EPILOG
Kiara sudah
diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Kondisi tubuhnya sudah membaik dan dokter
memastikan dia akan sehat-sehat saja ke depannya. Saat ini dia sedang duduk di
samping ranjang, sudah mengenakan pakaian rapi dengan koper yang sudah siap di
atas ranjang.
Dia menunggu
Joshua yang akan menjemputnya.
Suara ketukan di
pintu membuat Kiara menoleh penuh harap, tetapi bukan Joshua yang datang
melainkan Jason.
Lelaki itu
tersenyum, dan melangkah masuk ke ruangan duduk di kursi depan Kiara.
"Menunggu
Joshua?"
Kiara menganggukkan kepalanya,
tersenyum ke arah Jason.
Kiara tersenyum,
menyelipkan sejumput rambut di belakang telinganya. "Aku sudah
baikan...."
"Dikurung di
bagasi seperti itu memang mengerikan. Ayah Joshua memang jahat, tetapi kau bisa
tenang, Kiara, dia sudah kembali ke negaranya dan tidak akan mengganggumu
lagi."
Ya. Peristiwa penculikan itu memang
menakutkan, sebuah pengalaman traumatis yang sangat ingin dilupakannya.
Kadangkala benaknya berpikir, bagaimana jika waktu itu Joshua dan Jason serta
pihak kepolisian tidak berhasil mengejar penculiknya dan menyelamatkannya?
Mungkin dia akan berakhir menjadi korban perdagangan manusia di luar negeri
seperti yang direncanakan oleh ayah Joshua.
Kadang di
malam-malamnya di rumah sakit, Kiara masih sering terbangun tengah malam,
berkeringat dan ketakutan karena mimpi buruknya berada di dalam bagasi,
tersekap, berteriak-teriak dan tidak ada yang menolongnya. Dan ketika itu,
Joshua yang setia menungguinya langsung menggenggam tangannya, menenangkannya sampai
dia tertidur kembali.
"Aku akan
berusaha melupakannya." Kiara menatap ke arah Jason, "Terimakasih
Jason, kau begitu baik kepadaku."
Jason tersenyum,
sebuah senyum lebar yang mempesona di wajah tampannya.
"Aku
menganggapmu seperti adikku sendiri, kau sangat mirip dengannya, dengan
kemandirian dan sikap tegarmu." lelaki tampan itu lalu mengerutkan
keningnya, "Sayangnya tidak disangka kau mengalami nasib yang sama
sepertinya. Diculik oleh orang jahat."
"Dan
untunglah kami berdua sama-sama selamat." Gumam Kiara, merasa benaknya
dipenuhi rasa syukur yang begitu dalam.
"Ya.
Untunglah pada akhirnya kalian menemukan laki-laki yang bisa menjaga
kalian." tatapan Jason tampak melembut. "Joshua lelaki yang baik,
meskipun dia kadangkala keras dan menakutkan, tetapi dia tidak pernah bersikap
seperti itu kepada perempuan lain sebelumnya. Aku yakin dia benar-benar
menyayangi dan akan menjagamu, Kiara."
Kiara tersenyum.
Hatinya terasa hangat ketika mengingat Joshua. Memang kemarahan Joshua terakhir
kali sebelum dia diculik waktu itu benar-benar menyakiti hatinya, kata-kata
Joshua waktu marah memang kasar. tetapi lelaki itu telah meminta maaf kepadanya
dan menjelaskan sebab kemarahannya.
Joshua cemburu.
Kiara tidak bisa
menahan senyumnya memikirkan bahwa Joshua, lelaki sempurna itu cemburu
kepadanya.
"Sepertinya
kalian sangat asyik." Lelaki yang dibayangkannya itu, Joshua, tiba-tiba
sudah muncul di ambang pintu. Seperti biasa penampilannya tampan dengan rambut
basah sehabis keramas. Sepertinya dia baru saja mandi. Kiara tersenyum,
menyadari bahwa Joshua rela mengubah pola tidurnya yang biasa untuk menjemput
Kiara. Yah siapa yang bisa lupa bahwa Joshua selalu bersikeras bekerja
sepanjang malam dan beranjak tidur ketika menjelang pagi lalu bangun di sore
hari?
Hari ini jam
sepuluh pagi dan Joshua sudah rapi berada di sini untuk menjemputnya.
Joshua melangkah
masuk, mengangkat alisnya ketika menatap Jason.
"Kenapa kau
ada di sini Jason?" suaranya terdengar curiga.
Jason tersenyum
jahil. "Aku berencana untuk menculik Kiara sebelum kau ambil."
Seketika itu juga,
Joshua dengan defensif berdiri di depan Kiara yang masih duduk di tepi ranjang,
seolah ingin menghalangi pandangan Jason kepada Kiara.
"Kau harus
menghadapi aku dulu." gumamnya tenang.
Jason terkekeh,
geli melihat tingkah posesif Joshua kepada Kiara.
"Kau bisa
tenang Joshua, aku bercanda. Mana mungkin aku menculik Kiara, dia tidak akan
mau mengikutiku karena dia sedang menunggumu."
Joshua tidak bisa
menahan senyumnya, dia menoleh ke arah Kiara yang menatapnya malu-malu dan
tersenyum, "Benarkah? kau menungguku?"
Kiara sendiri
hanya tersenyum malu, bingung hendak menjawab apa, sementara Jason tampak tidak
tahan dengan sikap malu-malu Kiara di bawah tatapan mata tajam Jason, dia
langsung menceletuk dengan nada menahan tawa.
'Tentu saja Kiara
menunggumu Joshua, kau kan berjanji akan menjemputnya keluar dari rumah
sakit."
"Aku
terlambat, aku sedikit kesiangan. Maafkan aku." Joshua menatap Kiara
dengan pandangan meminta maaf. Dan Kiara menganggukkan kepalanya, tersenyum
penuh pengertian.
"Aku
mengerti, Joshua."
Sekali lagi, Jason
tampaknya tidak tahan untuk berkomentar,
"Kau harus
sedikit galak kepada Joshua, Kiara. Kalau tidak dia akan menindasmu."
gumamnya dan langsung mendapatkan tatapan mata galak oleh Joshua.
"Bisakah kau
pergi Jason? aku ingin berbicara empat mata dengan Kiara." Joshua seperti
biasa melakukan pengusiran terang-terangan kepada sahabatnya itu. Untunglah
Jason sudah biasa dengan sikap Joshua hingga sama sekali tidak merasa
tersinggung, dia malahan tersenyum lebar, menatap pasangan di depannya dengan
pandangan menggoda.
"Oh Well
baiklah, aku akan pergi. Jangan lupa Kiara, sekali-kali sedikit galaklah kepada
Joshua." Gumam Jason sambil terkekeh geli, melangkah ke luar ruangan,
meninggalkan Joshua dan Kiara hanya berdua saja,
Lama Joshua hanya
menatap Kiara, dia lalu duduk di tepi ranjang, di sebelah Kiara. Aroma
parfumnya yang menyenangkan menyentuh hidung Kiara, dan tiba-tiba saja
jantungnya berdebar. Joshua terasa begitu dekat. Dan sekarang lelaki itu
menatapnya dengan pandangan intens.
"Bagaimana
keadaanmu?" Joshua bergumam lembut, menatap Kiara yang masih menunduk
salah tingkah.
"Aku sudah
baikan. Tidak ada bagian tubuhku yang terluka kok."
"Aku berjanji ayahku yang brengsek
itu tidak akan bisa mengganggumu lagi." Mata Joshua menyala, tampak geram
ketika membicarakan tentang ayahnya. Tetapi mata itu berubah penuh kasih sayang
ketika menatap Kiara. Lengannya bergerak, semula agak ragu, tetapi kemudian dia
merangkul Kiara ke dalam pelukannya dengan sebelah lengannya, menyandarkan
kepala Kiara ke dadanya dan memeluknya erat. "Aku senang kau baik-baik
saja, Kiara."
Joshua tidak pernah selembut itu kepadanya. Mungkin karena sekarang lelaki itu menyadari perasaannya kepada Kiara dan sudah tidak mencoba menyangkalnya lagi?
Lelaki itu sudah menyatakan cinta kepada Kiara, meskipun rasanya Kiara masih tak percaya. Dicintai oleh lelaki seperti Joshua.... rasanya seperti mimpi. Tetapi sekarang dia tidak sedang bermimpi bukan? Sekarang Joshua memeluknya erat, sepenuh hatinya.
Tiba-tiba muncul keberanian di hati Kiara. Dia merangkulkan sebelah lengannya ke punggung Joshua, dan sebelah lengannya lagi melingkari dada Joshua, setengah memeluk lelaki itu dari samping.
"Terimakasih Joshua." gumamnya lembut, berbisik pelan dengan pipi merona merah, malu akan keberaniannya sendiri memeluk tubuh Joshua yang harum beraroma maskulin itu.
Sejenak Joshua tampak tertegun, membeku, seolah tidak menyangka bahwa Kiara akan balas memeluknya. Tetapi sedetik kemudian, lelaki itu merangkulkan sebelah lengannya yang lain ke tubuh Kiara, setengah mengangkat Kiara ke pangkuannya dan memeluknya erat-erat.
"Jangan berterimakasih kepadaku. Akulah yang harusnya berterimakasih kepadamu, sayang." Joshua menenggelamkan kepalanya di rambut Kiara yang harum, "Hidupku dulu hampa, aku menjalani hidup dengan penuh kebencian dan rasa pahit, tidak mensyukuri semua yang telah kumiliki. Lalu kau datang, kau membuat hidupku berarti, membuatku bersyukur masih bisa membuka mata dan menghirup napasku setiap hari, masih bisa bersyukur karena aku bisa memilikimu, perempuan polos yang begitu manis, begitu baik hati, bahkan setelah perlakuan kasarku kepadamu."
Kiara mendongakkan kepalanya, menatap Joshua. Lelaki itu rupanya masih menyimpan rasa bersalah atas kata-kata kasarnya kepada Kiara di pertengkaran mereka waktu itu.
"Aku sudah memaafkanmu." bisiknya tulus.
Joshua tersenyum, tidak bisa menahan diri untuk mengecup pucuk hidung Kiara, dan kemudian menenggelamkan perempuan mungil itu ke dalam pelukannya lagi.
"Tentu saja kau sudah memaafkanku, dasar kau perempuan berhati baik." Bisiknya dengan penuh emosi, "Aku akan menikahimu Kiara, aku akan mengurus dan menjagamu, kau tidak akan sendirian lagi di dunia ini,begitupun aku, kita saling memiliki, kau dan aku akan selalu bersama."
Ucapan itu bagaikan sebuah janji. Diucapkan oleh seorang lelaki yang mencintai.
***
Pesta pernikahan berlangsung sederhana, hanya teman-teman dekat Joshua yang datang, serta beberapa rekan kerjanya dan koleganya. Pesta itu diadakan di ballrom sebuah hotel berbintang di pusat kota.
Kiara berkali-kali mencuri pandang ke arah Joshua yang tampak begitu tampan dengan setelan jas hitam dan dasinya yang rapi. Sang pengantin lelaki begitu tampan. Kiara mengawasi Joshua dan merasakan jantungnya berdebar.
Suaminya.
Dia masih tidak percaya bahwa sekarang dirinya dan Joshua adalah sepasang suami isteri.
Joshua tidak pernah selembut itu kepadanya. Mungkin karena sekarang lelaki itu menyadari perasaannya kepada Kiara dan sudah tidak mencoba menyangkalnya lagi?
Lelaki itu sudah menyatakan cinta kepada Kiara, meskipun rasanya Kiara masih tak percaya. Dicintai oleh lelaki seperti Joshua.... rasanya seperti mimpi. Tetapi sekarang dia tidak sedang bermimpi bukan? Sekarang Joshua memeluknya erat, sepenuh hatinya.
Tiba-tiba muncul keberanian di hati Kiara. Dia merangkulkan sebelah lengannya ke punggung Joshua, dan sebelah lengannya lagi melingkari dada Joshua, setengah memeluk lelaki itu dari samping.
"Terimakasih Joshua." gumamnya lembut, berbisik pelan dengan pipi merona merah, malu akan keberaniannya sendiri memeluk tubuh Joshua yang harum beraroma maskulin itu.
Sejenak Joshua tampak tertegun, membeku, seolah tidak menyangka bahwa Kiara akan balas memeluknya. Tetapi sedetik kemudian, lelaki itu merangkulkan sebelah lengannya yang lain ke tubuh Kiara, setengah mengangkat Kiara ke pangkuannya dan memeluknya erat-erat.
"Jangan berterimakasih kepadaku. Akulah yang harusnya berterimakasih kepadamu, sayang." Joshua menenggelamkan kepalanya di rambut Kiara yang harum, "Hidupku dulu hampa, aku menjalani hidup dengan penuh kebencian dan rasa pahit, tidak mensyukuri semua yang telah kumiliki. Lalu kau datang, kau membuat hidupku berarti, membuatku bersyukur masih bisa membuka mata dan menghirup napasku setiap hari, masih bisa bersyukur karena aku bisa memilikimu, perempuan polos yang begitu manis, begitu baik hati, bahkan setelah perlakuan kasarku kepadamu."
Kiara mendongakkan kepalanya, menatap Joshua. Lelaki itu rupanya masih menyimpan rasa bersalah atas kata-kata kasarnya kepada Kiara di pertengkaran mereka waktu itu.
"Aku sudah memaafkanmu." bisiknya tulus.
Joshua tersenyum, tidak bisa menahan diri untuk mengecup pucuk hidung Kiara, dan kemudian menenggelamkan perempuan mungil itu ke dalam pelukannya lagi.
"Tentu saja kau sudah memaafkanku, dasar kau perempuan berhati baik." Bisiknya dengan penuh emosi, "Aku akan menikahimu Kiara, aku akan mengurus dan menjagamu, kau tidak akan sendirian lagi di dunia ini,begitupun aku, kita saling memiliki, kau dan aku akan selalu bersama."
Ucapan itu bagaikan sebuah janji. Diucapkan oleh seorang lelaki yang mencintai.
***
Pesta pernikahan berlangsung sederhana, hanya teman-teman dekat Joshua yang datang, serta beberapa rekan kerjanya dan koleganya. Pesta itu diadakan di ballrom sebuah hotel berbintang di pusat kota.
Kiara berkali-kali mencuri pandang ke arah Joshua yang tampak begitu tampan dengan setelan jas hitam dan dasinya yang rapi. Sang pengantin lelaki begitu tampan. Kiara mengawasi Joshua dan merasakan jantungnya berdebar.
Suaminya.
Dia masih tidak percaya bahwa sekarang dirinya dan Joshua adalah sepasang suami isteri.
Matanya melirik ke arah cincin emas
putih dengan berlian mungil yang elegan di jari manisnya, tanda bahwa dia
terikat dengan Joshua. Lelaki itu mengenakan cincin perkawinan juga di jari manisnya,
dengan versi yang lebih maskulin tentu saka. Dan setiap melihat kilatan cincin
di jari manis Joshua, Kiara merasakan perasaan hangat menjalari dadanya. Mereka
sekarang adalah pasangan, saling memiliki. Kiara tidak sebatang kara lagi di
dunia ini. Dia memiliki Joshua, suaminya yang akan selalu menjaganya.
Tiba-tiba mata Kiara terasa panas. Rasa haru yang luar biasa menyesaki dadanya. Membuatnya ingin menangis keras-keras. Oh tentu saja ini bukan tangisan kesedihan, ini tangisan kebahagiaan.
Di pesta yang indah ini, Kiara memang tidak mempunyai ayah, ibu ataupun keluarga lain yang ikut merayakan bersamanya. Pun demikian adanya dengan Joshua. Tetapi mereka bahagia, mereka memiliki satu sama lain dan tetap berbahagia. Kiara percaya pada akhirnya mereka akan membentuk keluarga baru mereka sendiri, keluarga besar, seperti yang dikatakan Joshua kepadanya semalam, dengan banyak anak laki-laki dan perempuan yang memenuhi rumah besar mereka nanti.
"Jangan menangis." Suara Jason terdengar di belakangnya, membuat Kiara menoleh, lalu tersenyum malu dan mengusap air matanya.
Jason mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya, lelaki ini juga tampak tampan dengan setelan jasnya, dia menjadi pendamping pengantin pria, sementara Deliah menjadi pendamping pengantin wanita, Deliah juga tampak cantik dengan gaun warna peachnya, orang yang tidak mengenalnya tidak akan tahu bahwa Deliah bukanlah perempuan asli.
Dengan lembut Jason mengusap air mata di sudut mata Kiara dengan saputangannya, "Pengantin yang cantik tidak boleh menangis, nanti riasanmu rusak." Lelaki itu tersenyum, "Kau cantik sekali Kiara, dan Joshua terlihat sangat bahagia. Kalian tampak begitu cocok satu sama lain."
Tiba-tiba Kiara merasa begitu terharu, sekuat tenaga dia menahan air matanya supaya tidak mengalir lagi, "Terimakasih, Jason."
"Sama-sama Kiara, aku mendoakan kebahagiaanmu." Jason mengangkat bahunya, "Kalian orang-orang yang beruntung, bisa menemukan belahan jiwanya dan bersatu, seandainya saja aku seberuntung kalian."
"Kau pasti akan mengalami keberuntungan itu suatu saat nanti." Tiba-tiba Kiara menggenggamkan buket bunganya ke tangan Jason, "Ini buket bungaku untukmu."
Jason terkekeh, tetapi dia menerima bunga itu. "Ini kan biasanya untuk perempuan lajang, aku yakin banyak perempuan lajang menanti untuk mendapatkan bunga ini jika dilempar."
Kiara tertawa, "Aku rasa kau lebih membutuhkannya, Jason."
"Hmm kalau memang kutukan bunga pengantin ini benar, berarti aku akan segera menyusul kalian."
"Itu bukan kutukan, Jason. Itu sebuah berkat." Kiara langsung mengoreksi, membuat Jason mengedipkan sebelah matanya sambil tertawa,
"Terimakasih atas bunganya.Kurasa aku harus segera pergi, ada pengantin pria yang datang dan memelototiku." Dengan gaya elegan dan menggoda, Jason membungkukkan tubuhnya, lalu berbalik pergi, membawa bunga itu di tangannya sambil bersiul pelan.
"Kau memberikan bunga pengantinmu untuknya?" Joshua tiba-tiba muncul di belakang Kiara, menatap ke arah kepergian Jason.
Kiara mendongak, menoleh ke belakang dan tersenyum lembut. "Aku rasa Jason lebih membutuhkannya dibandingkan dengan perempuan-perempuan yang ada di sini."
Joshua terkekeh, "Ya. Mungkin dengan begitu dia bisa berhenti untuk semakin memperkuat reputasinya sebagai penghancur perempuan." Mata Joshua menatap Kiara dengan tajam, "Tetapi dia sangat baik kepadamu, membuatku sedikit cemburu."
Dengan malu Kiara memukul sebelah lengan Joshua, "Dia menganggapku seperti adiknya."
Joshua terkekeh, menarik Kiara ke dalam pelukannya, "Ya. Aku tahu. Kurasa kau harus terbiasa, Kiara, aku akan mencemburui semua lelaki, siapapun yang berani melirikmu akan membuatku merasa cemburu, tak terkecuali."
"Tidak ada yang akan melirikku." Kiara menyahut, menenggelamkan wajahnya ke dada Joshua.
Joshua menarik bahu Kiara, membuat Kiara berhadapan dengannya, Isterinya. Pengantinnya. Perempuan itu tampak begitu cantik dalam balutan gaun putih yang mengembang indah di pinggangnya. Rambut Kiara terurai sempurna, membingkai wajahnya, dengan riasan sederhana yang membuat wajah polosnya semakin cemerlang.
"Kau cantik, Kiara. Kau sempurna untukku. Apakah kau tidak tahu betapa takutnya aku kehilanganmu? Bersamamu, menjadi suamimu adalah kebahagiaan yang sempurna untukku." Joshua menunduk, mengecup pucuk hidung KIara, "Sekarang maukah kau berdansa denganku, pengantinku?"
Kiara mengangguk, membiarkan Joshua menggenggam tangannya dan membawanya ke lantai dansa. Mereka menyatu di tengah lantai dansa, dengan lengan-lengan kuat Joshua memeluk pinggangnya dengan posesif.
Mereka berada di tengah pasangan lain yang berdansa, tetapi bagi Joshua dan Kiara, sekarang hanya ada mereka berdua, menikmati kebahagiaan langkah baru dalam hubungan mereka.
Pernikahan bukanlah tujuan akhir dari sebuah hubungan percintaan. Pernikahan adalah sebuah awal, awal diamana dua anak manusia merengkuh janji untuk menjalani hidup bersama. Dua yang menjadi satu, satu yang terdiri dari dua. Itulah mereka sekarang.
Kiara tidak tahu akan menjadi apa pernikahannya bersama Joshua nanti. Tetapi yang dia tahu, mereka akan menjadi kuat bersama menghadapi apapun ke depannya, karena mereka akan selalu bergenggaman tangan.
***
Jason melepas kaca mata hitamnya, menyadari beberapa perempuan menoleh dua kali setiap berpapasan dengannya. Dia sudah biasa menerima tatapan mata seperti itu, tatapan mata kagum dan terpesona perempuan-perempuan itu kepadanya.
Langkahnya terhenti ketika melihat Joshua dan Kiara. Joshua seperti biasa, tampak merangkul pinggang Kiara dengan posesif seolah-olah ingin melindunginya dari hiruk pikuk keramaian bandara.
Tiba-tiba mata Kiara terasa panas. Rasa haru yang luar biasa menyesaki dadanya. Membuatnya ingin menangis keras-keras. Oh tentu saja ini bukan tangisan kesedihan, ini tangisan kebahagiaan.
Di pesta yang indah ini, Kiara memang tidak mempunyai ayah, ibu ataupun keluarga lain yang ikut merayakan bersamanya. Pun demikian adanya dengan Joshua. Tetapi mereka bahagia, mereka memiliki satu sama lain dan tetap berbahagia. Kiara percaya pada akhirnya mereka akan membentuk keluarga baru mereka sendiri, keluarga besar, seperti yang dikatakan Joshua kepadanya semalam, dengan banyak anak laki-laki dan perempuan yang memenuhi rumah besar mereka nanti.
"Jangan menangis." Suara Jason terdengar di belakangnya, membuat Kiara menoleh, lalu tersenyum malu dan mengusap air matanya.
Jason mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya, lelaki ini juga tampak tampan dengan setelan jasnya, dia menjadi pendamping pengantin pria, sementara Deliah menjadi pendamping pengantin wanita, Deliah juga tampak cantik dengan gaun warna peachnya, orang yang tidak mengenalnya tidak akan tahu bahwa Deliah bukanlah perempuan asli.
Dengan lembut Jason mengusap air mata di sudut mata Kiara dengan saputangannya, "Pengantin yang cantik tidak boleh menangis, nanti riasanmu rusak." Lelaki itu tersenyum, "Kau cantik sekali Kiara, dan Joshua terlihat sangat bahagia. Kalian tampak begitu cocok satu sama lain."
Tiba-tiba Kiara merasa begitu terharu, sekuat tenaga dia menahan air matanya supaya tidak mengalir lagi, "Terimakasih, Jason."
"Sama-sama Kiara, aku mendoakan kebahagiaanmu." Jason mengangkat bahunya, "Kalian orang-orang yang beruntung, bisa menemukan belahan jiwanya dan bersatu, seandainya saja aku seberuntung kalian."
"Kau pasti akan mengalami keberuntungan itu suatu saat nanti." Tiba-tiba Kiara menggenggamkan buket bunganya ke tangan Jason, "Ini buket bungaku untukmu."
Jason terkekeh, tetapi dia menerima bunga itu. "Ini kan biasanya untuk perempuan lajang, aku yakin banyak perempuan lajang menanti untuk mendapatkan bunga ini jika dilempar."
Kiara tertawa, "Aku rasa kau lebih membutuhkannya, Jason."
"Hmm kalau memang kutukan bunga pengantin ini benar, berarti aku akan segera menyusul kalian."
"Itu bukan kutukan, Jason. Itu sebuah berkat." Kiara langsung mengoreksi, membuat Jason mengedipkan sebelah matanya sambil tertawa,
"Terimakasih atas bunganya.Kurasa aku harus segera pergi, ada pengantin pria yang datang dan memelototiku." Dengan gaya elegan dan menggoda, Jason membungkukkan tubuhnya, lalu berbalik pergi, membawa bunga itu di tangannya sambil bersiul pelan.
"Kau memberikan bunga pengantinmu untuknya?" Joshua tiba-tiba muncul di belakang Kiara, menatap ke arah kepergian Jason.
Kiara mendongak, menoleh ke belakang dan tersenyum lembut. "Aku rasa Jason lebih membutuhkannya dibandingkan dengan perempuan-perempuan yang ada di sini."
Joshua terkekeh, "Ya. Mungkin dengan begitu dia bisa berhenti untuk semakin memperkuat reputasinya sebagai penghancur perempuan." Mata Joshua menatap Kiara dengan tajam, "Tetapi dia sangat baik kepadamu, membuatku sedikit cemburu."
Dengan malu Kiara memukul sebelah lengan Joshua, "Dia menganggapku seperti adiknya."
Joshua terkekeh, menarik Kiara ke dalam pelukannya, "Ya. Aku tahu. Kurasa kau harus terbiasa, Kiara, aku akan mencemburui semua lelaki, siapapun yang berani melirikmu akan membuatku merasa cemburu, tak terkecuali."
"Tidak ada yang akan melirikku." Kiara menyahut, menenggelamkan wajahnya ke dada Joshua.
Joshua menarik bahu Kiara, membuat Kiara berhadapan dengannya, Isterinya. Pengantinnya. Perempuan itu tampak begitu cantik dalam balutan gaun putih yang mengembang indah di pinggangnya. Rambut Kiara terurai sempurna, membingkai wajahnya, dengan riasan sederhana yang membuat wajah polosnya semakin cemerlang.
"Kau cantik, Kiara. Kau sempurna untukku. Apakah kau tidak tahu betapa takutnya aku kehilanganmu? Bersamamu, menjadi suamimu adalah kebahagiaan yang sempurna untukku." Joshua menunduk, mengecup pucuk hidung KIara, "Sekarang maukah kau berdansa denganku, pengantinku?"
Kiara mengangguk, membiarkan Joshua menggenggam tangannya dan membawanya ke lantai dansa. Mereka menyatu di tengah lantai dansa, dengan lengan-lengan kuat Joshua memeluk pinggangnya dengan posesif.
Mereka berada di tengah pasangan lain yang berdansa, tetapi bagi Joshua dan Kiara, sekarang hanya ada mereka berdua, menikmati kebahagiaan langkah baru dalam hubungan mereka.
Pernikahan bukanlah tujuan akhir dari sebuah hubungan percintaan. Pernikahan adalah sebuah awal, awal diamana dua anak manusia merengkuh janji untuk menjalani hidup bersama. Dua yang menjadi satu, satu yang terdiri dari dua. Itulah mereka sekarang.
Kiara tidak tahu akan menjadi apa pernikahannya bersama Joshua nanti. Tetapi yang dia tahu, mereka akan menjadi kuat bersama menghadapi apapun ke depannya, karena mereka akan selalu bergenggaman tangan.
***
Jason melepas kaca mata hitamnya, menyadari beberapa perempuan menoleh dua kali setiap berpapasan dengannya. Dia sudah biasa menerima tatapan mata seperti itu, tatapan mata kagum dan terpesona perempuan-perempuan itu kepadanya.
Langkahnya terhenti ketika melihat Joshua dan Kiara. Joshua seperti biasa, tampak merangkul pinggang Kiara dengan posesif seolah-olah ingin melindunginya dari hiruk pikuk keramaian bandara.
Kiaralah yang
pertama melihatnya dan langsung melambaikan tangannya dengan bersemangat,
membuat Jason tersenyum dan mempercepat langkahnya mendekati pasangan itu.
"Kalian hanya membawa dua tas itu?" Jason melirik dua buah koper yang ada di dekat kaki Joshua. Ya. Joshua dan Kiara akan menetap permanen di Australia, kebetulan Joshua menerima pekerjaan di sana, dan dia juga memiliki investasi di perusahaan yang cukup besar di sana. Mereka berdua memutuskan untuk memulai kehidupan baru di tempat yang benar-benar baru, mencoba membangun keluarga kembali dari awal.
"Barang-barang yang lain akan dikirimkan melalui jasa pengiriman. Lagipula aku tidak membawa banyak barang, kami bisa membelinya nanti di sana berikut perabotan untuk mengisi rumah kami di sana." Joshua tersenyum, menatap Jason penuh arti. "Bagaimana rasanya menempati apartemen barumu? kuharap kau kerasan."
Jason memang telah membeli apartemen yang dulunya milik Joshua segera setelah Joshua memutuskan untuk pindah ke australia dan menetap di sana. Dia merasa nyaman di apartemen itu, sekaligus dengan pindah ke tempatnya sendiri, dia bisa menghindari mamanya yang terus menerus berusaha menjodohkannya dan memaksanya untuk segera mengakhiri masa lajangnya dan mencari pendamping hidup.
"Aku senang di sana." Jason tersenyum lebar hingga barisan deretan giginya yang rapi terlihat, "Banyak kenangan manis yang tertinggal di sana." Matanya melembut, menoleh ke arah Joshua dan Kiara berganti-ganti. Pada saat yang sama panggilan untuk keberangkatan penerbangan terdengar, "Hat-hati ya. Aku pasti akan sangat merindukan kalian berdua."
"Kami juga akan merindukanmu, Jason. Mampirlah ke Australia kapanpun kau sempat." Kiara menyahut lembut, matanya tampak berkaca-kaca, dan Jason memeluk perempuan itu dengan sayang, seperti memeluk adiknya sendiri
"Pasti." Jason mengecup puncak kepala Kiara, lalu menoleh ke arah Joshua, "Aku yakin kalian akan berbahagia."
"Terimakasih Jason." Joshua menyalami Jason, mereka berpelukan sejenak, dan Joshua menepuk pundak Jason dengan menggoda, "Aku harap kau akan menemukan tempat berlabuh, sama seperti diriku."
Kata-kata itu membuat Jason tersenyum skeptis, "Itu mungkin masih akan lama sekali." gumamnya.
Joshua tertawa, "Yah. Siapa yang tahu? Mungkin saja jodohmu ada di sekitar sini hanya saja kau belum mengetahuinya." Lelaki itu mengamit jemari Kiara, "Ayo sayang, kita harus masuk sekarang."
Kiara mengangguk, sekali lagi menatap lembut ke arah Jason. "Sampai jumpa lagi Jason."
Jason melambaikan tangannya, menatap pasangan itu yang mulai melangkah menjauh, "Sampai jumpa lagi." jawabnya lembut.
Kiara dan Joshua memasuki gate penerbangan, bergandengan tangan.
"Terimakasih karena mau
mengikutiku ke Australia." gumam Joshua sambil merangkul Kiara ke dalam
pelukannya, "Aku tahu mungkin ini sedikit berat untukmu, meninggalkan
semua kehidupan yang biasa kau jalani untuk pindah ke negara baru yang sama
sekali asing.'
Kiara tersenyum. "Aku tidak punya siapa-siapa yang kutinggalkan di sini, Joshua. Aku hanya punya kau. dan aku isterimu, aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi."
"Kemanapun?" mata Joshua tampak menggoda.
Kiara langsung mengangguk mantap. "Kemanapun."
Joshua membungkuk, mendekatkan bibirnya ke telinga Kiara, dan berbisik dengan sensual. "Saat ini, aku memikirkan untuk pergi ke tempat manapun yang menyediakan ranjang."
Pipi Kiara langsung memerah, spontan memukul lengan Joshua. "Joshua!" gumamnya memperingatkan, memandang ke sekeliling takut kalau ada orang yang mendengar godaan sensual Joshua kepadanya tadi. Sementara itu Joshua tertawa melihat pipi Kiara yang semerah kepinting rebus. Diraihnya kembali isterinya ke dalam pelukannya, ketika dia berbisik, suaranya serak penuh perasaan.
"Aku bahagia bersamamu, Kiara. Kuharap kau merasakan hal yang sama."
Kiara membalas pelukan suaminya matanya berbinar penuh kebahagiaan, "Akupun demikian adanya, Joshua."
Dan beginilah akhirnya, dua manusia yang berasal dari dua dunia berbeda, dua manusia yang seharusnya tidak pernah bersua, ternyata bersimpangan jalan dan saling terkait. Pada akhirnya mereka berdua menyatu, terikat oleh cinta, berlabuh di dalam janji pernikahan.
Kiara tersenyum. "Aku tidak punya siapa-siapa yang kutinggalkan di sini, Joshua. Aku hanya punya kau. dan aku isterimu, aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi."
"Kemanapun?" mata Joshua tampak menggoda.
Kiara langsung mengangguk mantap. "Kemanapun."
Joshua membungkuk, mendekatkan bibirnya ke telinga Kiara, dan berbisik dengan sensual. "Saat ini, aku memikirkan untuk pergi ke tempat manapun yang menyediakan ranjang."
Pipi Kiara langsung memerah, spontan memukul lengan Joshua. "Joshua!" gumamnya memperingatkan, memandang ke sekeliling takut kalau ada orang yang mendengar godaan sensual Joshua kepadanya tadi. Sementara itu Joshua tertawa melihat pipi Kiara yang semerah kepinting rebus. Diraihnya kembali isterinya ke dalam pelukannya, ketika dia berbisik, suaranya serak penuh perasaan.
"Aku bahagia bersamamu, Kiara. Kuharap kau merasakan hal yang sama."
Kiara membalas pelukan suaminya matanya berbinar penuh kebahagiaan, "Akupun demikian adanya, Joshua."
Dan beginilah akhirnya, dua manusia yang berasal dari dua dunia berbeda, dua manusia yang seharusnya tidak pernah bersua, ternyata bersimpangan jalan dan saling terkait. Pada akhirnya mereka berdua menyatu, terikat oleh cinta, berlabuh di dalam janji pernikahan.
End of Epilog
No comments:
Post a Comment