Tuesday, October 13, 2015

SLEEP WITH THE DEVIL - SANTHY AGATHA - BAB 16

BAB 16

Mata Mikail menyala ketika menatap mata Lana. Perempuan ini menatapnya tanpa dosa. Tidakkah dia tahu bahwa permintaannya ini menambah penderitaan Mikail? Memijit Lana? Dalam kondisi bergairah dan ingin dipuaskan seperti ini? Bagaimana Mikail bisa menahan diri, ketika jemarinya menyentuh kelembutan kulit Lana di tangannya?
“Oke, berbaliklah,” Mikail menggeram lagi. Lana tidak pernah meminta tolong kepadanya, dan kalau Lana melakukannya, itu berarti Lana benar-benar kesakitan Jemari Mikail bergerak menyentuh kepala Lana, ke helaian rambut seperti sutera yang terasa lembut di jemarinya. Helaian itu biasanya adalah tempat Mikail menenggelamkan kepalanya ketika dia mencapai orgasmenya yang luar biasa nikmat di atas tubuh isterinya…. Sial! Jangan pikirkan tentang itu, Man!
Mikail memijit dan seolah belum cukup siksaannya, selama proses itu, Lana terus menerus mendesah keenakan karena pijatan Mikail. Bahkan kadang mengerang, persis seperti erangannya ketika Mikail mencumbunya, dan itu luar biasa menyiksanya. Kejantanan Mikail sudah berdenyut-denyut, dan Mikail merasa dirinya hampir meledak karena gairah, gairahnya kepada Lana.
“Sudah cukup?”
“Aku masih sedikit pusing di sisi ini,” Lana memiringkan kepalanya, memamerkan pundaknya yang hangat dan halus, membuat Mikail ingin mengigit lembut di bagian lunak di sebelah sana…
Sial. Sial. Sial! Sambil terus memijit Lana, Mikail menyumpah terus menerus dalam hati, Kemudian ketika Lana tampak santai, Mikail melepaskan pijitannya dengan hati-hati.
Bagus. Lana sudah tertidur. Sekarang mungkin dia akan mandi dengan air dingin, kalau tidak dia akan terbakar semalaman di atas ranjang ini. Menderita karena tak terpuaskan. Dengan tak kalah hati-hati, Mikail bergerak turun dari ranjang, hendak melangkah ke kamar mandi.
“Mikail”
Hampir saja Mikail mengerang mendengar panggilan Lana, “Apa Lana?,” desis Mikail serak
“Sekarang aku sudah tak pusing lagi”
Hening.
Mikail tertegun sejenak, kemudian menyadari arti kata-kata Lana, dia langsung membaringkan kembali tubuhnya di ranjang, sepenuh gairahnya.
“Bagus,” bisiknya parau lalu membalikkan tubuh Lana dan melumat bibirnya tanpa ampun, Gairahnya yang menggelegak tidak ditahan-tahannya lagi, Mikail menyentuh Lana di mana-mana, menikmati kepemilikannya atas tubuh isterinya, menikmati betapa tubuh Lana yang lembut dan hangat itu menggelenyar di setiap sentuhannya.
Payudara Lana tampak lebih berisi, mungkin karena kehamilannya. Ketika akan menyentuhnya seperti biasanya, Mikail tertegun dan menatap Lana,
“Apakah aku akan menyakitimu?” Lana tersenyum meminta pengertian, “Sedikit nyeri di bagian situ,” desahnya.
Mikail tidak mengatakan apa-apa, lelaki itu hanya mengecup ujung payudaranya, lalu mamainkannya dengan lidahnya lembut, tangannya menelusur ke bawah dan menyentuh pusat kewanitaan Lana, menemukan bahwa Lana sudah siap dan bergairah untuknya,
Dengan menahan dirinya, Mikail menindih Lana dan menyatukan tubuhnya, berusaha menahan diri supaya berhati-hati, karena isterinya ini sedang hamil, Ya ampun!
Tubuh mereka menyatu, dan Mikail bergerak selembut yang dia bisa. Tetapi gairah menyala-nyala di seluruh aliran darahnya ketika akhirnya Lana mencapai orgasme, membawanya juga terjun bebas dalam jurang kepuasan yang dalam.

***
Hubungan mereka membaik kembali meskipun sedikit kaku. Dan semakin bertambahnya usia kehamilannya. Lana menyadari bahwa dia menyayangi suaminya. Ya, Lana menyadarinya ketika dia merindukan Mikail saat lelaki itu tidak ada di sisinya. Astaga… merindukan Mikail Raveno adalah hal terakhir yang ada di pikiran Lana, tetapi itu memang terjadi.
Sembilan bulan telah berlalu, sekarang perut Lana sudah benar-benar buncit dan gerakannya lamban. Lana bahkan sudah tidak bisa melihat lututnya sendiri karena terhalang perutnya.
Dengan lembut Lana mengusap perutnya, mungkin karena anak ini, mungkin juga karena perubahan hormon. Lana tidak tahu, yang pasti setiap dia ada di dekat Mikail, perasaannya menjadi hangat.
Oh, Mikail tidak berubah. Masih sama, begitu dingin, kaku, dan menakutkan bagi para pegawai dan rekan-rekan kerjanya, sekaligus begitu penuh kasih sayang di ranjang. Gaya bercinta Mikail berubah sejak Lana hamil,, bahkan ketika usia kehamilan Lana beranjak makin tua, lelaki itu tidak menyentuh Lana lagi. Dia hanya mengusap lembut rambut Lana sebelum tidur. Dan meskipun masih belum kelihatan bisa menerima kehamilan Lana, setidaknya Mikail terlihat mencoba berkompromi.
Benarkah Mikail sebenarnya mencemaskannya? Benarkah Mikail sebenarnya tidak menganggapnya sebagai boneka pengganti Natasha? Lana tidak tahu. Memikirkan itu semua membuat dadanya terasa sesak. Teringat akan sikap Mikail selama kehamilannya. Lelaki itu memang bersikap lembut dan baik kepadanya, tetapi lelaki itu selalu berpura-pura bahwa kehamilan Lana tidak ada.
Lana tahu Mikail seperti memperhatikannya. Pernah di suatu siang, ketika Lana membawa buku-buku yang berat untuk dibawa ke kamarnya, dari sekelebat matanya, Lana tahu bahwa Mikail sudah akan berdiri untuk membantunya mengangkat buku-buku itu, tetapi tertahan karena Norman sudah membantunya duluan. Pernah juga Lana membaca buku tentang kehamilan dan persalinan di ranjang, tetapi Mikail bahkan tidak mau meliriknya dan berpura-pura tidur. Lana juga teringat ketika usia kandungannya lima bulan, Mikail pernah memeluknya dalam tidur, mereka bercumbu siap bercinta, kemudian bayi itu menendang. Terasa kencang hingga menohok ke perut Mikail. Mikail langsung mundur, mengucapkan berbagai alasan dan beranjak pergi.
Sebegitu paranoidkah Mikail dengan kehamilannya? Sebegitu takutkah Mikail dengan bayi ini? Bukankah keberhasilan Lana mengandung bayi ini hingga usia sembilan bulan tanpa permasalahan yang berarti sebenarnya sudah bisa membuktikan kepada Mikail bahwa Lana adalah calon ibu yang kuat dan sehat?
“Padahal kau tidak tahu apa-apa, Nak,” Lana mengusap perutnya dengan sayang, “Maafkan ayahmu yang konyol itu”
“Nyonya, ada yang ingin bertemu,” Norman tiba-tiba muncul di pintu, mengalihkan Lana dari lamunannya.
Serena muncul di belakang Norman, menggendong anak kecil yang begitu tampan, mungkin baru berusia dua tahun. Anak itu seperti malaikat dengan mata biru pucatnya yang menyala-nyala, mata Damian,
“Aku dengar tanggal kelahiran pangeran kecil ini sudah dekat, dua minggu lagi ya?,” Serena masuk, meletakkan Romeo dengan lembut di sofa dan memeluk Lana. Sejak pernikahannya dengan Mikail, Lana bersahabat erat dengan Serena, dan Mikail membiarkannya karena memang Serena adalah satu-satunya teman Lana.
“Bagaimana kondisimu sayang?,” mereka duduk di sofa, berhadap-hadapan, mata Serena menatap ke perut Lana yang terlihat membuncit, “Kau harus banyak istirahat dan menjaga diri, awal-awal kehamilan adalah saat-saat yang paling penting”
Lana menganggukkan kepalanya dan tersenyum, “Semoga anak ini kuat, aku hanya merasa pusing-pusing dan mual setiap saat’ Serena tertawa, “Aku juga merasakan hal yang sama ketika mengandung Romeo, tapi di awal kehamilan bukan di akhir kehamilan,” dengan sayang dia melirik putera pertamanya yang sekarang sudah melompat dari sofa dan asyik bermainmain di karpet dengan balok-balok yang dibawanya dari rumah, “Rahasianya ada pada teh mint dan biskuit asin, makan itu setiap bangun pagi dan kau akan bisa mengatasi morning sickmu”
“Terima kasih Serena,” Lana menyentuh lengan Serena, benar-benar tulus dengan ucapannya. Berhari-hari dilewatkannya bersama Mikail yang selalu bersikap bahwa bayi itu tak pernah ada di perut Lana, kini rasanya begitu menyenangkan bisa bercakap-cakap berbagi keluhannya dengan teman yang mengerti dirinya.
Serena menatap Lana prihatin, “Bagaimana dengan Mikail?,” Serena tahu kisah tentang Natasha tentu saja.
Lana mendesah,
“Dia bersikap seolah-olah anak ini tidak ada…. Dan dia… tidak pernah sekalipun mengatakan bahwa dia menyayangi aku.. aku jadi tidak yakin apakah aku hanya pengganti Natasha atau..”
“Lana….,” Serena menyela dengan lembut, “Kadang-kadang ada laki-laki yang tidak bisa mengungkapkan cinta dengan kata-kata. Kau sendiri, pernahkah kau mengungkapkan cinta kepada Mikail?
“Tidak mungkin! Dia akan menggilasku begitu saja kalau aku mengatakannya,” pipi Lana merah padam. Serena tersenyum, “Dan apakah kau mencintai suamimu, Lana?’
“Aku tidak tahu,” Lana memegang pipinya yang mulai terasa panas, “Perasaanku berubah,,,, dulu aku begitu membencinya, tetapi kemudian aku dihadapkan pada kenyataan demi kenyataan, bahwa dia bukan seperti yang aku kira… Lalu aku memandangnya dengan lebih baik… sekarang bahkan aku merindukannya ketika dia tidak ada, apakah itu cinta, Serena?’ Senyum Serena melembut, “Aku pernah ada di posisi di saat aku bertanya-tanya tentang perasaanku, rasanya memang membingungkan Lana. Kuharap kau menyadari perasaanmu terlebih dahulu sebelum kau meminta Mikail menjelaskan perasaannya".
Lana menganggukkan kepalanya, kemudian serangan kram itu datang. Hanya sekejap seperti hantaman yang begitu keras. Ketika Lana menggerakkan tubuhnya, hantaman itu terasa lagi. Lebih keras dan menyakitkan. Lalu dia merasakan basah, basah yang aneh.
Dia mendengar suara Serena yang terkesiap, dan mengikuti arah pandangan Serena, ke tengah pahanya….. di sana, merembes darah yang banyak menembus pakaiannya.
Wajahnya pucat pasi, apakah bayinya akan lahir lebih cepat dari tanggal perkiraan? Tetapi setahu Lana proses kelahiran bayi tidaklah seperti ini, biasanya didahului dengan air ketuban yang pecah atau keluarnya darah…tapi bukan pendarahan seperti ini. Ketika merasakan hantaman rasa sakit yang terus menerus memukulnya, Lana mengernyitkan matanya, darah itu terus mengucur, terus, dan terus hingga membasahi roknya. Ada sesuatu yang salah di sini!
“Oh Tuhan, Lana, aku harus memanggil ambulance…” Norman langsung datang dengan sigap, begitu pula para pelayan, tetapi ketika kesakitan yang begitu kuat menghantamnya untuk kesekian kalinya, Lana tidak kuat. Kegelapan langsung menelannya, membuatnya tak sadarkan diri.

***

Ketika Mikail menerima telepon itu, dia sedang berada ditengah meeting penting. Dia langsung melupakan semuanya dan meluncur secepat dia bisa ke rumah sakit tempat Lana katanya dibawa.
Terengah Mikail berlari ke ruang gawat darurat dan hampir bertabrakan dengan Norman.
Napas Mikail terengah dan menatap Norman yang tampak pucat dan cemas, Mikail melihat darah. Darah di lengan dan baju Norman yang kebetulan berwarna putih,
“Kenapa ada darah di bajumu,” suara Mikail bergetar, menahan perasaan cemas yang mulai menggelegak. “Nyonya… nyonya pendarahan.. saya menggendongnya…”
Pendarahan?? Kenapa ada darah? Mau tak mau ingatan
Mikail melayang ke masa bertahun-tahun lalu ketika Natasha mengalami keguguran, pendarahan yang sama, kesakitan
yang sama.
“Di mana Lana??!”
“Dokter masih menanganinya Tuan”
“Mikail,” suara Serena yang lembut mengalihkannya, “Kondisi Lana kritis, dokter bilang ada yang salah dengan posisi plasentanya, yang mengakibatkan pendarahan. Mereka sedang berusaha mengeluarkan bayinya”
“Bagaimana dengan Lana?,” suara Mikail bagaikan erangan menahan siksaan, “Lana tidak sadarkan diri sejak dibawa ke ambulance, Mikail,”
Serena memandang Mikail cemas, “Mereka sedang berusaha di dalam sana,” Serena menoleh pada ruang operasi di sudut dengan lampu merah yang menyala di atasnya, “Yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa”
Berdoa? Mikail sudah lama tidak berdoa, dia pernah berdoa sebelumnya. Jiwanya yang kelam ini dulunya putih bersih. Percaya bahwa yang namanya Tuhan itu ada dan selalu tersedia untuk menolongnya. Tetapi Tuhan ternyata tidak ada ketika Natasha yang dulu dicintainya meregang nyawa. Tuhan tidak ada. Itulah yang dipercaya Mikail setelah menguburkan Natasha, sekaligus menguburkan seluruh kepercayaan yang dulunya pernah di pegangnya.
Mikail membuang hatinya, menjadi manusia berjiwa kelam yang jahat, dan kemudian lama kelamaan wataknya berubah menjadi kejam. Tidak ada yang bisa menyentuh belas kasihan Mikail, tidak ada lagi.
Sampai ayah Lana datang dan menunjukkan foto anaknya untuk ditawarkan padanya. Mikail menyadari kemiripan itu, meskipun penampilan Lana di foto berbeda dengan Natasha, dengan kacamata tebal dan potongan rambut kunonya.

Mikail tidak menampik, ketika membuat perjanjian pernikahan di usia Lana yang ke dua puluh lima itu murni karena ingin menjadikan Lana sebagai pengganti Natasha.
Tetapi kemudian entah kenapa Mikail jatuh cinta kepada Lana, entah sejak kapan Mikail tidak tahu. Mungkin sejak dia selalu menerima foto-foto hasil pengintaian dari Norman yang membuatnya sadar bahwa Lana telah berkembang menjadi perempuan yang mandiri. Mungkin setelah percintaan yang dahsyat di malam pertama itu, atau mungkin juga setelah perkawinan mereka, Mikail tidak tahu. Yang dia tahu pasti, Lana tersimpan di hatinya. Hati yang dulu sudah dia buang, Ternyata selama ini hatinya masih ada di sana, menunggu untuk diisi kembali.
Dan sekarang, isteri dan anaknya sedang meregang nyawa di ruang operasi. Dan yang bisa Mikail lakukan hanyalah menunggu di sini seperti orang bodoh.
Isteri dan anaknya astaga! Bahkan Mikail selalu menutup mata, berpura-pura bahwa dia tidak mengakui keberadaan
anak itu, selalu mengalihkan mata ketika menatap perut Lana yang semakin dan semakin membuncit setiap harinya. Lana berjuang sendirian selama masa-masa kehamilannya.
Sangat jauh dari yang dilakukannya ketika Natasha mengandung, dia merawatnya, dia menjaganya di setiap langkahnya. Memastikan Natasha sehat dan bahagia di setiap detiknya. Dan sekarang, kepada Lana, isterinya, yang sesungguhnya sangat dicintainya, Mikail telah berbuat luar biasa jahat. Bagaimana jika nanti tidak ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya? Tuhan… jika dia benar benar ada, Mikail rela berdoa di setiap detiknya demi keselamatan Lana.
“Kalau Lana tidak dapat diselamatkan…,” Suara Mikail tertelan di tenggorokannya, “Aku belum pernah bilang kalau aku mencintainya”
Norman menundukkan kepalanya, tidak tahu bagaimana caranya menghibur tuannya yang sedang cemas. Sementara Serena diam-diam menyusut air matanya. Jadi lelaki ini, yang katanya begitu kejam dan jahat, ternyata mencintai isterinya. Ternyata mencintai Lana. Dengan sepenuh hatinya Serena berdoa,
Kau harus hidup Lana, suamimu di sini, mencemaskanmu.
Dia kelihatan sangat menderita, dulu dia jahat dan kejam dengan hati yang hitam, tetapi kau telah sedikit demi sedikit mengangkatnya ke dalam cahaya. Dan kalau kau meninggalkannya, mungkin dia akan terpuruk lagi, jatuh ke dalam jurang yang lebih kelam

***

No comments:

Post a Comment