BAB 10
Hari masih pagi ketika Kiara bangun dan menyiapkan
sarapan, kamar Jason dan Joshua masih tertutup rapat, kalau Joshua, Kiara sudah
maklum karena lelaki itu selalu menggunakan waktu paginya untuk tidur karena
semalaman hampir tidak tidur. Tetapi rupanya Jason juga bangun kesiangan pagi
ini. Kiara mengernyitkan keningnya karena tidak biasanya Jason kesiangan.
Setiap hari lelaki itu selalu bangun pagi, sudah
mandi dan rapi dengan aroma segar yang menyenangkan lalu duduk di meja dapur,
makan sarapannya bersama Kiara.
Sudah hampir dua minggu berlalu sejak Jason datang
untuk tinggal di apartemen ini. Dan dalam dua minggu itu, banyak sekali
kejadian, dan perubahan, terutama bagi Kiara.
Selama dua minggu kemarin, Joshua selalu bangun
pagi sarapan bersama Kiara dan Jason, kemudian dia mengantar Kiara ke tempat
Deliah, di sana Kiara menghabiskan waktunya seharian.
Semula Kiara agak canggung ketika berduaan dengan
Deliah, apalagi Kiara mengetahui bahwa Deliah dulunya laki-laki sebelum berubah
menjadi perempuan. Tetapi Deliah memang memiliki sifat yang sangat ramah dan
baik.
Setiap hari ketika Kiara datang, dia akan membuat
seteko teh mint yang harum dan sepiring kue cokelat yang baru keluar dari
panggangan, kemudian mengajak Kiara mengobrol dan mencairkan suasana. Dari
mengobrol itulah Deliah megajarkan banyak hal kepada Kiara, semua
pengetahuannya tentang dunia fashion di tularkannya, tak lupa dia mengajari
cara berjalan, table manner di acara makan malam resmi, cara
berbicara, dan bahkan cara memadu padankan pakaian supaya tampil cantik.
Deliah selalu menekankan bahwa dia harus berperan
sebagai wanita penggoda nanti ketika ayah kandung Joshua sudah muncul. Pipi
Kiara selalu merona merah ketika Deliah mengatakan bahwa Kiara harus
melemparkan tatapan sensual penuh ajakan kepada Joshua setiap saat, juga
senyuman nakal, bibir yang merekah penuh godaan.
Deliah memang sudah mengajari Kiara semua caranya,
dan Kiara menyerapnya, juga belajar sendiri di cermin, memonyong-monyongkan
bibirnya, atau bahkan mencoba mengedip-ngedip genit kepada bayangannya sendiri
di depan cermin, yang membuatnya tertawa sendiri di kamar.
Bagaimanapun juga, Kiara masih tidak mampu
membayangkan bagaimana caranya dia melakukan itu semua pada Joshua. Pipinya
selalu merona dan wajahnya terasa panas kalau membayangkan akan mengedip genit
kepada Joshua, atau menyapukan jemarinya sambil menatap sensual penuh ajakan
kepada Joshua. Ah, Ya ampun, bagaimana mungkin dia melakukannya?
Kiara menyiapkan sarapan itu dengan pipi memerah.
Kemudian pikirannya berkelana lagi, Deliah sudah menyerahkan Kiara kepada
Joshua kemarin, dan mengatakan bahwa Kiara sudah siap. Yah mungkin secara teori
Kiara sudah siap.... tetapi prakteknya nanti? Entahlah. Yang pasti Kiara akan
berusaha sebaik mungkin, dia tidak ingin mengecewakan Joshua yang sudah
berharap banyak kepadanya.
Cara berpakaian Kiara pun sudah berubah, tiba-tiba
saja lemari pakaiannya sudah penuh dengan pakaian-pakaian mahal dari butik
ternama, ada rak sepatu khusus yang dibelikan oleh Joshua untuk menampung
koleksi sepatunya yang tiada duanya, belum lagi susunan aksesoris, tas dan
semua perhiasan yang diberikan Joshua kepadanya.
Lelaki itu benar-benar boros dan membuang-buang
uang. Kiara berpikir akan dikemanakan semua barang itu kalau semua sandiwara
ini sudah selesai. Tentu saja semua barang ini hanya pinjaman dan bukan untuk
Kiara bukan?
Karena itulah Kiara sangat berhat-hati memakai
semua barang itu, berusaha supaya nanti ketika barang itu dikembalikan,
kondisinya masih bagus dan sempurna. Kiara benar-benar berhati-hati apalagi
mengingat betapa mahalnya harga barang-barang itu.
Pagi ini Kiara mengenakan gaun satu potong yang
ringan dan elegan, bahannya sifon dengan warna ungu lavender yang lembut dan
menjuntai sampai ke tengah betisnya. Tampak sangat indah dipakai olehnya,
membuat tubuhnya yang mungil tampak berisi.
Deliah bilang Kiara terlalu kurus dan harus
menambah berat badannya, dan sepertinya selama dua minggu ini, Kiara berhasil
menambah berat badannya beberapa kilo sehingga bagian-bagian yang seharusnya
terisi penuh, mulai terisi dengan indahnya.
Kadangkala Kiara masih sering terpaku menatap
dirinya di cermin dan tidak mengenali dirinya sendiri. Lalu dia tersenyum dan
kemudian mengucap syukur kepada Tuhan atas kesempatan yang diberikan kepadanya.
Bahkan sekarang Kiara punya ponsel. Joshua
membelikan Kiara ponsel canggih dengan fitur-fitur yang Kiara sendiri tidak
tahu cara memakainya, sementara nomor di ponsel itu hanya menyimpan nomor
telepon Joshua saja, meskipun kemudian Kiara mengingat tentang Irvan yang dulu
sempat menanyakan nomor ponselnya. Kiara sangat ingin mengunjungi Irvan di
cafe, meskipun dia harus memikirkan caranya menemui Irvan tanpa harus berurusan
dengan Pak Sonny yang setiap hari ada di cafe itu. Bagaimanapun juga, Irvan
adalah satu-satunya orang yang bersikap baik kepadanya di sana, sahabatnya. Dan
Kiara tidak mungkin melupakan kebaikannya. Tetapi karena setiap pagi Kiara
harus ke tempat Deliah dan baru pulang menjelang malam, tidak ada kesempatan
baginya untuk mengunjungi Irvan.
Mungkin besok dia bisa kesana... gumamnya dalam
hati, sambil menaburkan bumbu ke masakannya,
Ketika Kiara menuang bacon panas
yang beraroma harum dan menata kentang goreng di piring. Bel pintu apartemen
berbunyi, membuat Kiara mengernyitkan keningnya.
Mereka hampir tidak pernah menerima tamu di
apartemen ini. Hanya Jason satu-satunya tamu yang pernah datang kemari sejak
Kiara tinggal di sini, dan kemudian menetap di sini.
Kalau begitu siapa?
Dengan langkah ragu, Kiara mengintip melalui kaca
cembung untuk mengintip di pintu apartemen. Dia mengernyit, tidak mengenali
lelaki bule tua berbadan besar itu yang sedang berdiri dengan ekspresi tidak
sabar di depan pintu.
Otaknya berputar cepat, dan kemudian langsung
menyadari bahwa mungkin saja saatnya sudah tiba. Mungkin saja lelaki itu adalah
ayah kandung Joshua yang datang untuk mengunjunginya!
Kiara meragu, takut untuk membuka pintu. Bel pintu
berbunyi lagi, tetapi Kiara tetap menahan diri untuk menahan pintu. Mungkin
saja lelaki itu ayah kandung Joshua, tetapi mungkin saja tidak bukan? Kiara
harus berhati-hati membuka pintu untuk orang asing.
Dia harus membangunkan Joshua.
Jantungnya berdebar, menyadari betapa buruknya mood
Joshua kalau dibangunkan paksa di pagi hari. Tetapi bagaimana lagi? Kiara tidak
bisa duduk diam dan membiarkan bel itu terus berbunyi dan menunggu sampai tamu
itu menyerah lalu pergi bukan?
Siapa tahu itu tamu penting...?
Dengan ragu, Kiara mengetuk pintu kamar Joshua.
Pelan... sekali, dua kali, dan kemudian sedikit lebih keras. Tetapi tetap saja
tidak ada jawaban.
Kiara akhirnya memberanikan diri memegang handel
pintu yang ternyata tidak dikunci itu. Dari celah pintu yang terbuka sedikit,
Kiara bisa melihat Joshua tengah tertidur pulas, terbaring terngkurap di atas
ranjang berukuran besar. Selimut polos berwarna gelap tampak menggumpal di
kakinya, sementara seperti biasanya, lelaki itu tidur hanya mengenakan celana
panjang piyama dan bertelanjang dada.
Kiara melangkah masuk, berdiri ragu di depan pintu
kamar, kemudian memanggil Joshua,
“Joshua?” suaranya agak keras, berharap bisa
membangunkan lelaki itu dari jarak jauh, tetapi rupanya usahanya sia-sia karena
Joshua tampak pulas bahkan tidak bergerak dari posisinya.
Ragu, Kiara melangkah mendekat lagi, menelan
ludahnya ketika sudah berdiri di sisi ranjang, menatap punggung telanjang
Joshua yang berotot dan indah.
“Joshua?” Kiara setengah membungkuk di dekat lelaki
itu. Tetapi panggilannya hanya mampu menghasilkan sedikit kerutan di alis
Joshua.
Sambil menghela napas, Kiara meletakkan jemarinya
di pundak telanjang Joshua, merasakan dirinya merona ketika kulit hangat itu
menempel di telapak tangannya.
“Joshua?” Kiara mengguncang pundak Joshua.
Seketika itu juga, jemari kuat Joshua menarik Kiara
yang mungil, membuat Kiara memekik ketika lelaki itu membanting tubuh Kiara ke
atas ranjang dan kemudian setengah menindih tubuhnya.
Kiara berusaha meronta, tetapi pegangan Joshua
kepada dirinya sangatlah kuat. Mata lelaki itu setengah terpejam, sepertinya
masih setengah tidur, dan senyumnya begitu sensual, senyum yang tidak pernah
ditunjukkannya kepada Kiara sebelumnya.
“Kau ingin menggodaku di pagi hari sayang?” Joshua
berbisik serak, lalu mengecup leher Kiara seringan bulu, membuat sekujur tubuh
Kiara merinding. Dia langsung memekik dan mendorong tubuh Joshua sekuat tenaga,
membuat lelaki itu tersentak dan kemudian membuka matanya, kali ini benar-benar
sadar.
Joshua tampak mengerjap bingung, dia kemudian
menunduk, menatap Kiara yang terbaring di bawah tubuhnya dan mengerutkan
keningnya,
“Apa yang kau lakukan di bawah situ?”
Pipi Kiara merah padam, dia malu setengah mati. Di
sini, berbaring di atas ranjang, di bawah tindihan tubuh Joshua yang telanjang
dada. Astaga. Tidak pernah dipikirkannya sebelumnya akan terjadi begini ketika
menyentuh pundak Joshua. Tahu begitu Kiara akan mengambil tongkat atau apa
untuk menggoyang-goyangkan tubuh Joshua dari jarak jauh. Well ya, kalau nanti
dia harus membangunkan Joshua lagi, dia akan menggunakan cara itu,
“Aku... aku berusaha membangunkanmu.. ada tamu....
aku menyentuh pundakmu dan kau membantingku ke ranjang.”
Ekspresi Joshua tidak terbaca, dia mengerutkan
kening lalu secepat kilat melepaskan Kiara dari tindihannya, berguling ke
samping dan kemudian meluncur berdiri di tepi ranjang,
“Lain kali hati-hati kalau membangunkanku.”
Gumamnya dingin, “Dan kenapa kau membangunkanku? Tamu apa yang kau maksud?”
Kiara sendiri langsung bangkit dari ranjang ketika
Joshua melepaskan tindihannya, wajahnya merah padam dan terasa panas hingga dia
harus meletakkan tangannya di lehernya untuk meredakan panasnya,
“Tamu.... seorang lelaki tua asing.. aku pikir..
aku pikir akhirnya ayah kandungmu mengunjungimu.”
Ekspresi Joshua langsung berubah keras, sedikit
menakutkan.
“Kau yakin?”
“Aku tidak tahu..” Kiara menggelengkan kepalanya,
“Tetapi dia tamu pertama di apartemen ini, dia pria asing, berambut kelabu,
sangat tinggi..... apakah kau tidak ingin mengintipnya dulu?”
“Tidak.” Bibir Joshua menipis, “Itu sudah pasti ayahku,
aku tidak sedang menunggu tamu manapun. Aku akan mandi dulu sebelum
menemuinya.” Lelaki itu menatap Kiara dengan serius, “Ingat peranmu mulai
sekarang, Kiara. Kau adalah simpananku, perempuan penggoda, perempuan jalang
yang tak jelas asal usulnya dan penggila harta, sementara itu aku tergila-gila
kepadamu.” Lelaki itu terkekeh, “Aku tak sabar untuk melihat reaksi tua bangka
itu. Persilahkan dia masuk dan menungguku.”
Kemudian Joshua membalikkan badan dan masuk ke
kamar mandi.
***
Bel pintu sudah tidak berbunyi ketika Kiara keluar
sehingga dia mengira tamu itu sudah pergi. Tiba-tiba dia menyesal jangan-jangan
dia terlalu lama membangunkan Joshua tadi sehingga membuat lelaki itu pulang.
Tetapi ketika Kiara mengintip, dia masih melihat
lelaki bule itu berdiri di pintu dan menunggu, dengan hati-hati Kiara membuka
pintu, membiarkan rantai gerendelnya masih menempel di sana untuk berjaga-jaga.
“Mencari siapa?” Tanyanya hati-hati.
Lelaki tua itu langsung menegakkan tubuhnya ketika
Kiara membuka pintu dan mengintip dari baliknya, matanya menelusuri Kiara,
sepertinya tidak menyangka kalau Kiara yang membukakan pintu untuknya, lelaki
itu melemparkan tatapan mata penuh spekulasi sebelum kemudian bergumam,
“Aku mencari Joshua. Anakku.” Suaranya berat dan
dalam, penuh wibawa dengan bahasa indonesia yang terpatah-patah.
Jadi benar. Orang ini adalah ayah kandung
Joshua. Kiara teringat bahwa dia harus menjalankan perannya dengan
baik, karena itulah dia tersenyum dengan gaya ceria yang sedikit menggoda,
mengangkat alisnya dibuat-buat.
“Setahuku ayah Joshua sudah meninggal.” Kiara
dengan berani menelusuri sosok lelaki di depannya, sengaja membuat lelaki itu
jengkel, meskipun dalam hatinya dia gemetar setengah mati.
Dan usahanya berhasil, lelaki tua itu tampaknya
termakan oleh usaha Kiara untuk bersikap sebagai perempuan menyebalkan.
Wajahnya memerah meskipun lelaki itu masih berusaha bersikap sopan,
“Aku ayah kandung Joshua, sekarang buka pintu ini
dan biarkan aku bertemu anakku.” Gumamnya tegas, menatap Kiara dengan mata
menyala-nyala, membuat Kiara hampir saja mundur selangkah ketakutan.
“Biarkan dia masuk sayang.” Tiba-tiba saja Joshua
sudah berdiri di belakangnya, memegang pundaknya dengan lembut dan begitu dekat
di sana, sampai Kiara bisa mencium aroma sabun yang bercampur dengan after
shave dan parfum beraroma maskulinnya.
Lalu jemari Joshua terlurur melewati Kiara dan
membuka gerendel itu. Sebelah lengan lelaki itu merangkul Kiara dengan posesif
dan kemudian mereka berdiri berhadapan dengan lelaki itu, ayah kandung Joshua.
“Kau tidak mempersilahkan aku masuk?” gumam lelaki
tua itu datar.
Joshua menegang, Kiara bisa merasakannya meskipun
lelaki itu tampak berusaha bersikap datar, tetapi sepertinya semua kemarahan
dan kebencian terpupuk di sana, membuat seluruh tubuhnya menegang.
“Masuklah.” Lelaki itu menghela Kiara masih dalam
rangkulan lengannya, kemudian mengajaknya duduk di sofa, “Pengacaramu sudah
memberitahukan kedatanganmu, aku tidak menyangka kau sebodoh itu membuang-buang
waktumu dengan datang kemari.”
Panggilan ber ‘aku’ dan ber ‘kamu’ yang dipakai
Joshua kepada ayahnya sepertinya dilakukan dengan sengaja, untuk menunjukkan
bahwa jelas-jelas Joshua tidak menganggap lelaki itu sebagai ayahnya. Sebuah
penghinaan frontal yang disengaja dan rupanya efektif karena ekspresi ayah
kandung Joshua memucat dan tampak tidak senang.
Lelaki itu duduk di sofa di depan Joshua dan
mengamati sekeliling ruangan, dia mencoba berbasa-basi,
“Tempat yang bagus.” Gumamnya bersikap tak
mendengar kata-kata Joshua tadi yang menyebutnya bodoh. Kali ini dengan memakai
bahasa inggris, untunglah Kiara cukup mengerti bahasa inggris dari pelajaran
SMUnya dan kursus singkat intensifnya bersama Deliah yang serba bisa.
Joshua mengangkat alisnya, jemarinya menelusuri
pinggang Kiara sambil lalu, sebuah gerakan ringan tapi mesra, menunjukkan
kepemilikan, membuat Kiara harus berusaha keras supaya tidak salah tingkah.
“Tentu saja, dan aku membelinya dari hasil kerja
kerasku sendiri.”
Lelaki itu tersenyum dan menatap Joshua
dalam-dalam, “Kau bisa menadapatkan beberapa kastil indah, lengkap dengan tanah
pegunungan yang luas, kekayaan yang berlimpah sehingga kau bisa membeli puluhan
apartemen seperti ini, sebanyak yang kau mau Joshua, kalau saja kau mau
mendengarkan perkataan pengacaraku.”
“Aku tidak butuh hartamu.” Tatapan Joshua berubah
dingin, dia lalu melemparkan senyuman sensual kepada Kiara, “Benar kan,
sayang?”
Saatnya berakting. Kiara memutar bola matanya dengan
genit, “Kalau ada kesempatan kau bisa lebih kaya dari sekarang, tentu saja
tidak boleh kau tolak Joshua, itu akan menguntungkanku juga.” Gumamnya dengan
nada genit yang meskipun sedikit kaku pada awalnya tapi tampak meyakinkan.
Joshua terkekeh dan kemudian menarik Kiara semakin
rapat kepadanya, “Oh ya, aku belum memperkenalkanmu. Ini.... Wiliam.” Joshua
dengan kurang ajarnya menyebut nama ayahnya langsung, “Dia seorang bangsawan...
aku lupa gelarmu.”
“William Sinclair, Earl of Moray.”
Sahut William dengan dingin. Seperti dugaan Joshua, masalah gelar dan darah
bangsawan sangatlah sensitif bagi lelaki tua itu. Dan Joshua akan
menggunakannya sebagai senjata.
“Yah begitulah namanya Kiara, aku sendiri susah
mengingatnya, lagipula nama gelar itu tidak ada artinya di negara
ini.” Joshua sengaja melemparkan pandangan mencemooh, “Dan perkenalkan, ini
adalah Kiara..... Kiara saja tanpa embel-embel nama lain sepertinya karena
gadis ini sebatang kara sebelum aku memungutnya dari panti asuhan.” Joshua
tertawa sendiri, “Kiara ini adalah calon isteriku.”
Wajah William langsung pucat pasi, memandang
Kiara dan Joshua berganti-ganti. Sikap dan kata-kata Kiara tadi, apalagi
menyangkut kekayaan, sudah bisa membuat William mengetahui tipe perempuan
seperti apa yang sekarang sedang menempel di tubuh anaknya seperti lintah
penghisap darah.
Dan dari panti asuhan berarti tidak diketahui asal
usulnya! William tidak bisa menerima itu. Bagaimanapun juga, Joshua menyimpan
darah Sinclair di tubuhnya, darah bangsawan yang murni dari miliknya yang
diturunkan oleh nenek moyangnya yang terhormat. Dan sekarang Joshua
akan menikahi perempuan yang tidak jelas asal usulnya? Akan seperti
apa keturunan mereka nanti? Perempuan itu akan menodai kemurnian darah Sinclair
mereka, darah terhormat yang sekarang hanya ada di tubuh Joshua. Dia harus
menyelamatkan darah bangsawan itu. Joshua harus menikah dengan perempuan
bangsawan yang terhormat, supaya keturunan Sinclair berikutnya berasal dari
darah murni. Bukan dari perempuan yang tidak jelas seperti ini.
“Aku datang kemari untuk membicarakan warisan
gelarmu.” William memulai, pura-pura tidak mendengar perkenalan Joshua tentang
Kiara tadi, “Kau adalah anakku satu-satunya, satu-satunya Sinclair murni yang
tersisa.”
“Dan apakah pengacaramu tidak mengatakan kepadamu
bahwa aku menolaknya? Aku tidak butuh hartamu, gelarmu atau bahkan warisan
darahmu. Kalau saja aku bisa membuangnya, akan aku buang dari tubuhku semua
jejak yang menghubungkanku padamu,” Mata Joshua menggelap, “Kedatanganmu
sia-sia Pak Tua, Aku menikmati hidup di sini, bersama kekasihku yang
menggairahkan dan tawaranmu sama sekali tidak menggodaku.”
“Kau tidak boleh menikahinya.” Tiba-tiba William
terpancing emosi, menatap Kiara dengan penuh kebencian, membuat Kiara sedikit
beringsut dari duduknya. Untunglah jemari Joshua di pinggangnya menguatkannya,
lelaki itu memeluknya makin erat seolah akan menjaganya.
“Kenapa tidak boleh? Kami saling mencintai dan
saling memuaskan, aku sudah tinggal bersamanya selama beberapa bulan dan
percintaan kami sangat memuaskan, benar kan sayang?”
Nada suara Joshua penuh siratan makna, membuat pipi
Kiara merona, tetapi dia menganggukkan kepalanya, mengimbangi kata-kata Joshua
dengan kedipan genit menggoda, “Benar sayang. Dan aku tidak sabar menunggu kita
menikah dan kemudian mendapatkan cincin dengan berlian raksasa yang kau
janjikan itu.” Ide untuk mengatakan hal-hal semacam itu sebenarnya berasal dari
Deliah, Deliahlah yang mengarahkannya untuk selalu menyinggung uang dan
perhiasan.
Joshua terkekeh, “Kau akan mendapatkannya nanti
sayang.”
Wiliam rupanya sudah tidak tahan lagi, lelaki itu
langsung berseru, “Kau tidak boleh menikahinya, Joshua. Darah keluarga Sinclair
akan tercemar kalau kau menikahi perempuan dengan asal usul tidak jelas, aku
sudah memilihkan calon isteri untukmu, perempuan bangsawan, berpendidikan
tinggi, modern dan sempurna untukku, dia sedang dalam perjalanan menyusulku
kemari untuk menemuimu. Segera setelah kau melihatnya, kau akan sadar bahwa kau
sudah membuat pilihan buruk!
CRUSH IN RUSH - BAB 11
No comments:
Post a Comment