Tuesday, October 13, 2015

SLEEP WITH THE DEVIL - SANTHY AGATHA - BAB 17



BAB 17

Entah berapa jam proses operasi yang menyiksa itu dan Mikail duduk di sana dengan seluruh tubuh menegang dan tersiksa. Norman masih menungguinya di sana, sementara Serena sudah berpamitan, karena puteranya membutuhkannya. Serena bilang akan kembali besok pagi.
Lalu terdengar tangis bayi. Tangis bayi yang sangat kuat dan keras, seakan memompa seluruh udara yang ada ke dalam paru-parunya.
Mikail terkesiap dan saling berpandangan dengan Norman, tubuhnya makin menegang. Apakah itu suara anaknya?
Tiba-tiba lampu menyala hijau, dan seorang perawat keluar, memanggilnya, “Tuan Mikail Raveno”
Mikail diajak masuk ke ruangan dalam di bagian ruang persiapan operasi, yang menjadi pembatas antara ruang tunggu dengan ruang operasi,
“Ini Putera anda Tuan Mikail, kami menunjukkannya sebelum dia dibawa ke kamar bayi”
Bayi itu menangis begitu keras, seolah-olah memprotes kenapa dia direnggut dari kehangatan yang nyaman di perut ibundanya ke dunia yang penuh marabahaya ini.
Mikail mengamati bayi itu dengan takjub, mahluk kecil tak berdaya itu, yang selama ini tumbuh di perut Lana, darah dagingnya, yang tumbuh dari percintaannya dengan Lana. Makhluk itu begitu tak berdaya, dan ingatan bahwa Mikail memusuhinya dulu terasa begitu konyol.
Anak laki-laki ini anaknya. Buah cintanya dengan Lana. Perawat itu menunjukkan alat kelamin bayi itu, anak laki-laki yang sehat. Dan wajahnya itu, yang bahkan sudah menunjukkan kemiripannya dengan seluruh keturunan Raveno, lalu membawa sang bayi ke ruangan khusus.
Sejenak Mikail masih tertegun di sana, lalu teringat kepada Lana… Lana.. bagaimana isterinya?

“Suster,” Mikail memanggil suster itu, berusaha agar tidak terdengar panik, “Bagaimana dengan isteri saya?”
Suster itu melirik ke ruang operasi, “Masih belum sadar tuan, kondisinya cukup stabil meskipun kita tidak tahu apa yang akan terjadi waktu-waktu mendatang, Anda bisa menengoknya nanti ketika dia sudah dipindah dari ruangan operasi ke ruangan iccu". Lalu suster itu pergi meninggalkannya, memaksanya menunggu ke dalam ketidakpastian yang menyiksa lagi.
Kalau dulu, Mikail pasti akan membentak, memaksa, menggunakan cara kasar agar bisa dituruti kemauannya. Dia ingin melihat Lana segera! Kenapa para dokter tidak becus itu begitu lama menanganinya???
Tetapi Mikail menahan dirinya. Tidak. Mereka sedang menyelamatkan Lana. Dia tidak boleh mengganggu mereka, karena nyawa Lana taruhannya.

***

Ruangan iccu itu sepi, hanya ada Lana dan suara detak jantungnya yang dimonitor. Lana masih belum sadarkan diri, dan menurut penjelasan dokter tadi, kondisinya masih belum lepas dari kritis.
Mikail duduk di sana, di samping ranjang Lana, mengamati wajah Lana yang terbaring pucat pasi. Dia pernah mengalami ini sebelumnya dan ternyata Natasha tidak pernah terbangun lagi. Akanlah Lana melakukan hal yang sama pada dirinya?
“Kau tidak boleh meninggalkanku Lana,” Mikail menggeram parau, “Kau tidak boleh meninggalkanmu sebelum aku mengizinkanmu, putera kita menunggu di sana, ingin disusui jadi kau harus bangun dan menyusuinya, membantunya tumbuh menjadi anak yang sehat..yang..,” suara Mikail tertelan, menyadari bahwa dia sudah berkata-kata terlalu banyak.
Mikail lalu menyentuh jemari Lana dan menggenggamnya, “Maafkan aku,” bisiknya parau, “Maafkan aku karena selalu memaksamu, menyakitimu, bahkan ketika kau mengandung anakku, aku tidak pernah memperhatikanmu seperti seharusnya,” Dengan lembut Mikail mengecup jemari Lana, “Bangunlah sayang, dan akan kutebus semua kesalahanku”
Hening, Hanya suara monitor jantung yang terdengar teratur di ruangan itu, Mikail menggenggam jemari Lana makin erat,
“Bangun sayang, apakah kau akan tega meninggalkanku dan putera kita? Kau bahkan belum memberinya nama, akan aku panggil apa dia?”
Mata Mikail terasa panas membakar. Dia tidak pernah menangis sebelumnya, tetapi kediaman Lana yang begitu berbeda dengan kesehariannya yang berapi-api membuatnya merasakan aliran dingin merayapi benaknya. Ketika kemudian panas membakar itu berubah menjadi tetesan hangat yang mengalir di sudut matanya, suara Mikail berubah serak,
“Aku mencintaimu Lana, isteriku. Dan aku bersumpah akan mengabdikan seluruh kehidupanku kepadamu jika kau mau bangun dari tidur pulasmu yang menakutkan ini”
Air mata Mikail menetes di jemari Lana. Dan kemudian jemari itu bergerak, membuat Mikail terpaku. Jemari itu bergerak lagi, samar. Dan kemudian gerakannya lebih mantap.
Bersamaan dengan itu, bulu mata Lana bergerak-gerak, membuat Mikail menunggu dengan cemas. Lalu setelah penantian yang sepertinya terasa seumur hidupnya, mata Lana terbuka langsung menatap mata Mikail yang basah,
“Kenapa…. Kau…menangis,,,?”
Mikail langsung memasang muka sedatar mungkin meskipun perasaannya meluap-luap, “Mataku kemasukan debu”
“Oh,” Lana memejamkan mata lagi, sepertinya percakapan itu membuatnya lelah, “Anakku?”
“Dia laki-laki kecil yang sehat dan sempurna, tangisannya sangat keras membuat para suster harus menutup telinga dengan kapas ketika mengurusnya”
Lana tersenyum, dan mencoba membuka matanya lagi, “Namanya …”
“Apa Lana?” “Aku mempersiapkan namanya…,” suara Lana melemah, “A…..Angel”
“Angel?,” Mikail mengerutkan keningnya, dari sekian banyak nama, kenapa Lana memilih nama Angel?
Lana tersenyum lemah,
“Dia… putera… dari seorang … malaikat”
Aku iblis yang jahat! Bukan malaikat! Batin Mikail berteriak keras membantah. Setelah semua yang dia lakukan kepada Lana, perempuan itu masih menganggapnya sebagai malaikat?
“Men…cin….”
“Apa Lana?,” Mikail berusaha mendekatkan telinganya ke bibir Lana karena suara Lana semakin lemah, “Mencintaimu….Mikail.” Lalu Lana kembali tak sadar, meninggalkan Mikail kembali dalam tidur lelapnya.
Air mata mengalir lagi di mata Mikail, mata seorang iblis yang telah disentuh oleh sang malaikat. Lana salah, dia bukanlah malaikat. Lana adalah malaikatnya. Dan pernyataan cinta Lana membuat dada Mikail terasa sesak. Sesak oleh perasaan meluap-luap yang tak pernah terungkapkan sebelumnya.

***

Kondisi Lana membaik seiring berjalannya hari, bahkan pagi ini dia sudah diperbolehkan menyusui Angel, untuk pertama kalinya. Lana menerima bayi itu di pelukan lengannya degan takjub. Bayinya, puteranya, yang selama ini bertumbuh di perutnya dan dikandung olehnya. Sekarang ada di dunia nyata, dengan rambut tebal cokelatnya dan mata cokelat milik ayahnya, yang sekarang sedang penuh air mata. Ya, Angel sedang menangis keras-keras sekarang.
“Dia lapar,” suster Ana terkekeh geli dan membantu Lana setengah duduk, Lana membuka gaun pasiennya dan mendekatkan payudaranya, Secara otomatis Angel langsung mencari dan melahap putting itu. Lalu menghisapnya dengan begitu rakus. Lana takjub merasakan bahwa puteranya berbagi makanan dengan dirinya, bahwa tubuhnyalah yang memberikan makanan untuk puteranya. “Dia sepertinya sangat lapar,” suara itu berasal dari ambang pintu dan Lana menoleh. Mendapati Mikail berdiri di sana. Hari ini jam sembilan pagi, dan Mikail sepertinya belum pernah pulang dari rumah sakit, lelaki itu tampak lelah.
Mikail berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang, matanya tak lepas dari puteranya yang menyusu. Puteranya sedang menyusu di tubuh isterinya. Sungguh pemandangan yang luar biasa indahnya.
“Kau tampak lelah”, Lana menatap Mikail lembut.
Lelaki itu mengalihkan pandangan dari puteranya ke mata Lana, menatap Lana dengan mata beningnya yang berwarna cokelat, “Aku belum pulang, Norman membawakanku baju ganti dan aku mandi serta bercukur di sini, di lantai atas aku punya kamar sendiri” Lana baru sadar bahwa ini rumah sakit yang sama tempatnya dirawat setelah kecelakaan dan kemudian diculik oleh psikopat kejam itu. Ini adalah rumah sakit milik Mikail,
“Yah ini rumah sakit yang sama,” Mikail tersenyum meminta maaf, “Tetapi kali ini tidak ada lagi penjagaan di depan, aku sibuk mengurusmu sampai aku tidak sempat mencari musuh”.
Lana tersenyum mendengarnya. Tepat ketika Angel melepaskan putingnya dan tertidur lelap dengan pipi montoknya masih menempel di payudara ibunya. Diperbaikinya posisi tidur Angel sehingga nyaman, dan MIkail mengikuti semua itu dengan pandangannya.
“Kau mungkin bisa pulang dan beristirahat Mikail”
Mikail mengangkat bahu, “Aku akan pulang untuk beberapa urusan, mungkin beberapa jam, lalu aku akan kembali,” dengan canggung Mikail berdiri, sejenak hanya menatap lama, lalu mengangguk dan melangkah pergi.
Seorang suster masuk dan berpapasan dengan Mikail di pintu, dia bertugas mengambil Angel dan membawanya ke kamar bayi.
“Sungguh Anda isteri yang beruntung memiliki suami sebaik itu,” suster itu tersenyum menatap punggung Mikail yang hilang di balik pintu. “Dan seorang MIkail Raveno pula, Anda sungguh beruntung dicintai seperti itu”
Lana mengernyit, menyerahkan Angel untuk digendong sang suster dengan hati-hati.
“Beruntung? Apakah maksud suster itu dia beruntung karena memiliki suami seperti Mikail Raveno? “Oh Anda tidak tahu ya?,” suster itu meletakkan Angel dengan lembut di kereta kaca khusus bayi yang dibawanya, “Tuan Mikail sangat setia menunggui ketika Anda tak sadarkan diri hampir 2 hari lamanya. Dia selalu ada di sana tak pernah meninggalkan Anda. Kondisi Anda saat itu masih belum pasti, kadang Anda tersadar dan menceracau. Lalu tak sadarkan diri lagi, kadang kondisi Anda sangat drop sehingga kami harus menangani Anda secara intensif, dan tuan Mikail menuntut untuk ada di sini, setiap detiknya mendampingi Anda. Ketika kondisi Anda stabil, dia ada di sebelah ranjang Anda, mengajak Anda berbicara dan menggenggam tangan Anda. Sepertinya semua penantiannya tidak sia-sia karena akhirnya Anda bangun dan membaik,” suster itu tersenyum memuji, “Sungguh suatu anugerah yang tak terkira, bisa memiliki suami sebaik itu”
Lalu dengan mendorong kereta bayi suster itu pergi meninggalkan Lana yang masih termenung di atas ranjang. Benarkah Mikail, Mikailnya yang sombong, arogan, dan pemarah itu melakukan semua yang dikatakan oleh sister itu? Benarkah Mikail mencemaskannya sampai sedemikian?
Rasanya tidak bisa dipercaya….

***

Lana sudah boleh pulang bersama Angel, dan Mikail menjemputnya tepat waktu. Lelaki itu tidak berubah, tetap begitu dingin hingga Lana berpikir jangan-jangan yang dikatakan suster waktu itu hanyalah kebohongan atau khayalan semata. Mikail duduk di sebelah Lana dalam mobil itu diam dan menatap ke jendela, tampak menjaga jarak,
“Kau.. eh, sudah baikan,” Akhirnya Mikail memecah keheningan, menatap ringan pada Angel yang tertidur di pelukan Lana, dan tatapannya melembut, “Dia sepertinya sangat sehat”
“Dia menyusu dengan kuat,” Lana tersenyum dan mengecup dahi Angel dengan sayang. Semula Lana merasa sedikit takut atas reaksi Mikail kepada Angel. Lelaki itu membenci Angel dengan alasannya ketika dia di dalam kandungan Lana, apakah lelaki itu akan membenci Angel ketika dia sudah lahir ke dunia ini?
Sepertinya Mikail menyayangi Angel, meski tidak ditunjukkannya dengan kata-kata. Lana sering menangkap tatapan penuh kelembutan yang dilemparkan Mikail kepada Angel. Oh ya, Lana mengerti, seorang Mikail mungkin tidak bisa lepas dalam menunjukkan kasih sayangnya kepada anak kecil, tetapi Angel telah mencuri hati Mikail dan Lana mensyukuri itu. Mereka sampai di rumah, dan dengan takjub Lana menyadari bahwa kamar bayi sudah disiapkan. Kamar itu terletak di kamar kecil yang memiliki pintu penghubung dengan kamar mereka sehingga Lana bisa dengan mudah mendatangi Angel ketika putera mereka membutuhkannya.
Dengan lembut, Lana meletakkan Angel yang tertidur pulas di boks bayi barunya. Bayi itu sangat pandai, tidak rewel, dan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan suasana di tempat barunya. Mikail berdiri di ambang pintu penghubung dan mengamati Lana, kemudian membalikkan badannya hendak pergi,
“Mikail,”
Lelaki itu langsung menghentikan langkahnya dan menatap Lana,
“Ada apa?” “Apakah… apakah setelah sekarang kita mempunyai putera, kau masih menganggapku sebagai pengganti Natasha?.”
Lana harus bertanya, dia tak tahan lagi memendamnya. Sekarang mereka sudah mempunyai seorang putera dan
Lana tidak mampu hidup dalam ketidakpastian semacam ini. Anaknya harus tumbuh di keluarga yang saling mencintai, dan ketiika Mikail tidak bisa memberikannya. Maka Lana akan pergi,
“Apa?,” ada nyala di mata Mikail dan itu seharusnya sudah bisa menjadi tanda peringatan buat Lana, tetapi dia tidak mau mundur, dan dia tidak bisa.
“Kau selama ini selalu menganggapku sebagai pengganti Natasha. Sekarang kita mempunyai Angel, aku hanya ingin menunjukkan sikapku. Aku tak mau menjadi pengganti seseorang, jadi mungkin aku akan pergi bersama Angel” Wajah Mikail mengeras. “Kau pikir apa yang sedang kau katakan?”
“Aku sudah mempelajari surat perjanjian itu, dalam surat itu dikatakan bahwa aku harus menikahimu di usiaku yang ke dua puluh lima tahun, tidak dituliskan klausul apabila kita berpisah… saat ini aku ingin berpisah”
Kau bilang waktu itu kau mencintaiku! Mikail ingin meneriakkan kata-kata itu di depan Lana, dia begitu marah hingga jemarinya mengepal,
“Berani-beraninya kau mengajukan perpisahan kepadaku? Tidak pernah ada seorangpun yang bisa meninggalkan Mikail Raveno!”

***

3 comments:

  1. Mana sambungannya ya kak?

    ReplyDelete
  2. sudah bisa tu sya link nya.... happy reading ya say...

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete