BAB 3
Menjadi pelayan?
Kiara mengerutkan keningnya dan seketika itu juga
wajahnya pucat pasi, menjadi pelayan ini apakah menjadi pelayan seks dari
Joshua? Kiara sering melihat kisah-kisah sinetron dan film dimana tokoh wanita
yang miskin pura-puranya ditolong oleh lelaki kaya, tetapi kemudian dia disekap
dan dijadikan budak seks.... Ya Ampun! Kiara harus menyusun rencana melarikan
diri dari rumah ini!
Joshua yang melihat perubahan ekspresi Kiara langsung
merasa geli. Dia sudah pasti bisa menebak pikiran apa yang lalu lalang di benak
Kiara, ekspresi wajah Kiara yang polos mengungkapkan semuanya karena perempuan
itu benar-benar seperti buku yang mudah dibaca. Joshua memutuskan akan menggoda
perempuan ini,
"Jadi sebagai pelayanku kau harus berlatih untuk
memuaskanku." Joshua tersenyum lebar sampai barisan gigi putihnya yang
rapi terlihat, setengah mati menahan geli melihat ekspresi shock dan pucat pasi
di wajah Kiara.
"Apa?" Kiara setengah berteriak, panik.
Pandangannya mengukur jarak dari kasur ini ke pintu kamar.Bisakah dia melarikan
diri dengan cepat tanpa ditangkap poleh Joshua?
Tetapi kemudian Joshua terbahak, membuat Kiara menatap
lelaki itu dengan waspada,
Kenapa lelaki itu tertawa? Apanya yang lucu?
Mata Joshua tampak tajam meskipun masih berlumur rasa
geli,
"Sebaiknya kau buang semua pikiran bodoh yang ada di
otakmu itu. Aku sama sekali tidak tertarik padamu secara seksual." matanya
menelusuri tubuh Kiara dengan mencemooh, "Kau terlalu kurus, dan bukan
termasuk tipeku, jadi kau bisa tenang."
Meskipun merasa tersinggung atas penghinaan
terang-terangan dari Joshua itu, Kiara merasa sedikit tenang, setidaknya lelaki
itu tidak tertarik padanya, jadi tidak mungkin lelaki itu memperkosanya. Kalau
begitu, apakah istilah 'pelayan' yang dipakai oleh Joshua adalah "pelayan'
yang sesungguhnya?
"Aku ingin mempekerjakanmu sebagai pelayan."
Joshua mengangkat alisnya, "Pelayan sungguhan yang bersih-bersih rumah dan
memasak."
"Apakah kau tidak punya pelayan sebelumnya?"
Kiara mengedarkan pandangannya ke kamar tempat dia ditempatkan. Ini hanya satu
kamar, tetapi luasnya mungkin lima kali dari kamar kontrakan Kiara saat ini,
belum lagi bagian-bagian lain seperti ruang tamu, dapur dan kamar mandi, Tidak
mungkin bukan Joshua membersihkan semuanya sendiri?
"Sudah kupecat." Joshua bergumam enteng, tidak
menjelaskan bahwa sebenarnya dia memperoleh jasa kebersihan kamar gratis
sebagai pelayanan VIP dari pihak apartemen. Baru saja dia menelepon pihak
apartemen dan mengatakan dia tidak membutuhkan pelayanan gratis itu lagi.
"Kau pecat?" Kiara menghela napas, "Kau
tidak memecatnya karena aku bukan?"
Tatapan Joshua tampak dingin dan mencemooh, "Jangan
besar kepala, mana mungkin aku memecatnya karenamu?"
Pipi Kiara langsung merah padam, Betapa malunya dia,
lagipula seharusnya dia sadar kalau Joshua tidak mungkin melakukan itu. Kiara
hanya berada di waktu yang tepat di saat Joshua kehilangan pelayannya, sekarang
Kiara kehilangan pekerjaannya, jadi betapa baiknya Joshua karena menawarkan
pekerjaan ini padanya...
"Bagaimana? Kau mau mengambil pekerjaan sebagai
pelayanku? Aku tinggal sendirian di sini tanpa keluarga, dan tanpa pengurus
rumah yang membersihkan apartemen dan memasak aku sedikit kerepotan."
Kiara menatap Joshua, masih ragu,
"Jam berapa aku harus datang dan bekerja?"
"Datang dan bekerja? Tidak... kau tinggal di sini,
itu akan lebih mudah bagiku."
"Tinggal di sini?" Kiara setengah berteriak,
"Tidak! Aku tidak bisa!"
"Kenapa?" Joshua bersedekap dan mengangkat
alisnya, "Bukankah sudah biasa seorang pelayan tinggal di rumah
majikannya? jadi dia bisa melaksanakan tugasnya dari pagi sampai malam,
memastikan seluruh rumah bersih dan seluruh kebutuhan majikannya terpenuhi. Dan
tentu saja aku akan membayarmu dengan harga yang pantas."
Kiara mengerutkan keningnya. Tetapi kebanyakan yang
mempekerjakan pelayan yang menginap itu bukanlah seorang bujangan yang tinggal
sendirian seperti yang dikatakan oleh Joshua tadi. Bagaimana mungkin Kiara
tinggal berdua dengan seorang laki-laki dalam satu rumah tanpa ada orang lain?
"Jangan berpikir yang tidak-tidak." Sekali lagi
Joshua bisa membaca apa yang berkecamuk di dalam benak Kiara, "Setiap
orang yang melihat aku dan kamu tidak akan melihat kita sebagai pasangan,
mereka pasti bisa melihat bahwa aku adalah majikan dan kau pelayannya, jadi kau
tak perlu cemas akan pandangan orang-orang." Dengan sinis lelaki itu
memandang Kiara, "Segera setelah kau bisa jalan, akan kuantar kau ke
rumahmu dan mengemasi barang-barangmu."
Kiara tercenung tidak bisa berkata apa-apa tertohok oleh
kalimat penghinaan lelaki itu. Dan ketika lelaki itu beranjak pergi dan
meninggalkan kamar itu, Kiara berpikir keras tentang hidupnya. Dia terjepit,
sekarang dia pengangguran dan tidak punya apa-apa. Tawaran kerja dari Joshua
amat sangat dibutuhkannya saat ini dan sangatlah bodoh kalau dia tidak
mengambil kesempatan itu...
Benaknya berkelana, kalau dia tinggal di sini sebagai
pelayan, yang pasti dia bisa menumpang tempat tinggal gratis. Dan Joshua bilang
tentang pekerjaan memasak, mungkin saja Kiara bisa menumpang makan. Kiara
menghela napas panjang, mungkin semua ini sudah diatur, mungkin ini adalah
anugrah baginya, setidaknya Kiara jadi bisa menabung untuk perbaikan hidupnya
kelak.
Kiara menguatkan dirinya, Kalau memang Joshua
menginginkannya menjadi pelayan, maka Kiara akan berusaha menjadi pelayan yang
terbaik, dia akan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan pekerjaannya
sebaik-baiknya.
***
"Jadi kau mengontrak kamar yang sedemikian jauhnya
dari cafe tempatmu bekerja?" Ketika kondisi Kiara sudah baikan, keesokan
paginya Joshua menjalankan mobilnya keluar dari tempat parkir apartemen, dia
hendak mengantarkan Kiara dengan mobil hitam besarnya itu ke kamar kontrakannya
untuk mengemasi barang-barangnya.
Semula Kiara menolak Joshua mengantarnya dan mengatakan
akan menaiki kendaraan umum saja, tetapi Joshua mematahkan pendapatnya dan
mengatakan akan lebih praktis kalau dia mengantar Kiara. Dan di sinilah Kiara,
duduk dengan gugup di kursi empuk mobil yang terbuat dari kulit asli, merasa
takut mengotorinya.
"Kenapa kau tidak memakai sabuk pengamanmu?"
Joshua melirik, membelokkan mobilnya menuju ke jalanan.
Kiara menunduk dan melihat sabuk kulit yang terjuntai di
bagian atas, dia menariknya kemudian kebingungan. Bagaimana memasang
sabuk pengaman ini? Pipinya memerah, merasa sangat malu dan bingung.
Joshua pasti menertawakannya dalam hati mungkin mencemooh betapa udiknya Kiara.
Tetapi di luar dugaan, Joshua meminggirkan
mobilnya,
"Kau belum pernah memakai sabuk pengaman sebelumnya
ya." gumamnya lembut, penuh pengertian, lalu mencondongkan tubuhnya dan
membantu memasangkan sabuk pengaman Kiara.
Kiara terdiam dengan pipi merona, menatap rambut tebal
Joshua yang tertunduk di dekatnya. Aroma parfum Joshua menyentuh indera
penciumannya dengan lembut, begitu maskulin, dan tiba-tiba saja membuat Kiara
bergetar.
Mungkin Joshua selalu mengejek dan mencemoohnya, tetapi
Kiara tahu... lelaki ini adalah penyelamatnya.
***
"Jauh sekali."
entah sudah berapa kali Joshua mengomel sepanjang jalan.
kamar kontrakan Kiara memang benar-benar berada di pinggiran kota... sangat
jauh. Joshua membayangkan bagaimana Kiara harus menempuh perjalanan berjam-jam
hanya untuk mencapai tempat kerjanya. Hidup perempuan ini benar-benar
keras, Joshua membatin tiba-tiba perasaan iba memenuhi nuraninya ketika melirik
ke arah tubuh mungil yang sekarang sedang meremas-remas jemarinya sendiri
dengan gugup.
"Maafkan aku.." Kiara bergumam lemah, merasa
bersalah karena berkali-kali Joshua mengeluh bahwa tempat tinggalnya begitu
jauhnya, lelaki ini pasti sangat jengkel karena harus menempuh kemacetan dan
perjalanan panjang hanya untuk mengantarkan Kiara pulang. "Aku memilih
tempat di pinggiran kota karena harga sewanya murah.... di sini ada banyak
pabrik, yang berarti ada banyak buruh yang membutuhkan tempat tinggal. sehingga
selalu tersedia kamar murah..."
Joshua mengernyitkan keningnya, "Bukankah sama saja
kalau ongkos transportnya mahal?"
"Ongkos transportnya tidak mahal, kebetulan ada bus
sekali jalan.. aku hanya tinggal berjalan kaki ke ujung sana...." Kiara
menundukkan kepalanya ketika Joshua melemparkan tatapan iba kepadanya, dia
tidak mau dikasihani, memang keadaannya pasti terlihat menyedihkan bagi lelaki
kaya seperti Joshua. Tetapi inilah hidupnya, inilah yang dijalani Kiara, dan
Kiara hidup dengan berjuang untuk masa depannya yang lebih baik.
Joshua masih mengernyitkan keningnya, dia sedikit
mengerem ketika Kiara bergumam,
"Itu berhenti di situ." Kiara menunjuk ke area
parkir di bawah pohon besar, di sekitarnya banyak ruko-ruko dengan berbagai
macam usaha, ada penjual makanan di sana, pangkas rambut laki-laki, apotek dan
beberapa yang digunakan seperti kantor.
"Dimana kamar kontrakanmu?"
Kiara menunjuk ke sebuah gang kecil di sebelah kompleks
ruko itu, "Harus masuk ke sana, mobil tidak bisa masuk... kau tunggu di
sini yah."
"Aku ikut." Joshua membuka pintu mobilnya
"Jangan!" suara Kiara yang setengah berteriak
itu membuat gerakan Joshua terhenti, dia menoleh dan menatap Kiara dalam,
"Kenapa Jangan?" tanyanya singkat.
Pipi Kiara memerah, " Di sana kotor dan mungkin
tidak menyenangkan untuk orang sepertimu." Lelaki ini akan mengotori
sepatu kulit mahalnya yang berkilau, gumam Kiara dalam hati, belum lagi pakaian
lelaki ini yang tampak mahal serta penampilannya yang setengah orang asing
pasti akan membuat orang-orang di sekitar tempat tinggal Kiara terpukau... yang
pasti sosok seperti Joshua bukanlah sosok yang cocok untuk berada di sekitar
tempat tinggal Kiara karena dia akan tampak berbeda dan terlalu mencolok.
Joshua mengamati Kiara kemudian bergumam keras kepala,
"Aku akan mengantarmu. Setidaknya aku bisa membantumu membawakan
barang-barangmu, jadi kau tidak perlu bolak-balik."
Lelaki itu memang tidak bisa dibantah, Kiara mendesah dan
kemudian menganggukkan kepalanya, terserah kalau Joshua ingin memaksa masuk,
tanggung sendiri akibatnya nanti.
***
Jalanan becek sehabis hujan semalam, dan semakin membuat
gang sempit tempat masuk ke kamar kontrakan Kiara terasa kumuh, anak-anak kecil
dengan pakaian kumal seadanya tampak bermain-main di tanah, tampak ceria dan
seolah tidak terpengaruh oleh keadaan mereka. Kiara berjalan hati-hati melewati
rumah-rumah kecil dengan ibu-ibu yang sibuk menjemur kerupuk dalam tampah besar
dan beberapa yang lain sedang mencuci pakaian.
Tentu saja kehadiran Joshua yang berjalan di belakang
Kiara tampak begitu mencolok, semua mata memandang ke arah Joshua, beberapa
bahkan tak bisa melepaskan pandangannya dari lelaki itu, Kiara tiba-tiba merasa
geli melihat seorang ibu yang ternganga dan seakan lupa mengatupkan bibirnya
ketika melihat Joshua. Mungkin ibu itu mengira Joshua adalah artis sinetron
yang menyasar ke tempat ini. Anak-anak kecil juga tampak tertarik dengan
penampilan Joshua, mereka berbisik sambil cekikikan satu sama lain, sambil menyerukan
kata 'bule' 'bule' dan menatap Joshua penuh ingin tahu, membuat ekspresi Joshua
tampak masam
Akhirnya mereka tiba di kamar kontrakan Kiara setelah
berjalan menembus perkampungan itu, Joshua mengernyit melihat penampilan kamar
kontrakan Kiara yang reyot. Ketika Kiara membuka pintu kamar kontrakannya,
kerutan di dahi Joshua semakin dalam. Bagian dalamnya bahkan lebih reyot lagi.
Kamar itu bersih, tampak sekali Kiara sangat rapi.
Spreinya licin tanpa cacat, semua pakaiannya terlipat rapi di sebuah keranjang
kecil di sudut. Dan kamar itu sangat sempit, dengan langit-langit yang rendah,
membuat Joshua harus setengah menundukkan kepalanya di sini. Di sebuah sudut di
meja kecil samping ranjang, ada sebuah pot bunga kecil yang berwarna ungu yang
cantik. Sebuah usaha menyedihkan untuk membuat tampilan kamar ini lebih baik,
dan ternyata kurang berhasil karena memang suasana kamar ini sudah tidak dapat
diselamatkan.
"Silahkan duduk." Kiara bergumam gugup dan
canggung, menyadari bahwa Joshua sedang mengamati kamarnya yang sangat
sederhana itu. Ya ampun, lelaki itu pasti sekarang sedang merasa sangat kasihan
kepadanya. Tetapi sekali lagi, Kiara tidak suka dikasihani, meskipun sederhana,
Kiara sangat bersyukur dengan tempat tinggalnya ini, setidaknya dia punya
tempat untuk pulang setiap malam, tidak kebasahan ketika hujan, dan bisa
berlindung untuk beristirahat di malam hari.
Joshua memandang sebuah kursi kayu yang tampak lapuk,
lalu mengangkat bahu dan menariknya, dia duduk dan mengamati Kiara mengambil tas
kain besar dari bawah tempat tidur dan mulai mengisinya dengan pakaiannya.
Setelah selesai, Kiara mengemas barang-barang lainnya, beberapa buah buku,
beberapa kosmetik standar sederhana, dan juga beberapa peralatan makannya, dua
buah cangkir dan piring dari bahan melamin berwarna biru.
"Tinggalkan itu." Joshua yang sejak tadi hanya
duduk diam dan mengamati kegiatan Kiara tiba-tiba bergumam.
Kiara mendongakkan kepalanya, kegiatannya memasukkan
peralatan makan itu berhenti karena perkataan Joshua,
"Apa?"
"Peralatan makan itu, kau tidak memerlukannya."
Joshua melirik ke arah piring dan gelas melamin milik Kiara. Demi Tuhan, buat
apa Kiara membawanya? di apartemenya penuh dengan peralatan makan kualitas
terbaik, piring dan gelas kristal serta sendok garpu dari perak murni memenuhi
lemari dapurnya, beberapa bahkan belum pernah dipakai sejak di beli,
Sejenak ekspresi Kiara tampak terhina dan ingin
membantah. Tetapi lalu perempuan itu menarik napas panjang dan menurut.
Diletakkannya peralatan makan itu, lalu berdiri dan menutup resleting tasnya.
"Baiklah, semua sudah siap."
Joshua melirik tas kain Kiara dan menatap takjub.
"Hanya itu barangmu?" Joshua pernah punya
kekasih yang memiliki banyak sekali pakaian dengan berbagai warna, parahnya
mantan kekasihnya itu bahkan menyesuaikan warna pakaiannya dengan tas dan
sepatunya, jadi koleksi tas dan sepatunya sama banyaknya dengan pakaiannya
hingga membutuhkan beberapa lemari dan rak khusus. Melihat Kiara yang bisa
mengemas pakaiannya hanya dalam satu tas kain berukuran sedang membuat Joshua
merasa miris.
"Hanya ini." Kiara melangkah keluar dari kamar
itu, dan Joshua mengikutinya. Kiara lalu mengunci pintu kamarnya,
"Tunggu ya, aku akan mengembalikan kunci kamar pada
ibu pemilik kontrakan." Kiara menunjuk sebuah rumah yang hampir menempel
dengan kamar kontrakannya, ibu kontrakannya pasti akan terkejut karena Kiara
keluar tiba-tiba, Tetapi Kiara akan menjelaskan kalau dia mendapatkan pekerjaan
baru di luar kota.
"Aku perlu ikut?" Joshua menggumam.
Kiara langsung menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Bisa
gawat kalau Joshua ikut, yang ada ibu kontrakannya akan berpikir
macam-macam,mungkin dia akan berpikir kalau Kiara menjual dirinya, mana
mungkin ibu kontrakannya akan percaya jika Kiara menjelaskan bahwa Joshua
adalah majikannya? Majikan mana yang mau mengantar calon pelayannya sampai ke
tempat tinggalnya yang jauh dan kumuh semacam ini,
"Aku akan ke sana sendiri. Tunggu di sini saja
ya." Kiara langsung membalikkan badan dan berlari-lari kecil menuju rumah
ibu kontrakannya, takut kalau Joshua mengikutinya.
***
Dalam perjalanan pulang, ponsel Joshua berbunyi, dia
mengernyitkan keningnya ketika melihat itu adalah nomor dari pengacara ayahnya.
"Ada apa?" Joshua langsung menjawab dalam
bahasa ayahnya, dengan nada gusar seperti biasa.
Pengacara ayahnya seperti biasanya sudah kebal dengan
nada suara Joshua yang tidak menyenangkan itu,
"Ayahmu. Beliau ingin bicara langsung denganmu, Saat
ini dia menunggu di sebelahku."
"Kenapa dia tidak menghubungiku saja langsung?"
Pengacara ayahnya menarik napas panjang, "Kau tahu
kenapa Joshua...kalau dia menghubungimu langsung, kau tidak akan
mengangkatnya."
Joshua mendengus, "Memang. Dan katakan padanya aku
tidak tertarik."
"Joshua." suara pengacara ayahnya terdengar
sabar, "Kau harus mendengarkan. Ini menyangkut masalah warisan gelar
ayahmu. Beliau sudah mengatur pernikahanmu dengan seorang perempuan dari
keluarga bangsawan yang sederajat denganmu."
Kiara hanya bisa mengerti sepatah-patah dari percakapan
Joshua dalam bahasa inggris itu, Tetapi dia bisa melihat setelah lawan
bicaranya berkata-kata, wajah Joshua tampak sangat geram dan marah.
Begitu marahnya sampai nyaris menakutkan.
Hemmm bapaknya ngatur2 ml hahahahhaha...
ReplyDelete