Tuesday, October 27, 2015

UNFORGIVEN HERO - BAB 6

6

Gaun pengantin itu tiba-tiba saja sudah ada di sana, bersama Victoria yang menunggunya. Dan kemudian dia sudah didandani dengan begitu cantiknya, sehingga hampir tidak mengenali dirinya sendiri di depan cermin.
“Aku senang kita bertemu lagi akhirnya,.” Victoria tersenyum ramah kepada Elena,   tetapi sekarang keadaannya berbeda, kau akan menjadi kakakku.”
Elena   tersenyum   dan   menelan   ludahnya   dengan gugup, “Kau tahu ini mungkin terlalu cepat untukku.. aku.. aku merasa mual” Elena benar-benar merasa gugup. Pernikahannya akan berlangsung sebentar lagi, dan perasaannya kacau balau, campur aduk.
Ini pernikahan??. Ya ampun. Dan dia akan melangsungkannya dengan orang yang bahkan tidak dia kenal dekat. Apakah dia sudah gila? Tetapi harus bagaimana lagi? Insiden di malam pesta itu membuat segalanya berbeda.. dan seperti kata Rafael, Elena sudah tidak bisa mundur lagi.
“Kau tidak apa-apa Elena?” Victoria menyentuh pundak Elena lembut, menyadarkan Elena dari lamunannya. Elena tampak begitu pucat sehingga membuat Victoria cemas.
“Aku  tidak  apa-apa…mungkin  pernikahan  ini membuatku sedikit gugup…” jawab Elena pelan.
Victoria tersenyum memaklumi, siapa yang tidak gugup kalau baru tahu bahwa akan menikah sehari sebelumnya? Kakaknya  memang  keterlaluan,  Victoria  tidak  bisa menyalahkan Elena, kalau dia jadi Elena mungkin dia sudah pingsan di tempat.
“Rafael orang yang baik. Percayalah, ketika dia memutuskan  akan  menikahimu,  maka  dia  akan  menjagamu.”
Victoria  tersenyum  menenangkan  dan  menggandeng  tangan Elena, “Ayo aku akan mengantarmu kepadanya.”

Ҩ

Mereka sudah menikah. Elena termenung, tiba-tiba saja mereka sudah sah sebagai suami istri. Seperti mimpi rasanya. Terjadi begitu saja. Lalu sekarang apa?
Elena melirik ke arah Rafael yang sedang duduk di sebelahnya, mereka sedang makan malam sederhana bersama saksi pernikahan  dan  beberapa  teman.  Lelaki  yang  duduk  di sebelahnya ini, Rafael Alexander… Sekarang adalah suaminya.
Suaminya… Elena melafalkan kata-kata itu berulang- ulang dalam hati. Mencoba membuat hatinya terbiasa. Tetapi rasanya terlalu cepat untuk membuat sesuatu yang berlangsung begitu tiba-tiba menjadi terbiasa untuk hatinya.
“Kau akan senang berada di sana Elena.”
Suara Victoria mengagetkan Elena dari pengamatan tersembunyinya kepada Rafael. Dia sedikit terbatuk dan berusaha kembali ke dalam percakapan. Mereka sedang membicarakan apa?
“Pulau itu, pulau pribadi milik Rafael tempat kalian akan berbulan madu nanti, adalah pulau kecil yang sangat indah, dengan  fasilitas  yang  lengkap  tentunya.  Rafael  punya  rumah yang indah di sana lengkap dengan para pelayannya, ada desa kecil di bawah bukit yang hanya berisi 50 kepala keluarga, kebanyakan bekerja untuk Rafael. Pulau itu surga kecil yang indah,  aku  yakin  kau  akan  senang  di  sana.”  Victoria menyambung perkataannya dan tersenyum kepada Elena, membuat Elena bingung harus menanggapi apa.
Mereka akan pergi ke pulau? Jadi mereka tidak akan pulang  ke  kota  mereka?  Elena  harus  menanyakan  rencana Rafael, kalau tidak dia akan disibukkan dengan kejutan-kejutan yang tidak akan disangkanya.
“Kami akan berangkat nanti, setelah menghabiskan beberapa hari di sini. Aku ingin membuat Elena terbiasa denganku  dulu.”  Rafael  setengah  bergumam  kepada  Victoria, lalu  dia menyentuh  lembut  jemari  Elena,  yang kali ini sudah mengenakan cincin pernikahan darinya, dengan berlian yang lebih besar dan lebih indah dari cincin pertunangannya.  “Kau akan menyukai pulauku Elena, kita akan tinggal di sana untuk sementara.”
Elena   tercenung.   Entahlah...   Dari   kata-kata   Victoria, pulau itu terisolasi atau memiliki akses terbatas dengan dunia luar. Elena benar-benar merasa diculik sekarang.

Ҩ

“Sekarang kita sudah bisa tidur seranjang.” Rafael melepas dasinya dan menyampirkannya di kursi, dan menatap Elena yang gugup dengan senyuman lembut. “Kalau kau tidak keberatan.”
Rafael sungguh baik mengatakan itu.  Mungkin lelaki lain akan langsung memaksakan mereka tidur seranjang. Karena mereka  sudah suami istri,  dan  Elena tidak  akan  bisa membantah. Tetapi Rafael masih menanyakan keberatan Elena. Itu  berarti  dia  menghargai  pendapat  Elena  sebagai  seorang istri.
Melihat Elena diam saja, Rafael berdiri ragu dan menawarkan. “Mungkin aku akan tidur di sofa lagi saja, kalau kau  belum  siap.”  Lelaki  itu  hendak  melangkah  pergi,  tetapi Elena menahannya dengan menarik lengan kemejanya,
“Tunggu Rafael.”
Rafael berhenti seketika, melirik ke arah jemari gemetar Elena yang mencengkeram lengan bajunya, membuat Elena langsung melepaskan pegangannya dengan gugup. Dia mundur selangkah dan menatap Rafael dengan malu,
“Aku tidak akan mengusirmu dari ranjangmu lagi.” “Jadi kau yang akan tidur di sofa?”Elena    mengerutkan alisnya dan menatap Rafael, kemudian menyadari bahwa lelaki itu sedang bercanda. Rafael terkekeh,  kemudian  dengan  gerakan  lembut  menghela  Elena agar  masuk  ke  dalam   pelukannya.   Lelaki  itu  memeluknya lembut, mengecup puncak kepalanya dan meletakkan dagunya di sana.
“Kau istriku Elena”, Suara Rafael berubah serak, “Aku tidak   akan   menyakitimu.   Janganlah   merasa   takut   ataupun gugup kepadaku. Pernikahan ini memang terlalu cepat, kuakui aku terlalu tergesa-gesa menyeretmu dalam hal ini. Aku minta maaf.”
Rafael melakukannya demi adiknya, Victoria. Elena memejamkan   matanya   dan   menempelkan   pipinya   di  dada Rafael, merasakan kemeja lembut Rafael menyentuh lembut pipinya,   mengalirkan   panas   dari   kulit   kecoklatan   di   balik kemeja itu. Dan dia melihat Victoria sangat bagagia setelah pernikahan  tadi. Sungguh  lelaki ini adalah lelaki yang  sangat menyayangi adiknya.
“Aku berkesimpulan kau tidak menolak, kalau kita sama-sama tidur di ranjang itu.”
Elena mendongakkan kepalanya, langsung berhadapan dengan mata Rafael yang tajam, menatapnya dengan lembut,
“Ya.” Akhirnya Elena berani memutuskan. Pernikahan ini memang tak terduga dan tak terencanakan olehnya. Tetapi seperti  kata Victoria  sebelum pernikahan  tadi, dia beruntung menikahi Rafael, karena lelaki ini akan menjaga istrinya. Dan Elena memutuskan, dia akan mencoba menjadi istri Rafael, sepenuhnya.
“Kalau  kita  sama-sama  tidur  di  ranjang  itu,  kita  tidak akan hanya tidur.
“Ya. Rafael.”
“Aku akan menyentuhmu… mungkin aku sudah pernah melakukannya  malam  itu,  kita  sama-sama  tidak ingat…  Tapi, kalau  ternyata  ini  yang  pertama  untukmu,  aku  berjanji  akan bersikap lembut.” “Ya Rafael” “Elena.”
Rafael mengerang menahan perasaannya, lalu disentuhnya  dagu  Elena  lembut  untuk  mendongakkan kepalanya, kemudian dikecupnya bibir Elena lembut, mengenalkan  dirinya pelan-pelan.  Lidahnya  mendesak  masuk kemudian, terasa panas dan menggoda, tanpa permisi menjelajahi seluruh bagian mulut Elena, mencecapnya dan menggodanya,   lidah  itu  lalu  menemukan   lidah  Elena  yang lembut dan berjalinan di sana. Mulut Rafael  melumat seluruh bagian bibir Elena, seakan ingin menyerap semua rasanya. Pelukannya mengencang, jemarinya menelusuri permukaan kedua lengan Elena, bergerak naik turun dengan menggoda.
Ketika ciuman itu terlepas, napas mereka berdua sama- sama terengah-engah. Rafael lalu mengecup lembut bibir Elena, beralih ke pipinya, diberinya hadiah kecupan-kecupan kecil, kemudian ke telinganya, menghembus lembut di sana membuat Elena memekik kegelian.
Rafael tersenyum. “Di sana titik sensitif perempuan biasanya.”  Lelaki itu lalu mengecup  lembut telinga Elena dan lidahnya dengan nakal mencicipi di sana. “Elena, aku sangat menginginkanmu.”
Dengan lembut diangkatnya  Elena dan dibaringkannya ke atas ranjang. Rafael melumat bibir Elena lagi dan tubuhnya bergerak dengan lembut di atas Elena. Jemarinya menyentuh pelan, menyentuh lembut bagian depan gaun Elena, membuat perempuan  itu  terkesiap.  Lalu  dengan lembut  tetapi cekatan, Rafael membuka kancing demi kancing gaun putih Elena, begitu pelan   gerakannya,   seolah   ingin   menyiksa   dirinya   sendiri, seperti seorang lelaki yang membuka hadiahnya dengan penuh antisipasi dan kemudian mengintip dengan hati-hati.
Kulit Elena yang lembut terlihat sedikit demi sedikit, Rafael   membuka   seluruh   kancing   gaun   Elena,   sampai   ke pinggangnya dan menatap istrinya dengan penuh gairah. Elena begitu menggairahkan, perempuan mungil itu kini terbaring dengan baju terbuka, menampakkan kulitnya dan begitu menggoda.   Rafael   membantu   Elena   menurunkan   gaunnya hingga sepinggang, kemudian sambil menciumi leher Elena dan menjilatnya lembut, lelaki itu melepaskan kaitan bra Elena, membuat gadis itu telanjang dada di depannya.
Napas  Elena makin  terengah  ketika Rafael  menyentuh payudaranya sambil lalu, mengusap putingnya dengan gerakan seolah tak sengaja, sehingga membuat puting itu mengeras, seakan ingin disentuh lagi. Elena mengerang merasakan sensasi panas yang membakarnya di payudaranya. Rafael masih menciumi lehernya, lalu bibir yang membara itu naik, melumat bibir Elena dan berbisik di sana.
“Di mana kau ingin aku menyentuhmu sayang? Katakan padaku.” Suaranya menjadi serak dan sensual, logat Spanyolnya tiba-tiba muncul mewarnai gairahnya yang begitu pekat.
“Rafael…” Elena mengerang, lalu memejamkan mata ketika  Rafael  menunduk  dan  mengecup  bagian  atas payudaranya, kemudian, bibir Rafael lewat sambil menghembuskan napas panasnya sambil lalu di atas payudaranya, membuat putingnya mengencang dengan kerasnya. “Rafael…” suara Elena makin keras ketika Rafael mengulangi perbuatannya berkali-kali. Lelaki itu mengecupi seluruh  bagian  payudaranya  tetapi  mengabaikan   putingnya yang mendamba. Yang dilakukan Rafael hanyalah menghembuskan napasnya sambil lalu, menggoda Elena, menyiksa Elena.

“Kau ingin aku menyentuhmu di situ sayang?” Rafael berbisik   di  sela-sela   kecupannya.   Menikmati   ketika   jemari Elena tanpa sadar menyentuh rambutnya, mencoba mengarahkan puting Rafael ke bibirnya.

“Iya Rafael… iya…” Elena mengerang seolah kesulitan bernapas. Puting payudaranya begitu tegak dan panas, karena godaan-godaan  Rafael,  dia  ingin  lebih..  dia  ingin  bibir  Rafael yang panas melumat putingnya, menghisapnya dengan lembut..
dia ingin….
Dan Rafael melakukannya. Bibirnya dengan lembut mengatup di puting payudara Elena, lalu lidahnya bergerak menggoda di dalam, begitu panas dan basah, memainkan puting Elena   dengan   usapan-usapan   lembut   di   dalam   mulutnya. Sensasi rasanya membuat tubuh Elena lemas, kedua jemarinya mencengkeram      rambut   Rafael,   membuatnya   acak-acakan, lelaki  itu  sekarang  sudah  menindih  Elena  sepenuhnya, tubuhnya yang tinggi besar melingkupi tubuh mungil Elena. Rafael bertumpu pada kedua siku dan lututnya, dan menenggelamkan kepalanya di keindahan payudara Elena yang ranum,   lelaki   itu   memuja   payudara   Elena,   mencumbunya dengan lidahnya, dan menghisap putingnya perlahan, membuat Elena mengeluarkan erangan-erangan gelisah atas sensasi yang baru pertama kali dirasakannya.
Setelah puas. Rafael mengangkat kepalanya dan mengecup ujung hidung Elena yang terengah-engah, napas mereka berkabut oleh gairah yang pekat. Ketika Rafael menggeserkan tubuhnya, Elena merasakan kejantanan Rafael sudah mengeras di sana, menggesek selangkangannya,  begitu keras dan siap.
Jemari Rafael menurunkan gaun Elena, membantu Elena mengangkat tubuhnya sehingga gaun itu akhirnya lepas seluruhnya, terlempar ke lantai, membuat Elena terbaring telanjang   di   bawah   tubuh   Rafael   yang   masih   berpakaian lengkap, hanya dengan celana dalam sutra warna putih membungkus kewanitaannya.
“Kau  begitu  indah  Elena.”bibir  Rafael  turun  ke  leher Elena, mengecup lehernya dengan penuh gairah, lalu turun menelusuri dada Elena, memberi hadiah kecupan lembut ke kedua putingnya. Lelaki itu membungkuk dan mengecupi perut Elena, membuat Elena merasakan sensasi panas menjalari perutnya, menuju kewanitaannya. Kemudian lelaki itu menarik celana dalam Elena turun, refleks Elena langsung merapatkan kakinya, mencoba menutupi dirinya. Tetapi Rafael menahannya dengan jemarinya, mendongakkan kepalanya dan menatap Elena dengan matanya yang berkilau penuh gairah,
“Jangan tutup dirimu dari suamimu.” Suaranya berat, penuh dominasi, “Aku ingin melihat seluruh tubuh istriku, aku ingin mencicipi seluruh tubuh istriku…”

Kata-kata Rafael membuat Elena gemetar penuh gairah, dan terus gemetar ketika Rafael menurunkan celana dalam itu, melalui sebelah pahanya dan melepaskan dari kakinya. Membiarkan  celana dalam  itu  masih menggulung  di pahanya yang lain. Rafael menggerakkan jemarinya dengan lembut, dan dengan gerakan sensual menurunkan celana dalam sutra itu pelan-pelan dari paha Elena, sambil membiarkan jemarinya meraba paha Elena, mengirimkan sinyal-sinyal gairah yang bagaikan sengatan listerik di sana. Ketika sampai di kaki Elena, Rafael melepaskan celana dalam itu dari tubuh Elena, lalu menatap   keseluruhan   tubuh   Elena   yang   telanjang   bulat. Istrinya...   Telanjang   bulat   di   bawahnya,   dan   siap   dimiliki olehnya.
Kepala Rafael pening oleh gairah dan antisipasi ketika dia menggerakkan jemarinya lagi, pelan mengalun dari lutut Elena, dan naik ke pahanya. Sampai kemudian menyentuh kewanitaan Elena. Hanya sepersekian detik, menyentuh di sana. Dan tubuh Elena terkesiap, berjingkat kaget oleh sengatan aneh yang menyengatnya seketika.
Rafael tersenyum. Elena sangat sensitif dan siap olehnya. Jemarinya menyentuh kewanitaan Elena, memainkannya lembut dengan usapan ahli, membuat Elena setengah bangun, bingung atas sensasi yang mengalir deras di tubuhnya, sekaligus takut.
”Rafael… aku… jangan sentuh di situ…”
“Sssshh….  Tenanglah  sayang.”  Rafael  menghela  Elena agar terbaring lagi, menikmati, “Aku akan memberimu kenikmatan dari seluruh tubuhku, dari jemariku, dari bibirku…” Lelaki itu mendunduk, lalu mengecup kewanitaan Elena lembut. Membuat Elena menggeliat, mencoba merapatkan pahanya. Kaget atas keintiman luar biasa yang ditunjukkan Rafael kepadanya.
“Rafael.. jangan di situ… astaga….Rafael…”
“Nanti, aku akan mengajarkanmu menyentuhku juga sayang, dengan jemarimu, dengan bibirmu…” Napas Rafael bagaikan  uap  panas  di  kewanitaan  Elena,  membuatnya gemetar, “Sekarang, biarkan aku memberimu kenikmatan..” Lidah Rafael menelusup, menemukan titik paling sensitif di kewanitaannya,  dan memainkannya dengan ahli. Lidah Rafael sepanas bibirnya yang melumat dengan ahli, dengan penuh pemujaan.
Elena terbaring di sana dengan mata berkabut, dengan napas terengah dan terasa melayang akibat sensasi luar biasa nikmat yang menyelimuti tubuhnya, bersumber pada kewanitaannya. Gerakan bibir dan lidah Rafael begitu ahlinya, membuat  Elena  berkali-kali  mengerang  ketika Rafael  dengan sengaja menggerakkan lidahnya memutar, menggoda titik sensitifnya. Membuat Elena seakan dibawa ke sebuah tepi pencapaian yang tidak diketahuinya. Elena memejamkan matanya. Dia sudah hampir sampai ke tepi itu. Digigitnya bibirnya, merasakan sensasi panas melandanya dan menggetarkannya….  Hendak  membawanya  ke  suatu  tempat yang tidak dia ketahui sebelumnya. Napasnya tersengal, jantungnya berdetak cepat, matanya terpejam menyerap kenikmatan itu, … Tetapi kemudian, Rafael berhenti.
Lelaki itu menghentikan cumbuannya di kewanitaan Elena, membuat Elena membuka matanya setengah memprotes. Tetapi senyum Rafael begitu sensual dan penuh rahasia, membuat Elena bergetar karena gairah yang ditularkan Rafael.
“Jangan. Kau harus menungguku. Kita akan mencapai puncak kenikmatan itu bersama-sama.”
Lelaki itu menegakkan tubuh dan bertumpu pada lututnya yang mengangkang di atas tubuh telanjang Elena dan membuka kemejanya, memamerkan dada bidang telanjang dengan  kuli  perunggu  keemasan  yang  berkilauan.  Bagaikan sutra cokelat yang halus, dan panas, membungkus otot-otot tubuhnya yang kekar dan keras. Membuat Elena merasakan dorongan luar biasa untuk menyentuhnya.
Lelaki  itu  lalu  setengah  berdiri  dan  melepaskan celananya.  Seluruh  pakaiannya  akhirnya  terlempar  ke  lantai. Dan sekarang Elena menatap seorang lelaki yang berlutut telanjang di atasnya, dengan tubuh yang luar biasa  indahnya, dan kejantanan yang telah mengeras dan siap untuknya. Rafael begitu indah dalam ketelanjangannya. Dan lelaki itu suaminya.
Ingatan akan kenyataan itu membuat benak Elena dibanjiri  oleh  pemikiran  sensual,  pemikiran  yang  selama  ini tidak  pernah berani  dipikirkannya.  Rafael  tersenyum  lembut, lalu  meraih  jemari  Elena  dan  mengecupnya  dalam  kecupan basah dan sensual.
“Maukah kau menyentuhku?”
Elena  menganggukkan  kepalanya,  dan  lelaki  itu membawa jemari Elena ke kejantanannya yang keras dan siap untuknya. Elena menyentuh kekerasan yang sehalus sutra itu dan membelainya. Membuat Rafael mengeluarkan erangan sedikit  keras.  Mendengar  erangan  itu, Elena hendak  menarik jemarinya, tetapi Rafael menahannya,
“Jangan.”  Gumam  Rafael  tertahan,  “Teruskan  sayang, kenali aku.”

Jemari   mungil   Elena   membelai   kembali   kejantanan Rafael,  membuat  Rafael  harus  menggertakkan  giginya, menahan erangannya. Elena begitu kagum, karena ternyata apa yang tampak begitu keras bisa terasa begitu halus dan lembut. Dengan penuh ingin tahu, dia mengeksplorasi tubuh Rafael, mempelajarinya, mengenalinya. Sampai kemudian Rafael menggenggam tangan Elena dan menahan  jemarinya.
“Cukup. Kurasa aku akan meledak kalau kau meneruskannya.” Dengan penuh gairah lelaki itu kembali menindih   Elena,   posisi   mereka   sungguh   pas.   Sang   lelaki berpadu dengan perempuannya. “Buka pahamu, sayang.” Rafael setengah membantu Elena membuka pahanya dan membiarkan kejantanan  Rafael mendesak  di antara paha Elena, mendesak kewanitaannya. Lelaki itu menggesekkan tubuhnya lembut, mengirimkan getaran listrik yang membuat tubuh Elena membara.
“Kau  sudah  basah  dan  siap  untukku.”  Rafael menyentuh Elena dengan kejantanannya, merasakan betapa Elena sudah begitu panas dan basah di bawahnya, “Izinkan aku memilikimu, sayang.”
Lelaki itu bertumpu kepada kedua sikunya, dan mendorongkan   pinggulnya.   Menekan   tubuh   Elena   dengan begitu  ahli.  Tetapi  halangan  itu  cukup  kuat,  sehingga  Rafael harus menekan beberapa kali, mencari jalan untuk menyatukan tubuhnya ke dalam tubuh Elena, menuntaskan kenikmatan ini. Dengan lembut, lelaki itu menggesek-gesekkan tubuhnya di ujung bibir kewanitaan Elena, mempersiapkan perempuan itu. Pelan dan pasti mencoba masuk sedikit demi sedikit, dan kemudian, ketika menemukan titik itu Rafael mendorong tanpa peringatan menekan kuat dan memasuki tubuh Elena.
Yang dirasakan Elena kemudian adalah rasa sakit yang luar biasa, Kejantanan Rafael mendorongnya masuk ke dalam tubuhnya, dan dia terkejut akan kekuatan besar yang mencoba menyatukan diri dengannya. Elena mengerang, mencoba mendorong tubuh Rafael menjauh karena kesakitan yang dirasakannya.
“Jangan dorong aku sayang. Rilekslah, terima aku…” Rafael  berbisik  pelan  di  telinga  Elena,  tubuhnya  mendorong lagi, dan ketika akhirnya dia berhasil menembus penghalang itu dia menekankan dirinya dalam-dalam dan menahan dirinya untuk tidak langsung bergerak, mengangkat kepalanya dan mengecup pipi Elena lembut. Perempuan itu kesakitan selama


proses itu, dan Rafael tidak bisa membantunya. Sekarang lelaki itu mengecupi Elena lembut, membantunya supaya rileks dan menikmati, membantunya supaya lepas dari kesakitan di kewanitaannya.
“Apakah masih terasa sakit?” Rafael mengusap air mata di sudut mata Elena. ‘Kau ingin aku berhenti dulu?”
Elena tersentuh atas kelembutan Rafael. Dia menggelengkan  kepalanya,  membiarkan  lelaki  itu mengecupinya.
Dengan lembut Rafael mulai menggerakkan tubuhnya, agak sakit bagi Elena pada awalnya,  merasakan sesuatu  yang asing menggesek bagian tubuhnya yang begitu peka. Tetapi kemudian ritmenya mulai terasa. Setiap Rafael bergerak, Elena mulai bisa menikmati gelenyar sensual yang terkirim dari kewanitaannya ke sekujur tubuhnya. Membuatnya mengerang, sambil berpegangan pada tubuh Rafael.
Tubuh mereka berdua berkeringat, di atas ranjang berseprei putih yang sekarang sudah acak-acakan itu. Rafael menggerakkan tubuhnya di dalam tubuh Elena, semula lembut dan hati-hati. Tetapi ketika merasakan tubuh Elena mulai merespon dengan napas terangah dan erangan pelan, Rafael bergerak dengan penuh gairah, membawa mereka menuju puncak gairah masing-masing.
Ketika   puncak   itu   hampir   tiba,   Rafael   membimbing Elena, membawanya lebih dulu mencapai orgasme yang luar biasa itu. Dan ketika erangan Elena dalam pencapaiannya menandai orgasmenya, Rafael merasakan tubuh Elena mencengkeram kejantanannya dengan kuat di dalam, membuatnya tak tahan lagi, hingga kemudian meledak di dalam tubuh Elena.
Kenikmatan itu begitu intens dan luar biasa, sehingga membuat   tubuh  mereka  lemas.  Rafael  berbaring  menindih tubuh Elena, menahan dengan siku dan lututnya supaya tidak membebankan beratnya di tubuh istrinya, kepalanya berbaring di  bantal  di  samping  kepala  isterinya.  Napas  mereka  berdua terengah-engah.  Kepalanya masih dipenuhi kabut kenikmatan itu. Luar biasa rasanya bercinta dengan orang yang dicintai. Orgasmenya sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Rafael membuka matanya dan mengecup telinga mungil Elena yang ada di depannya,
“Apakah aku memuaskanmu?”
Elena masih berusaha menormalkan napasnya. Apakah Rafael memuaskannya? Tentu saja. Kalau benar ledakan luar biasa   yang   dirasakan   tubuhnya   dan   menerbangkannya   ke tingkat ke tujuh adalah sesuatu yang orang-orang sebut sebagai orgasme, berarti Rafael telah memberikan orgasme yang paling nikmat kepadanya. Elena memang tidak punya perbandingan. Tetapi tubuhnya yang begitu terpuaskan tahu.
“Ya, Rafael…”
Lelaki  itu  tersenyum  mesra  dan  mengecup  Elena  lagi. Lalu mengangkat kepalanya, dan menarik tubuhnya yang masih tenggelam di dalam tubuh Elena dengan hati-hati.
Elena mengerang ketika merasakan rasa tidak nyaman yang  menyakitinya  di  tubuhnya.  Rasa  sakit  itu  terasa,  dan ketika orgasme mereka selesai mulai terasa sedikit nyeri. Rafael melepaskan  dirinya,  lalu  membaringkan  tubuhnya  di sebelah Elena, dia menoleh dan menatap Elena dengan senyuman bersalah,
“Maaf. Sakit ya.”
Elena  hanya  menganggukkan  kepalanya.  Tiba-tiba merasa malu.  Mereka  telah melakukan  hal yang paling  intim yang bisa dilakukan oleh sepasang suami istri, dan sekarang mereka telanjang  bersama di atas ranjang. Tetapi tampaknya hal itu tidak mengganggu Rafael, lelaki itu termenung, memikirkan sesuatu,

“Aku belum pernah becinta dengan perawan sebelumnya…”  Rafael  bergumam  pelan,  “Kau  adalah perawan pertamaku.”
Dan  kau  adalah lelaki  pertamaku….  Elena  menjawab dalam hati. Tiba-tiba merasa mengantuk luar biasa.

Ҩ

Victoria baru sampai dari penerbangannya menghadiri pernikahan Rafael dan Elena. Dia langsung menuju ke kantor. Kakaknya itu menyerahkan seluruh kendali perusahaan di tangannya selama dia pergi. Ya, Rafael mendirikan perusahaan ini dari awal, dengan kerja keras dan kejeniusannya sehingga perusahaan ini menjadi begitu besar dan menjadi tempat bergantung  ratusan  pegawainya.  Semuanya  untuk mendapatkan  Elena,  dan  sekarang  lelaki  itu  sudah mendapatkan Elena. Rafael berhak mendapatkan libur dan menikmati kebersamaannya dengan Elena. Victoria tidak keberatan menggantikan tugas-tugas Rafael sementara waktu.
Ponsel di dalam tasnya berdering ketika dia hendak melangkah menuju ruangan kerja Rafael, dia berhenti di lorong dan mengangkat ponselnya. Mamanya yang menelepon dari Spanyol.

“Jadi?” Sang mama langsung menembak, tanpa basa-basi.
“Kakakmu ahkirnya menikahi Elena?”
“Ya.” Victoria mendesah, “Maafkan aku Ma, aku sudah membujuknya untuk memberitahu mama. Tetapi dia menolak karena takut mama akan bergegas datang lalu menghadiri pernikahannya, lalu merusak semuanya ketika Elena ahkirnya Elena mengenali mama.”
“Aku memang sangat ingin datang di pernikahan Rafael, tetapi aku cukup mengerti untuk tidak merusak rencananya.” Suara Nyonya Sophia Alexander, wanita Spanyol yang menjadi ibu Rafael dan Victoria itu melembut, “Apakah dia bahagia?”
“Dia jatuh cinta kepada  Elena.  Dia bahagia.”  Victoria tersenyum, “Semoga saja peristiwa kecelakaan di masa lalu itu tidak merusak kebahagiaan mereka” Victoria merenung. “Kalau kita  bisa  menyimpan  kebenaran  tentang  kecelakaan  itu  agar tidak sampai di telinga Elena, aku pikir mereka akan menjadi pasangan yang sangat cocok.”
“Mama  setuju.  Karena  gadis  bernama Elena itu, dialah yang mengubah Rafael kita menjadi lebih baik.” Sang mama mendesah, “Yah. Mungkin mama harus bersabar dan menunggu waktu yang tepat untuk berterimakasih kepada Elena.”
“Pasti akan ada waktunya mama, waktu telah mengubah wajah kita, aku berharap Elena tidak ingat kalau dia pernah bertemu mama setelah kejadian kecelakaan itu.”

Ҩ

Di sudut lain lorong itu, Edo berdiri dalam kegelapan. Dia tadi hendak berjalan menuju lift ketika suara Victoria, adik Rafael bercakap-cakap di telepon menarik perhatiannya. Edo langsung berdiri di sudut lorong, di sebelah pot tanaman berukuran   besar   yang   cukup   menutupinya   sehingga   tidak terlihat oleh Victoria.
Dia  mendengar   percakapan   itu   dengan   cukup   jelas. Rafael dan Elena dikabarkan pergi ke Pulau Dewata untuk pertemuan bisnis. Tetapi Edo curiga ada sesuatu yang lebih, dan ternyata kecurigaannya terbukti. Dari percakapan telepon Victoria  itu  dia  bisa  menyimpulkan  bahwa  Rafael  dan  Elena telah menikah.

Dadanya  serasa  diremas.  Penuh  oleh  sakit  hati.  Dia benar-benar mencintai Elena. Gadis itu begitu polos dan mengembalikan apa yang dulu tidak dipercayainya. Cinta. Edo dulu tidak percaya cinta dan menghabiskan  hidupnya sebagai playboy yang suka berganti-ganti wanita, berhubungan seks tanpa ikatan. Lagipula dia lelaki yang cukup tampan dengan penghasilan lumayan sehingga banyak wanita yang takluk kepadanya.  Tetapi  baginya  Elena  berbeda,  kepolosan perempuan  itu  membuatnya  merasa disadarkan.  Tetapi,  baru saja dia ingin ke jalan yang baik, mencintai Elena sepenuh hati. Semuanya dihancurkan begitu saja oleh sesuatu yang licik, sesuatu yang menjebaknya dan menghancurkan nama baiknya di depan Elena. Edo akan membuat nama baiknya kembali. Dia bertekad. Tadi dia mendengar sesuatu tentang ‘kecelakaan di masa lalu” yang  disebut-sebut  dalam  percakapan  Victoria.  Apapun peristiwa  kecelakaan  itu,  sepertinya  merupakan  hal  penting, dan mereka sepertinya ketakutan kalau Elena tahu sesuatu. Edo akan  mencari  tahu.  Kalau  itu  bisa mengembalikan  lagi Elena kepadanya. Dia akan berusaha.




No comments:

Post a Comment