Bab 14
Kiara tidak ada di mana-mana!
Joshua langsung menghambur ke luar, memeriksa
penjuru ruangan, tetapi Kiara tidak ada. Jason mengikutinya dan kemudian
bergumam, menarik kesimpulannya,
“Kurasa Kiara pergi dari rumah ini setelah lewat
tengah malam.”
Mata Joshua menggelap, “Tapi dia kabur kemana? Dia
tidak punya rumah, tidak punya tempat tinggal, tidak punya uang. Dan tidak ada
satupun orang yang dikenalnya. Bahkan dia meninggalkan ponselnya!” Joshua
melirik frustrasi kepada ponsel yang diletakkan Kiara dengan rapi di atas meja
ruang tengah, bagaikan sebuah pesan bahwa Kiara tidak membutuhkan apapun
pemberian Joshua.
“Kita bisa bertanya kepada mantan rekan kerjanya di
cafe, mungkin saja Kiara ke sana meminta pertolongan.”
Sebelum Joshua sempat menjawab, tiba-tiba ponselnya
berbunyi. Dia melirik nama yang ada di sana dan mengernyitkan dahinya, itu
Carmila yang meneleponnya.
“Ya?” Joshua menjawab telpon itu dengan gusar,
“Sekedar mengingatkanmu sayang.” Carmila menjawab
dengan suara lembutnya di seberang sana, “Aku akan siap kau jemput satu jam
lagi, hari ini kita akan ke sebuah restoran yang direkomendasikan oleh
pramutama hotelku, kau pasti akan menyukainya...”
Carmila terus berkata-kata tetapi Joshua sudah
tidak mendengarkan lagi. Diakuinya bersama Carmila memang menyenangkan, tetapi
Joshua menghabiskan waktunya bersama Karmila bukan karena menyukainya, sama
sekali tidak tumbuh perasaan di hatinya menghabiskan waktu begitu lama bersama
Carmila. Dia mendekati Carmila hanya untuk satu alasan khusus. Satu alasan yang
kemudian malahan menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.
“Aku tidak bisa keluar bersamamu sekarang Carmila.”
“Kau sudah berjanji Joshua, satu minggu bersamaku,
ingat?” suara Carmila agak meninggi, tetapi perempuan itu masih bisa menyembunyikan
kegusarannya.
Joshua menghela napas panjang, “Memang. Tetapi
sekarang aku sampai di satu titik dan menyadari bahwa aku tidak butuh waktu
selama itu untuk tahu bahwa aku sama sekali tidak tertarik kepadamu. Dan
tidak akan pernah tertarik!”
Sebelum Carmila sempat bertanya lagi Joshua menutup
teleponnya dan kemudian mengalihkan pandangannya kepada Jason yang berdiri di
sana sambil bersedekap.
“Ayo kita ke cafe tempat Kiara dulu bekerja.”
Gumamnya tergesa.
***
Ternyata sia-sia. Entah Irvan berkata jujur, atau
dia melindungi Kiara, lelaki itu mengatakan bahwa dia sama sekali tidak tahu
dimana Kiara berada. Sejak pertemuan di supermarket itu, Irvan sama sekali
belum pernah bertemu lagi dengan Kiara.
Joshua sudah bertanya dengan begitu serius, tetapi
Irvan tetap menggeleng-gelengkan kepalanya, lelaki itu masih begitu terkejut
karena didatangi oleh dua lelaki yang sangat tampan dan berpakaian elegan.
Yang satu tentu Irvan sudah pernah melihatnya
ketika bertemu disupermarket beberapa waktu lalu.... lelaki yang sangat tampan
hingga hampir bisa disebut cantik, sedangkan yang satunya lagi....itu adalah
pelanggan tetap cafenya waktu itu yang sering datang ketika tengah malam hingga
menjelang pagi. Yang secara kebetulan tidak pernah datang lagi setelah Kiara
berhenti bekerja.... jadi ini semua bukanlah kebetulan?
Jason menatap Irvan yang kebingungan lalu
mengernyit,
“Sudahlah Joshua, sepertinya dia benar-benar
tidak tahu di mana Kiara, kita harus berpikir ulang. Siapa kira-kira yang akan
didatangi Kiara di saat dia butuh bantuan. Dan siapa kira-kira yang
menginginkan Kiara menghilang.”
***
Carmila langsung menemui William yang kebetulan
suite hotelnya ada di sebelahnya, dia mengetuk pintu kamar itu dengan marah dan
kesal. William yang baru bersantai sehabis mandi, membuka pintu dan menatap
terkejut ke arah Camilla, yang berdiri di depan pintu kamarnya dengan wajah
gusar.
“Hai Carmila, kenapa kau masih ada di sini?
Bukankah kau ada acara dengan Joshua?” William tersenyum senang, “Aku lihat kau
telah berhasil menjeratnya, kalian pasti melewatkan banyak waktu bersama untuk
bersenang-senang. Dan aku yakin apa yang kau katakan akan terwujud, Joshua akan
mengepak kopernya dan mengikuti kita pulang ke London dalam seminggu ke depan,
dan kita akan merencanakan pernikahan mewah dan besar-besaran.”
Wajah Carmila merah padam, teringat kembali di
benaknya kata-kata Joshua ketika menolaknya tadi. Kurang ajar. Lelaki itu
berkata akan memenuhi tantangannya selama satu minggu, membuat Carmila merasa
dia punya banyak kesempatan dan waktu, tetapi kemudian Joshua mencampakkannya
begitu saja. Tidak pernah ada laki-laki yang mencampakkan Carmila sebelumnya, tidak
akan pernah!
“Perempuan jalang itu, perempuan murahan yang
tinggal bersama Joshua, dia benar-benar pengganggu.” Carmila mendengus menahan
marah, “Pagi ini Joshua menolakku, pasti ada hubungannya dengan perempuan itu.
Aku tidak akan pernah bisa mendapatkan Joshua kalau perempuan itu masih ada,
Papa.”
Ada senyum misterius muncul di wajah William, dan
lama kelamaan senyumannya berubah menjadi seringai,
“Tenang saja Carmila, mulai hari ini perempuan itu
sudah dibereskan.” Suaranya begitu misterius, membuat Carmila menatap William
penuh tanda tanya,
“Apa maksud papa?”
William membuka pintunya lebar dan mempersilahkan
Carmila masuk, kemudian menutup pintu suitenya dan menatap Carmila yang sudah
duduk di sofa dengan senyuman bangga,
“Well aku sudah bergerak duluan untuk menyingkirkan
perempuan itu, aku sudah menduga sejak lama perempuan rendahan itu hanya akan
menjadi pengganggu rencana kita. Jadi kemarin aku menyuap salah satu petugas
teknisi listrik di apartemen, dia berhasil menyusup masuk ke apartemen itu di
malam hari dan menculik perempuan murahan itu. Dan sesuai instruksiku,
perempuan itu mungkin sudah diselundupkan ke luar negeri sebagai pelacur. Cocok
dengan profesinya sekarang ini.”
“Oh ya?” mata Carmila melebar indah, kemudian dia
tersenyum lebar, “Kalau begitu sudah tidak ada lagi yang menghalangi kita?”
William menuangkan anggur ke gelasnya, semuanya
berjalan lancar. Joshua akan dengan segera melupakan perempuan rendahan itu dan
berpaling kepada Carmila. Carmila ada di pihaknya, dan dengan begitu dia bisa
dengan mudah menguasai Joshua, anaknya itu memang sulit dikendalikan dan
membencinya. Tetapi dengan adanya Carmila, William yakin, Joshua akan menurut
padanya, seperti seharusnya seorang anak menurut kepada ayahnya.
***
Kiara membuka matanya dengan terkejut, mengetahui
bahwa dia berada di ruang sempit yang gelap. Dia langsung panik mengetahui
getaran-getaran yang ada di bawahnya.
Astaga! Dia ada di dalam bagasi mobil!
Tangannya diikat di belakang punggungnya,
membuatnya pegal, tetapi kakinya tidak. Kiara berguling, megap-megap mencari
napas, bagasi itu sempit dan gelap, dan Kiara merasa sesak napas. Dia
memukul-mukul bagasi itu sekuat tenaga, menendang-nendangnya sekencang mungkin,
tetapi percuma, mobil itu tetap melaju kencang, tak peduli dengan semua
usahanya. Sampai akhirnya Kiara terdiam, dengan napas makin terengah dan lemas
kelelahan.
Oh Tuhan! Dia langsung teringat tatapan
kebencian William, ayah kandung Joshua kepadanya. Apakah ini direncanakan oleh
William untuk menjauhkan dirinya dari Joshua?
Joshua... tiba-tiba air mata Kiara
mengalis, dia megap-megap lagi berusaha mencari napas, tiba-tiba kepalanya
terasa pening. Lalu semuanya gelap, dan sebelum kesadarannya hilang, Kiara
sempat berpikir bahwa mungkin dia tidak punya kesempatan untuk bertemu Joshua
lagi.
***
“Petugas apartemen mengatakan melihat sesuatu yang
mencurigakan tadi dini hari, dia melihat salah seorang teknisi membawa kotak
yang sangat besar......dia sempat curiga, tetapi karena teknisi itu adalah
petugas apartemen ini yang sudah bekerja cukup lama, dia menghapus
kecurigaannya.”
“Apakah kau curiga kotak itu berisi Kiara?” Jason
duduk di depan Joshua, sementara petugas polisi ada di belakang mereka. Ya.
Mereka sekarang ada di kantor polisi, melaporkan hilangnya Kiara.
Joshua mengangguk, “Tidak ada lagi yang
mencurigakan setelah lewat tengah malam selain kejadian itu. Kiara pasti dibawa
keluar di dalam kotak besar itu.”
Untunglah kesaksian petugas apartemen sangat
membantu. Teknisi itu memiliki mobil yang tercatat, dan sekarang polisi sedang
berusaha melacaknya,
“Sepertinya itu penculikan amatiran. Karena kalau
benar pelakunya teknisi itu, dia bertindak gegabah dan bodoh, dan tidak
berusaha menutup-nutupi jejaknya.” Jason mengerutkan keningnya, ingatannya
melayang di masa itu, ketika adiknya diculik. Suasananya hampir sama, para
polisi bergerak, mencoba mencari titik terang. Tanpa sadar Jason mengernyit, apakah
perempuan-perempuan baik yang ada di sisinya haruslah selalu mengalami
penculikan?
Kali ini Jason tidak mengetahui bagaimana kondisi
Kiara. Dia hanya bisa berharap bahwa Kiara baik-baik saja. Diliriknya Joshua,
lelaki itu tampak tenang dan memasang wajah datar, tetapi Jason tahu, Joshua
gelisah dan ketakutan setengah mati.
Ada perasaan yang tanpa sadar ditumbuhkan Joshua
kepada Kiara. Itu sudah pasti, dulu mungkin Joshua tidak menyadarinya, tetapi
sepertinya lelaki itu sudah menyadarinya... Jason tersenyum sedih, dan jangan
sampai Joshua terlambat... bagaimanapun juga mereka harus menemukan Kiara.
Seorang petugas polisi menghampiri mereka,
mengatakan sesuatu kepada Joshua langsung berdiri, Jason menatap Joshua dengan
bingung,
“Ada apa?”
“Polisi bisa melacak mobil itu, sekarang sedang
mengarah ke pelabuhan. Sepertinya si penculik ingin menghilangkan jejak dengan
menaiki kapal.” Joshua mengambil jaketnya dan mengenakannya, “Ayo, kata petugas
kita bisa ikut salah satu mobil polisi, asal saat penyergapan nanti kita tidak
keluar dan membahayakan misi, kita boleh ikut.”
***
Sepanjang jalan begitu menegangkan bagi Joshua, dia
dan Jason duduk di jok belakang mobil polisi itu. Informasi yang didapat dari
radio polisi, mobil yang menculik Kiara ditengarai masih ada di jalan tol,
belum keluar menuju arah pelabuhan. Sepanjang jalan mereka melewati truk-truk
besar pengangkut barang. Dan benak Joshua bergetar ngeri... kalau mereka tidak
bisa menyelamatkan Kiara dengan cepat, akankah perempuan itu diselundupkan
seperti ini? Di dalam truk yang penuh barang kemudian di bawa menyeberang pulau
seperti ternak?
Joshua makin geram kepada William, dia merasa malu,
berasal dari benih lelaki sombong dan licik itu. Penculikan ini, meskipun
mereka belum bisa membuktikannya, sudah pasti didalangi oleh ayah kandungnya
yang jahat itu. Dia sudah curiga. Dia sebenarnya sudah cemas ayahnya yang licik
akan berbuat jahat untuk menyingkirkan Kiara. Dan semalam dia lengah, lengah
karena kemarahannya sendiri. Joshua menghela napas dengan sedih. Kalau sampai
Kiara tidak dapat diselamatkan, Joshua tidak akan bisa memaafkan dirinya
sendiri.
Lalu tiba-tiba sirene polisi dibunyikan, lima mobil
polisi mengerubuti sebuah sedan warna hitam yang langsung mengebut kencang,
tidak mau berhenti. Mobil itu tancap gas, setengah zig zag,
benar-benar nekat dan tetap tidak mau berhenti meskipun lima mobil polisi
mengejarnya.
Kejar-kejaran berlangsung menegangkan. Yang
ditakutkan Joshua adalah sedan hitam itu, yang mungkin ada Kiara di dalamnya,
terlalu mengebut dan kehilangan kendali, membuat Kiara celaka. Joshua mengikuti
pengejaran itu sambil berdoa dalam hati, berdoa semoga Kiara selamat.
Setelah pengejaran selama beberapa kilometer,
sebuah mobil polisi berhasil menjajari sedan hitam itu dan memepetnya ke bahu
jalan tol. Mobil yang lain mendahului dan menghadang tepat di depan. Membuat
sedan itu terpaksa berhenti, dengan suara berdecit keras dan ban yang berasap.
Beberapa petugas polisi langsung keluar,
menodongkan senjatanya dan memerintahkan supir sedan hitam itu turun. Sopir
mobil itupun turun dengan tangan di atas kepala, kemudian dipaksa berlutut.
Setelah kondisi dipastikan aman, Joshua dan Jason
boleh keluar dari mobil. Hati Joshua mencelos ketika polisi itu memeriksa
tempat duduk dan memastikan tidak ada penumpang lain di sana.
Jadi di mana Kiara?
Lalu seorang polisi mencongkel bagasi dengan
linggis, dan di sanalah, di dalam bagasi itu, terbaring Kiara yang sudah
pingsan kehabisan udara.
***
“Shit!” William mengumpat ketika membaca
berita di televisi berita tentang sebuah penculikan yang berhasil di gagalkan
oleh polisi. Dan berdasarkan pengakuan si penculik amatir, dia dibayar oleh
orang asing yang menyuruhnya menculik dan menjual perempuan itu ke sindikat
perdagangan manusia untuk dijadikan pelacur.
Dengan marah William mengemas pakaiannya, dan
kemudian menelepon untuk mendapatkan tiket penerbangan dengan jadwal yang paling
cepat. Sayangnya semua penerbangan penuh dan harus menunggu enam jam lagi
paling cepat.
Carmila juga sama paniknya setelah melihat berita
itu, dia bolak-balik ke kamar William, ketakutan dan bingung. William menyuruh
perempuan itu untuk diam, tetapi Carmila tetap mengomel-ngomel, menyalahkan
William.
“Seharusnya papa memilih penculik yang lebih ahli,
bukannya teknisi bodoh gila uang yang baru pertama kali menculik, pantas saja
dia tertangkap dengan begitu mudahnya.” Sambil mondar mandir di dalam kamar
William, membuatnya gila, Carmila terus menerus mengomel, “Kalau begini jadinya
bisa gawat, nama kita bisa tercoreng....”
“Diam Carmila!” William membentak pada akhirnya,
merasa frustrasi karena disalahkan.
Carmila terkejut dibentak sedemikian keras oleh
calon papa mertuanya. Matanya melebar dan kemudian wajahnya merah padam penuh
kemarahan,
“Aku tidak mau berurusan lagi denganmu!” teriak
Carmila marah, “Aku tidak ada hubungannya dengan penculikan itu jadi kau tidak
bisa melibatkanku, silahkan saja polisi menangkapmu, tapi aku tidak mau nama
baikku cemar! Mulai hari ini tidak ada urusan di antara kita. Aku akan pulang
ke London besok, aku telah membuang-buang waktuku dengan mencoba mengejar anak
harammu yang berdarah separuh pelacur!”
Setelah meneriakkan kemarahannya, Carmila
membalikkan badan dan pergi, tidak peduli William memanggil-manggil namanya.
William layak cemas, Papa Carmila adalah rekan
bisnis sekaligus teman bangsawannya yang paling penting, kalau sampai masalah
ini sampai ke telinga papa Carmila, William akan kehilangan banyak sekali
keuntungan bisnisnya. William tidak akan bisa melibatkan Carmila dalam hal ini,
sebagai gantinya, William berharap Carmila bijaksana dan tidak mengadu kepada
ayahnya.
Sekarang dia hanya harus pergi dari negara ini
secepatnya. Penerbangan ke London paling cepat enam jam lagi. Dia sudah selesai
berkemas dan menenteng tas-nya untuk check out.
Sayangnya, Ketika dia membuka pintu, beberapa
polisi berpakaian preman sudah berdiri di sana, siap menangkapnya, membuat
wajahnya pucat pasi.
***
Di kantor polisi, William bertatapan dengan Joshua
yang sedang membuat laporan di kepolisian. Mata mereka bertatapan. Dan terptri
jelas kebencian dan rasa muak Joshua kepada ayah kandungnya.
Ketika William berada di dekatnya, Joshua berbisik
puas.
“Aku akan menikahi Kiara segera. Dia akan menjadi
istriku, dan kau tidak akan diundang ke pernikahan. Pergilah ke neraka bersama
gelar, harta dan darah bangsawanmu itu.”
Kata-kata itu membuat wajah William pucat pasi,
tetapi lelaki itu tidak bisa berkata apa-apa. Joshua sudah mengalahkannya, dia
sudah kalah sepenuhnya.
Anaknya itu tidak akan pernah mau kembali kepadanya
dan melanjutkan warisan gelarnya. Dan mungkin William tidak akan pernah bisa
datang ke negara ini lagi.
Joshua dan Jason sama-sama menatap kepergian
William ke ruang pemeriksaan.
“Begitu pengacaranya datang, dia akan dibebaskan
dengan jaminan.... paling buruk dia akan dideportasi, tidak akan menerima
hukuman setimpal.” Gumam Jason pahit, “Dia bangsawan dan orang kaya yang punya
banyak koneksi.”
Joshua mengangkat bahunya, “Memang.” Gumamnya,
“Tetapi setidaknya aku bisa memastikan dia tidak akan pernah kembali lagi ke
negara ini.”
“Apakah sama sekali tidak ada rasa tersentuh di
hatimu melihatnya?” Jason bertanya ingin tahu, “Bagaimanapun juga dia adalah
ayah kandungmu?”
“Dia bukan ayah kandungku. Bagiku ayahku adalah
Nathan yang merawat dan menyayangiku sampai aku dewasa.” Joshua menggelengkan
kepalanya, “Mungkin benihnya memang menghasilkanku, tetapi selebihnya aku tidak
mau punya ayah seperti dia.” Lelaki itu menandatangani laporannya dan
menyerahkan kepada petugas polisi, “Ayo, aku harus ke rumah sakit, aku takut
Kiara sadar dan aku tidak ada di sana.”
CRUSH IN RUSH - BAB 15
No comments:
Post a Comment