Tuesday, October 27, 2015

UNFORGIVEN HERO - BAB 12

12

Perkataan Edo itu membuat Elena terperanjat kaget, wajahnya memucat,
“Apa katamu?”
“Aku tidak asal bicara Elena, aku mempunyai bukti.” Edo mengeluarkan berkas-berkas dari tasnya. “Kau tentu punya beberapa   pertanyaan,   kenapa   kau   bisa   dengan   mudahnya masuk   ke   perusahaan   milik   Rafael,   kenapa   dia   dengan mudahnya  menikahimu....semuanya  ada  alasannya.  Rafael adalah   orang   yang   sama,   yang   mobilnya   menabrak   mobil ayahmu hingga tewas sepuluh tahun lalu.”
“Apa?” Elena sebenarnya sudah bisa mencerna seluruh perkataan Edo. Benaknya sudah menemukan kesimpulan dari apa  yang  dikatakan  Edo.  Tetapi  hatinya  berteriak,  menolak untuk percaya begitu saja.
“Kau ingat kan? Orang yang menabrak ayahmu itu juga bernama Rafael, anak pengusaha kaya yang lolos begitu saja karena mereka mempunyai banyak uang.” Edo memberondong Elena  dengan  semua  informasi,  “Rafael  yang  kau  nikahi  itu adalah Rafael yang sama, anak kaya yang mabuk dan mengebut, lalu menerobos lampu merah dan menabrak ayahmu yang tidak bersalah.”
“Tidak... tidak mungkin...”
“Aku sudah menyelidikinya untukmu.” Edo membuka berkas-berkasnya  dan menunjukkannya  kepada Elena dengan bersemangat, “Lihat artikel koran ini. Ini beberapa artikel yang aku cetak dari data history di perpustakaan  nasional,  artikel- artikel ini membahas tentang kecelakaan yang dialami oleh ayahmu dan Rafael, lihat di sini, disebutkan, ‘Putra milyuner bernama Rafael Alexander’ Kau pikir ada berapa milyuner yang bernama Rafael Alexander di negara ini? Kau harus mengerti Elena, semua ini adalah rencana gila Rafael Alexander, dia mungkin   ingin   menguasaimu   ke   dalam   pernikahan   entah dengan tujuan apa. Yang pasti, selama ini dia membohongimu.”
Ingatan Elena melayang  ke masa samar sepuluh tahun lalu.  Ketika  dia  sedang  berduka  luar  biasa,  atas  kematian ayahnya  yang  tidak  adil,  disusul  oleh  kematian  ibunya  yang sakit sejak ditinggalkan ayahnya. Elena sebatang kara di dunia dan  merasa  benci  kepada  lelaki  bernama  Rafael,  anak  orang kaya yang telah menghancurkan hidup keluarga kecilnya. Kemudian lelaki itu datang dengan sombongnya ke rumahnya, membawa  bunga.  Dan  Elena  menyerangnya,  dia  tidak  ingat masa itu, dia tidak memperhatikan wajah lelaki itu, yang diingatnya adalah dia melampiaskan seluruh kemarahan dan kebenciannya kepada lelaki yang membunuh ayahnya. Dan kemudian lelaki itu pergi. Tidak pernah muncul lagi di dalam kehidupannya. Rafael Alexander..... suaminya?
Jantungnya berdegup dengan kencang dan tangannya mulai gemetaran. Oh Astaga. Seharusnya dia menyadarinya. Nama mereka sama. Dan sikap Rafael seharusnya membuatnya curiga. Lelaki itu terburu-buru menikahinya, untuk apa? Rafael mengatakan mencintainya, dan sekarang Elena ragu. Elena meragukan semuanya. Karena semuanya hanyalah kebohongan.
“Rafael sudah mengatur semuanya Elena. Malam itu aku dijebak. Alice sendiri yang mengatakan kepadaku bahwa Rafael menyuruhnya membuatku mabuk dan merayuku. Dia ingin memisahkan kita berdua.” Suara Edo terdengar muak, “Sepertinya dia memiliki obsesi terpendam untuk memilikimu. Dan rupanya dia berhasil. Karena dia berhasil menikahimu Elena. Tetapi aku mencari tahu dan aku menemukan rahasia ini. Kau hanya diperalat Elena, dan lelaki itu membohongimu.”
Elena  terpaku  dengan  wajah  memucat.  Matanya berkaca-kaca,  tetapi  dia  berusaha  untuk  tetap  tenang. Ditatapnya Edo tanpa ekspresi.
“Terima kasih Edo atas informasi yang kau berikan.” Reaksi tenang ini tentulah bukan yang diharapkan oleh Edo. Lelaki ini mengira Elena akan menangis kemudian dia bisa memeluknya   dan   menghiburnya,   membuat   Elena   jatuh   ke dalam jeratnya lagi. Tetapi Elena begitu tenang meski wajahnya pucat pasi dan matanya berkaca-kaca,
“Kau tidak apa-apa Elena sayang?” Edo berusaha meraih jemari Elena, tetapi Elena menghindarinya.
“Aku tidak apa-apa Edo, terima kasih atas informasi yang kau berikan kepadaku. Aku juga berterimakasih karena kau begitu perhatian dan mencemaskanku.” Elena menghela napas panjang. “Setelah ini aku harap kita tidak akan bertemu lagi.”
“Apa?” Edo terperanjat,  setengah berdiri karena kaget, “Kenapa  kau  berkata  begitu  Elena?  Tidak  tahukah  kau  kalau aku  sangat  mencintai  dan  mencemaskanmu?  Lalu  apa  yang akan kau lakukan sekarang? Apakah kau akan kembali kepada suamimu yang jelas-jelas sudah menipumu?”
Elena  memasang  wajah  datar,  “Urusanku  dengan suamiku akan kami selesaikan nanti. Maafkan aku Edo.”
“Kau bisa pergi bersamaku.” Edo mengubah strateginya menjadi  memohon,  “Kumohon  Elena,  lelaki  itu  sudah menipumu.  Kau  bisa  meninggalkannya  dan  pergi  bersamaku. Aku akan menjagamu. Aku bersumpah.”
Elena  menggelengkan  kepalanya  dan  tersenyum meminta maaf kepada Edo, “Perasaanku kepadamu sudah mati Edo... mungkin juga perasaan itu sebenarnya tidak pernah ada.” Elena  menatap  Edo  dengan  pandangan  sedih,  “Maafkan  aku Edo.”
Edo terdiam lama dan menatap Elena dalam-dalam, mencoba mencari sesuatu yang bisa menunjukkan kalau Elena berubah pikiran. Tetapi wajah Elena tetap datar dan dia tidak menemukan apa-apa.
Akhirnya   dia  menghela   napas  panjang,  “Kurasa  aku harus menyerah.” Elena mengangguk, mengulangi permintaan maafnya, “Maafkan aku Edo, kau lelaki yang sungguh baik, dan aku yakin, kau akan menemukan orang yang tepat untukmu nanti.”
Edo menghela  napas  lagi,  sepertinya  membawa  beban yang sangat berat, “Aku hanya ingin kau bahagia Elena.” Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya, “Sebaiknya kutinggalkan berkas-berkas  ini  di sini,  kalau-kalau  kau  ingin  membacanya lebih lanjut. Selamat tinggal Elena.”
Dengan langkah gontai, Edo melangkah meninggalkan Cafe itu. Meninggalkan Elena yang mulai merasakan pertahanannya runtuh, air mata mulai mengalir di pipinya, Tetapi dengan cepat dia mengusapnya, menyadari kalau dia berada di tempat umum.
Dengan cepat dia menelepon supir pribadinya, minta dijemput. Dia akan pulang, dan menghadapi Rafael.

Ҩ

Dalam   perjalanan   pulang   Elena   menangis,   tertahan. Supir pribadinya berkali-kali melirik dari kaca spionnya, tetapi tidak berani mengganggu majikannya yang sedang menangis.
Elena   menangis   mengenang   semuanya,   mengenang segala   kebaikan   dan   kelembutan   Rafael,   malam   pertama mereka, percintaan-percintaan panasnya dengan Rafael sesudahnya. Semuanya ternyata berdasarkan atas kebohongan yang dibangun oleh Rafael.
Lelaki itu ternyata menyimpan rahasia mengerikan. Rahasia yang tak termaafkan. Elena mengingat malam itu. Ayahnya sebenarnya sedang sakit batuk, tetapi dia tetap berangkat membawa taksi karena butuh uang untuk membayar uang sekolah Elena, sementara sang ibu juga sedang demam di rumah.
Ingatannya melayang ke masa sepuluh tahun yang lalu,

========================


“Ayah   akan   tetap   berangkat?”   Elena   menyerahkan segelas  teh  panas  kepada  ayahnya,  menatap  cemas  ayahnya yang  terbatuk-batuk  tanpa  henti.  Ayahnya  sudah  tua  tetapi tidak bisa berhenti merokok. Sekarang paru-parunya yang ikut menua tidak bisa menanggung kalau harus berkubang asap setiap hari, sehingga membuat ayahnya batuk-batuk setiap saat.
Sang   ayah   tersenyum   dan   menatap   Elena   dengan lembut. Elena adalah puteri satu-satunya. Dan anaknya itu sungguh cemerlang di sekolahnya. Dia berjuang mati-matian untuk  menyekolahkan  anaknya  itu,  setidaknya  Elena  harus lulus  SMU  sehingga  bisa  mencari  pekerjaan  yang  lebih  baik, masa depan yang lebih baik. Tidak seperti dirinya.
Uangnya sudah habis, kemarin untuk mengobatkan istrinya ke dokter dan membeli beberapa liter beras dan kebutuhan  makanan di rumah. Dan besok Elena harus membayar  uang  sekolah.  Mereka sudah terlambat  membayar beberapa  kali  dan  sekolah  sudah  mengeluarkan  surat peringatan. Kalau sampai Elena tidak membayar lagi, dia akan dikeluarkan dari sekolahnya.
Ini malam minggu.  Pasti ramai dan  banyak  yang  akan menggunakan   jasa   taxinya.   Uang   pendapatannya   bisa   dia pinjam dulu untuk membayar uang sekolah Elena. Besok dia akan berputar seharian mencari pelanggan untuk mengganti uang setorannya itu kepada perusahaan Taksi.
“Uang ayah masih kurang untuk membayar sekolahmu, nak. Ayah akan mencari beberapa pelanggan malam ini. Malam ini pasti ramai. Badan ayah tidak apa-apa kok.” Lelaki itu tersenyum lalu mengusap rambut Elena dengan penuh sayang, “Jagalah ibumu baik-baik ya.”
Dan  kemudian  ayahnya  pergi,  Elena masih mengamati kepergian ayahnya waktu itu, melangkah melalui gang sempit di depan, menuju perusahaan taksi tempat taksinya diparkir.
Tubuh ayahnya sedikit bungkuk dan menua sebelum waktunya,  karena  beban  hidup.  Dan  Elena  mengamati punggung ayahnya yang makin jauh dan menghilang di ujung gang   dengan   menahan   pedih.   Betapa   inginnya   dia   segera dewasa, bisa mencari uang sendiri sehingga bisa membantu kedua orang tuanya.
Tak diduganya itu adalah saat terakhir dia melihat ayahnya.   Dini   hari,   pintunya   diketuk   oleh   tetangga   dan beberapa orang yang mengabarkan bahwa ayahnya meninggal karena kecelakaan. Ditabrak oleh pengemudi mabuk tak bertanggung jawab yang menerobos lampu merah.
Ayahnya pulang sudah menjadi jenazah yang tak bernyawa.  Dalam peti mati yang disegel  rapat. Bahkan  Elena tidak boleh melihat jenazah ayahnya di saat terakhirnya...

Dan saat itu ketika pemakaman ayahnya. Elena berjanji dalam hati. Dia tidak akan pernah memaafkan orang yang membunuh ayahnya....

========================

Rafael Alexander adalah pembunuh ayahnya. Orang yang dia nikahi, yang dia kira dia cintai dan mencintainya adalah pembunuh ayahnya...
Lelaki itu merekayasa semuanya. Menjebak Elena ke dalam   sebuah   pernikahan   yang   entah   dengan   tujuan   apa. Semua   kebaikannya,   semua   kata-kata   cintanya.   Semua   itu penuh kebohongan dan kepalsuan.

Ҩ

Rafael menyetir dalam perjalanan pulang, penuh tekad. Dia membawa seikat bunga mawar dan sekotak cokelat mahal berbungkus kertas keemasan dan berpita merah.
Malam ini dia akan mengaku kepada Elena.
Dia akan mengaku, lalu menyerahkan semua keputusan di tangan Elena. Dia akan menjelaskannya sejelas mungkin agar Elena  tidak  salah  paham  dan  mengambil  kesimpulan  yang salah. Dia akan meyakinkan bahwa semua yang dilakukannya berasal dari rasa bersalah yang kemudian berkembang menjadi cinta.  Pada  akhirnya  Elena  akan  menghargai  kejujurannya, Rafael yakin itu. Rafael bergantung kepada keyakinan itu.
Sejujurnya  dia  ketakutan  setengah  mati,  tidak  tahan kalau harus menghadapi kebencian Elena. Kebencian yang menghancurkannya. Sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Membuat hatinya hancur lebur.
Ketika mobilnya diparkir di garasi, dia menatap ke arah rumah dan jantungnya berdegup kencang. Malam ini adalah malam penentuan. Diraihnya kotak cokelat dan bunga itu, lalu melangkah memasuki rumah.
Rumah  sepi  dan  gelap.  Rafael  mengernyit.   Biasanya Elena sudah menunggunya di ruang tamu, menyambutnya dengan ceria sambil bercerita tentang harinya lalu menodong Rafael  untuk  bercerita  tentang  harinya  juga.  Tetapi  rumah terasa  lengang  dan  sepi.  Para  pelayan  pasti  sudah  tidur  di bagian belakang rumah, di mana Elena?
Rafael melangkah menaiki tangga, membuka pintu kamarnya  dengan  pelan.  Kamar  itu  gelap,  dan setelah Rafael menyesuaikan matanya dengan kegelapan ruangan, dia menemukan   Elena   duduk   di   pinggir   ranjang,   menatapnya dengan ekspresi yang tidak terbaca.
“Elena? Kenapa?” Rafael melangkah masuk, dan seperti biasa   berlutut  di  depan   isterinya,   disentuhnya   dahi   Elena dengan lembut, “Kau sakit?”
Elena memiringkan kepala, menghindari Rafael, sebuah gerakan refleks yang sama sekali tidak diduga oleh Rafael, isterinya menghindari sentuhannya? Kenapa? Apa yang terjadi?
“Elena?”
Ruangan itu gelap. Tetapi tatapan Elena yang ditimpakan kepada  Rafael  begitu  tajam,  penuh  luka.  Membuat  jantung Rafael berdenyut cemas. “Aku hanya menginginkan sebuh kebenaran. Jawab pertanyaanku Rafael...” Elena menghela nafas dalam-dalam, “Apakah kau orang yang menyebabkan kematian ayahku?”
Dunia seakan runtuh di bawah kakinya. Seketika itu juga. Seakan   menelannya   dan   membuat   rongga   dadanya   terasa sesak, sesak yang menyedihkan. Elena sudah tahu. Elena sudah tahu entah dari siapa, dan dia terlambat.
Apa yang harus dia lakukan? Istrinya ini pasti sekarang sangat membencinya, menolak sentuhannya. Muak kepadanya. Rafael menundukkan kepalanya, suaranya keluar penuh kepedihan.
“Ya Elena.”
Jawaban singkat itu sudah cukup. Hati Elena hancur seketika itu juga. Air mata mengalir deras di pipinya, seluruh pertahanannya hancur, membuatnya luluh dan tidak berdaya. Jadi semuanya benar. Semua ini hanyalah kebohongan yang dibangun Rafael. Semua ini hanyalah kepalsuan.
“Kenapa kau membohongiku...” Elena terisak-isak dalam kepedihan, ‘Kau membohongiku, kau menipuku selama ini... dan aku.. dan aku bahkan mencintaimu! Oh Ya ampun! Betapa bodohnya  aku!”  Elena  berdiri,  menghindari  kedekatan  Rafael dan melangkah ke dekat jendela, “Teganya kau Rafael!”
Rafael  merasakan  kesakitan  luar  biasa  melihat kesedihan Elena. Yah. Pada akhirnya yang dilakukannya hanyalah membuat Elena menangis sedih. Sama seperti sepuluh tahun  lalu,  yang  bisa  dilakukan  Rafael  hanyalah menghancurkan kehidupan Elena, membuat perempuan itu menangis. Dia memang jahat, dan sekuat apapun dia mencoba, dia memang tak termaafkan.
“Aku memang jahat Elena. Aku... aku tidak pernah bermaksud membohongimu. Aku .... aku hanya takut mengungkapkan  semua kebenaran kepadamu, takut kau akan membenciku.” Rafael  melangkah  mendekati  Elena,  mencoba menyentuh dagu Elena, tetapi perempuan itu menepiskannya. Rafael tidak menyerah, dipegangnya kedua bahu Elena, cukup lembut   tetapi   kuat   sehingga   Elena   tidak   bisa   melepaskan dirinya,
“Tatap aku sayang. Lihat aku. Biarpun semuanya hanya kebohongan. Tetapi cintaku padamu itu nyata. Tidak berartikah itu semua kepadamu? Aku membohongimu karena aku mencintaimu, karena aku sangat mencintaimu!”
“Aku tidak akan menerima cinta dari lelaki yang membunuh ayahku!” Elena berteriak, setengah menjerit, tidak tahan menerima pernyataan cinta Rafael yang bertubi-tubi, membuat   hatinya   lemah,   “Pernikahan   kita   sudah   berakhir Rafael, aku akan pergi.”
“Jangan   Elena!”   Mata   Rafael   menyala,   “Kau   sudah berjanji   bahwa   kau   tidak   akan   meninggalkanku,   seburuk apapun keadaan di antara kita. Kau sudah berjanji kepadaku!”
“Janji itu dibuat di atas kebohongan yang kau bangun!” Elena berteriak marah. “Kau pikir dengan melakukan semua ini aku akan memaafkanmu? Dengan menipuku? Berpura-pura mencintaiku? Kau pikir aku akan memaafkanmu karena telah membunuh ayahku?”
“Aku tidak berpura-pura mencintaimu!” suara Rafael meninggi.   “Dan   Demi   Tuhan,   aku   tidak   pernah   menuntut maafmu atas dosaku kepadamu. Tidak Elena, aku tidak pernah menuntut maafmu karena aku tidak pantas, karena aku menyadari bahwa aku tak termaafkan!”
“Kau  memang   tidak   termaafkan.   Dan   bagiku   semua sudah selesai. Aku akan pergi.” Elena melangkah hendak meninggalkan  kamar itu. Tetapi Rafael menangkap tangannya dengan cepat, menahannya dengan keras.
“Lepaskan aku! Rafael! Kau menyakiti tanganku!” Elena menjerit berusaha meronta dari pegangan Rafael, tetapi lelaki itu menggenggam kedua lengannya dengan begitu kuat, pandangan lelaki itu tampak nyalang. “Maafkan aku Elena. Tetapi aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kau istriku! Kau tidak boleh meninggalkanku!” Rafael memegang lengan Elena dengan kencang, berusaha meredakan rontaannya.
“Pernikahan   kita   palsu,   aku   menganggapnya   tidak pernah ada!”
“Teganya kau mengatakan itu!” Mata Rafael menyala marah, “Lalu kau anggap apa semua hal yang kita lalui kemarin? Malam pertama kita? Percintaan kita yang panas? Kasih sayang dan cinta yang kita bangun selama ini? Kau anggap apa itu semua?”
Elena merasa sakit mendengarkan perkataan Rafael itu, yang  mengingatkannya  akan  saat-saat  indah  mereka. Rontaannya  sudah  berhenti.  Tetapi  Rafael  masih  mencekal kedua tangannya dengan kencang, takut dia melarikan diri. Air matanya masih mengalir, air mata sakit karena pengkhianatan sekaligus kepedihan yang dirasakannya.
“Semua  itu  sudah  musnah  Rafael.  Aku  membencimu. Amat sangat membencimu.”
Elena melemparkan kata-kata itu hanya untuk menyakiti Rafael,  dan  efeknya  sungguh  luar  biasa.  Wajah  Rafael  pucat pasi. Ekspresinya seperti seseorang yang dihancurkan dari dalam.  Lalu  pandangan  matanya  menjadi  kosong.  Dia tersenyum pahit.
“Aku memang pantas untuk dibenci.” Dengan tenang dia melepaskan cekalannya pada lengan Elena, “Dan kurasa tidak masalah kalau kau tambah membenciku. Toh kau sudah membenciku.” Lelaki itu melangkah menuju pintu, dan menatap Elena  dengan  tajam,  “Kau  tidak  akan  kuizinkan meninggalkanku.  Sampai  kau  tenang  dan  menuruti perkataanku. Aku terpaksa mengurungmu di kamar ini.”
Lalu lelaki itu melangkah pergi meninggalkan kamar. Elena  masih  tertegun  di  tengah  ruangan  mendengar perkataan  Rafael ketika bunyi ‘klik’ terdengar  dari pintu. Dia tersadar  dan  setengah  berlari  menuju  pintu.  Mencoba membuka pintu itu, tetapi tidak bisa. Pintunya dikunci dari luar, Rafael benar-benar mengurungnya!
“Buka   pintunya!”   Elena   berteriak,   menggedor-gedor pintu itu, “Buka pintunya Rafael! Kau jahat! Aku benci padamu!” Elena memukul dan menendang pintu itu sebagai pelampiasan rasa frustasinya. Pada akhirnya dia kelelahan dan jatuh terduduk, bersandar di pintu lalu menangis terisak-siak.
Kemarin kehidupannya terasa begitu sempurna dan indah. Kemarin sepertinya semuanya baik-baik saja. Dan dalam sekejap dia disadarkan bahwa semuanya tak seindah yang kelihatannya.  Istana  kebahagiaan  itu  perlahan-lahan  runtuh dan hancur, hanya menyisakan puing-puingnya.

Ҩ

Rafael melangkah berderap meninggalkan kamar Elena, berusaha menulikan telinganya atas gedoran dan teriakan- teriakan Elena di pintu. Dia melangkah menuju ruang kerjanya. Duduk di sana dengan segala emosi memuncak di kepalanya.
Teriakan Elena terngiang-ngiang di telinganya. Pernyataan bahwa Elena membencinya.  Sangat membencinya. Sama  seperti  sepuluh  tahun  lalu.  Pada  akhirnya  Elena  akan selalu membencinya.   Dengan frustasi Rafael memukul tembok ruang kerjanya sekuat tenaga, membuat buku-buku jarinya terluka, tetapi dia tidak mempedulikannya. Lelaki itu lalu jatuh terduduk di lantai. Dan menangis
Ini  adalah  kali  kedua  seorang  Rafael  Alexander menangis. Dan penyebabnya sama :  Elena.

Ҩ

Rafael sebenarnya tidak ingin meninggalkan rumah, dia sudah bilang kepada Victoria untuk menggantikannya hari itu, karena dia ingin menjaga Elena. Dia tidak mungkin mengurung Elena terus-terusan. Mereka harus bicara. Nanti, setelah emosi Elena mereda. Tetapi pagi itu dia menemukan berkas-berkas didalam map itu di meja ruang tamunya. Berkas itu berisi artikel- artikel yang memuat berita kecelakaan sepuluh tahun lalu.
Ada yang sengaja memberitahu Elena, untuk merusak pernikahan mereka. Dan Rafael tahu siapa orangnya. Di dalam map itu terlampir kartu anggota perpustakaan nasional atas nama Edo. Kurang ajar. Lelaki itu ternyata masih menjadi duri dalam daging dalam pernikahannya bersama Elena.
Dengan  langkah  berderap,  Rafael  turun  dari  mobilnya dan membiarkan supirnya memarkir mobilnya. Kemarahannya bergolak,  seluruh  emosi dan  frustasinya  bertumpuk,  mencari pelampiasan. Langkahnya semakin cepat ketika dia mendekati ruangan IT Manager, tempat Edo seharusnya berada.
Edo ada di sana. Lelaki itu bahkan tidak sempat mengucapkan satu patah katapun karena Rafael langsung menerjangnya hingga terjengkang di lantai dan menghajarnya habis-habisan.  Edo yang meskipun  kaget pada awalnya, mencoba memberontak dan melawan, berhasil melemparkan satu atau dua pukulan ke bahu Rafael, yang kemudian dibalas dengan pukulan keras yang menohok mukanya, membuat kepalanya berdentam-dentam. Pada akhirnya, Edo bukan tandingan Rafael kalau harus bertarung satu lawan satu. Hasil akhirnya sudah bisa ditebak. Edo kalah, babak belur di lantai dengan wajah penuh lebam.
Rafael menarik kerah baju Edo dengan kasar, kemarahan menyala di matanya, membuat siapapun yang melihatnya takut. Begitupun Edo, Rafael seperti ingin membunuhnya, “Jangan pernah berani muncul lagi dalam kehidupanku dan Elena, aku akan mengawasimu mulai saat ini. Dan aku tidak akan segan- segan melenyapkanmu.’ Rafael menggeram dengan nada mengerikan   penuh  ancaman  kepada  Edo,  lalu  membanting tubuh  Edo  yang  terkulai  ke  lantai,  dia  melangkah  dengan marah. Sebelum keluar, Rafael menoleh lagi dan menatap Edo dingin, “Oh ya. Ngomong-ngomong, kau dipecat.”
Setelah itu Rafael meninggalkan ruangan Edo dengan pintu dibanting

Ҩ

“Kau bisa dituntut atas penganiayaan terhadap anak buah.” Victoria menempelkan es batu di atas sudut bibir Rafael yang lebam, “Ya Tuhan kak, kau adalah lelaki paling berkepala dingin yang pernah kukenal, tak kusangka kau memilih menyelesaikan ini dengan cara barbar.”
Rafael mengernyit dan memegang es batu di sudut bibirnya. Rasanya sakit. Lelaki sialan itu berhasil memukul bibirnya dalam usahanya membela diri tadi. Brengsek.
“Edo pantas menerimanya. Dia memberitahu Elena semuanya dengan tujuan jahat, dan entah racun apa lagi yang dia tanamkan ke dalam pikiran Elena.” Rafael mendesis marah. “Sekarang isteriku membenciku.”
“Kita   kan   sudah   menduga   ini   akan   terjadi   Rafael.” Victoria menarik napas panjang, “Sekarang apa yang akan kau lakukan?”
“Aku akan pulang,  dan  menunggu  sampai  Elena sudah tenang.  Semoga  dia  bisa  menerima  penjelasanku  ketika  dia sudah lebih berkepala dingin.”
“Apakah menurutmu dia akan bisa memaafkanmu?” Rafael  mengernyit  sedih,  “Aku  tidak  tahu.  Tetapi  aku tidak  bisa  melepaskannya,  Vicky.  Aku  tidak  bisa.  Aku  terlalu mencintainya     untuk     melepaskannya.”     Rafael     mengusap wajahnya dengan frustasi.  “Kalau dia tidak  bisa menerimaku, kalau dia tetap berusaha pergi dariku, aku akan membawanya ke pulau pribadiku dan menahannya di sana. Di sana dia tidak akan bisa pergi kemanapun.” Gumam Rafael penuh tekad.
“Astaga kak.” Victoria menggeleng-gelengkan kepalanya, “Kau tidak akan bisa mempertahankan pernikahan atas dasar pemaksaan.”
“Aku  tidak  tahu  harus  bagaimana.”  Rafael  menghela napas panjang, “Aku tidak tahu harus bagaimana Vicky. Dia bilang dia membenciku dan akan meninggalkanku.” Victoria mendekati Rafael dan menepuk pundaknya lembut untuk memberikan dukungan,
“Pulanglah kak. Mari kita berdoa semoga Elena bisa melupakan kemarahannya dan memikirkan semuanya dengan logika.”

Ҩ

Ketika sampai ke pintu rumahnya, Rafael disambut oleh pelayannya yang tergopoh-gopoh menghampirinya dengan cemas.
“Tuan Rafael!”
Firasat buruk langsung memenuhi benak Rafael, “Ada apa?” suaranya menjadi parau.

“Nyonya  Elena  tuan,  beliau  pergi  dari  rumah.  Kami sudah mencoba menahannya. Tetapi ketika salah satu pelayan mengantarkan makanan ke kamarnya, dia memaksa mengambil kunci kamar. Kemudian pergi meninggalkan rumah...!”


UNFORGIVEN HERO - BAB 13

No comments:

Post a Comment