BAB 12
William
masih ternganga akan kata-kata vulgar Kiara, sementara Carmila melemparkan
pandangan jijik kepada Kiara. Kiara sendiri tidak peduli, dua orang di depannya
itu sudah menganggapnya sebagai kelas rendahan hanya karena dia bukan bangsawan
dan tidak jelas asal usulnya, jadi biar sama mereka berpikiran semakin buruk
kepadanya.
“Kau
membuatku tak sabar untuk masuk kamar.” Joshua berbisik mesra, tangannya
semakin memeluk pinggang Kiara dengan posesif, sengaja memberikan isyarat di
sana agar tamu mereka malu.
Tetapi
rupanya Carmila bukanlah perempuan yang mudah menyerah. Tentu saja, dia tidak
akan diangkat menjadi CEO perusahaan multinasional yang sekarang kalau dia
menyerah dengan begitu mudahnya.
“Aku
ingin kau memberiku kesempatan.” Gumamnya tegar, membuat Joshua mengerutkan
keningnya sambil menatap Carmila.
“Kesempatan
untuk apa?”
Carmila
tersenyum manis, “Kesempatan untuk mengenalku. Rasanya tidak adil bagiku kalau
aku datang jauh-jauh kemari hanya untuk diusir dengan kasar, tanpa kau memberi
kita kesempatan untuk saling mengenal.” Carmila lalu melemparkan tantangan
kepada Joshua, tahu bahwa ego seorang lelaki akan tertantang jika dipancing
seperti itu, “Aku ingin kau mencoba mengenalku dengan intens selama seminggu
penuh... dan kalau setelah itu tidak ada ketertarikan yang tumbuh darimu
untukku, aku akan pergi dengan kepala tegak, puas karena sudah mencoba.”
Joshua
terdiam, menatap perempuan di depannya. Oh ya. Joshua tahu persis Carmila bukan
perempuan biasa, dia bukanlah perempuan bangsawan inggris yang lemah dan
lembek, bisa diusir dengan mudahnya.
Satu-satunya
jalan adalah dengan cara menerima tantangan Carmila. Setelah itu perempuan itu
pasti akan pergi dengan terhormat dan tidak mengganggu mereka lagi. Itu juga
merupakan salah satu cara untuk membuat ayahnya kalah karena tidak punya
senjata lagi untuk mencoba menguasainya.
“Oke.
Satu minggu.” Joshua tersenyum, “Dan setelah itu, kau bisa mengemasi
barang-barangmu, Carmila.”
Carmila
mengulurkan tangannya dan Joshua menjabatnya, lalu perempuan itu terkekeh,
“Jangan
yakin dulu Joshua, jangan-jangan kau yang akan berkemas nanti dan mengikutiku
pulang ke London.” Mata Carmila beralih ke Kiara, “Kau dengar sendiri Kiara?
Kekasihmu setuju untuk menjadi milikku selama seminggu penuh.” Gumamnya dalam
bahasa inggris yang sekali lagi dilambat-lambatkan seolah mengejek kemampuan bahasa
inggris Kiara.
***
Sepeninggal
kedua orang itu, Joshua menutup pintu dan kemudian tersenyum kepada Kiara.
“Kalimat
yang sangat hebat, aku tidak menyangka kau bisa menggunakan kosakata
‘mencemari’ dengan begitu baiknya.” Mata Joshua tampak menggoda, “Membuatku
bertanya-tanya darimana kau belajar tentang hal itu.”
Pipi
Kiara merah padam. Mengingat ulang kata-katanya dan menyadari bahwa
kata-katanya begitu vulgar,
“Aku
mempelajarinya di sinetron yang aku tonton.” Jawab Kiara seadanya, dan langsung
membuat Joshua mengerutkan keningnya,
“Sudah
kubilang Kiara, jangan terlalu suka melihat sinetron, itu akan menenggelamkanmu
dari dunia nyata.” Lelaki itu lalu terkekeh, “Lagipula apa gunanya aku memasang
TV kabel di kamarmu kalau kau hanya memakainya untuk menonton sinetron?”
Joshua
berhasil membuat Kiara merasa malu, tetapi perempuan itu memilih tidak
menanggapinya, dia malahan teringat akan tantangan Carmila yang diterima oleh
Joshua tadi dan seketika merasa cemas,
“Apakah
menurutmu bijaksana memberi kesempatan kepada Carmila selama seminggu? Siapa
yang tahu apa yang akan dilakukannya?”
“Dia
memintanya dengan begitu baik, dengan tantangan yang membuatku mau tak mau
harus menerimanya, Kiara. Kalau tidak aku akan tampak seperti pengecut.” Jawab
Joshua cepat, “Jangan kuatir, aku tidak akan dikalahkan olehnya.”
Tetapi
walaupun Joshua bicara begitu, tetap saja Kiara merasa luar biasa cemas. Ada
perasan takut dibenaknya, takut kalau perempuan itu akan mengambil Joshua....
Ah,
Kiara menggelengkan kepalanya berusaha mengusir pikiran itu dari benaknya. Dia
tidak boleh berpikiran seperti itu, mungkin dia hanya terlalu terbawa peran
yang dimainkannya....
***
“Seharusnya
kau tidak menerima tantangannya.” Jason bersandar santai di sofa, dia tentu
saja mendengar semua adegan itu dari kamarnya dan mengintip sekilas penampilan
Carmila, “Perempuan itu penggilas perempuan, dia terbiasa membuat laki-laki
berlutut di bawah kakinya, dan dia sangat licik. Dia akan menggunakan segala
cara Joshua, dan alih-alih mengusirnya, kau malahan memberi kesempatan
kepadanya untuk menguasaimu.”
Joshua
menyesap kopinya dan mengernyit karena rasa pahit yang kental di sana. Jenis
kopi kesukaannya, tanpa gula, tanpa campuran apapun.
“Apakah
kau tidak percaya pada kemampuanku, Jason?” gumamnya setengah terhina.
Jason
tertawa, “Tentu saja aku percaya, kau telah menaklukkan berpuluh-puluh
perempuan, tetapi mereka semua tipe yang sama Joshua, kau harus ingat itu,
semua perempuan yang kau pacari, mereka semua tergila-gila kepadamu, bersedia
melakukan apa saja supaya bisa mencium kakimu.” Jason menatap Joshua dengan
serius, “Perempuan yang ini beda, dia memang tergila-gila padamu, tetapi dia
akan melakukan apa saja, supaya kau mencium kakinya. Hati-hati Joshua.”
***
Kiara
menatap Joshua yang sudah berpakaian rapi di ruang tengah, dia tidak
mengeluarkan pertanyaan, tetapi matanya sudah cukup mewakilinya, hingga Joshua
tersenyum masam dan berkata,
“Aku
akan pergi makan siang dengan Carmila. Kau ingat kan kesepakatan kemarin?”
Kiara
menganggukkan kepalanya, tidak berkata apa-apa.
“Aku
harus pergi dengannya.” Joshua bergumam lagi, mencoba menjelaskan, “Dia
menantangku, Kiara dan aku harus menunjukkan siapa yang akan kalah di antara
kami.”
Sekali
lagi Kiara menganggukkan kepalanya. Toh dia harus bilang apa? Hak Joshua untuk
pergi dengan perempuan manapun, dia kan hanya berakting menjadi kekasih Joshua
kalau ada William dan Carmila. Selain itu dia kembali ke pangkat aslinya,
pelayan Joshua.
“Kenapa
kau hanya menganggukkan kepalamu?” Joshua tampak gusar, “Kenapa kau tidak
mengatakan sesuatu?”
Kiara
mengerutkan kening, bingung dengan sikap Joshua, kenapa lelaki itu mendadak
merasa terganggu dengan sikapnya? Salah apakah dia?
“Kau
ingin aku mengatakan apa?” tanya Kiara akhirnya, menatap Joshua dengan mata
besarnya yang polos.
Seketika
itu juga Joshua tertegun, ekspresinya tampak marah, “Ah sudah, lupakanlah.”
Dengan langkah-langkah marah, dia meraih kunci mobilnya dan melangkah pergi.
***
Di
jalan Joshua masih saja berpikir keras, menahan bingungnya. Bahkan dia sendiri
tidak bisa memahami sikapnya tadi. Kenapa dia merasa perlu menjelaskan segala
sesuatunya kepada Kiara, sebelum dia pergi berkencan dengan perempuan lain?
Kiara
bukan kekasihnya kan? Dia tidak wajib menjelaskan segalanya kepada perempuan
itu. Joshua mendesah, tetapi dia tetap saja menjelaskannya, entah kenapa. Dan
kemudian, ketika reaksi Kiara tidak seperti yang diharapkannya, Joshua marah.
Ya.
Dia marah, amat sangat marah ketika Kiara hanya menganggukkan kepalanya tanpa
ekspresi ketika Joshua bilang bahwa dia akan pergi berkencan dengan lelaki
lain.
Seharusnya
perempuan itu...... Joshua
langsung tertegun dengan pikirannya sendiri, astaga....apakah dia
ingin Kiara bersikap berbeda terhadapnya? Apakah dia ingin Kiara merajuk,
cemburu atau bahkan membujuknya supaya tidak pergi?
Entahlah,
Joshua bahkan tidak bisa menelaah perasaannya sendiri. Yang dia tahu, sikap
apatis Kara membuatnya amat sangat kecewa.
***
Carmila
sudah menunggu di lobby hotel untuk acara makan siang mereka. Perempuan itu
meminta waktunya di siang sampai malam hari, menghabiskan waktu bersama-sama
untuk saling mengenal,dan Joshua setuju.
Dan
rupanya Carmila memang ingin mempesonanya dengan kekuatan penuh. Perempuan itu
berdandan lengkap dengan gaun warna sampanye yang elegan dan indah, dan juga
rambut yang diikat tingi di atas kepalanya, membuatnya tampak segar dan luar
biasa cantik.
Carmila
menghampiri Joshua dan tersenyum mesra,
“Terimakasih
untuk tidak terlambat menjemputku, Joshua.” Gumamnya lembut, “Kita akan makan
siang di mana?”
“Di
tempatku biasanya makan siang.” Joshua sengaja memilihkan sebuah restoran
biasa, bukan restoran kelas atas untuk Carmila, sambil berusaha melihat reaksi
perempuan itu. Bangsawan wanita seperti Carmila pasti terbiasa makan di
restoran kelas atas, dan akan jijik ketika diajak makan ke tempat biasa.
Tetapi
rupanya dugaan Joshua salah, Carmilla sama sekali tidak protes ketika Joshua
mengajaknya masuk ke restoran yang sederhana itu, perempuan itu malah memesan
makanan dengan bersemangat, dan ketika makanan datang, dia melahapnya sampai
habis.
Joshua
tidak bisa mengalihkan pandangan dari Carmila ketika makan, menyadari bahwa
perempuan itu adalah perempuan tangguh yang tidak akan menyerah dengan
perlakukan sengaja Joshua.
Carmila
mengelap mulutnya dengan tissue dengan gaya yang elegan, lalu
tersenyum manis menatap Joshua,
“Enak
sekali Joshua, tak heran kau sering makan siang di sini, kalau aku tinggal di
Indonesia aku juga pasti akan sering kemari untuk makan siang.” Gumamnya puas.
Dan
Joshuapun tertegun, mengetahui bahwa rencanaya untuk mempermalukan dan membuat
Carmila tak nyaman gagal total.
***
Kiara
merenung sendirian di ruang tamu. Alunan biola terdengar dari kamar Jason, kali
ini bukanlah alunan penuh kemarahan, melainkan sebuah lagu romantis nan syahdu.
Yah. Mungkin Jason sedang melankolis. Batin Kiara dalam hati, sambil
mengaduk-aduk teh di tangannya.
Lalu
dia membayangkan Joshua. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam,
dan Joshua belum pulang. Mungkinkah dia sedang bersenang-senang dengan
perempuan itu? Mungkinkah Joshua pada akhirnya menyadari pesona Carmila selain
kecantikannya yang luar biasa dan memutuskan bahwa ayahnya benar? Bahwa Joshua
harusnya menikahi perempuan sesempurna Carmila?
Kiara
merasakan dadanya berdenyut sakit. Sekali lagi dia menghela napas, berusaha
menenangkan pikirannya. Gawat. Sepertinya Kiara benar-benar terbawa oleh
perannya.
***
Pukul
sebelas malam, Joshua membuka pintu apartemen dengan hati-hati. Carmila memintanya
mengantarkannya ke sebuah club malam yang terkenal di Jakarta. Dan Joshua tidak
menolaknya, dia butuh sedikit minum malam ini.
Tetapi
kemudian Joshua sadar bahwa ini sudah terlalu larut, pada akhirnya dia bisa
memaksa Carmila mengikutinya meninggalkan club dan mengantarkannya kembali ke
hotel
Yah,
diakuinya, perempuan itu memang tidak sedangkal yang dia duga. Carmila ternyata
adalah wanita karier dengan posisi tinggi di perusahaannya, meraih nilai
sempurna di dua jenjang pendidikannya dan merupakan salah satu figur wanita
sukses modern yang tidak terikat oleh tradisi. Percakapan mereka sangat cocok,
mereka bisa membahas apa saja, seolah-olah kotak pengetahuan mereka tak pernah
habis. Carmila memang teman yang menyenangkan untuk menghabiskan hari.
Joshua
mengerjapkan mata, berusaha menyesuaikan diri dengan ruangan apartemen yang
gelap. Matanya menelusuri seluruh penjuru ruangan yang sepi. Semuanya pasti
sudah tidur.
Joshua
melangkah melewati ruang tengah, hendak masuk ke kamarnya, tetapi kemudian di
tertegun mendapati sesosok tubuh di atas sofa, berbaring meringkuk dengan
posisi seperti janjin yang baru lahir...
Joshua
mendekat, dan menyadari bahwa Kiara ada di sana, tertidur meringkuk di atas
sofa. Segelas teh yang masih setengah nampak di meja. Membuat Joshua menyadari
bahwa Kiara ketiduran di sini.
Apakah
perempuan itu menunggunya? Apakah ketidak pedulian yang ditampilkannya tadi
sebenarnya palsu? Apakah Kiara mencemaskannya yang pergi seharian bersama
Carmila?
Perasaan
itu tiba-tiba saja membuat dada Joshua terasa hangat, dia lalu membungkukkan
tubuhnya, melingkarkan tangannya di punggung dan belakang lutut Kiara, lalu
mengangkat tubuh mungil Kiara ke dalam gendongannya.
Kiara
menggeliat, sedikit terganggu dari tidur pulasnya, membuat Joshua tersenyum
sedikit,
“Bangun
tukang tidur.” Bisiknya lembut. Tetapi kemudian yang dilakukan Kiara adalah
menenggelamkan kepalanya dengan nyaman di dadanya. Membuat jantung Joshua tiba-tiba
bergetar, dipenuhi oleh perasaan hangat.
Dengan
langkah hati-hati dia menuju kamar Kiara, dan membuka pintunya, kemudian dia
melangkah menuju ranjang, dan membaringkan tubuh Kiara dengan lembut di atas
tempat tidur. Kiara langsung bergelung dengan nyaman ke arah Joshua.
Joshua
sendiri duduk di pinggir ranjang, mengamati wajah damai Kiara yang tertidur
pulas, jemarinya bergerak lembut, membelai dahi Kiara yang tertutup rambutnya.
Dan kemudian didorong oleh perasaan yang tidak dimengertinya, Joshua menundukkan
kepalanya dan mengecup dahi Kiara dengan lembut.
Setelah
itu. Joshua melangkah keluar, menutup pintu kamar Kiara pelan-pelan.
CRUSH IN RUSH - BAB 13
No comments:
Post a Comment