BAB 11
Mata
Joshua tampak menggelap mendengar kata-kata arogan Wiliam, bibirnya menipis
menahan marah,
“Berani-beraninya
kau menghina calon isteri pilihanku.” Gumamnya gusar, “Keluar dari rumah ini
sekarang.”
William
tampak kaget diusir dengan tidak sopan seperti itu. Dia terbiasa dihormati,
orang-orang terbiasa membungkuk hormat kepadanya. Dan sekarang dia diusir oleh
anak kandungnya sendiri? Sungguh penghinaan yang menyinggung harga diri
William, tetapi dia menahankannya. William membutuhkan Joshua. Hanya anak
itulah satu-satunya laki-laki keluarga Sinclair yang masih hidup. Selama berapa
dekade ini, keluarganya telah dikutuk selalu melahirkan anak perempuan yang
tentu saja tidak bisa diandalkan untuk meneruskan nama gelarnya. Lalu penyakit
jantungnya yang menyebabkannya tidak bisa mempunyai keturunan meyerangnya.
Membuatnya tergantung hanya kepada Joshua. William akan rela menahankannya.
Tidak apa-apa, asalkan gelar dan nama keluarga selamat di masa depan.
Dia
kemudian beranjak dari duduknya dan bergumam geram, “Aku akan pergi
sekarang. Tetapi aku akan kembali lagi, dengan membawa calon isterimu, Joshua.
Calon isteri yang sangat berkelas dan cocok untukmu.” Setelah mengucapkan
kata-kata angkuh itu, William melangkah pergi meninggalkan apartemen itu.
Lama
kemudian Joshua masih termenung, dengan marah menatap ke arah pintu, tempat
William menghilang, matanya menyala nyaris menakutkan.
“Lelaki
tua bangka tak tahu diri.” Desisnya, ”Seenaknya dia membuangku dan sekarang dia
ingin memilikiku? Dia tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!” Sinar
kebencian memancar di mata Joshua, membuat Kiara beringsut menjauh, gerakan
Kiara itu tampaknya menyadarkan Joshua, lelaki itu langsung melepaskan
pegangannya di pinggang Kiara, dan menatapnya dalam,
“Aktingmu
tadi bagus sekali meski awalnya sedikit kaku.” Gumam Joshua ringan, “Kau
mungkin harus sedikit berusaha membiasakan diri dengan sentuhanku.”
Dan
kemudian, tanpa disangka-sangka, Joshua menarik pinggang Kiara lagi, dan
menciumnya. Membuat Kiara ternganga kaget ketika bibirnya dilumat oleh Joshua
tanpa ampun. Dia hendak memekik, tetapi kemudian, sentuhan bibir Joshua berubah
lembut, menyesap bibirnya seolah begitu menikmatinya, dan juga jemarinya
bergerak lembut, menelusuri lengan Kiara, naik dan turun.
“Wow.”
Itu
suara Jason yang baru keluar dari kamar. Membuat Joshua dan Kiara terperanjat.
Secepat kilat, saat itu juga, Joshua langsung mendorong Kiara hingga hampir
terjungkal di sofa. Jason sendiri tampak menikmati sekali wajah-wajah gugup di
depannya. Lelaki itu tampaknya sudah bangun lama, tetapi memilih tidak keluar
selama ayah kandung Joshua bertamu tadi. Sekarang Jason dengan sengaja
melemparkan tatapan mata penuh arti dan berganti-ganti ke arah Joshua dan
Kiara, “Jadi yang barusan kulihat tadi apakah....” suaranya penuh spekulasi,
dan Joshua langsung menyahut ketus,
“Itu
tadi latihan supaya Kiara lebih terbiasa dengan sentuhanku.” Mata Joshua
menatap Kiara tajam, “Benar bukan Kiara?”
Ditatap
setajam itu, dengan tatapan yang sangat mengancam, Kiara tidak bisa melakukan
hal lain selain menganggukkan kepalanya. Meskipun sekarang bibirnya terasa
panas membara. Joshua telah merenggut ciuman pertamanya!
“Kau
boleh pergi Kiara, siapkan makanan, aku ingin makan.” Joshua mengalihkan
pandangan seolah tak peduli. Dan Kiara yang ingin segera melarikan diri dari
suasana canggung yang menyesakkan itu langsung bangkit dan setengah berlari
menuju dapur.
***
Jason
mengambil tempat duduk di sebelah Joshua, melirik lelaki itu yang berpura-pura
memusatkan pandangannya kepada televisi.
“Kenapa
kau menciumnya?” tanya Jason langsung dengan lugas, membuat Joshua
membelalakkan matanya marah kepada sahabatnya itu,
“Kenapa
kau bertanya lagi? Aku kan sudah bilang untuk latihan.”
“Menurutku
latihan terbiasa menyentuh tidak perlu dengan ciuman semacam itu, apalagi
ciuman yang amat sangat bergairah, kau seperti sudah akan melumatnya
habis-habiskan kalau aku tidak keluar tadi.”
“Diam!”
Joshua menggeram, tidak mau lagi mendengar analisa dari Jason. Sementara itu
benaknyapun berkecamuk oleh berbagai pertanyaan. Kenapa dia mencium Kiara?
Benarkah hanya karena latihan? Kenapa dia begitu impulsif menarik Kiara ke
dalam pelukannya dan menciumnya habis-habisan?
***
Perempuan
cantik itu menuju ke tempat penjemputan dan menunggu, sambil menunggu dia
mengeluarkan ponselnya dan menatapnya dalam senyuman. Ada foto Joshua di sana.
Calon suaminya yang sangat tampan. Yah, mereka memang sepadan. Carmila adalah
puteri ke empat dari bangsawan yang menjadi sahabat Wiliam Sinclair. Dan ketika
lelaki itu melamarnya kepada ayahnya, untuk menjadi calon isteri anak lelakinya
yang berada di negara yang jauh, semula Carmila menolak dan ragu.
Yah,
dia adalah perempuan berpendidikan tinggi, meskipun berdarah bangsawan, Carmila
tidak berpandangan kuno seperti ayahnya. Dia menjadi CEO perempuan yang sangat
disegani di perusahaan tempatnya bekerja, dan otaknya sangat encer dengan
jenjang pendidikan yang sangat tinggi.
Perjodohan
adalah pilihan terakhirnya, tetapi kemudian, ketika dia melihat foto Joshua,
yang ditunjukkan kepadanya. Carmila langsung jatuh hati seketika itu juga. Dan
ketika seorang Carmila jatuh hati, maka dia harus memiliki. Tidak pernah ada
orang yang bisa menolak pesona Carmila Stuart sebelumnya. Dan Carmila yakin,
Joshua akan takluk dalam pesonanya.
Dia
datang sesuai dengan permintaan William, anak hilangnya itu memang sangat keras
kepala dan menolak perjodohan ini, dan itu pasti lebih disebabkan karena dia
tidak mengetahui bahwa calon isterinya secantik dan sesempurna Carmila.
Tubuhnya
tinggi semampai dengan lekukan yang sangat indah dan berisi, rambutnya panjang
dan pirang keemasan, membingkai wajahnya yang keseluruhannya cantik dan
sempurna. Orang-orang di bandara ini bahkan selalu menoleh dua kali ketika
melihatnya.
Carmila
tersenyum penuh percaya diri. Joshua pasti akan terpesona dengannya. Lelaki itu
akan bertekuk lutut di kakinya. Mereka memang sudah seharusnya bersama, darah
bangsawan di tubuh mereka memang sudah seharunya menyatu.
“Carmila.”
Suara dalam dan berat itu membuat Carmila mengangkat kepalanya. William calon
ayah mertuanya sudah berdiri di sana.
“Hai
papa.” Carmila bahkan sudah memanggil William dengan sebutan ‘papa’ sesuai
permintaan lelaki itu sendiri, yang begitu yakin bahwa Carmila akan menjadi
anak menantunya.
“Aku
senang kau datang tepat waktu, mari ke mobil, aku sudah menyewakan kamar suite
di hotel terbaik di kota ini.” William menghelanya dengan sopan dan dengan
langkah anggun. Carmila mengikuti langkah lelaki itu.
Mereka
masuk ke dalam mobil hitam besar yang telah menunggu di luar, di dalam mobil,
Carmila menatap wajah William yang tampak gusar,
“Kenapa
papa? Apa yang mengganggumu?”
William
mendengus, “Joshua. Dia mempunyai kekasih, seorang perempuan yang seperti
lintah pengisap harta, perempuan murahan dan anak lelakiku yang bodoh itu
tergila-gila karena nafsunya.” Mata William menggelap, tetapi kemudian dia
menatap ke arah Carmila dan tersenyum puas, “Tetapi sekarang kau
sudah di sini Carmila, begitu Joshua melihatmu, dia akan menyadari betapa
bodohnya dirinya. Kau akan menyelamatkannya.”
“Tentu
saja papa. Lihat saja nanti, aku tidak sabar untuk bertemu Joshua dan juga
kekasihnya yang murahan itu.” Tawa merdu terdengar dari bibirnya, tawa yang
penuh percaya diri.
Ya.
Carmila yakin, begitu bertemu dengannya, Joshua pasti akan bertekuk lutut di
kakinya. Semua lelaki selalu bereaksi sama terhadap pesona Carmila.
***
“Selamat
pagi.” Keesokan harinya, tidak seperti biasanya, Joshua sudah bangun dan rapi.
Lelaki itu berdiri di ambang pintu dapur, menatap Kiara dengan canggung,
“Buatkan sarapan untukku juga ya.”
“Iya,
sebentar lagi siap.” Kiara menjawab tak kalah canggung. Ciuman Joshua kemarin,
membuat Kiara salah tingkah sepanjang hari. Dia berusaha menghindari Joshua
sejauh mungkin, menjauhkan kontak mata dan bersembunyi dari lelaki itu. Kiara
bingung dan ketakutan dengan perasaannya sendiri. Dia tidak pernah berciuman
dengan lelaki manapun sebelumnya, dan ciuman Joshua kemarin menumbuhkan
perasaan yang tidak diketahuinya. Perasaan aneh yang membuatnya susah tidur
semalaman, menatap langit-langit kamar dengan bingung, tak tahu harus berbuat
apa.
“Aku
ingin minta maaf.” Tiba-tiba Joshua bergumam, membuat Kiara terlonjak karena
kaget, dia menyangka Joshua sudah pergi sejak tadi.
“Maaf
tentang apa?” Kiara bergumam santai, berusaha fokus pada masakannya dan
seolah-olah tidak diberatkan oleh sesuatupun mengenai Joshua.
“Tentang
ciuman kemarin.” Mata Joshua menatap tajam, bergumam tanpa basa basi yang
langsung membuat pipi Kiara merah padam. “Aku sendiri tidak tahu kenapa aku
melakukannya, mungkin aku terbawa perasaan setelah bertemu ayah kandungku, aku
marah dan kemudian melampiaskannya kepadamu. Itu tidak adil untukmu, maafkan
aku.”
Kiara
tercenung, bingung harus menjawab apa. “Tidak apa-apa.” Gumamnya lemah,
kemudian.
Joshua
tampaknya masih belum selesai, dia berdiri di sana menatap Kiara dengan tatapan
tajam, “Dan jangan menghindariku Kiara, aku tahu kemarin seharian kau
menghindariku seperti wabah. Sandiwara kita ini belum selesai, aku tahu ayah
kandungku tidak akan menyerah begitu saja, jadi untuk mempersiapkannya kau
harus membiasakan diri ada di dekatku.”
Kiara
hanya bisa menganggukkan kepalanya, mencoba menghindari kontak mata dengan
Joshua. Lelaki itu tampaknya kesal dengan sikap Kiara tetapi memutuskan untuk
tidak mengatakan apa-apa, setelah mendesah, Joshua menghentakkan kakinya pergi,
membuat Kiara langsung menghela napas panjang dan merasa lega luar biasa.
***
Kali
ini Kiara harus menghadapi Jason yang usil. Lelaki berwajah tampan itu menatap
Kiara dengan tatapan menyelidik, seolah-olah berusaha menelanjangi hati Kiara.
“Jadi
bagaimana?” Jason bertanya sambil melahap roti bakarnya, dia akhirnya
mengeluarkan suara setelah lama mengamati Kiara yang berpura-pura tidak
menyadari bahwa dia sedang diamati dengan begitu intens.
“Bagaimana
apa?”
“Ciuman
itu.” Jason tersenyum lambat-lambat, “Aku yakin itu adalah ciuman pertamamu.”
Pipi
Kiara langsung merah padam. “Kau tidak bisa yakin.” Jawabnya setengah ketus,
meletakkan secangkir kopi panas di depan Jason.
“Aku
yakin.” Kali ini Jason terkekeh, “Aku sangat ahli mengenai perempuan, Kiara.
Dan dengan melihatmu sekali saja aku tahu bahwa kau tidak berpengalaman, ciuman
kemarin pasti sangat mengejutkanmu.”
Memang.
Begitu mengejutkan hingga Kiara merasakan jantungnya hampir lepas. Kiara
menghela napas panjang, menatap Jason memohon
“Bisakah
kita tidak membahas itu, please?”
Jason
mengangkat alisnya, “Terserah padamu Kiara, tetapi perlu kau ingat, aku akan
selalu ada kalau kau ingin bertanya...” senyumnya mengembang, “Atau kalau kau
ingin praktek, aku akan siap sedia. Aku yakin ciumanku akan lebih nikmat
daripada yang bisa diberikan oleh Joshua.”
Kiara
melempar lap yang sedang dipegangnya ke arah Jason dengan marah, kesal karena
Jason keterlaluan menggodanya, lelaki itu bukannya tersinggung dilempar lap,
malahan tertawa. Lama-lama Kiara ikut tersenyum juga dengan malu, yah
bagaimanapun juga, sikap Jason yang penuh canda ini sedikit menghibur Kiara.
“Jangan
marah padaku.” Jason bergumam lembut kemudian, “Aku cuma menggodamu kok, tentu
saja gadis lugu dan polos sepertimu tidak akan pernah masuk kriteriaku.” Jason
mengedipkan sebelah matanya, “Sebagai orang yang berpengalaman, aku hanya bisa
memintamu untuk berhati-hati, Kiara. Hati-hatilah dengan hatimu. Kadangkala
perasaan itu sudah ada bahkan sebelum kau menyadarinya.” Sambil mengucapkan
kalimat misterius itu, Jason berjalan pergi, membawa cangkir kopi di sebelah
tangannya dan melangkah keluar dari dapur.
***
Ketika
bel berbunyi lagi, Joshua, Kiara dan Jason sedang duduk di sofa dan menonton
televisi dalam keheningan, mereka kemudian saling melempar pandang, dan tanpa
mengintip-pun, mereka tahu siapa yang datang.
“Kau
masuk ke kamar, Jason. Dan Kiara.... gantilah bajumu dengan gaun yang sedikit
seksi.”
Kiara
dan Jason sama-sama melangkah ke arah kamar masing-masing, dengan Jason yang
terkekeh menggoda Kiara yang merah padam karena disuruh memakai baju seksi oleh
Joshua.
Kiara
masuk ke kamar, dan berdiri di depan lemari pakaiannya, bingung akan memilih
gaun yang mana. Deliah selalu bilang jika ingin tampil seksi, pakailah warna
hitam. Mata Kiara menelusuri gaun-gaun yang tergantung di lemari pakaiannya,
lalu tangannya menyentuh gaun sutera warna hitam itu, dengan korset yang ketat
di dadanya, kemudian bagian bawahnya mengembang sempurna sampai di bawah lutut.
Gaun ini tampak cukup seksi sekaligus pantas dikenakan di rumah pada malam
hari, putusnya.
Kiara
memilih memakai gaun itu, dia menatap ke arah cermin, mengagumi betapa gaun itu
begitu pas ditubuhnya dan begitu cocok dengan rambut hitamnya yang berkilauan.
Setelah menghela napas berkali-kali, Kiara melangkah ke arah ruang tengah itu.
Dan
kemudian tertegun bingung mendapati selain William, ada tamu lain di sana, tamu
lain yang sangat cantik bagaikan bidadari, duduk di sofa dengan tatapan penuh
godaan kepada Joshua.
***
“Dan
itu pasti Kiara.” Perempuan cantik itulah yang pertama kali menyadari kehadiran
Kiara, dia tersenyum ramah dan tampaknya sama sekali tidak merasa terintimidasi
dengan penampilan Kiara. Tentu saja, dengan kecantikan seperti dewi begitu,
Kiara pasti tidak akan dianggapnya sebagai sesuatu yang penting.
“Kemarilah
Kiara.” Joshua tersenyum, senyum pura-pura penuh cinta yang meyakinkan, “Biar
kukenalkan pada teman William.”
Joshua
mengamit tangan Kiara dan kemudian menariknya mendekat dengan posesif,
“Kenalkan
Kiara, ini Carmila Stuart yang jauh-jauh datang ke mari untuk William.” Joshua
menatap William dengan puas, “Kau sungguh tega membawa wanita secantik ini
kemari hanya untuk pulang dengan sia-sia.”
Kata-kata
Joshua itu benar-benar membuat Carmila terkejut, dia datang ke mari dengan
keyakinan penuh, bahwa Joshua akan langsung bertekuk lutut di kakinya ketika
melihat penampilannya. Bahwa lelaki itu akan langsung tergila-gila kepadanya.
Tetapi rupanya pengaruh pelacur berbadan mungil di sebelahnya itu sangat besar.
Carmila merengut marah ke arah Kiara. Apa yang bisa diberikan oleh pelacur itu
yang tak bisa diberikannya?
William
bahkan mengatakan bahwa asal usul perempuan itu tidak jelas. Carmila begidik
ketika berpikir bahwa mungkin saja Kiara anak pembunuh atau mungkin malah
pelacur – yang menunjukkan kenapa Kiara bertingkah seperti pelacur sekarang –
Dan Joshua akan mencemari darah bangsawannya kalau sampai memberikan benihnya
ke perempuan ini.
Dengan
cepat Carmila memasang wajah penuh godaan, menutupi keterkejutannya, dia
memandang Kiara dengan mencemooh, menelusuri gaunnya dari ujung kepala sampai
ke ujung kakinya.
“Hmmmm....
gaun yang sangat..... elegan.” Dengan lembut dia berucap dalam bahasa inggris,
yang dilambat-lambatkan seperti ketika berbicara dengan anak kecil. Matanya
menatap Kiara penuh ejekan, membuat seketika itu juga Kiara merasa ingin
bersembunyi karena malu.
Tetapi
pegangan Joshua di pinggangnya, sekali lagi menyelamatkan dan menopangnya,
lelaki itu menunduk dengan sayang, dan menghadiahi Kiara kecupan lembut di
pelipisnya,
“Tentu
saja gaun yang sangat elegan dan seksi.... membuatku tak sabar menanti kami
bisa berduaan sendirian di sini.” Matanya menatap penuh sindiran ke arah
William, “Ada hal lain yang ingin kau katakan padaku, William? Kalau tidak
mungkin kau bisa segera berkemas dan pulang, serta bawalah seluruh harapanmu
itu karena aku tidak akan pernah mau menyandang namamu.”
Wajah
William pucat pasi mendengar kata-kata langsung Joshua itu. Bahkan Carmila yang
semula duduk tenang di sebelahnyapun tampak kaget.
“Aku
kemari membawa calon isterimu, Joshua. Carmila adalah perempuan yang sederajat
denganmu, isteri yang paling cocok. Darah bangsawannya akan melengkapi
keningratanmu dan mencegahmu tercemar oleh darah yang tidak diketahui
asal-usulnya.” Matanya sengaja melirik menghina ke arah Kiara, dan tiba-tiba
saja Kiara merasa dadanya panas, sejak tadi lelaki tua di depannya ini
menatapnya dengan mencemooh, juga perempuan yang secantik dewi itu. Dan semua
itu karena apa? Semua itu hanya karena Kiara anak yatim piatu yang tidak jelas
asal usulnya. Apakah kalau dia yatim piatu maka sudah pasti dia berdarah kotor?
Kelas rendahan?
Harga
diri Kiara menyeruak, memberikan dorongan semangat untuk memberi pelajaran
kepada manusia-manusia sombong di depannya itu.
“Siapa
yang mencemari siapa Joshua?” Kiara tersenyum genit kepada Joshua, membuat
lelaki itu agak kaget karena tidak menyangka Kiara bisa berakting sebagus itu,
untunglah dia bisa menutupinya dengan tatapan mata bergairah kepada Kiara, “Aku
rasa William tidak perlu mencemaskan itu, toh kau sudah mencemariku sejak
lama.”
Bravo. Joshua bersorak
dalam hati, kalau tidak ada William dan Carmila di depannya, Joshua pasti sudah
bertepuk tangan memuji dan sangat puas akan kata-kata Kiara itu, kata-kata
Kiara yang seolah bagaikan cambuk yang dilecutkan, tepat di muka ayahnya.
CRUSH IN RUSH - BAB 12
Kiaraaa kereennnnn....ahahahaha maju terus pantang mundurr shayyyyy
ReplyDelete