Tuesday, October 13, 2015

SLEEP WITH THE DEVIL - SANTHY AGATHA - BAB 10


BAB 10

Lana tertegun. Ulang tahunnya yang kedua puluh lima sebentar lagi. Kenapa Mikail bisa mengetahui detail hari ulang tahunnya? Lana tertarik, tetapi dia akan memuaskan Mikail kalau dia mengikuti Mikail untuk berbicara dengannya. Jangan-jangan memang itu tujuan Mikail, supaya dia tidak berhujan-hujanan dan mengikuti Mikail.
“Nanti aku akan menyusulmu kalau aku sudah puas disini”. Api menyala di mata Mikail, dan tampak jelas lelaki itu mencoba menahan diri,
“Terserah, nanti temui aku di ruang kerjaku,” suaranya lebih seperti geraman, kemudian membalikkan badan dengan marah.

***

Setelah puas menikmati hujan, Lana masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian dan makan malam. Dia sengaja tidak menemui Mikail, lagipula sepertinya lelaki tadi hanya asal bicara ketika bilang ingin berbicara tentang hari ulang tahunnya. Dan Lana tidak yakin kalau Mikail akan menunggunya. Lelaki itu sepertinya sangat sibuk dan punya banyak urusan.
“Kenapa kau tidak menemuiku di ruang kerjaku?” , suara di kegelapan itu mengagetkan Lana. Dia menajamkan matanya
dan melihat Mikail duduk di sana, di keremangan kamarnya.
“Kenapa kau masuk ke kamarku tanpa izin?,” Lana berteriak kaget, tangannya meraba-raba saklar lampu di dinding, berusaha menghilangkan kegelapan yang menyelubungi Mikail, karena lelaki itu tampak lebih menyeramkan di antara cahaya yang remang-remang.
Lana berhasil menyalakan lampu dan cahaya itu langsung menyelubungi MIkail. Lelaki itu duduk di sofanya, dengan santai, hanya memakai piyama sutera warna hitam dan disebelah tangannya memegang gelas minuman. Lana melirik ke botol brendy yang entah berasal dari mana, yang sepertinya sudah dituang Mikail selama menunggunya. Apakah lelaki itu mabuk? Jantung lana mulai berdegup. Dalam keadaan sadar saja emosi Mikail sangat tidak mudah ditebak, apalagi dalam kondisi mabuk.
“Apa yang kau lakukan disini Mikail?”
Mikail mendengus dan menatap Lana dengan tajam, “Kau pikir apa? Aku menunggumu di ruang kerjaku dan kemudian menyadari bahwa kau, dengan kepalamu yang keras kepala itu memutuskan untuk melawanku”
Lana mundur ke belakang, melirik pintu putih itu, dan berusaha sedekat mungkin di sana, sehingga ketika Mikail bertindak di luar batas dia bisa segera melarikan diri.
Mikail tersenyum melihat tingkah Lana,
“Kau seperti kelinci ketakutan lagi Lana, apakah kau takut aku akan melakukan sesuatu yang kejam? Seperti mencampurkan obat di minumanmu, atau … melemparkanmu dari balkon lagi?,” Mikail menyeringai, meletakkan gelasnya dan berdiri, makin lama makin mendekati Lana.
“Apakah kau mabuk Mikail?,” Lana melirik ke arah pintu, hanya butuh beberapa detik kalau Lana ingin melarikan diri dari Mikail. Dia pasti bisa melakukannya.
“Mikail Raveno tidak pernah mabuk,” Mikail melangkah mendekat dengan tenang, seperti singa yang mengendap endap mengincar mangsanya. “Dan kau…. Seharusnya kau mendengarkan apa yang kuperintahkan, Lana”
Lana tahu di situlah titiknya. Di situlah titik Mikail kehilangan kesabarannya, karena itulah Lana langsung melompat dan mencoba melarikan diri ke pintu. Dia berhasil membuka pintu itu sedikit, sebelum dengan gerakan lebih cepat dan tanpa suara, Mikail sudah ada dibelakangnya, mendorong pintu itu menutup kembali sebelum sempat terbuka.
Mikail mendorongnya rapat ke pintu, dan dengan terkejut Lana bisa merasakan kejantanan Mikail yang mendesak keras di bagian belakang tubuhnya. Dia ingin bergerak dan menghindar, tetapi ternyata Mikail sudah menahannya di semua sisi.
Lana ketakutan. Apakah dia akan dipaksa lagi? Udara mulai terasa menyesakkan dan Lana mulai terengah-engah.
“Aku tidak pernah bercinta sambil berdiri,” Mikail berbisik di telinganya dengan bisikan panas yang membuat sekujur tubuh Lana menggelenyar, “Dan kau membuatku ingin melakukannya”
Lana terkesiap, mencoba meronta sekuat tenaga. Tetapi percuma karena Mikail begitu kuatnya,
“Apakah kau akan memaksaku lagi, Mikail Raveno?,” Lana berteriak di tengah usahanya membebaskan diri, “Kalau iya, maka kau sudah membuktikan kepadaku, kalau kau memang adalah lelaki bajingan yang hanya bisa mendapatkan wanita dari pemerkosaan”
Kata-kata Lana rupanya berhasil membuat kesadaran Mikail kembali. Lelaki itu tertegun. Dan sedetik kemudian yang melegakan, Mikail melepaskan Lana,
“Sialan aau dasar perempuan!!,” Mikail berbisik marah di telinga Lana dan meninggalkannya.
Sendirian, Lana berusaha menyandarkan dirinya di pintu, napasnya terengah-engah dan dia merasa lepas. Gairah Mikail ternyata juga mempengaruhinya. Dan Lana semakin takut akan tiba saatnya baginya, menyerah ke dalam pelukan Mikail.

***

Hari ini hari Minggu, seharusnya menjadi hari istirahat yang menyenangkan bagi semua orang. Tetapi emosi Mikail luar biasa buruknya pagi itu dan menyebar ke seluruh penjuru rumah. Suasana rumah jadi menegangkan. Seluruh pelayan berbicara sambil berbisik-bisik ketakutan, membicarakan Tuan mereka yang marah-marah seharian ini.
Pagi tadi Mikail sudah membanting gelas di meja hingga anggurnya berceceran menodai taplak meja yang berwarna putih, hanya karena minumannya tidak cocok dengan seleranya, dia memanggil Norman dan membentaknya karena beberapa pengawal belum berjaga di gerbang depan.
Bahkan sekretaris dan pengatur keuangan rumah tangganya pun ikut kena semprot ketika dia memeriksa laporan di ruang kerjanya tadi. Sekarang semua orang saling bersembunyi berusaha menghindari berurusan dengan tuan mereka yang begitu mengancam, seperti beruang yang terluka.
Norman masuk dengan hati-hati ke ruang kerja Mikail, “Ada apa?”
“Baju-baju untuk Nona Lana sudah datang”
“Bagus”
“Apakah kita harus memesan pakaian sebanyak itu?
Bukankah tuan sendiri bilang tidak akan menahan Lana lebih lama?”
“Tutup mulutmu Norman!,” Mikail menggeram, “Biarkan aku mengurus apa yang menjadi urusanku sendiri!”
Norman mengangguk, menyadari bahwa tuannya sudah hampir meledak marah dan memilih pergi daripada terkena dampratannya seperti pagi tadi.
Mikail berdiri mondar-mandir di ruangannya, kemudian berhenti dan menuangkan segelas vodka murni untuk dirinya sendiri. Dia meneguknya, dan cairan putih itu serasa begitu membakar di ternggorokannya.
Tubuhnya begitu bergairah. Mengingat sekian lama dia menahan diri. Dia bisa saja melampiaskan gairahnya kepada perempuan-perempuan yang memujanya dan pasti bersedia melakukan apapun untuknya. Tetapi dia tidak ingin
sembarang wanita, dia ingin Lana. Sialan! Kenapa pikirannya terus-menerus tertuju kepada perempuan itu? Dengan rasa frustrasi yang masih memenuhinya, ia melangkah panjang-panjang ke arah kamar Lana, membuka kamar itu tanpa permisi, dan menemukan Lana ada di kamar.
Theo ada di sana, memamerkan baju-baju pesanan yang baru datang untuk Lana, sedangkan perempuan itu hanya duduk di sana, menatap pakaian-pakaian mahal itu dengan bosan.
Theo langsung menghentikan kegiatannya dan meminta izin keluar begitu Mikail masuk dengan wajah muram.
“Kau menyukai pakaian-pakaian itu? “Apakah pendapatku penting?”
Mikail menatap Lana marah, “Apa maksudmu?”
“Bukankah dirumah ini apa yang diinginkan Mikail Raveno bagaikan perintah raja yang harus dituruti? Aku melihat sendiri bagaimana orang-orang hilir mudik, panik seharian mengatasi sikap marah-marahmu yang tak ada habisnya itu.”
“Oh ya? Dan kau pikir itu karena siapa?”
Lana menegakkan dagunya menantang, “Karena siapa?” “Karena kau, dasar perempuan kecil yang keras kepala!”
Lana mengernyit marah, “Dan apa yang kulakukan padamu wahai tuan Mikail yang baik hati?”
“Kau selalu menantangku hingga aku harus menahan diri di batas kesabaranku, sikapmu itu membuatku muak!”
“Kau pikir aku harus bagaimana Mikail? Kau musuhku, meskipun sekarang aku memutuskan sedikit bekerjasama dengan tidak mencoba kabur, kau tetap musuhku. Dan ketika aku merasa keadaan sudah baik, aku tetap menuntut dibebaskan”
“Selalu ke arah itu,” gumam Mikail kesal, “Aku masih belum ingin membahasnya,” lelaki itu menatap Lana tajam, “Aku memintamu melakukan sesuatu untukku”
Lana mengangkat alisnya, tertarik, Mikail tidak pernah meminta sesuatu. Lelaki itu terbiasa memerintah lalu ketika itu tidak dituruti, dia akan memaksakan apapun yang diinginkannya.
“Ya aku memintamu menghilangkan rasa permusuhanmu itu dan mencoba menerimaku sebagai kekasihmu”
Lana melangkah mundur tanpa sadar, “Menerimamu sebagai apa…? Apa kau sudah gila?”
“Hmm…. Aku bahkan punya rencana yang lebih gila dari itu, lebih daripada yang bisa kau bayangkan, kau akan tahu nanti,” matanya menatap Lana penuh rahasia, “Tapi yang pasti, gairah di antara kita begitu membara dan aku tidak munafik mengakuinya di depanmu, aku selalu terangsang ketika melihatmu. Aku terangsang ketika membayangkanmu, aku ingin menidurimu setiap waktu..”
“Hentikan kata-kata vulgarmu itu!!!,” Lana berteriak ingin menutup telinganya yang terasa panas.
Mikail terkekeh, “Mungkin kau perlu merasakan sendiri, bagaimana aku tergila-gila pada tubuhmu,” Lelaki itu meraih Lana ke dalam pelukannya dengan lembut, dan langsung melumat bibirnya.. Mikail melumat seluruh bibir Lana, dan kemudian lidahnya masuk, menjelajahi lidah Lana, bertautan dengan lidah Lana dan kemudian menjelajahi seluruh diri Lana, bibirnya bergerak melumat bibir Lana tanpa ampun.
Lelaki itu begitu bergairah tetapi tetap bersalut kelembutan, dan sejenak Lana terhanyut dalam ciuman yang luar biasa itu, sampai kemudian dia merasakan kejantanan Mikail yang begitu keras kembali menekan tubuhnya.
Dengan napas terengah-engah Lana melepaskan dirinya dari pelukan Mikail,
“Lana.. sudah siap untukku” mata Mikail menyala penuh gairah, “Kenapa kau tidak mau mengakuinya dan tidak saling menyiksa seperti ini?”
“Aku tidak menginginkanmu sebagai kekasihku dan aku tidak siap untuk apapun yang berhubungan denganmu.” Bantah Lana keras.
Mikail menyipitkan mata, menatap Lana dengan tatapan menuduh, “Oh ya? Tadi kau hanyut dalam ciumanku, bibirmu panas dan melembut untukku, siap menerimaku”
Siapa yang tidak menginginkan lelaki yang luar biasa tampan ini? Semua perempuan pasti bermimpi bisa ada di dalam pelukannya, semua pasti membayangkan bagaimana kalau lelaki sekejam Mikail berperilaku lembut. Oh, Lana pernah merasakannya, beberapa kali malahan, dan ingatan tentang hal itu membuat tubuhnya memanas
“Kau adalah pembunuh orangtuaku”, Lana menatap Mikail dengan penuh kebencian, “Dan bagiku itu adalah dosa tak termaafkan, aku akan selalu menyalahkanmu atas hal itu”
Tertegun sejenak, lalu Mikail mundur selangkah dengan begitu dingin,
“Oke”
Dan ketika Lana mengangkat kepalanya, Mikail sudah keluar dari ruangan itu. Lana menghembuskan nafas panjang. Apakah dia salah? Tetapi bukankah semua yang dilakukan Mikail atas dasar nafsu? Lelaki itu jelas-jelas bergairah kepadanya dan menginginkannya. Tetapi setelah itu apa? Lana tidak mau jatuh dalam jerat rayuan Mikail seperti perempuan murahan. Seperti para kekasih Mikail yang dicampakkan begitu saja setelah lelaki itu puas. Setidaknya meskipun dia gagal membalaskan dendamnya, dia bisa pergi dari kehidupan Mikail dengan penuh harga diri.

***

Mikail berdiri malam itu di tengah taman di depan rumahnya, berharap udara dingin bisa meredakan gairahnya yang membuat tubuhnya begitu panas. Ditatapnya jendela kamar Lana di lantai dua.
Jendela itu terbuka, dan cahaya temaram memantul dari sana, tampak begitu jelas. Mikail menatap jendela itu dengan frustrasi. Perempuan itu ada di sana dan Mikail seharusnya bisa dengan mudah memilikinya. Tetapi sikap perempuan itu seolah-olah membuatnya merasa menjadi bajingan menjijikkan kalau dia sampai memaksakan kehendaknya kepada Lana.
Mikail tertegun ketika melihat bayangan Lana terpantul dari kamar. Sepertinya Lana berdiri dekat lampu tidur di samping ranjangnya, karena bayangannya muncul dari gorden jendela bagaikan siluet gelap yang erotis.

Lana tampak sedang berjalan mondar-mandir di kamarnya, dan Mikail menatapnya dengan penuh minat. Lalu perempuan itu membuat gerakan membuka gaunnya. Mikail menelan ludah, melirik ke sekelilingnya yang sepi, mulai merasa tidak nyaman karena membuat dirinya seperti seorang pengintip mesum yang mengintip siluet perempuan berganti baju dengan penuh gairah.
Siluet Lana melepas kemejanya, dan tubuh bagian atasnya yang polos terpantul dalam bayangan gelap dengan bentuk tubuh yang menggoda. Lalu Sialan! Mikail mulai mengumpat ketika bayangan Lana di jendela membuat gerakan mengangkat salah satu kakinya ke ranjang dan tampaknya melepas celana panjangnya.
Gerakan itu tampak sangat seksi di bawah sini, dan Mikail menggertakkan giginya dengan marah. Ia benar-benar siap meledak, dan Lana malahan memperburuk keadaan dengan pantulan bayangannya di jendela – meskipun dia tidak sengaja – Dan Mikail sungguh-sungguh siap meledak dalam arti yang sebenarnya saat ini mengingat kejantanannya sudah begitu keras hingga terasa menyakitkan. Dengan geraman marah, Mikail melangkah terburu-buru menaiki tangga, membanting kakinya di setiap langkahnya, dibukanya pintu kamar itu dengan kasar. Matanya membara dan dia siap untuk bertengkar, dan menemukan Lana sedang duduk di sofa, sudah berganti dengan gaun tidurnya dan sedang membaca sebuah buku. Lana mengangkat alis melihatnya, tampak begitu tenang, “Ada apa Mikail?”
Mikail terengah menahan kemarahan, “Jendela itu!,” tunjuknya marah, lalu melangkah lebar-lebar menyeberangi ruangan dan menutup kaca jendela itu dengan kasar, dia membalikkan tubuhnya menghadap Lana dengan posisi siap bertarung, “Lain kali tutup rapat-rapat jendela itu kalau sudah malam!!,” teriaknya marah.
Lana menatap Mikail bingung, “Memangnya kenapa?” Karena aku melihatmu berganti pakaian bagaikan siluet erotis dari bawah!! Karena pemandangan itu membuatku
terangsang sampai terasa nyeri!! Karena….

Mikail berdiri dengan tatapan membakar, siap memuntahkan emosinya, tetapi kemudian menyadari bahwa dia hanya akan tampak bodoh kalau meluapkan apa yang ada di pikirannya. Ditatapnya Lana dengan dingin dan mendesis pelan, 
“Pokoknya tutup jendela itu kalau sudah malam!,” Dan dengan penuh harga diri, Mikail melangkah keluar dari kamar Lana, meninggalkan pintu berdebam di belakangnya.

***

Pagi itu tak seperti biasa ada dua pelayan muda yang membereskan kamar Lana, sepertinya mereka orang baru. Lana masih duduk di sana selepas mandi dan membiarkan para pelayan itu membereskan ranjangnya.
Salah seorang pelayan itu menarik bed cover Lana tampak memeriksa sepreinya, lalu berbisik-bisik satu sama lain dan tertawa cekikikan, ketika Lana menatap mereka dengan dahi berkerut, dua pelayan perempuan itu memasang muka datar dan bergegas pergi.
Lana menoleh ke arah Theo, yang juga ada di ruangan itu, sedang membereskan baju-baju Lana yang sepertinya tidak ada habisnya dan terus berdatangan itu ke dalam lemari pakaian Lana,
“Kenapa mereka bersikap seperti itu?,” tanya Lana ingin tahu. Theo melirik ke arah kepergian pelayan itu dan tersenyum,
“Mereka orang baru, dan tentu saja sangat penasaran denganmu”
“Penasaran denganku?”
“Kekasih Tuan Mikail yang terbaru,” jawab Theo datar, “Ah, kau tidak tahu ya, semua orang kan membicarakan kalian. Bahkan, namamu sempat muncul di beberapa tabloid gossip dan acara-acara gosip, yang membahas kekasih terbaru Mikail Raveno yang misterius. Kau adalah satu-satunya perempuan yang pernah tinggal bersama Mikail, dan mereka menebak-nebak serta mencari bukti bahwa kalian telah bercinta, karena itulah tadi para pelayan tertawa cekikikan ketika memeriksa sepraimu”
Pipi Lana merah padam, tetapi Theo sepertinya tidak menyadarinya, dan tetap melanjutkan kata-katanya, “Yah para pelayan itu mungkin saling berspekulasi dan menanti, kapan saat mereka ahkirnya bisa menemukan bukti-bukti bahwa kalian tidur bersama untuk dijadikan bahan gosip selanjutnya,” gumamnya dalam senyum, Lalu menatap Lana sambil mengangkat alisnya, “Hei aku juga penasaran, kalau mereka serius mencarinya, apakah mereka akan menemukan bukti-bukti itu Lana?” tanyanya penuh arti, membuat pipi Lana semakin merah padam.

***

“Nona Lana?”, Norman masuk dan mengangkat alis melihat Lana mondar-mandir di kamarnya dengan gelisah. “Apa?”, suara Lana tanpa sadar menegang. Semua yang berhubungan dengan Mikail membuatnya tegang dan ingin mengumpat-umpat siapapun yang ada di dekatnya.
“Tuan Mikail ingin bertemu anda”,
Bagus. Lana menganggukkan kepalanya dan mengikuti Norman, lalu tertegun setengah mengernyit ketika Norman membawa Lana ke kamar Mikail,
“Di kamar ini?”
Norman mengangguk, dan entah Lana salah lihat atau tidak, hanya sedetik dia sempat melihat sinar geli di mata lelaki itu. Kurang ajar. Jangan-jangan mereka semua mentertawakan ketakutannya pada Mikail.
“Ya Nona, tuan Mikail ingin menemui anda di kamar ini” Sejenak Lana ingin kabur saja. Tetapi Lana sadar, ini sebuah tantangan, Mikail menantangnya dan Lana tidak akan kalah.
“Baiklah”, Lana menghela napas dalam-dalam dan membiarkan Norman membukakan pintu untuknya, Dia langsung berhadapan Mikail yang berdiri dengan begitu tampan di tengah ruangan. Lelaki itu menunggu Norman menutup pintu dan meninggalkan mereka berdua sendirian, lalu berkata tenang,
“Selamat malam Lana”, Mikail tersenyum tenang, “Sebenarnya aku ingin membahas hal-hal yang berkaitan dengan ulang tahunmu ke duapuluh lima….”, senyumnya berubah misterius, “Tetapi kemudian aku sadar bahwa pembiacaraan baik-baik tidak akan ada gunanya di antara kita, jadi aku langsung saja”
Hening, Mikail terdiam dan Lana menunggu dengan ingin tahu apa yang akan dikatakan lelaki itu,
“Aku sudah memutuskan masa depanmu.” Mata Mikail begitu kelam seperti danau kecoklatan di kegelapan malam. Masa depannya? Memangnya siapa lelaki ini bisa memutuskan masa depannya? Lana ingin meledak dalam kemarahan, tetapi tidak mampu. Mikail tampak berbeda, dia tampak begitu tenang tetapi dibalut kemarahan berbahaya, begitu dingin sekaligus mempesona. Lagipula, kenapa Lana berpikir bahwa Mikail mempesona? Sambil mengutuk dirinya sendiri, Lana mencoba menghapus pikiran-pikiran yang mengarah kepada keterpesonaannya kepada Mikail.
Lana mengamati Mikail lagi dan sedikit merasa tidak nyaman, karena melihat Mikail begitu tenang, tanpa sedikitpun emosi malah terasa menakutkan.
Lana tidak suka, dia lebih suka Mikail yang meledak-ledak dan marah daripada Mikail yang seperti ini.Dengan Mikail yang meledak-ledak Lana bisa melawan dengan emosinya, tetapi dengan Mikail yang begitu dingin yang bisa dilakukan Lana hanyalah menyurut mundur, ketakutan. Mikail mengamati reaksi Lana melemparkan pandangan menilai, lalu melanjutkan kata-katanya,
“Kau harus menjadi kekasihku yang sebenar-benarnya, Lana. Mulai malam ini,” Mikail mulai berdiri, “Aku hanya
sekali memberikan penawaran. Kau jadi kekasihku, dan aku akan memperlakukanmu dengan baik. Kalau kau menolak, aku akan menganggapmu tak berharga dan melemparmu kepada pengawal-pengawalku”
Apa?
Keringat membasahi dahi Lana, Mikail bercanda bukan? Apa maksudnya melemparnya kepada pelayan-pelayannya?
Apakah Mikail ingin memberikannya supaya diperkosa para pengawalnya? Mikail tidak mungkin sekejam itu bukan? Lana menatap mata Mikail dengan ketakutan, mencoba mencari kebenaran di sana, tetapi dia tidak menemukannya.  Lelaki ini kejam, dan siapa tahu apa yang akan dilakukannya?
“Bagaimana Lana? Aku atau kau dibuang ke para pengawalku?”
Lana menatap Mikail marah, “Kau tidak akan berani melakukan hal menjijikkan semacam itu”
“Jangan menantangku Lana” desis Mikail tajam, “Aku bukannya belum pernah melakukannya kepada perempuan yang kuanggap tidak berguna lagi”
Lana tertegun. Apakah Mikail benar-benar serius?
“Kau hidup disini dengan mewah, diperlakukan seperti puteri raja, dihormati layaknya kekasih Mikail Raveno dan aku sudah muak dengan kelakuanmu yang selalu menantangku setiap ada kesempatan. Sekarang hanya ini pilihanmu dan kau akan memutuskan sekarang. Aku atau dibuang kepada  para pengawalku”
Apakah dia bisa melarikan diri dari sini? Lana ingin berteriak panik, ataukah dia harus bunuh diri saja? Tetapi Lana yakin Mikail tidak akan membiarkannya. Oh, dengan kekejamannya mungkin Mikail akan membiarkan Lana mati, tetapi dia akan memastikan Lana menderita dulu sebelumnya.
“Kau,” Lana menelan suara yang dikeluarkannya dengan berat. Ada nyala di mata Mikail, “Apa Lana? Aku tidak mendengar” Mikail sengaja dan Lana menggeram marah dalam hatinya, kurang ajar lelaki itu!
,”Kau, aku memilih kau”
Senyum di bibir Mikail adalah senyum kemenangan yang dingin.
“Kalau begitu, datanglah kemari kekasihku,” Lelaki itu membuka tangannya, dan Lana melangkah dengan tertahan ke arahnya.
Dengan sensual, lelaki itu meraih Lana dan mengecup bibirnya sekilas, “Bagus, jangan uji kesabaranku, aku tidak mau dilawan malam ini”

***


1 comment: