“Cintalah yang membuatku mempertanyakanmu. Seberapa jauhkah kau akan berkorban, atas nama cinta?”
1
Pernikahan mereka luar biasa mewah dan sangat indah,
sayangnya mama Leo tidak bisa hadir karena kata Leo, sang mama sedang berobat
di luar negeri.
Kondisi pernikahan mereka yang mendadak
membuat mama Leo tidak bisa
mengatur ulang jadwalnya. Tetapi kata Leo mamanya mengirim salam dan segera setelah pulang dari luar negeri,
beliau akan menengok mereka berdua sambil membawa kado pernikahan.
Mereka memasuki
kamar pengantin yang sudah didekorasi dengan mewah oleh dekorator
terkenal, tentu saja
bunganya dipasok oleh rumah kaca Saira. Beberapa merupakan sumbangan dari Andre sahabatnya yang sangat senang dengan
pernikahan Saira. Andre memang sahabat dekat Saira, yang selalu membantunya kapanpun dia siap. Banyak yang mengira mereka berhubungan dekat, tetapi hanya Saira dan Andre yang
tahu
bahwa mereka tidak bisa lebih dari itu, Andre seorang
gay dan dia tidak tertarik kepada perempuan.
Saira masih menyimpan
rahasia itu sendiri, dia belum mengatakannya kepada Leo, semula dia masih ragu karena Andre sendiri yang membuatnya
berjanji untuk tidak mengatakannya kepada siapapun. Lelaki
itu
masih malu dengan kenyataan dirinya dan tidak ingin siapapun tahu, kecuali Saira
sahabatnya. Tetapi Saira mempertimbangkan
untuk meminta
izin Andre supaya dia bisa memberitahu Leo. Leo suaminya dan
Saira yakin Leo tidak akan menghakimi Andre. Lagipula Leo beberapa kali mempertanyakan kedekatannya dengan Andre
dan
tampak cemburu karenanya. Kalau Leo sudah tahu bahwa
Andre adalah gay, mungkin lelaki itu akan tenang.
Setelah berganti pakaian dengan gaun tidur warna putih miliknya, Saira duduk dengan ragu di atas ranjang. Leo belum
masuk daritadi karena masih banyak tamu di luar meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Para tamu itu kebanyakan rekan kerja Leo. Saira tadi masuk duluan karena
dia kelelahan
sejak
pesta mewah
tadi pagi,
sedangkan
Leo masih harus menemani tamu-tamunya demi kesopanan.
Sudah larut malam ketika Leo akhirnya
masuk. Saira masih menunggu dengan terkantuk-kantuk duduk di tepi
ranjang, dia mendongak
ketika lelaki itu menutup pintu kamar pengantin mereka.
“Semua sudah pulang?”
Hening.
Leo menatapnya lama sekali, lalu
menjawab singkat.
“Sudah.”
Sekarang jantung Saira berdegup
kencang, dia
hanya berdua saja dengan suaminya sekarang.
Saira tidak pernah berduaan di kamar dengan lelaki manapun sebelumnya. Leo adalah lelaki pertamanya dalam segala hal. Dan malam ini mereka adalah suami istri. Pipi Saira merona,
membayangkan
bagaimana mereka akan melewatkan malam ini. Saira bagaimanapun juga menyimpan ketakutan kalau dia akan
mengecewakan Leo yang sepertinya sudah bergitu dewasa dan
berpengalaman dibanding dirinya. Selisih usia mereka delapan tahun, Saira baru dua puluh empat tahun, sedangkan Leo tigapuluh dua tahun. Orang bilang usia mereka berdua adalah
usia
yang pas untuk hidup berumah tangga.
“Belum tidur?” Leo masih berdiri di dekat meja rias, dan
mulai melepas dasi, jasnya sendiri sudah disampirkan
secara
sembrono di kursi rias.
Saira menggeleng, tersenyum
malu-malu, “Belum,
aku menunggumu.”
Mata Leo tampak menajam, lelaki itu tampak begitu misterius di balik cahaya
lampu kamar yang kuning temaram.
“Seharusnya kau tidur duluan.” Gumamnya dingin, lalu
melepas kemejanya dan melangkah masuk ke kamar mandi.
Saira masih tertegun, bingung akan perubahan nada suara Leo kepadanya.
Lelaki itu tidak pernah berbicara dengan nada suara sedingin itu kepadanya. Apakah
mungkin Leo lelah?
Ketika Leo keluar dari kamar mandi, dia sudah berganti memakai piyama hitam. Dia mengangkat alisnya
ketika sudah berdiri di pinggir ranjang.
“Minggir ke sana.” gumamnya kasar, membuat Saira bergegas naik ke atas
ranjang dan bergeser ke ujung lainnya, dengan perasaan bingung dan was-was.
Leo lalu naik ke ranjang dan berbaring di sana. Saira menoleh hendak bertanya, tetapi
lelaki itu berbaring membelakanginya dengan nafas teratur seolah jatuh tertidur begitu
saja.
Apakah lelaki itu tertidur? Kenapa dia bersikap begitu?
Apakah
Leo
kelelahan?
Ataukah lelaki itu marah kepadanya atas
sesuatu yang tidak dia sadari? Mungkinkah
Saira telah
menyinggung Leo tanpa sadar? Tapi kapan? Kenapa?
Seluruh pertanyaan
itu
menggayuti benak Saira. Dia
berbaring dengan mata nyalang, menatap punggung
tegap Leo
Tetapi sepertinya pertanyaannya tidak akan terjawab malam ini. Leo tampaknya
sudah tertidur pulas. Akhirnya dengan perasaannya
yang berkecamuk bingung, Saira memaksakan dirinya memejamkan mata.
Malam pengantinnya berlalu dalam keheningan yang
menyesakkan dada....
***
Pagi hari ketika Saira membuka
mata, dia masih merasa bingung akan keberadaannya. Sejenak dia agak kaget berada di
dalam kamar yang tidak dikenalinya, tetapi kemudian
dia mengumpulkan ingatannya. Pernikahannya, rumah Leo...
Dengan gugup Saira menegakkan tubuhnya, mencari Leo tentu saja. Tetapi sebelah ranjangnya kosong. Leo sudah tidak ada.
Diliriknya jam dinding
tak
jauh darinya, sudah jam tujuh pagi.
Saira tidak pernah
bangun sesiang ini sebelumnya, dia
selalu bangun jam enam pagi, kemudian menuju rumah kaca dan merawat tanaman
miliknya. Sekarang tanaman
miliknya sedang dirawat dalam pengawasan Andre, lelaki itu
katanya
ingin memberi kebebasan kepada Saira untuk berbulan madu
sementara.
Dengan
canggung Saira melangkah
berdiri dari ranjang. Apakah Leo ada di luar untuk sarapan? Kenapa Leo tidak
membangunkannya?
Apakah lelaki itu tidak mau mengganggu tidurnya?
Saira melangkah
ke
kamar mandi dan mandi dengan air
hangat untuk menyegarkan dirinya dan tubuhnya yang terasa penat setelah pesta kemarin. Setelah itu dia melangkah
ke
luar kamar Leo.
Suasana rumah Leo tampak lengang. Kamar Leo berada
di lantai dua, dan tidak ada siapapun di situ. Dengan ragu Saira menuruni tangga melangkah turun, ada seorang pelayan di sana yang langsung membungkukkan tubuh hormat begitu melihatnya.
“Dimana suamiku?”
tanya Saira pelan,
masih merasa
ragu mengklaim Leo sebagai suaminya.
Pelayan itu
masih membungkuk
hormat, “Tuan Leo sudah berangkat sejak pagi tadi, Nyonya.”
“Berangkat kemana?” Saira mengernyitkan keningnya.
“Berangkat bekerja.” Jawab pelayan
itu singkat, lalu
pamit untuk melanjutkan pekerjaannya di belakang.
Bekerja? Hari ini adalah hari pertama mereka resmi
menikah dan Leo berangkat kerja? Sebegitu sibukkah suaminya sehingga tidak bisa
libur setelah pernikahan mereka? Tidak adakah bulan madu seperti yang dilakukan
orang-orang biasanya? Setahu Saira, kebanyakan orang memilih melewatkan waktu bersama
dengan tidak bekerja, tidak perlu harus berlibur ke suatu tempat, bahkan dengan
hanya bersama-sama di rumah itupun sudah cukup.
Saira mengira
Leo akan meluangkan waktu
untuk mereka bisa bersantai berdua,
apalagi mengingat hubungan mereka yang singkat sebelum menikah.
Tidakkah Leo ingin lebih banyak mengenalnya seperti Saira yang
sangat ingin mengenal suaminya lebih dalam? Dan Leo juga berangkat
bekerja tanpa berpamitan kepadanya. Saira masih bertanya-tanya akan sikap kasar dan dingin Leo semalam,
tetapi pagi ini sikap Leo lebih
membuatnya bertanya-tanya lagi.
Suami seperti apa yang meninggalkan
pengantinnya setelah malam pertama mereka yang tidak tersentuh,
hanya
untuk pergi bekerja?
Saira diam termangu.
Matanya menatap keindahan
rumah dengan segala interior mewahnya
yang
bergaya minimalis itu dengan bingung. Rumah itu terasa sangat asing baginya, dan tiba-tiba saja, Leo juga terasa sangat asing baginya.
***
“Bagaimana malam pertamamu?” Andre langsung bertanya dengan
menggoda ketika Saira mengangkat teleponnya.
Saira tersenyum lembut,
“Kami belum malam pertama.” Bisiknya,
dia memang selalu jujur kepada Andre dalam hal
apapun, dan kenyataan
bahwa Andre adalah gay membuatnya semakin nyaman di dekat lelaki itu,
“Apa?” suara Andre di seberang sana tampak terkejut,
“Kalian belum melakukan malam pertama?’
Meskipun ada di seberang
telepon, Saira tersenyum
malu-malu, “Kami terlalu lelah, kemarin sampai jam sepuluh malampun masih ada tamu-tamu
yang berdatangan.”
“Oh.” Andre tertawa, “Itulah resikonya menikah dengan seorang bos besar.”
Candanya. “Jangan khawatir, semuanya akan ditebus di saat bulan madu kalian.
Sepertinya
tidak akan ada bulan madu. Saira membatin
dalam hati, tiba-tiba merasa ragu.
“Saira?” Andre bertanya di seberang sana, sepertinya
dia sedang menanyakan sesuatu. Tetapi karena sibuk dengan
pikirannya, Saira tidak menanggapinya.
“Eh.. iya..apa?” gumam Saira gugup.
“Aku tadi bertanya, kemana
rencana kalian akan
berbulan madu.”
Sejenak Saira bingung harus menjawab apa, dia lalu berdeham karena gugup, “Eh... aku
belum
tahu.”
Gumamnya pelan, “Leo belum
memberitahuku rencananya.”
“Mungkin dia akan memberimu kejutan,” Ada nada
menggoda di suara Andre, “Aku membayangkan
dia akan
membawamu ke pulau eksotis yang luar biasa indahnya,
kabari aku ya Saira.”
Saira memaksakan senyum di suaranya, “Pasti Andre.” Mereka
lalu bercakap-cakap sebentar mengenai rumah kaca Saira. Batin Saira sedikit tenang ketika Andre mengatakan
dia menyewa temannya untuk menghandle tugas merawat rumah kaca Saira. Teman Andre itu dulu pernah melakukan hal yang
sama
ketika Saira sakit dan hasilnya memuaskan. Tanaman di
rumah kacanya akan baik-baik saja.
Saira menghembuskan
napasnya setelah mengakhiri percakapan
mereka, masih bingung akan sikap Leo sejak semalam. Apakah mungkin seperti yang dikatakan oleh Andre,
bahwa Leo ingin memberinya kejutan? Di film-film yang dilihatnya, orang-orang
kadang bersikap aneh dan
membingungkan
ketika ingin memberi kejutan. Misalnya
memberikan kejutan ulang tahun, orang-orang berkomplot untuk berpura-pura lupa dan tidak memberikan
selamat, hingga membuat
orang yang ulang tahun merasa sedih dan kecewa, lalu pada malam harinya mereka memberikan pesta ulang tahun kejutan yang membahagiakan,
membuat kejutan mereka lebih bermakna.
Itukah yang sedang dilakukan oleh Leo? Apakah lelaki
itu
sedang memberikan kejutan untuknya?
***
Sampai dengan
siang hari,
Saira terus menghabiskan waktunya dengan kesepian
di rumah itu. Dia sama sekali tidak
menyangka inilah yang akan terjadi pada dirinya. Ditinggalkan bekerja, seorang diri di rumah satu hari setelah pernikahannya.
Dorongan untuk mengunjungi rumah kaca
dan melarikan kebosanannya dengan merawat tanamannya sangat kuat. Tetapi kalau dia
ke rumah kaca,
Andre
pasti
akan
memberondongnya dengan sejuta pertanyaan, dan Saira pasti tidak akan bisa menjawab, karena dia sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi.
Diliriknya ponselnya.
Sepi, tiak ada kabar satupun. Dulu
sebelum mereka berpisah, Leo selalu mengiriminya pesan- pesan penuh perhatian kepadanya. Bahkan hanya untuk sekedar mengucapkan selamat pagi, menanyakan apakah dia
sudah makan, atau juga kadang memberikan
info tentang apa yang dilakukannya.
Tetapi sekarang berbeda, tidak ada satupun pesan dari
Leo kepadanya, Apakah Leo sedang benar-benar sibuk?
Saira sungguh tergoda untuk menelepon Leo, tetapi dia takut siapa tahu akan mengganggu
Leo yang sedang berada di
tengah rapat penting.
Dengan pedih Saira menghela napas panjang. Dia harus
keluar dari rumah ini, atau dia akan menjadi gila.
Dengan cepat dia berganti pakaian, meraih tasnya dan memanggil taxi.
“Garden Cafe. Gumamnya, menyebut tempat Saira
biasanya menghabiskan waktu siangnya di sana. Secangkir teh hijau hangat mungkin bisa membantu menghapuskan kegalauannya.
***
Cafe itu sangat
cocok dengan namanya, ‘Garden Cafe’,
nuansa taman sangat kental mengelilingi areanya, semua serba
hijau dan memantulkan suasana alam yang indah, dengan tanaman
hijau yang menarik
dipadu dengan bunga-bunga anggrek di setiap sudutnya. Efek tamannya semakin nyata karena seluruh dindingnya terbuat dari kaca, sehingga
pengunjung bisa menatap pemandangan taman, merasakan kedamaian
sambil menikmati makanan dan minumannya
di dalam cafe. Dan Saira sungguh merasa bangga karena dia memiliki andil dalam keindahan cafe ini, seluruh tanaman yang
ada
di cafe ini, baik di taman maupun
bunga-bungaan dekorasinya, semua berasal dari rumah kaca Saira. Albert, sang pelayan
setengah baya yang sudah sangat dikenalnya tersenyum ketika melihatnya datang,
“Apa yang dilakukan pengantin baru di sini?” tanyanya menggoda, membuat
Saira merasa malu.
Dia mencoba menggelak dari pertanyaan Andre, “Aku masih belum bisa melepaskan ketergantungan
dari teh hijau di siang hari.” Gumamnya penuh canda, membuat Albert tergelak.
“Pesanan akan segera diantar." gumamnya mengedipkan mata, lalu melangkah
pergi.
Tak lama kemudian lelaki itu kembali, mengantarkan secangkir teh hijau
beraroma khas yang harum yang masih panas.Saira sangat menyukai harum aroma teh
hijau ini, apalagi teh hijau dari Garden Cafe. Hampir setiap hari selama beberapa
tahun terakhir ini, Saira selalu mampir untuk makan siang dan menikmati secangkir
teh hijau.
“Hanya andalah satu-satunya yang memesan teh panas, bahkan di saat suasana
sedang panas.” Albert melirik ke luar yang sedang terik. Untunglah tanaman hijau
melindungi sekeliling area cafe ini, membuat udaranya tetap segar.
Saira tertawa, “Kata orang, teh hijau mempunyai kemampuan menenangkan.”
“Yah, menenangkan orang yang sedang banyak pikiran.” Albert tersenyum,
“Yang pasti bukan untuk pengantin baru sepertimu Saira.” Lelaki itu setengah berbisik, “Tahukah kau apa yang selalu
kupikirkan kalau menyajikan teh hijau ini?”
“Apa?” Saira langsung
tertarik. Percakapan dengan Albert memang selalu
menarik, lelaki
itu seolah punya
segudang pengalaman dan pengetahuan yang kadang-kadang bisa membuat Saira terpana,
“Rahasia.”
“Apa?” Saira mengernyit
makin dalam mendengar
jawaban Albert,
Albert tertawa lagi, “Rahasia. Setiap memikirkan teh
hijau aku selalu memikirkan tentang rahasia.” Ditatapnya Saira
dengan serius, “Kau tahu ketika sajian teh hijau yang dipadu
dengan melati datang kepadamu, aromanya
sangat khas dan menakjubkan, membuatmu tergoda dan bahkan bisa
membayangkan rasanya, sebelum
kau
mencincipinya. Tetapi
kemudian
ketika kau menyesapnya, kau pasti akan mengernyit, merasakan pahitnya yang menerpa lidahmu. Setelah itu ketika kau menyesapnya
lagi dan lagi, barulah kau bisa menemukan keindahan
citarasanya
yang berpadu. Teh hijau selalu penuh rahasia, dia tidak seperti aroma yang ditampilkannya,
bahkan menyediakan kepahitan pada kontak pertama. Kau harus selalu sedikit demi sedikit menyibak lapisan demi lapisan rasanya hingga menemukan kenikmatan sejati di dalam minuman ini.”
“Wow.” Saira terpesona mendengar penjelasan Albert, “Aku tidak pernah memandang teh hijau seperti
itu sebelumnya.
Bagiku dia hanyalah minuman yang enak dan membuatku
ketagihan.” Saira tergelak, “Luar biasa memang
pemikiranmu, Albert.”
Albert terkekeh, “Kadang atasan saya bilang bahwa pikiran saya terlalu rumit.” Lelaki itu melirik ke belakang,
“Tetapi
sekarang
atasan saya sama sekali tidak pernah memprotes
cara berpikir saja, sejak dia menikah. Dia terlalu sibuk
berbahagia, menghabiskan waktu dengan istrinya. Semua
pengantin baru sepertinya tidak pernah tahan menjauhkan
diri satu sama lain.” Albert mengedipkan
sebelah matanya sebelum
melangkah mundur, “Silahkan nikmati teh hijaumu, Saira.”
Sementara itu Saira tertegun mendengar kata-kata Andre bahwa semua pengantin
baru
tidak pernah tahan menjauhkan diri satu sama lain.
Diliriknya ponselnya yang masih sepi dalam keheningan.
Saira menghela napas panjang, tiba-tiba merasakan
firasat buruk yang menggayuti hatinya.
***
Pada akhirnya
Saira
tidak
tahan
untuk tidak mengunjungi Andre, dia
berdiri di rumahnya yang sekaligus
menjadi kantor mereka dengan ragu. Rumah Andre sendiri persis menempel di sebelah rumah Saira, jadi lelaki itu sering
sekali bolak-balik antara kantor ke rumahnya,
yang ditinggalinya bersama ibunya dan dua adik perempuannya.
Hubungan Andre dan Saira sangat dekat, lebih dari sahabat, menyerupai
adik
dan kakak. Keluarga Andre juga sangat menyayanginya. Ketika ibunya meninggal, otomatis keluarga Andre mengangkat
dirinya menjadi anak angkat tidak
resmi.
hubungan Saira dengan
Andre, maklum ia tidak tahu jati diri
yang disembunyikan Andre sebagai seorang gay. Berkali-kali dia
menyinggung betapa senangnya jika mempunyai menantu
seperti Saira. Tetapi kemudian ketika Saira merencanakan pernikahannya
dengan Leo, dia akhirnya menerima kenyataan bahwa
mereka
memang tidak
ditakdirkan melebihi sahabat. Dan bahkan kemudian
ibu
Andrelah yang bersemangat membantu persiapan pernikahan Saira, membuat Saira terharu
karena Ibu Andre bertindak seperti ibu kandungnya.
“Apa yang kau lakukan di sini?” suara di belakangnya
membuat Saira berjingkat karena kaget.
Saira menoleh dan melihat
Andre berdiri di belakangnya, lelaki itu sepertinya tadi keluar untuk membeli
makanan,
karena ada kantong plastik berlogo fast food di
tangannya. Saira melirik makanan yang dibawa Andre dan
mencibir.
“Kau akan mati muda kena serangan jantung kalau tiap
hari
mengkonsumsi fast food semacam itu.” Gumamnya,
Andre tergelak lalu memutar bola matanya
untuk
mengejek pendapat Saira. Dia melangkah mendahului Saira
memasuki
bagian depan rumah Saira yang sudah dialih
fungsikan menjadi kantor mereka.
“Kenapa kau di sini?
Bukankah kau seharusnya menghabiskan hari yang indah bersama suamimu?’
Saira menjawab asal untuk mengihindari kecurigaan Andre, “Leo ada urusan pekerjaan sebentar di kantornya, jadi
aku memutuskan untuk kemari dan menengok rumah kacaku.”
“Bekerja di hari pertama setelah pernikahan?” Suara Andre meninggi,
“Sungguh keterlaluan.”
Lelaki itu menggeleng- gelengkan kepalanya dengan dramatis. Mereka sudah memasuki area kantor, dan Andre meletakkan kantong plastik yang dibawanya ke meja. Dia menarik makanannya dan memakannya dengan nikmat,
diliriknya Saira yang memandang ngeri pada pesanan makanan Andre.
“Mau?” Andre menyodorkan makanannya,
menggoda Saira, tahu persis bahwa Saira adalah maniak
makanan
yang sehat dan pasti akan menolaknya.
Dan seperti dugaannya, Saira menggelengkan kepalanya.
“Aku sedang bingung.”
Andre menatapnya dan mengernyit, “Bingung kenapa?” “Tentang Leo.” Pipi Saira memerah, “Dia...semalam
sikapnya aneh..”
Andre tertawa, “Kebanyakan pengantin baru memang
suka bersikap aneh, Saira....Mungkin nanti kau
akan menemukan banyak hal baru dari suamimu.
Sesuatu yang tidak pernah kau duga sebelumnya, tetapi memang itulah asyiknya perkawinan.”
Saira mencibir,
“Seperti kau sudah ahli dalam
perkawinan saja.”
Andre tertawa, melahap makanannya dengan nikmat. “Aku memang belum pernah
mengalami perkawinan, dan mungkin tidak akan pernah.” Wajahnya tampak sedih, tetapi
dengan cepat dia mengubah ekspresinya menjadi ceria, “Tetapi aku banyak membaca dan mencari
tahu, kau bisa
datang padaku kalau kau ada masalah dengan
perkawinanmu.”
Mereka tergelak bersama meskipun ada sedikit perasaan trenyuh di benak
Saira. Andre sama sekali tidak berpenampilan seperti gay, dia tidak lembut atau
bersikap seperti perempuan. Tubuhnya gagah dan penampilannya jantan seperti lelaki
kebanyakan. Saira tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksanya Andre harus berpura-pura
dan mengingkari jati dirinya, apalagi mengingat bahwa ibu Andre sering sekali mendesak
anak lelaki satu-satunya itu untuk segera menikah.
Berbicara tentang ibu Andre, Saira teringat akan ibunya, ibunya yang cantik
dan begitu lembut. Yang selalu Saira kenang dari ibunya adalah aroma wangi
bunga yang menyelubunginya, hasil dari seharian menghabiskan waktunya di rumah kaca. Ah
seandainya ibunya ada di sini, menghadiri pernikahannya, dia pasti akan sangat bahagia. Tetapi Saira meyakini dalam hatinya
bahwa ibunya pasti berbahagia di atas sana, melihatnya pada
akhirnya menemukan lelaki yang menjaganya.
***
“Dari mana saja kau?”
suara dingin Leo
menyambut
Saira di ruang tamu, membuat Saira mengernyitkan keningnya.
Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gugup, “Eh.. karena tidak ada pekerjaan, aku.. aku memutuskan
untuk ke rumah kaca.”
“Ke rumah kaca?” Tatapan Leo menjadi tajam. “Menemui
Andre?”
“Iya, dan juga menengok rumah kacaku, Andre mempercayakan perawatannya
kepada seseorang, jadi aku mampir untuk mengevaluasi hasil...’
“Tidak bisakah kau melepaskan rumah kaca dan Andre dari pikiranmu? Aku
muak kalau kau selalu menyebut- nyebutnya di rumah ini. Kalau kau memang mau menjadi
istri yang baik, fokuslah pada rumah ini, pada keluarga ini, bukan hanya melulu
mengurusi rumah kaca itu!” dengan ketus Leo melangkah meninggalkan Saira yang
terperangah kaget di
ruang tamu.
Saira merasakan hatinya mencelos seperti diremas, matanya terasa panas,
tetapi dia menahannya. Seumur hidupnya, tidak pernah ada orang yang memarahinya
dengan seketus itu. Apakah Leo
cemburu
kepada Andre dan juga
kepada rumah kacanya?
Hati Saira meragu, tetapi... sepertinya dulu Leo sama sekali tidak keberatan
akan itu semua?
PEMBUNUH CAHAYA - SANTHY AGATHA - BAB 2
No comments:
Post a Comment