Tuesday, October 27, 2015

UNFORGIVEN HERO - BAB 15


15

Elena tertegun. Dalam diamnya. Dia menolehkan kepalanya dan menatap Rafael. Lelaki itu sedang menunduk, tidak menatap Elena, matanya menerawang oleh pikirannya sendiri.
“Kau tahu bagaimana perasaanku waktu itu?” Rafael tersenyum pahit, “Aku datang dengan segala kesombongan dan kepongahanku....  merasa  berkuasa  dan  punya  segalanya, merasa bisa membeli permintaan maaf dari seseorang. Tetapi aku salah. Kau membuatku sadar ketika itu. Ketika kau mengatakan bahwa aku adalah manusia hina yang tidak punya harga diri, yang berlindung di balik kekuasaan ayahku.....kau sangat benar.” Rafael menghela napas, “Aku pulang dengan kesadaran penuh, seperti ditampar untuk disadarkan....”
Lelaki itu menatap Elena dengan pandangan penuh kesakitan.  “Tetapi  aku  berusaha  Elena,  aku  berusaha  supaya aku bisa berdiri di depanmu, dengan harga diri. Aku berusaha sekuat tenaga. Aku mendirikan perusahaanku itu sebagai pembuktianku kepadamu. Perusahaan itu sama sekali tidak menerima campur tangan ayahku, aku memulainya dari nol......” Rafael  menghela  napas,  “Dan  aku  memang  membohongimu. Aku mengawasimu sejak awal, jangan salah paham Elena, aku sama sekali tidak punya maksud buruk.. Aku... aku hanya ingin menjagamu, aku tahu kau sebatang kara karena aku... dan aku merasa bertanggung jawab untuk itu...” Rafael tersenyum pahit, “Ya. Aku mengatur pendidikanmu, semua beasiswa itu.. semua kuusahakan, asrama itu juga bagian dari rencanaku, Ibu Rahma adalah   pegawai   mamaku....tetapi   aku   tidak   melakukannya untuk menguasaimu, aku melakukannya untuk menjagamu. Memastikan  kau  baik-baik saja.  Kurasa jauh di dalam  hatiku, aku ingin menjadi pahlawan untukmu.” Elena tercenung mendengar penjelasan Rafael. Ini sama persis   dengan   apa  yang   dikatakan   Donita,   dan   juga   yang lainnya. Apakah selama  ini dia terlalu menutup diri? Sehingga tidak mau melihat apa yang sebenarnya merupakan kenyataan. Apakah selama ini dia terlalu diselimuti oleh kebencian dan prasangka? Hingga tidak mau membuka hatinya?
Elena sadar bahwa apa yang dilakukan Rafael demi kebaikannya. Elena ingat betapa mudahnya hidupnya. Pendidikannya yang lancar, tempat tinggalnya yang menaunginya, dan sosok seorang ibu yang menjaganya, Ibu Rahma. Semuanya disediakan oleh Rafael.
“Tujuan  awalku  adalah  supaya  kau  bisa  melanjutkan masa  depanmu  dengan  baik.  Setelah  itu  aku  berniat melepasmu, pergi dengan diam-diam sehingga kau tidak pernah tahu ada aku di balik semua skenario itu.” Rafael menyambung, sambil menatap wajah Elena dengan lembut, tahu kalau Elena mendengarkan,   “Kuberi   kau   pekerjaan   di   perusahaan   itu, karena kau mempunyai hak di sana. Perusahaan itu bisa berdiri karena kau. Karena itu kupikir, tempatmu adalah di sana. Aku pikir   kita   bisa   melanjutkan   hubungan   kerja   dengan   baik, sebagai atasan dengan bawahan. Lalu kuharap kau akan menemukan jodoh yang baik, menikah, lalu hidup bahagia selama-lamanya.”
Elena menatap Rafael tajam, “Kalau begitu, kenapa kau menikahiku, Rafael?”
“Karena aku tidak bisa menipu diriku sendiri.” Rafael tertawa pahit, seolah mengejek dirinya. “Tanpa sadar aku jatuh cinta kepadamu. Kau telah menjadi semacam obsesi yang merenggut hatiku. Membuatku merindukanmu. Semua wanita- wanita itu...” Rafael menatap Elena dalam-dalam, “Wanita- wanita seperti Luna, mereka ada untuk menggantikanmu. Aku memang tak berperasaan.”
Jadi benar apa yang dikatakan oleh Luna. Bahwa Rafael menganggap Luna sebagai dirinya. Elena yang selalu dipanggil Rafael ketika itu memang benar dirinya. Sekarang semuanya jelas. “Dan kau dekat dengan Edo di hadapanku.” Suara Rafael berapi-api. “Aku dibakar cemburu, luar biasa cemburu. Saat itulah  aku  menyadari  bahwa  aku  tidak  akan  bisa melepaskanmu untuk lelaki lain. Aku harus memilikimu untuk diriku sendiri.”
“Jadi benar kata Edo kalau kau menjebaknya.”
“Aku menyuruh Alice merayunya. Ya aku mengakuinya.” Rafael tersenyum sinis mengingat Edo, “Tetapi yang terjadi selanjutnya adalah murni kesalahan Edo sendiri, Kalau dia benar-benar menjaga hatinya dan mencintaimu, dia tidak akan jatuh ke dalam pelukan Alice. Aku hanya menunjukkan kepadamu  betapa  lemahnya  Edo  sesungguhnya.  Betapa  kau akan menyesal kalau menyerahkan hatimu kepadanya.”
Elena menyadari bahwa perkataan Rafael ada benarnya juga, “Kau menyelamatkanku.”
“Ya.  Aku  menyelamatkanmu.  Dan  kemudian menjebakmu untuk menjadi milikku. Aku akan mengakui semuanya kepadamu Elena, supaya tidak ada lagi kebohongan di  antara  kita.  Aku  memang  menjebakmu.  Semua  kulakukan agar aku bisa menikahimu. Menjadikanmu istriku, milikku. “ Dengan lembut Rafael menggenggam jemari Elena, “Kau tidak tahu betapa bahagianya aku ketika menyematkan cincin ini di jarimu. Aku mencintaimu Elena.”
Elena menghela napas panjang, tidak mampu menjawab. Rafael menatap Elena, kemudian melepaskan genggaman tangannya dan berdiri.
“Tetapi aku tahu semua penjelasanku tidak ada gunanya lagi. Di atas semua itu, kenyataannya tetaplah ada di antara kita. Bahwa aku adalah pembunuh ayahmu, dan bahwa dosaku tidak akan pernah termaafkan. Aku bisa mengerti itu.” Rafael memalingkan muka, “Hanya kumohon, jangan tinggalkan aku dulu, demi bayi kita. Setidaknya sampai anak kita lahir. Setelah itu aku berjanji tidak akan menahanmu. Aku akan melepaskanmu,   aku   akan   memberikanmu   perceraian.   Kau boleh menjaga bayi kita, aku mungkin akan meminta izin untuk bisa memperoleh sedikit waktu supaya aku bisa berperan sebagai ayah dalam hidupnya. Selebihnya aku tidak akan mengganggumu lagi.”
Rafael menundukkan kepalanya, dan mengecup dahi Elena. “Istirahatlah sayang, kau harus banyak istirahat dan menenangkan pikiranmu. Dokter bilang pendarahan itu terjadi karena kau tegang dan kelelahan....Aku … aku akan kembali nanti.” Dengan cepat dia memutar tubuhnya dan melangkah pergi meninggalkan kamar itu.
Elena merasakan basah di wajahnya. Tetapi dia tidak menangis. Ditatapnya pintu tempat Rafael menghilang. Apakah ini air mata Rafael? Apakah lelaki itu menangis untuknya?

Ҩ

Rafael duduk dalam gelap, terdiam. Kamar itu temaram oleh cahaya remang-remang dari luar. Sudah jam tiga dini hari. Dan dia masih belum bisa tidur.   Ditegakkannya tubuhnya. Menatap  ke arah ranjang rumah sakit, di mana Elena sedang tertidur lelap. Seharian  ini Rafael menunggui Elena di rumah sakit.  Dan  sekarang  dia  tidur  di  atas  sofa  besar  yang  ada  di kamar itu. Rafael menyandarkan tubuhnya,, dan duduk dalam diam di atas sofa
Dia telah menawarkan kesepakatan itu. Kesepakatan untuk melepaskan Elena setelah bayinya lahir. Tetapi hati kecilnya mengejeknya. Karena tahu bahwa Rafael tidak akan mungkin melakukannya. Melepaskan Elena tidak mungkin dilakukannya, apalagi melepaskan Elena bersama bayi mereka.
Apakah aku harus memaksakan kehendakku kepada Elena lagi? Rafael merenung. Pada akhirnya Elena akan lari, dia tidak akan bahagia. Rafael harus belajar menerima apa yang diinginkan Elena. Meskipun itu menyakitkan untuknya. Mungkinkah hati Elena bisa diluluhkannya? Hatinya bertanya- tanya, putus asa. Apakah dia cukup berharga untuk dipertimbangkan kembali oleh Elena?

Ҩ

“Aku akan pulang bersamamu ke rumah.” Elena bergumam di pagi harinya. Menatap Rafael dengan datar. “Seperti yang kau minta.”
Rafael menoleh dan tidak bisa menahan binar kebahagiaan di matanya, “Kau benar-benar akan melakukannya?”
“Tetapi hanya demi bayi ini. Seperti katamu, sampai bayi ini lahir. Setelah itu kita akan membicarakan langkah selanjutnya.”
Istrinya masih tidak mau memaafkannya. Binar kebahagiaan itu surut dari mata Rafael. Tapi tidak apa-apa, setidaknya Elena mau ikut pulang bersamanya. Dan dia masih punya waktu beberapa bulan untuk mengubah pikiran Elena.
“Aku     akan     menjagamu     dan     anak     kita.”     Rafael mengucapkan janji itu dengan sungguh-sungguh.

Ҩ

Tiga hari setelahnya, kondisi Elena sudah membaik dan dia diperbolehkan pulang. Elena pulang ke rumah Rafael, dan semua sudah disiapkan di sana. Dia belum membicarakan pengaturan kamar untuk mereka berdua. Elena berpikir untuk tidur di kamar tamu. Tetapi para pelayan menempatkan pakaiannya di kamar Rafael. Elena akan membicarakannya dengan  Rafael  nanti.  Siangnya,  Victoria  datang  untuk merayakan kepulangannya, dia membawa boneka beruang raksasa dan bunga ke rumah.
“Maafkan  aku  tidak  menengok  ke  rumah  sakit.  Aku phobia  rumah  sakit.  Mama menitip  salam,  dia harus  terbang kembali  ke Spanyol,  kondisi  aunty  kami menurun  dan mama ingin ada di sana untuk merawatnya.” Victoria menatap perut Elena dengan  hati-hati.  “Apakah  kau  dan  calon  keponakanku baik-baik saja?”
Elena tersenyum. Victoria sangat lugas dan lucu. Elena mungkin bisa berteman baik dengannya.


“Dia baik-baik saja.” Elena mengusap perutnya dengan sayang, “Terima kasih atas bunga dan bonekanya ya.”

“Aku  mulanya  bingung  ingin  membelikan  apa,  tanpa sadar aku sudah menenteng boneka beruang besar ini keluar dari toko.” Victoria tertawa. “Ngomong-ngomong di mana kakak?”
Elena melirik ke lantai dua, “Rafael sedang mandi.”
“Oh.” Victoria tersenyum lembut, “Kakakku pasti bahagia setengah mati, terima kasih Elena.”
Victoria   pasti   tidak   tahu   kesepakatan   antara   Elena dengan   Rafael,   Elena   membatin.   Mungkin   perempuan   itu berpikir   bahwa   Elena   sudah   memaafkan   Rafael   dan   mau kembali kepadanya.
“Dia seperti orang gila ketika kau pergi.” Victoria bergumam   lagi,   “Pulang   hanya   beberapa   jam,   lalu   pergi berputar-putar  mengelilingi  seluruh  kota,  mencarimu,  putus asa untuk menemukanmu. Dan itu berlangsung setiap hari.” Victoria menarik napas sedih. “Aku takut kalau dia akan jatuh sakit.... tetapi untunglah. Semua sudah baik adanya.” Dengan lembut  Victoria  menatap  Elena,  “Terima  kasih  sudah memaafkan kakakku. Rafael hidup dengan menanggung beban yang  begitu  berat,  menghukum  dirinya sendiri.  Merasa  tidak pantas bahagia. Setidaknya kau telah membuatnya berani merasakan kebahagiaan untuk dirinya sendiri.”
Ketika Victoria berpamitan. Mata Elena terasa panas dan berkaca-kaca, menahan air matanya.

Ҩ

“Tidak apa-apa kan kalau kita tidur sekamar?” Rafael berkata ketika dia selesai mandi, menemui Elena di ruang keluarga. “Aku berjanji tidak akan menyentuhmu atau memaksakan hasratku. Aku hanya ingin menjagamu. Biasanya perempuan  hamil  sering  pusing,  muntah,  atau  membutuhkan hal-hal lainnya di tengah malam atau dini hari. Aku ingin bisa ada dan membantumu kalau aku tidur di sebelahmu.”
Rafael   tampak   begitu   tulus.   Elena   membatin.   Dia mungkin bisa mempercayai Rafael. Tetapi dia tidak bisa mempercayai  dirinya sendiri.  Bayangan  tidur  bersama  Rafael lagi setelah sekian lama membuatnya gemetar. Dan di ranjang itu, ranjang yang sudah tak terhitung  berapa kali banyaknya, menjadi tempat mereka berdua larut dalam hasrat sensual.
Elena gemetar. Tetapi dia menahan diri. Apa yang dikatakan Rafael itu bisa diterimanya. Kadang dia memang bangun  di  tengah  malam,  merasa  lapar,  atau  kehausan  yang luar biasa. Dan memikirkan ada Rafael di sebelahnya membuatnya merasa tenang.

Ҩ

Malam   itu,   malam   pertama   mereka   tidur   bersama setelah sekian lama. Elena berbaring jauh di sudut ranjang yang lain. Matanya nyalang, tidak bisa tidur. Sementara Rafael yang berbaring di sudut ranjang yang lain, tidak ada bedanya. Lelaki itu bolak-balik menggerakkan badannya dengan gelisah, membuat ranjang bergerak-gerak.
Ketika akhirnya Elena berhasil memejamkan matanya, Rafael yang sedang membalikkan badannya, tanpa sengaja menyentuhkan lengannya ke pundak Elena,
“Ups maaf”
Elena merasa kesal. Dia gelisah dan tidak bisa tidur, dan Rafael membuat semuanya makin buruk, “Jangan bergerak- gerak terus...”
Di  luar  dugaan  Rafael  terkekeh,  membuat  Elena memutar tubuhnya dan memelototi suaminya itu, “Kenapa kau tertawa?”
“Karena kita berdua lucu.” Lelaki itu tersenyum simpul. Dan tiba-tiba dengan gerakan cepat hingga Elena tidak sempat menolaknya, Rafael merengkuh Elena ke dalam pelukannya, kepala Elena bersandar di rengkuhan lengan dan dada Rafael,


sementara  lengan  Rafael  melingkari  pinggang  Elena  dengan posesif,
“Apa-apaan...”  Elena  berusaha  melepaskan  diri,  tetapi Rafael menahannya dengan lembut,
“Please Elena. Biarkan aku memelukmu. Aku tidak akan berbuat  lebih.  Mungkin  dengan  posisi  begini  kita  bisa  tidur lebih   nyenyak.   Aku   butuh   tidur   Elena,   aku   kurang   tidur beberapa hari ini.”
Karena menungguinya di rumah sakit dan harus tidur di sofa  yang  tidak  nyaman  itu. Elena membatin,  sedikit  merasa bersalah. Akhirnya dia terdiam, menikmati gerakan naik turun napas Rafael yang teratur di pipinya. Dan menikmati suara debaran jantung Rafael, yang bagaikan musik pengantar tidur untuknya.

Ҩ

Semua wanita hamil di dunia ini pasti menginginkan suami  seperti  Rafael.  Elena  membatin.  Lelaki  itu  selalu  siap sedia. Menggenggam lengan Elena dengan lembut ketika berjalan. Di pagi hari ketika Elena lari ke kamar mandi dan memuntahkan makanannya, Rafael menyusulnya, memijit tengkuknya   dengan   lembut,   lalu   melap   wajahnya   dengan handuk dan air hangat untuk membuatnya merasa lebih baik. Ketika kembali ke kamarnya, di sana sudah tersedia teh mint dan biskuit asin untuk mengatasi rasa mualnya. Pun di malam harinya,  ketika Elena terbangun,  merasakan  haus,  atau lapar. Lelaki itu langsung terjaga, menuangkan air untuknya, atau mengupaskan apel untuk mengisi perutnya. Dan setelah itu semua, Rafael akan memeluk Elena di atas ranjang, mengusap punggungnya yang pegal dengan lembut, hingga Elena tertidur dengan nyaman.
Kehamilannya sudah mencapai usia sembilan bulan. Tanpa terasa mereka menjalani kehidupan perkawinan dengan baik, tanpa ada percikan pertengkaran di dalamnya. Mereka saling menghargai, saling menghormati, dan menjaga satu sama lain. Meskipun ada yang berbeda. Rafael tampak formal dan jauh. Lelaki itu memposisikan dirinya sebagai penjaga dan perawat  Elena.  Tidak  lebih  dari  itu.  Pelukannya  di  malam haripun tidak mengandung unsur sensual, hanya dilakukannya untuk membuat Elena merasa nyaman. Tidak ada sentuhan penuh gairah, tatapan membara ataupun bisikan serak bernada sensual. Rafael benar-benar menepati janjinya.
Pernah di suatu malam, ketika Rafael memeluknya, bayinya menendang untuk pertama kalinya, mendesak Rafael, membuat lelaki itu memandang Elena dengan takjub. Jemari mereka saling bertumpukan di perut Elena, merasakan momen menakjubkan mereka sebagai orangtua untuk pertama kalinya. Malam itu, mata Rafael berkaca-kaca, dan lelaki itu mengecup bibirnya  lembut,  penuh  emosi.  Tetapi  hanya  itu.  Setelah  itu Rafael memeluk Elena seperti biasa sampai tertidur.
Elena bisa melihat dengan jelas kasih sayang Rafael untuknya. Bisa merasakan ketulusan lelaki itu untuknya. Jauh di dalam hatinya, dia menyayangi suaminya itu. Tetapi di sisi lain, kenyataan tak terelakkan tentang masa lalu mereka menjadi penghalang. Elena masih belum siap untuk memaafkan Rafael, atas kebohongannya dan atas kelalaiannya yang menyebabkan kematian ayahnya. Apakah ayah dan bunya akan marah kepadanya kalau dia memaafkan Rafael? Elena sering bertanya- tanya seperti itu di dalam hatinya. Merasa takut bahwa ternyata dia telah mengkhianati keluarganya dengan memberikan kesempatan kepada Rafael.
Bayi ini sudah akan lahir. Elena mengelus perutnya yang membesar,  dan  tersenyum.  Anak  mereka  akan  lahir  dalam waktu dekat, dan Elena tidak sabar menanti untuk merengkuh bayi itu ke dalam pelukannya.
Tetapi  benaknya  terasa  berat.  Memikirkan  apa  yang harus dia lakukan setelah anak ini lahir.

Ҩ

“Jangan angkat itu.” Rafael meraih keranjang buah kecil yang   dibawa   Elena   dengan   cekatan,   “Demi   Tuhan,   Elena duduklah!  Tidak  usah  membantu  apa-apa.  Biar  Victoria  dan para pelayan yang membereskan semuanya.”
Sambil berdiri di sana dan berkacak pinggang, Rafael benar-benar tampak seperti seorang arogan yang suka memerintah-merintah orang, membuat Elena cemberut.
“Rafael, aku bisa membawa diriku sendiri. Dan aku pegal kau suruh duduk seharian.”
“Kau sedang hamil besar dan tubuh mungilmu itu kelelahan membawa-bawa perutmu yang begitu besar.” Rafael menatap mengancam,. “Duduk Elena, atau aku tidak akan mau memijit kakimu lagi.”
Tentu saja itu bohong. Rafael tidak pernah lupa memijit kaki Elena setiap malam, dengan minyak essensial yang lembut, membantu Elena menghilangkan pegal-pegalnya karena harus membawa-bawa  kandungannya  yang  semakin  membesar. Rafael juga tidak lupa membantu mengoleskan minyal zaitun ke perut Elena yang semakin membuncit setiap malamnya.
Hari ini mereka sedang menyiapkan kamar bayi. Kamar bayi  itu  terletak  tepat  di  sebelah  kamar  Rafael  dan  Elena, dengan pintu penghubung  yang dekat dengan ranjang. Rafael sudah menyiapkan kamar bayi itu sejak tiga bulan lalu. Mendekorasi, mengganti cat dinding dan wallpapernya dengan nuansa pink lembut – karena hasil USG menunjukkan kalau bayi mereka perempuan  –   dan menyiapkan  perabotannya.  Ketika Elena memprotes bahwa dia mungkin saja tidak akan tinggal di rumah Rafael lagi ketika anak ini lahir, Rafael membungkamnya dengan mengatakan tidak mungkin Elena langsung pergi begitu saja setelah melahirkan. Elena butuh waktu untuk merawat anaknya, sampai beberapa bulan. Baru setelah itu mereka bisa membicarakan kesepakatan mereka untuk berpisah.   Elena mendengus dalam hati ketika teringat betapa dia tidak mampu membantah. Pantas perusahaan Rafael begitu maju dan pesat, lelaki itu sangat pandai bernegosiasi dan memanipulasi lawannya. Tadi pagi, perabot terakhir dan yang paling penting datang, sebuah ranjang bayi. Dari gambar kotaknya,  ranjang itu indah, berwarna putih, sebuah tempat tidur mungil dengan nuansa pink. Elena bisa membayangkan  bayinya berbaring di sana seperti boneka mungil yang terlelap dalam kedamaian.
Lelaki itu merakit ranjang bayinya sendiri dengan bersemangat, sibuk sendiri di dalam kamar bayi itu. Sementara itu Victoria datang membawa berbagai macam boneka hadiahnya, semuanya bernuansa pink dan mengaturnya di kamar, membuat kamar itu tampak benar-benar seperti kamar bayi.
“Sudah jadi, ayo Elena lihatlah.” Rafael mengajak Elena berdiri dengan hati-hati, nada suaranya sangat bersemangat, Elena berjalan dengan Rafael di belakangnya, langkahnya terhenti di ambang pintu, dan terpesona. Kamar bayi itu sudah siap, begitu indah dan cantik seolah tidak sabar menunggu bayi mereka yang akan lahir. Satu-satunya yang kurang dari kamar itu adalah bayi itu sendiri.
“Cantik ya.” Rafael berbisik, berdiri tepat di belakang Elena  dan  melingkarkan  lengannya  dengan  lembut  di  perut Elena yang buncit, menyandarkan tubuh Elena ke dadanya. Dagunya bertumpu di puncak kepala Elena.
Elena menikmati momen indah itu, membiarkan Rafael merangkul  tubuhnya  makin  erat,  “Ya.  Cantik  sekali,  Bayi  ini pasti akan bahagia terlahir ke dunia ini.”
Mereka berpelukan dalam keheningan, mengagumi keindahan kamar bayi mereka.
Dan Victoria ada di sana, menatap kedua pasangan itu dari kejauhan dan mengusap air matanya. Rafael tampak begitu bahagia.  Jauh  terlihat  bahagia  dari masa-masa  itu, ketika  dia menanggung dosa masa lalunya dengan sepenuh hati. Dan Victoria berharap, Rafael bisa bahagia terus selamanya, dengan Elena, dengan keluarga kecil yang akan dibangunnya

Ҩ


Pagi itu Elena merenung. Dia sudah mengambil keputusan. Tetapi sebelum itu dia harus melakukan sesuatu. Rafael sedang ada di kantor, mengurus pertemuan dengan koleganya. Lelaki itu jarang ke kantor selama Elena hamil, menyerahkan kendali perusahaan di tangan Victoria dan mengurus segala sesuatunya dari rumah, dia hanya meninggalkan   Elena   untuk   keperluan   bisnis   yang   sangat penting dan tidak bisa diwakilkan, seperti hari ini.
Diraihnya ponselnya dan dia menelepon, suara Victoria menyahut dengan cepat di sana. “Ya Elena?”
“Apakah kau sedang sibuk?”
“Tidak, Rafael ada di sini sedang meeting. Jadi aku sedikit leluasa di kantor. Ada apa Elena? Kau baik-baik saja? Kau butuh bantuan?”
“Aku baik-baik saja Vicky.” Sejak mereka makin akrab, Elena memanggil Victoria sama seperti cara Rafael memanggilnya. “Tetapi aku minta bantuan kepadamu, maukah kau mengantarku ke suatu tempat?”
Victoria mengernyit di seberang sana, “Tentu saja. Sekarang? Kemana Elena?”
Elena menelan ludahnya, “Iya, sekarang. Aku takut aku keburu melahirkan dan nanti tidak sempat lagi..... aku ingin kau mengantarku mengunjungi makam orangtuaku....”
Jeda sejenak, terdengar Victoria menahan napas, tetapi lalu segera berkata. “Tunggu. Aku jalan ke rumah untuk menjemputmu. Sekarang.”

Ҩ

Rafael menyelesaikan rapat itu dan melangkah menuju ruangan Victoria, tetapi ruangan itu kosong. Dia mengerutkan keningnya. Di mana Victoria? Rafael harus segera pulang dan menjaga Elena, jadi dia harus menyampaikan  hasil rapat tadi kepada   Victoria   sebelum   pulang   supaya   adiknya   itu   bisa menindaklanjuti langkah-langkah yang akan mereka diskusikan bersama.
Karena Victoria tidak ada, Rafael melangkah kembali ke ruangannya.   Dia   menghampiri   Donita   yang   sedang   sibuk dengan jadwal meeting. Sejak Rafael jarang masuk, Donita yang sudah kembali dari cuti melahirkannya mengerjakan pekerjaan ganda, merangkap sebagai asisten Victoria.
“Kemana adikku?”
Donita mengangkat matanya dari layar komputer,  “Oh. Mr. Alex,  anda sudah selesai  meeting,  tadi Ibu Victoria  buru- buru  pergi,  dia  meminta  saya  menyampaikan  pesan  kepada anda. Dia pergi untuk mengantar Elena, mengunjungi  makam orangtuanya.

Ҩ

Elena berdiri di depan makam ayah dan ibunya yang berdampingan, dengan susah payah diletakkannya rangkaian bunga yang dibelinya di bawah kedua batu nisan itu. Dia ingin berlutut  dan  memeluk  batu  nisan  itu,  tetapi  perutnya  yang besar membuatnya tidak bisa melakukannya.
Sementara Victoria berdiri agak jauh, mengawasi dari jarak yang cukup. Tahu bahwa Elena butuh waktu sendirian bersama  makam  orangtuanya,  dan  memberikan   privasi  itu untuk Elena.
Elena menatao makam ayahnya, lalu ibunya berganti- ganti, dia bergumam dalam hatinya. Melakukan percakapan lembut yang diyakininya tersampaikan kepada kedua orang tuanya.
Ayah... ibu... aku ada disini. Mungkin kalian bisa melihatku di atas sana... Aku sedang mengandung, anak ini anak Rafael Alexander. Ayah dan ibu pasti tahu siapa dia. Dia adalah orang yang bertanggung jawab atas kematian ayah.....
Elena mengerjap menahan air matanya, Tetapi aku mencintainya.... ampuni aku.... Aku sangat mencintainya. Dia pria yang baik, dia memperlakukanku dengan penuh kasih sayang, dan dia sudah berjuang untuk menebus semua kesalahannya. Aku tahu tidak seharusnya aku mencintainya, tetapi aku mencintainya.
Elena menghela napas panjang, bergerak sedikit untuk mengelus kedua batu nisan orang tuanya,

Aku  mencintainya.  Dan  meski  dulu  aku  pernah berjanji untuk tidak akan memaafkannya, aku memaafkannya. Dan semoga, ayah dan ibu juga bisa memaafkannya....
Elena memejamkan  matanya,  merasakan  angin semilir lembut yang tiba-tiba menghembusnya, membuat rambutnya berserakan, dan membuat hatinya terasa damai. Dia bisa merasakannya. Ketenangan yang luar biasa. Kelegaan yang luar biasa atas penerimaan itu. Memaafkan Rafael.
Tetapi kemudian rasa nyeri merayapi punggungnya, membuatnya meringis. Victoria melihat perubahan itu dan mendekati Elena dengan cemas,
“Kenapa Elena?”
Elena menatap ke bawah, air bening itu mengaliri pahanya, turun ke kakinya dan beberapa menetes ke tanah, dia tahu apa yang terjadi.

“Victoria... air ketubanku... pecah... aku akan segera melahirkan...”

UNFORGIVEN HERO - BAB 16

No comments:

Post a Comment