Mata Joshua tampak tajam meskipun masih berlumur rasa geli,

"Sebaiknya kau buang semua pikiran bodoh yang ada di otakmu itu. Aku sama sekali tidak tertarik padamu secara seksual." matanya menelusuri tubuh Kiara dengan mencemooh, "Kau terlalu kurus, dan bukan termasuk tipeku, jadi kau bisa tenang."

Meskipun merasa tersinggung atas penghinaan terang-terangan dari Joshua itu, Kiara merasa sedikit tenang, setidaknya lelaki itu tidak tertarik padanya, jadi tidak mungkin lelaki itu memperkosanya. Kalau begitu, apakah istilah 'pelayan' yang dipakai oleh Joshua adalah "pelayan' yang sesungguhnya?

"Aku ingin mempekerjakanmu sebagai pelayan." Joshua mengangkat alisnya, "Pelayan sungguhan yang bersih-bersih rumah dan memasak."

"Apakah kau tidak punya pelayan sebelumnya?" Kiara mengedarkan pandangannya ke kamar tempat dia ditempatkan. Ini hanya satu kamar, tetapi luasnya mungkin lima kali dari kamar kontrakan Kiara saat ini, belum lagi bagian-bagian lain seperti ruang tamu, dapur dan kamar mandi, Tidak mungkin bukan Joshua membersihkan semuanya sendiri?

"Sudah kupecat." Joshua bergumam enteng, tidak menjelaskan bahwa sebenarnya dia memperoleh jasa kebersihan kamar gratis sebagai pelayanan VIP dari pihak apartemen. Baru saja dia menelepon pihak apartemen dan mengatakan dia tidak membutuhkan pelayanan gratis itu lagi.

"Kau pecat?" Kiara menghela napas, "Kau tidak memecatnya karena aku bukan?"

Tatapan Joshua tampak dingin dan mencemooh, "Jangan besar kepala, mana mungkin aku memecatnya karenamu?"

Pipi Kiara langsung merah padam, Betapa malunya dia, lagipula seharusnya dia sadar kalau Joshua tidak mungkin melakukan itu. Kiara hanya berada di waktu yang tepat di saat Joshua kehilangan pelayannya, sekarang Kiara kehilangan pekerjaannya, jadi betapa baiknya Joshua karena menawarkan pekerjaan ini padanya...

"Bagaimana? Kau mau mengambil pekerjaan sebagai pelayanku? Aku tinggal sendirian di sini tanpa keluarga, dan tanpa pengurus rumah yang membersihkan apartemen dan memasak aku sedikit kerepotan."

Kiara menatap Joshua, masih ragu,

"Jam berapa aku harus datang dan bekerja?"

"Datang dan bekerja? Tidak... kau tinggal di sini, itu akan lebih mudah bagiku."

"Tinggal di sini?" Kiara setengah berteriak, "Tidak! Aku tidak bisa!"

"Kenapa?" Joshua bersedekap dan mengangkat alisnya, "Bukankah sudah biasa seorang pelayan tinggal di rumah majikannya? jadi dia bisa melaksanakan tugasnya dari pagi sampai malam, memastikan seluruh rumah bersih dan seluruh kebutuhan majikannya terpenuhi. Dan tentu saja aku akan membayarmu dengan harga yang pantas."

Kiara mengerutkan keningnya. Tetapi kebanyakan yang mempekerjakan pelayan yang menginap itu bukanlah seorang bujangan yang tinggal sendirian seperti yang dikatakan oleh Joshua tadi. Bagaimana mungkin Kiara tinggal berdua dengan seorang laki-laki dalam satu rumah tanpa ada orang lain?

"Jangan berpikir yang tidak-tidak." Sekali lagi Joshua bisa membaca apa yang berkecamuk di dalam benak Kiara, "Setiap orang yang melihat aku dan kamu tidak akan melihat kita sebagai pasangan, mereka pasti bisa melihat bahwa aku adalah majikan dan kau pelayannya, jadi kau tak perlu cemas akan pandangan orang-orang." Dengan sinis lelaki itu memandang Kiara, "Segera setelah kau bisa jalan, akan kuantar kau ke rumahmu dan mengemasi barang-barangmu."

Kiara tercenung tidak bisa berkata apa-apa tertohok oleh kalimat penghinaan lelaki itu. Dan  ketika lelaki itu beranjak pergi dan meninggalkan kamar itu, Kiara berpikir keras tentang hidupnya. Dia terjepit, sekarang dia pengangguran dan tidak punya apa-apa. Tawaran kerja dari Joshua amat sangat dibutuhkannya saat ini dan sangatlah bodoh kalau dia tidak mengambil kesempatan itu...

Benaknya berkelana, kalau dia tinggal di sini sebagai pelayan, yang pasti dia bisa menumpang tempat tinggal gratis. Dan Joshua bilang tentang pekerjaan memasak, mungkin saja Kiara bisa menumpang makan. Kiara menghela napas panjang, mungkin semua ini sudah diatur, mungkin ini adalah anugrah baginya, setidaknya Kiara jadi bisa menabung untuk perbaikan hidupnya kelak.

Kiara menguatkan dirinya, Kalau memang Joshua menginginkannya menjadi pelayan, maka Kiara akan berusaha menjadi pelayan yang terbaik, dia akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan pekerjaannya sebaik-baiknya.

***

"Jadi kau mengontrak kamar yang sedemikian jauhnya dari cafe tempatmu bekerja?" Ketika kondisi Kiara sudah baikan, keesokan paginya Joshua menjalankan mobilnya keluar dari tempat parkir apartemen, dia hendak mengantarkan Kiara dengan mobil hitam besarnya itu ke kamar kontrakannya untuk mengemasi barang-barangnya.

Semula Kiara menolak Joshua mengantarnya dan mengatakan akan menaiki kendaraan umum saja, tetapi Joshua mematahkan pendapatnya dan mengatakan akan lebih praktis kalau dia mengantar Kiara. Dan di sinilah Kiara, duduk dengan gugup di kursi empuk mobil yang terbuat dari kulit asli, merasa takut mengotorinya.

"Kenapa kau tidak memakai sabuk pengamanmu?" Joshua melirik, membelokkan mobilnya menuju ke jalanan.

Kiara menunduk dan melihat sabuk kulit yang terjuntai di bagian atas, dia menariknya kemudian kebingungan. Bagaimana memasang sabuk pengaman ini? Pipinya memerah, merasa sangat malu dan bingung. Joshua pasti menertawakannya dalam hati mungkin mencemooh betapa udiknya Kiara.

Tetapi di luar dugaan, Joshua meminggirkan mobilnya, 

"Kau belum pernah memakai sabuk pengaman sebelumnya ya." gumamnya lembut, penuh pengertian, lalu mencondongkan tubuhnya dan membantu memasangkan sabuk pengaman Kiara.

Kiara terdiam dengan pipi merona, menatap rambut tebal Joshua yang tertunduk di dekatnya. Aroma parfum Joshua menyentuh indera penciumannya dengan lembut, begitu maskulin, dan tiba-tiba saja membuat Kiara bergetar.

Mungkin Joshua selalu mengejek dan mencemoohnya, tetapi Kiara tahu... lelaki ini adalah penyelamatnya.

*** 

"Jauh sekali." 

entah sudah berapa kali Joshua mengomel sepanjang jalan. kamar kontrakan Kiara memang benar-benar berada di pinggiran kota... sangat jauh. Joshua membayangkan bagaimana Kiara harus menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk mencapai tempat kerjanya.  Hidup perempuan ini benar-benar keras, Joshua membatin tiba-tiba perasaan iba memenuhi nuraninya ketika melirik ke arah tubuh mungil yang sekarang sedang meremas-remas jemarinya sendiri dengan gugup.

"Maafkan aku.." Kiara bergumam lemah, merasa bersalah karena berkali-kali Joshua mengeluh bahwa tempat tinggalnya begitu jauhnya, lelaki ini pasti sangat jengkel karena harus menempuh kemacetan dan perjalanan panjang hanya untuk mengantarkan Kiara pulang. "Aku memilih tempat di pinggiran kota karena harga sewanya murah.... di sini ada banyak pabrik, yang berarti ada banyak buruh yang membutuhkan tempat tinggal. sehingga selalu tersedia kamar murah..."

Joshua mengernyitkan keningnya, "Bukankah sama saja kalau ongkos transportnya mahal?"

"Ongkos transportnya tidak mahal, kebetulan ada bus sekali jalan.. aku hanya tinggal berjalan kaki ke ujung sana...." Kiara menundukkan kepalanya ketika Joshua melemparkan tatapan iba kepadanya, dia tidak mau dikasihani, memang keadaannya pasti terlihat menyedihkan bagi lelaki kaya seperti Joshua. Tetapi inilah hidupnya, inilah yang dijalani Kiara, dan Kiara hidup dengan berjuang untuk masa depannya yang lebih baik.

Joshua masih mengernyitkan keningnya, dia sedikit mengerem ketika Kiara bergumam,

"Itu berhenti di situ." Kiara menunjuk ke area parkir di bawah pohon besar, di sekitarnya banyak ruko-ruko dengan berbagai macam usaha, ada penjual makanan di sana, pangkas rambut laki-laki, apotek dan beberapa yang digunakan seperti kantor. 

"Dimana kamar kontrakanmu?"

Kiara menunjuk ke sebuah gang kecil di sebelah kompleks ruko itu, "Harus masuk ke sana, mobil tidak bisa masuk... kau tunggu di sini yah."

"Aku ikut." Joshua membuka pintu mobilnya

"Jangan!" suara Kiara yang setengah berteriak itu membuat gerakan Joshua terhenti, dia menoleh dan menatap Kiara dalam,

"Kenapa Jangan?" tanyanya singkat.

Pipi Kiara memerah, " Di sana kotor dan mungkin tidak menyenangkan untuk orang sepertimu." Lelaki ini akan mengotori sepatu kulit mahalnya yang berkilau, gumam Kiara dalam hati, belum lagi pakaian lelaki ini yang tampak mahal serta penampilannya yang setengah orang asing pasti akan membuat orang-orang di sekitar tempat tinggal Kiara terpukau... yang pasti sosok seperti Joshua bukanlah sosok yang cocok untuk berada di sekitar tempat tinggal Kiara karena dia akan tampak berbeda dan terlalu mencolok.

Joshua mengamati Kiara kemudian bergumam keras kepala, "Aku akan mengantarmu. Setidaknya aku bisa membantumu membawakan barang-barangmu, jadi kau tidak perlu bolak-balik."

Lelaki itu memang tidak bisa dibantah, Kiara mendesah dan kemudian menganggukkan kepalanya, terserah kalau Joshua ingin memaksa masuk, tanggung sendiri akibatnya nanti.

*** 

Jalanan becek sehabis hujan semalam, dan semakin membuat gang sempit tempat masuk ke kamar kontrakan Kiara terasa kumuh, anak-anak kecil dengan pakaian kumal seadanya tampak bermain-main di tanah, tampak ceria dan seolah tidak terpengaruh oleh keadaan mereka. Kiara berjalan hati-hati melewati rumah-rumah kecil dengan ibu-ibu yang sibuk menjemur kerupuk dalam tampah besar dan beberapa yang lain sedang mencuci pakaian.

Tentu saja kehadiran Joshua yang berjalan di belakang Kiara tampak begitu mencolok, semua mata memandang ke arah Joshua, beberapa bahkan tak bisa melepaskan pandangannya dari lelaki itu, Kiara tiba-tiba merasa geli melihat seorang ibu yang ternganga dan seakan lupa mengatupkan bibirnya ketika melihat Joshua. Mungkin ibu itu mengira Joshua adalah artis sinetron yang menyasar ke tempat ini. Anak-anak kecil juga tampak tertarik dengan penampilan Joshua, mereka berbisik sambil cekikikan satu sama lain, sambil menyerukan kata 'bule' 'bule' dan menatap Joshua penuh ingin tahu, membuat ekspresi Joshua tampak masam

Akhirnya mereka tiba di kamar kontrakan Kiara setelah berjalan menembus perkampungan itu, Joshua mengernyit melihat penampilan kamar kontrakan Kiara yang reyot. Ketika Kiara membuka pintu kamar kontrakannya, kerutan di dahi Joshua semakin dalam. Bagian dalamnya bahkan lebih reyot lagi.

Kamar itu bersih, tampak sekali Kiara sangat rapi. Spreinya licin tanpa cacat, semua pakaiannya terlipat rapi di sebuah keranjang kecil di sudut. Dan kamar itu sangat sempit, dengan langit-langit yang rendah, membuat Joshua harus setengah menundukkan kepalanya di sini. Di sebuah sudut di meja kecil samping ranjang, ada sebuah pot bunga kecil yang berwarna ungu yang cantik. Sebuah usaha menyedihkan untuk membuat tampilan kamar ini lebih baik, dan ternyata kurang berhasil karena memang suasana kamar ini sudah tidak dapat diselamatkan.

"Silahkan duduk." Kiara bergumam gugup dan canggung, menyadari bahwa Joshua sedang mengamati kamarnya yang sangat sederhana itu. Ya ampun, lelaki itu pasti sekarang sedang merasa sangat kasihan kepadanya. Tetapi sekali lagi, Kiara tidak suka dikasihani, meskipun sederhana, Kiara sangat bersyukur dengan tempat tinggalnya ini, setidaknya dia punya tempat untuk pulang setiap malam, tidak kebasahan ketika hujan, dan bisa berlindung untuk beristirahat di malam  hari.

Joshua memandang sebuah kursi kayu yang tampak lapuk, lalu mengangkat bahu dan menariknya, dia duduk dan mengamati Kiara mengambil tas kain besar dari bawah tempat tidur dan mulai mengisinya dengan pakaiannya. Setelah selesai, Kiara mengemas barang-barang lainnya, beberapa buah buku, beberapa kosmetik standar sederhana, dan juga beberapa peralatan makannya, dua buah cangkir dan piring dari bahan melamin berwarna biru. 

"Tinggalkan itu." Joshua yang sejak tadi hanya duduk diam dan mengamati kegiatan Kiara tiba-tiba bergumam.

Kiara mendongakkan kepalanya, kegiatannya memasukkan peralatan makan itu berhenti karena perkataan Joshua,

"Apa?"

"Peralatan makan itu, kau tidak memerlukannya." Joshua melirik ke arah piring dan gelas melamin milik Kiara. Demi Tuhan, buat apa Kiara membawanya? di apartemenya penuh dengan peralatan makan kualitas terbaik, piring dan gelas kristal serta sendok garpu dari perak murni memenuhi lemari dapurnya, beberapa bahkan belum pernah dipakai sejak di beli,

Sejenak ekspresi Kiara tampak terhina dan ingin membantah. Tetapi lalu perempuan itu menarik napas panjang dan menurut. Diletakkannya peralatan makan itu, lalu berdiri dan menutup resleting tasnya.

"Baiklah, semua sudah siap."

Joshua melirik tas kain Kiara dan menatap takjub.

"Hanya itu barangmu?" Joshua pernah punya kekasih yang memiliki banyak sekali pakaian dengan berbagai warna, parahnya mantan kekasihnya itu bahkan menyesuaikan warna pakaiannya dengan tas dan sepatunya, jadi koleksi tas dan sepatunya sama banyaknya dengan pakaiannya hingga membutuhkan beberapa lemari dan rak khusus. Melihat Kiara yang bisa mengemas pakaiannya hanya dalam satu tas kain berukuran sedang membuat Joshua merasa miris.

"Hanya ini." Kiara melangkah keluar dari kamar itu, dan Joshua mengikutinya. Kiara lalu mengunci pintu kamarnya, 

"Tunggu ya, aku akan mengembalikan kunci kamar pada ibu pemilik kontrakan." Kiara menunjuk sebuah rumah yang hampir menempel dengan kamar kontrakannya, ibu kontrakannya pasti akan terkejut karena Kiara keluar tiba-tiba, Tetapi Kiara akan menjelaskan kalau dia mendapatkan pekerjaan baru di luar kota.

"Aku perlu ikut?" Joshua menggumam.

Kiara langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bisa gawat kalau Joshua ikut, yang ada ibu kontrakannya akan berpikir macam-macam,mungkin dia akan  berpikir kalau Kiara menjual dirinya, mana mungkin ibu kontrakannya akan percaya jika Kiara menjelaskan bahwa Joshua adalah majikannya? Majikan mana yang mau mengantar calon pelayannya sampai ke tempat tinggalnya yang jauh dan kumuh semacam ini,

"Aku akan ke sana sendiri. Tunggu di sini saja ya." Kiara langsung membalikkan badan dan berlari-lari kecil menuju rumah ibu kontrakannya, takut kalau Joshua mengikutinya.

*** 

Dalam perjalanan pulang, ponsel Joshua berbunyi, dia mengernyitkan keningnya ketika melihat itu adalah nomor dari pengacara ayahnya.

"Ada apa?" Joshua langsung menjawab dalam bahasa ayahnya, dengan nada gusar seperti biasa.

Pengacara ayahnya seperti biasanya sudah kebal dengan nada suara Joshua yang tidak menyenangkan itu,

"Ayahmu. Beliau ingin bicara langsung denganmu, Saat ini dia menunggu di sebelahku."

"Kenapa dia tidak menghubungiku saja langsung?"

Pengacara ayahnya menarik napas panjang, "Kau tahu kenapa Joshua...kalau dia menghubungimu langsung, kau tidak akan mengangkatnya."

Joshua mendengus, "Memang. Dan katakan padanya aku tidak tertarik."

"Joshua." suara pengacara ayahnya terdengar sabar, "Kau harus mendengarkan. Ini menyangkut masalah warisan gelar ayahmu. Beliau sudah mengatur pernikahanmu dengan seorang perempuan dari keluarga bangsawan yang sederajat denganmu."

Kiara hanya bisa mengerti sepatah-patah dari percakapan Joshua dalam bahasa inggris itu, Tetapi dia bisa melihat setelah  lawan  bicaranya berkata-kata, wajah Joshua tampak sangat geram dan marah. Begitu marahnya sampai nyaris menakutkan.




1 comment: