Tuesday, October 13, 2015

SLEEP WITH THE DEVIL - SANTHY AGATHA - BAB 4





BAB 4

Mikail keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai.

Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh. Norman berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Mikail masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu sepertinya sudah diobati,
“Bagaimana dia?,” tanya Mikail dingin.
“Dokter sedang menanganinya, paru-parunya kemasukan cairan…Anda sendiri Tuan Mikail, Anda tidak apa-apa?
Terjun dari lantai dua seperti itu hanya untuk menyelamatkan perempuan itu…”
Mikail melirik pada Norman dengan tatapan tajam, lalu meraih handuk untuk menggosok rambutnya yang basah,
“Tadinya aku berniat membunuhnya”
“Kalau begitu kenapa Anda menyelamatkannya?”
Mikail membalikkan tubuhnya dan menatap Norman dengan mata menyala-nyala,
“Karena aku memutuskan, belum saatnya dia mati,” mata cokelat Mikail bagaikan berbinar di kegelapan, “Dan kau…. Kenapa kau sengaja membiarkannya lolos?”
Norman menatap Mikail, tampak ada keterkejutan di matanya meskipun sekejap kemudian dia langsung memasang wajah datar, “Saya tidak sengaja membiarkannya lolos”
“Kau pikir aku bodoh?,” suara Mikail menajam, setajam tatapannya, “Kau adalah pengawalku paling berpengalaman, tak mungkin kau bisa diperdaya gadis itu, kecuali kau memang membiarkan dirimu diperdaya”
Norman menelan ludahnya, “Saya ingin membebaskannya, saya takut dia akan membawa masalah untuk kita”

Mikail melempar handuknya dengan marah ke sofa,
“Dalam dua hari ini kau sudah dua kalI mengambil keputusan sendiri dan menentangku. Dengarkan ini baik-baik Norman,” suara Mikail dalam dan mengancam, “Sekali lagi kau membuat kebodohan yang merepotkanku, bukan hanya pukulan yang kau dapat, aku akan menghabisimu secepat aku bisa”
Suara ancaman itu masih menggema di kegelapan, bagaikan janji Iblis yang memanggil-manggil meminta nyawa.

***
Ketika Lana terbangun, yang dirasakannya pertama kali adalah rasa sesak di dadanya. Dia menggeliat panik, mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya mencari oksigen sebanyak-banyaknya.
“Tenang, kau sudah ada di daratan, kau bisa bernafas secara normal,” Suara Mikail membawa Lana kembali pada kesadarannya.
Dengan waspada dia menoleh dan mendapati Mikail sedang duduk di tepi ranjangnya. Lana beringsut sejauh mungkin dari Mikail dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya geli di mata Mikail, “Apakah kau takut padaku setelah kejadian tadi?,” nada gelipun tersamar dalam suara Mikail.
Kurang ajar, batin Lana dalam hati. Dia berjuang meregang nyawa, dan lelaki ini malah duduk disini menertawainya.
Tetapi, apakah benar Mikail yang terjun ke kolam waktu itu dan menyelamatkannya? Kenapa? Bukankah jelas-jelas dalam kemarahannya Mikail sudah memutuskan untuk membunuhnya? Kenapa lelaki itu berubah pikiran?
“Ya, aku memang menyelamatkanmu,” Mikail bergumam seolah-olah bisa membaca pikiran Lana, “Tetapi itu bukan demi dirimu, itu demi kepuasanku.”
Lana menatap Mikail geram, “Apa maksudmu?”
Dengan tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan tetapi mengancam hingga tanpa sadar Lana bergidik dan beringsut menjauh.
“Aku tidak suka bercinta dengan mayat,” Senyum di bibir Mikail tampak kejam, “Kau lebih nikmat kalau hidup dan bernafas.”
Ketika Lana menyadari maksud Mikail, sudah terlambat. Lelaki itu mencengkeram kedua lengannya dengan satu tangan. Kekuatan Lana tidak sebanding dengan kekuatan tubuh Mikail yang besar dan kuat di atasnya. Dengan mudahnya lelaki itu mengikat kedua pergelangan tangannya dengan ikatan mati yang sangat rapi, lalu menalikannya di kepala ranjang, “Kau…. Kau mau apa ??’, Lana mulai panik ketika Mikail yang setengah duduk di atasnya membuka kancing kemejanya.
Senyum Mikail tampak penuh kepuasan melihat kondisi Lana yang tidak berdaya. Lelaki itu membuka seluruh kancing kemejanya sehingga dada dan perutnya yang berotot terlihat. Sejenak Lana terpana melihat kulit berwarna perungggu yang berkilauan bagai satin itu, tetapi kemudian dia sadar bahwa dia ada dalam kondisi genting. Dengan panik Lana mulai meronta dan menendang, sedapat mungkin bergerak untuk melepaskan diri.
Tapi percuma, ikatan Mikail ke tangannya sangat kuat, dan dalam kondisi terikat seperti itu, Lana benar-benar tak berdaya.
“Semalam kau bercinta denganku, panas, dan memabukkan…. Tapi kau mungkin tak bisa mengingat dengan jelas dan aku tak suka itu….,” suara Mikail merendah, penuh gairah, “Malam ini, akan kubuat kau mengingat setiap detiknya”

***
Dalam kondisi terikat dan tak berdaya, Lana melihat ketika Mikail melepas kemejanya dan setengah menindihnya. Mulutnya sangat dekat dengan bibir Lana, hingga napas mereka beradu, Mikail menundukkan kepalanya, mencium sisi leher Lana, membuat Lana berjingkat dan berusaha meronta lagi,
“Sshhh…. Kau akan menyakiti lenganmu kalau kau merontaronta terus seperti itu,” bibir Mikail merayap dan mendarat di bibir Lana. Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Lana, lalu lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Lana yang lembut, mencecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir Lana yang hangat dan panas. Lidahnya mengait lidah Lana dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.
Ketika Mikail melepaskan bibirnya, napas Lana terengahengah, ciuman ini adalah ciuman yang paling intens yang pernah di rasakannya.
“Kau menyukainya bukan?’, Mikail berbisik lembut dengan nafasnya yang panas di telinga Lana, “Aku sangat menyukai bibirmu, dan sensasi kelembutannya di bibirku….,” tangan Mikail merayap ke bawah, meraba kulit leher Lana, “Seluruh tubuhmu hangat sayang, seakan menggodaku….,” Jemari Mikail menyingkap rok Lana dan menelusup ke dalam sana, menggoda pusat gairahnya, “Di sini…. Yang paling panas” Lana menggelinjang, mencoba meronta, tetapi tubuh kuat Mikail yang setengah menindihnya membuat gerakannya terbatas. Apalagi tangannya yang terikat di atas, membuat lengannya terasa kram dan pergelangan tangannya ngilu ketika dia menggerak-gerakkannya.
Mikail melirik ke pergelangan tangan Lana yang terikat, dan menyadari bahwa ikatan itu menyakiti Lana.
“Jangan bergerak-gerak, atau kau akan mengalami memarmemar ketika ini selesai”
Setetes air mata mengalir di sudut mata Lana, dia putus asa dalam usahanya untuk melepaskan diri.
“Jangan lakukan ini, please…”
Mata Mikail sedikit melembut ketika mendengar permohonan Lana, tetapi kemudian senyumannya tampak mengeras, “Aku hanya ingin membuatmu sadar dimanakah tempat kau seharusnya berada Lana,” Mikail membuka kancing kemeja Lana satu persatu, membiarkan payudara Lana terbuka bebas untuknya,
“Ini milikku,” Mikail menyentuh payudara Lana dan menggodanya, menikmati ketika mendengar erangan tersiksa Lana, “Seluruh tubuhmu milikku,” Mikail mengecup ujung payudara Lana, mencecapnya dengan lidahnya. Lalu bibirnya berpindah menelusuri bagian samping payudara Lana, menikmatinya dengan bibirnya sehingga meninggalkan jejak-jejak basah dan panas di sana.

Lana melengkungkan punggungnya atas sensasi yang menyiksanya tanpa ampun. Dalam kondisi terikat dan tak berdaya, merasakan lelaki iblis itu mencumbunya, dan menyiksanya dengan godaan-godaannya yang sangat ahli, ada perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya. Seperti gelenyar panas yang bergulung-gulung, terasa seperti arus listrik yang mengalir dari jemarinya, dan menjadi semakin panas ketika menyatu di pusat dirinya.
Dan jemari Mikail menyentuh ke sana, dengan begitu ahli, memainkan Lana sesuka hatinya. Tubuh Lana meronta tak tahan akan alunan sensasi permainan jemari Mikail, tapi lengan MIkail yang kuat menahan tubuhnya.
Kemudian bibir Mikail mengikuti jemarinya. Lana terkesiap merasakan hembusan napas panas di pusat dirinya. Seketika dia menegakkan tubuhnya dan tertahan oleh ikatan di pergelangan tangannya.
“Jangan!!,” teriaknya panik, mencoba merapatkan kaki, mencegah bibir Mikail menyentuhnya.

Tetapi lengan Mikail yang kuat menahannya, dan kemudian, Lana melengkungkan punggungnya dan mengerang keras merasakan sensasi itu. Sensasi sentuhan bibir dan lidah Mikail di pusat dirinya, dengan hembusan nafasnya yang panas. Panas bertemu panas dan dia terbakar.
Pandangannya menggelap karena sensasi kenikmatan yang tak tertanggungkan.
“Sshhhh…. Semua bagian tubuhmu milikku Lana, Milikku.” Mikail mencumbu pusat gairah Lana menyatakan kepemilikannya.
Dan ketika Mikail selesai bermain-main, Lana sudah terbaring, lemas, dan tak berdaya dengan nafas terengahengah dan tubuh membara. Mikail menaikkan kembali tubuhnya dan mengecup lembut bibir Lana. Dada bidangnya menggesek payudara Lana, dan Lana merasakan kejantanan Mikail yang begitu keras menyentuh pahanya dengan begitu menggoda seolah mengerti apa yang paling Lana inginkan. Mikail menempatkan dirinya dengan begitu tepat, seolah telah mengenal setiap jengkal tubuh Lana. Dan Lana merasakan tubuh Mikail yang keras dan panas menyatu dengan tubuhnya, memberikan geleyar kenikmatan yang makin menghujam.
“Lana,” Mikail mengerang merasakan tubuh Lana yang panas, halus, dan membungkusnya dengan begitu erat, menggodanya untuk mencapai kepuasan secepat mungkin. Tapi tidak, malam ini untuk Lana. Mikail ingin Lana mengingat setiap detik percintaan mereka malam ini.
Ketika Mikail bergerak, Lana mengerang. Semua ini terlalu nikmat untuk ditanggungnya, dia tak bisa menjangkau kesadarannya lagi, hampir frustasi karena pada akhirnya tubuhnya menyerah dalam pusaran gairah Mikail. Mikail menundukkan kepalanya, lalu mengecup sudut bibir Lana dengan posesif, menyatakan kepemilikannya, dan menghujamkan dirinya dalam-dalam.
“Kau milikku, Lana. Ingat itu baik-baik”

Sedetik kemudian, Mikail membawa Lana melewati pusaran gelombang semakin dan semakin naik hingga guncangan orgasme menerjang mereka berdua. Menyatukan mereka dalam satu titik kenikmatan.

***

Mikail mengangkat tubuhnya dari Lana yang terengah-engah, dengan pikiran masih berkabut karena orgasme. Dengan lembut jemarinya membuka ikatan tangan Lana, Ikatan itu menimbulkan bekas kemerahan di sana. Dan Mikail mengecup kedua pergelangan tangan Lana,
“Kau milikku, ingat itu. Kalau kau mencoba melarikan diri lagi, aku akan menghukummu dengan hukuman yang lebih berat”
Lalu Mikail bangkit, mengenakan pakaiannya dan menatap Lana yang memalingkan muka darinya, tak mau menatapnya,
“Kuharap kau tidak melupakan malam ini, setiap detiknya,” gumamnya dingin, lalu melangkah pergi meninggalkan Lana yang terbaring diam di ranjang.
Setetes air mata mengalir kembali di sudut mata Lana. Mikail benar, Lana tidak akan pernah bisa melupakan malam ini, setiap detiknya.

***

1 comment: