BAB
15
Ketika Kiara membuka matanya, Joshua ada di sana
menatapnya. Semula Kiara membelalak ketakutan, merasa bahwa dirinya ada di
dalam bagasi yang gelap, sesak dan tanpa udara. Tetapi kemudian Joshua memegang
tangan Kiara yang panik dan menekannya lembut. Membuat Kiara menoleh kepadanya,
menyadarkan dia ada di mana.
“Kemarin kau diculik Kiara, tetapi polisi
menyelamatkanmu sebelum kau di bawa lebih jauh. Kau sekarang ada di rumah
sakit, kau sudah selamat.” Joshua berbisik lembut, berusaha meredakan ketakutan
Kiara, “Kau baik-baik saja Kiara.”
Kiara menatap Joshua dalam-dalam. Ingin rasanya dia
menghambur ke pelukan lelaki itu dan menangis, tetapi kemudian seketika dia
teringat akan kata-kata kejam Joshua kepadanya. Sebelum Kiara diculik, Joshua
telah melecehkan dan merendahkannya. Dan sekarang apa yang dilakukan lelaki itu
di sini? Akankah dia merendahkan Kiara lagi?
“Aku tahu kata-kataku malam itu menyakitkan.” Gumam
Joshua ketika Kiara berusaha menarik tangannya, membuat Joshua harus
menahannya, “Maafkan aku Kiara. Aku menyesal, aku mengucapkannya karena aku marah...dan
cemburu...”
Cemburu? Kali ini Kiara tertarik dengan perkataan
Joshua, dia mengangkat matanya dan menatap Joshua dengan bingung. Cemburu?
Joshua cemburu? Kepada siapa? Kepadanya?
“Ya. Aku cemburu kepadamu dan Jason... Aku...”
Lelaki itu tampak salah tingkah dan kesulitan berkata-kata, “Aku sebenarnya
menyimpan perasaan lebih kepadamu, entah sejak kapan yang pasti aku sadar
ketika aku merasa tidak suka saat kau biasa-biasa saja ketika mengetahui aku
akan keluar bersama Carmila.” Senyum Joshua tampak pahit, “Aku ingin kau marah,
aku ingin kau setidaknya mengungkapkan kecemburuanmu. Tetapi kau bersikap datar
kepadaku, membuatku sulit menebak apa yang sebenarnya kau rasakan.”
Bagaimana mungkin Kiara menunjukkan kecemburuannya
kepada Joshua? Bagaimana mungkin dia berani? Joshua adalah majikannya,
penolongnya, bagaimana boleh dia yang hanya seorang pelayan menunjukkan
perasaan lebih kepada majikannya?
“Dan kemudian itu mendorongku untuk bersikap
sedikit kekanak-kanakan.” Pipi Joshua tampak sedikit merona, laki-laki itu
jelas-jelas merasa malu, “Tujuanku pergi bersama Carmila, menghabiskan waktu
dengannya dan memperlihatkan ketertarikan kepada Carmila adalah untuk memancing
rasa cemburumu, aku ingin kau merasa cemas aku pergi dengan perempuan
lain, aku ingin bisa menebak perasaanmu.” Joshua mengacak rambutnya dengan
frustrasi, “Pada akhirnya, aku malahan yang menjadi korban kecemburuanku
sendiri. Aku pulang mendapati rumah kosong, mencemaskanmu setengah mati hanya
untuk mendapati kau pulang bersama Jason, tertawa-tawa dan berangkulan. Nampak
begitu gembira, aku langsung menarik kesimpulan bahwa usahaku sia-sia. Aku
pergi dengan Carmila seharian dan kau bahkan tidak memikirkanku sama sekali,
malahan pergi bersenang-senang dengan Jason, hal itulah yang memancing
kemarahanku.” Joshua menatap Kiara sungguh-sungguh.
“Kata-kataku kasar Kiara, dan yang pasti sangat
menyakitkan, aku tahu kau akan sulit memaafkanku.” Joshua melanjutkan sambil
menghela napas panjang, “Tapi satu yang harus kau tahu Kiara, semua perkataan
itu hanyalah manifestasi kemarahanku, tidak ada satupun yang berasal dari
hatiku. Bagiku kau adalah perempuan sempurna, lugu, polos, pekerja keras,
mandiri, bisa bertahan dalam kesulitan dan terlebih lagi kau telah menyentuh
hatiku yang paling dalam.” Dengan lembut Joshua mengecup jemari Kiara, “Mungkin
ini akan terdengar sangat klise, dan mungkin kau tidak akan mempercayainya,
tetapi aku mencintaimu Kiara.”
Kiara ternganga, kaget dan tak percaya. Joshua
mencintainya? Mencintainya?
Apakah dia bermimpi? Kiara menyentuh pipinya yang
terasa hangat, tiba-tiba merasa malu, bagian mana dari dirinya yang bisa
dicintai oleh lelaki sesempurna Joshua? Bagaimana mungkin Joshua bisa
jatuh cinta kepadanya? Seorang pelayan udik yang kadang-kadang
mempermalukannya?
“Dan aku tidak pernah bisa membaca perasaanmu.”
Gumam Joshua lembut, “Matamu begitu polos dan aku berusaha mencari-cari makna
cinta di baliknya, yang tidak pernah aku temukan.” Joshua menghela napas
panjang, “Maka katakanlah padaku Kiara, bagaimana perasaanmu kepadaku?”
Wajah Kiara merona, memerah karena malu atas
pertanyaan Joshua, atas tatapan matanya yang begitu intens kepadanya. Bibirnya
gemetar ketika mencoba berbicara, sementara benaknya menelaah dirinya sendiri.
Bagaimanakah perasaannya kepada Joshua?
Kiara mulai sering membayangkan Joshua di
malam-malam sebelum tidurnya, mulai merasa rindu jika lama tidak melihat
Joshua, dan dia selalu merasa bahagia jika ada Joshua di dekatnya.
“Aku... Ketika kau pergi bersama Carmila, aku
sebenarnya merasa sedih...dan murung, karena itulah Jason berbaik hati
mengajakku ke taman hiburan.” Kiara bergumam pelan. Bingung bagaimana
menjelaskan perasaannya.
Tetapi sepertinya itu sudah cukup untuk Joshua,
lelaki itu mengangkat alisnya dan menatap Kiara tajam.
“Apa maksudmu kau merasa sedih ketika aku pergi
bersama perempuan lain? Apakah kau...cemburu?”
Apakah Kiara cemburu? Apakah perasaan sakit seperti
jantung diremas ketika membayangkan Joshua berdekatan dengan Carmila,
menggenggam tangannya dan merangkulnya itu adalah perasaan cemburu?
Tiba-tiba Kiara menyadari kebenaran perasaannya, dia menganggukkan kepalanya.
Seketika itu juga Joshua bangkit dan memeluknya
yang sedang terduduk di ranjang, lelaki itu duduk di tepi ranjang, tepat di
hadapannya.
“Kalau begitu apakah kau mencintaiku?”
Lama, Kiara mengerutkan kening dan berpikir,
menyiksa Joshua, membuat lelaki itu ingin mengguncangkan bahu Kiara, membuatnya
berkata ‘ya’.
Tetapi kemudian bibir indah Kiara tersenyum dan
perempuan itu menatap Joshua dengan lembut.
“Ya Joshua.”
“Ya apa?” Joshua masih tidak puas rupanya.
Kiara menelan ludahnya, “Ya Joshua, aku
mencintaimu.”
Senyum lebar merekah di bibir Joshua membuat
wajahnya berseri dan tampak begitu tampan.
“Dan aku juga mencintaimu Kiara.” Tatapan Joshua
tampak mesra, “Dan kita akan menikah jadi kau bisa tinggal di apartment itu
tanpa masalah?”
“Menikah?”
“Ya. Menikah. Kau mencintaiku, aku mencintaimu.
Harus menunggu apa lagi? Kita harus segera menikah.”
Kiara tersenyum, “Lalu bagaimana dengan menjadi
pelayanmu?”
Joshua menatap Kiara mesra, lalu mengerutkan
keningnya menggoda, “Kau masih tetap menjadi pelayanku, tapi perkerjaanmu akan
bertambah, karena kau juga akan melayaniku di kamar.”
Pipi Kiara langsung merah padam mendengar godaan
Joshua itu, membuat Joshua terkekeh geli, dan kemudian meletakkan kepala Kiara
ke dadanya.
Kiara memejamkan matanya, menenggelamkan diri di
kenikmatan aroma Joshua yang maskulin dan menyenangkan. Mensyukuri diri bahwa
lelaki yang memeluknya ini adalah lelaki yang mencintai dan dicintainya.
Kiara mengawali kehidupannya dengan pahit, menjadi
anak yatim piatu yang tidak tahu asal usulnya, kemudian kejahatan orang lain
membuatnya melarikan diri, mencoba hidup mandiri, memulai dari bawah dengan
gigih dan mencoba bertahan di antara semua kesulitan. Sampai kemudian Tuhan
mempertemukannya dengan Joshua, lelaki penyendiri yang baik hati dan
menolongnya. Lelaki penyendiri yang kemudian membuatnya jatuh cinta.
Kiara tidak pernah menduga kehidupannya akan
menemui jalan yang begitu membahagiakannya, pasti Tuhan begitu menyayanginya
sehingga memberikan kekasih yang begitu sempurna, kekasih yang tidak pernah
berani dibayangkannya sebelumnya.
Jemari mungil Kiara melingkari pinggang Joshua, dan
lelaki itu makin mempererat pelukannya yang penuh cinta kepada Kiara.
Nanti, pada saatnya nanti masih ada banyak waktu
terbentang di depan mereka untuk berpelukan setiap saat. Joshua akan memiliki
Kiara di rumahnya, menjadi milik pribadinya, saling memiliki dengannya.
***
Jason yang berdiri diam di depan pintu hanya
tersenyum melihat kedua sejoli itu berpelukan. Dia menghela napas panjang.
Setidaknya, sahabat-sahabatnya telah bertemu dengan perempuan yang benar-benar
baik.
Tiba-tiba benaknya bertanya-tanya kapan saat itu
tiba untuknya? Akankah dia menemukan perempuan yang benar-benar baik? Ataukah
dia akan selalu terkalahkan rasa takut dan traumanya yang membuatnya membenci
dan berprasangka kepada perempuan?
Matanya melirik kearah Joshua yang sekarang
mengecup dahi Kiara lembut dan mengernyit.
Dan kenapa setiap perempuan baik, yang
tidak menyalakan alarm Jason selalu diambil oleh sahabatnya?
“Cemburu?” Sebuah suara lembut dan feminim membuat
Jason tersadar dari lamunannya. Jason mengangkat kepalanya dan makin
mengerutkan keningnya ketika melihat Deliah berdiri di depannya. Jason memang
masih menganut aliran konvesional, dia masih belum bisa menerima ada seseorang
yang tidak menerima apa yang sudah diberikan Tuhan kepadanya dan kemudian
mengubahnya, dengan kekuatan manusia. Itu hampir-hampir seperti bentuk
kesombongan manusia kepada Tuhannya...
“Deliah.” Jason menyapa kaku, kemudian menegakkan
tubuhnya, “Tentu saja aku tidak cemburu. Apa yang kau lakukan di sini?’
“Aku segera kemari setelah melihat berita televisi,
bagaimanapun juga, meskipun baru sebentar bersama Kiara, aku peduli kepadanya.”
Deliah mengintip hendak masuk, tetapi kemudian tidak jadi ketika melihat Joshua
sedang tertawa dan bergumam mesra kepada Kiara, dia mengangkat alisnya dan
bergumam kepada Jason, “Akhirnya Joshua kita mengakui perasaannya eh?”
Jason mengangkat alisnya, “Kau sudah tahu sejak
lama perasaan Joshua kepada Kiara?”
“Aku sudah tahu bahkan sebelum Joshua menyadari
perasaannya sendiri.” Deliah terkekeh, “Ketika dia membawa Kiara ke butik,
tanpa sadar dia bersikap begitu posesif, matanya mengawasi Kiara seperti elang
menunggu mangsa. Ketika itu aku sadar bahwa tinggal menunggu waktu saja sampai
Joshua mengakui perasaannya.”
“Dan mereka pun bahagia bersama.” Jason tersenyum.
Deliah mengangguk, “Kapan giliranmu Jason?”
“Apa?”
“Aku dengar kau pembenci wanita. Bagaimana kalau
dengan wanita yang ini?” Deliah menyulurkan jemarinya menyentuh lengan Jason.
Seketika itu juga Jason berjingkat mundur, menatap
Deliah dengan wajah shock.
“Kau tidak sungguh-sungguh dengan rayuanmu bukan?”
Jason bergidik.
Deliah tergelak melihat reaksi Jason.
“Tentu saja aku tidak sungguh-sungguh.” Matanya
menelusuri Joshua dan mencibir, “Aku sudah tentu akan menghindari lelaki yang
wajahnya lebih cantik dariku.” Dan kemudian, sambil menebarkan aroma parfumnya
yang wangi, Deliah berlalu meninggalkan Jason yang masih tertegun bingung.
Lama kemudian, Jason menyadari candaan Deliah dan
tertawa. Dasar! Makhluk ajaib yang satu itu ternyata
menggodanya.
Mata Jason melirik lagi ke arah dua sejoli yang tampaknya
begitu diliputi cinta itu, lalu tersenyum simpul.
Waktunya sendiri akan tiba. Dia percaya akan menemukan perempuan
baik hati, yang tidak jahat dan hanya menginginkan materi dan fisiknya, yang
hanya diciptakan untuknya.
Keyna dan Kiara telah menyadarkannya bahwa tidak
semua perempuan berhati jahat, masih ada di sana, tersembunyi di antara semua
yang mencolok, perempuan berhati baik yang menunggu untuk ditemukan.
Saat untuk kisah cintanya sendiri pasti akan segera
tiba. Jason hanya perlu mencari perempuan itu. Perempuan baik hati yang akan
menyentuh hatinya yang kelam ini.
CRUSH IN RUSH - EPILOG
Huwaaaa akhirnyaaaaa..ciyee, dua sshaabatnya sama2 punya istri dengan nama depan k dan sifat yg sebagian sama ahahaha...aihhhhh jasonnn sama deliah hahaahahahahaa..kocakkkk
ReplyDelete