Tuesday, October 27, 2015

UNFORGIVEN HERO - BAB 8




UNFORGIVEN HERO - BAB 98

“Lihat,  Alfred  menggila,  dia  memasak  begitu  banyak kue untuk sarapan.” Rafael mengoleskan mentega lembut ke permukaan muffin panas, membuatnya meleleh dan berkilauan dengan aroma manis yang harum ke seluruh penjuru dapur.
Alfred yang sedang mengaduk sesuatu di dalam panci hanya tersenyum mencela dan melanjutkan kegiatan memasaknya. Mereka sarapan di dapur yang menghadap ke timur, tempat sinar matahari pagi langsung masuk dan menghangatkan   mereka.  Menu  sarapan  mereka  luar  biasa. Muffin madu, biskuit kacang dan kelapa, telur orak-arik yang rasanya fantastis dan satu loyang besar pie apel hangat yang baru dikeluarkan dari oven. Memang benar kata Rafael, Alfted menggila dalam memasak. Sepertinya dia terlalu senang karena tuannya datang, dan akhirnya ada yang bisa dia buatkan masakan istimewa.
Pagi ini seindah pagi-pagi yang lain. Elena sampai tidak sadar bahwa mereka sudah melewatkan beberapa hari di pulau indah   ini.   Berbulan   madu,   begitu   kata   orang-orang.   Dan memang itulah yang terjadi. Mereka benar-benar bersenang- senang sepanjang hari, makan, mengobrol, membaca, bercanda, dan bercinta dengan begitu panas di malam harinya.
Pipi Elena memerah, mengingat malam-malam panas mereka.  Rafael  benar-benar  lelaki  yang  sangat  bergairah.  Di pagi hari, saat mereka sudah bercinta semalaman, lelaki itu masih   bangun   dengan   kejantanan   mengeras   dan   mereka bercinta lagi. Seperti kata Rafael kepadanya dulu, lelaki itu memang selalu bergairah kepadanya.
“Alfred tampaknya sedang memasak besar hari ini.” Elena berbisik pelan sambil melirik ke arah Alfred yang tampak sibuk.
Rafael tersenyum simpul, “Memang, aku memintanya untuk menyiapkan makanan kita untuk seharian.”
“Seharian?” Elena mengernyit. Alfred biasanya selalu ada setiap  saat  di  rumah  ini.  Begitu  juga  dengan  para  pelayan lainnya. Mereka selalu ada untuk mempersiapkan seluruh kebutuhan mereka, setiap saat.
“Aku   meliburkan   semua   pelayan   mulai   nanti   siang sampai besok pagi mereka baru kembali. Alfred juga. Karena itu Alfred memasakkan kita makan siang dan makan malam untuk dihangatkan nanti malam.”
“”Kenapa kau meliburkan semua pelayan?”
Rafael tersenyum  nakal, lalu mendekatkan  bibirnya ke telinga Elena dan berbisik menggoda, “Karena aku ingin hari ini kita di rumah seharian, hanya berdua.”
PIpi Elena memerah. Apa sebenarnya yang direncanakan oleh Rafael?

Ҩ

Rumah benar-benar benar sepi ketika para pelayan tidak ada di rumah, biasanya setiap saat Elena akan berpapasan dengan para pelayan yang lalu lalang mengerjakan sesuatu di rumah  ini.  Sekarang  suasana  hening,  tidak  ada  suara percakapan   di   lorong,   kesibukan   di  dapur   maupun   suara langkah kaki orang-orang yang lewat.
Elena dan Rafael menghabiskan hari itu dengan di perpustakaan.  Rafael  mengatakan  akan  menyelesaikan beberapa  perkerjaan  sedangkan  Elena  memilih  untuk membaca. Perpustakaan di rumah pantai itu cukup lengkap, dengan  berbagai  bacaan  ringan  di  sana,  koleksi  milik  ayah Rafael. Sepertinya ayah Rafael benar-benar berniat untuk bersantai ketika mengisi buku-buku untuk perpustakaan ini.
Tanpa  sadar  hari  sudah  siang  ketika  Rafael mengangkat kepalanya dan bergumam, mengalihkan Elena dari bacaannya yang menarik.
“Aku lapar.”
Elena menutup bukunya dan tersenyum lembut, “Aku akan menyiapkan makanan.”
Alfred telah menyiapkan semuanya dan memberitahu Elena cara menghangatkan makanannya. Elena mencampur salad  dengan  udang  dan  saus  alpukat  yang  telah  disediakan oleh Alfred, lalu menghangatkan daging saus manis yang sudah disiapkan Alfred di panci.
Ketika Elena sedang menuang kotak-kotak es batu ke dalam pitcher berisi es teh manis. Rafael datang ke dapur dan tersenyum. Dia mengendus ruangan dan mendekati Elena dengan menggoda,
“Aku bisa memperkerjakanmu sebagai koki pribadiku. Baunya harum, seharum masakan Alfred.”
Elena tertawa, “Alfred memang yang memasak semuanya, aku hanya mempersiapkannya.” Dengan cekatan dia mengaduk saus manis untuk daging di panci.
Rafael mendekat dan memeluknya dari belakang dengan mesra. Mengecup Elena dengan menggoda.
“Hentikan Rafael Alexander. Atau kau akan terciprat kuah yang sedang  mendidih  ini.” Elena mengingatkan  Rafael, tetapi tidak ada penolakan dari tubuhnya. Rafael melingkarkan lengannya  makin  erat,  jamarinya  bergerak  menggoda, mengusap puncak payudara Elena sambil lalu. Membuat Elena mengerang, Kuah itu telah mendidih, dan Elena mematikannya.
“Rafael  mengajak  Elena mundur  dari kompor, masih memeluknya, dia bersandar di meja dapur dan membawa Elena yang masih di peluknya dari belakang. “Kita bisa telanjang seharian di rumah, karena tidak ada orang lain di sini.:”
“Rafael!” Elena berseru dengan pipi memerah malu, membuat Rafael tertawa dan mengecupi   leher Elena penuh gairah.
“Atau kita bisa bercinta di atas meja dapur. Rafael setengah menggigit leher Elena, meninggalkan bekas kecil kemerahan di sana. Seperti pejantan yang menandai betinanya. Jemarinya  meraba  lembut  payudara  Elena  dan    meremasnya dari belakang. Bagaimana menurutmu?
Jadi  ini  yang  addi  benakmu  ketika  meliburkan semua pelayan? Elena berbisik lirih, untuk kemudian membiarkan bibirnya dilumat oleh Rafael dengan penuh gairah. Lelaki itu duduk di atas meja dapur, lalu mendongakkan kepala Elena  kbelakang,  dia  lalu  menunduk  katas  Elena  dan melumat  bibirnyadengan  cara terbalik.  Menciptakan  sensasi yang  berbeda.  Membuat  dibisa  mencecap,  dan  merasakan bibir Elena dengan cara yang lebih sensual.
Tubuh  Elena  melemas  akibat  ciuman  itu  sehingga Rafael harus menopangnya, dia bersandar sepenuhnya di tubuh Rafael, dan merasakan kejantanan Rafael mulai mengeras, menekan tubuh belakangnya.  Dengan lembut, Rafael kemudian membalikkan tubuh Elena dan beranjak turun dari meja dapur. Dia  mengangkat  tubuElena  hingga  terduduk  di  atas  meja dapur itu. Dikecupnya dahi Elena lembut, hidungnyapipinya dan kemudian kembali ke bibirnya lagi. Setiap kecupan Rafael membuat tubuh Elena panas membara. Lelaki itu lalu membuka kemeja Elena dan menurunkannya, payudara Elena yang tidak terlindungi bra karena Rafael melarangnya mengenakannya setelah para pelayan pergi tadi terpampang indah di depan Rafael.
Lelaki itu memuja payudaranya. Mengelusnya lembut, mengusap ujung putingnya dengan penuh gairah hingga mengeras dan siap di tangannya. Lalu setelah puting itu memenuhi keinginannya, Rafael mengecupnya lembut, dan menjilatnya dengan menggoda. Membuat Elena mengerang, merindukan hisapan Rafael di putingnya yang membuatnya melayang. Lelaki itu tidak membuat Elena menunggu lama, disesapnya payudara Elena dengan penuh pemujaan, membuat tubuh Elena lemas dan terbaring di atas meja dapur itu, dengan kaki menjuntai ke bawah.
Posisi Rafael sangat pas, karena tubuhnya tinggi, meja dapur  itu  pas  setinggpinggangnya.  Dan  sekarang dihadapannya, isterinya terbaring dengan kaki menjuntai ke bawah,  pahanyterbuka, siap menerimanya.  Rafael menurunka celana   dala Elena dan   membukanya Lalu dengan penuh gairah, tanpa peringatan apapun, karena Rafael tahu Elena sudah sangat siap untuknya. Rafael segera melepaskan celananya dan menyatukan tubuhnya ke dalam kelembutan yang panas dan basah, yang sudah siap untuk menerimanya.
Kaki Elena langsung melingkar di pinggang Rafael. Kemudian,  ketika  gerakan  Rafael  makin  cepat dabergairah, dia berdiri dan menumpukan tangannya di tepi meja dapur, membuat Elena terbaring di sana penuh gairah, menerima desakan-desakan Rafael jauh di dalam tubuhnya yang menimbulkan gelenyar panas tak tertahankan. Rafael lalu mengangkat  kaki Elena  yansemula melingkari  pinggangnya dan mengangkatnya ke pundaknya. Posisi itu membuatnya semakin mudah bergerak, menemukan titik-titik kenikmatan Elena yang ada jauh di dalam kelembutan kewanitaannya, dan membawa Elena langsung ke puncaknya.
Kau sungguh nikmat Elena...” Rafael berucap di antara napasny yang   memburu Apakah   aku   nikmat   untukmu Elena?
Elena mencoba menjawab. Tetapi sensasi itu sungguh menguasai tubuhnya, membuatnya semakin tersengal dan larut dalam kenikmatannya.
Jawa ak Elena....”   Rafae tak   mau   menyerah, “Apakah aku nikmat untukmu?
Elena mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Rafael yang membungkuk di dekatnya, Kau... sangat....” suaranya tertelan oleh napas memburu dan erangan tertahan karena dorongan Rafael yang bergairah, susah payah dia mencoba berkata, Kau.... sangat nikmat... untukku...”
Rafae menata Elen dengan   rasa   memilik yang dalam, Kalau begitu, mari kita saling menikmati.” Gerakannya menjadi semakin cepat, semakin bergairah, semakin tak tertahankan, “Ayo Elena, nikmati aku... puaskan dirimu...” Rafael berbisik  parau,  membimbing  Elena ke dalam pusaran  gairah. Sehingga dia mencapai puncaknya dengan begitu cepat. Mencengkeram Rafael dalam kenikmatan orgasmenya, dan merasakan lelaki itu orgasme bersamanya, di dalamnya.

Ҩ

“Tadi  sungguh  luar  biasa.”  Rafael  tersenyum  sambil menyuapkan suapan terakhir makan siangnya ke mulutnya.
Mereka akhirnya makan siang menjelang sore, karena Rafael memutuskan  mereka harus melanjutkan beberapa lagi sesi bercinta di dapur sebelum makan. Lelaki itu sungguh memiliki fantasi yang gila dalam bercinta. Pipi Elena memerah mendengar godaan Rafael. Lelaki ini sudah berhasil mengubahnya dari perempuan pemalu yang tidak tahu apa-apa, menjadi perempuan sensual yang selalu merespon setiap rangsangan yang diberikan Rafael dengan luar biasa.
Tetapi Elena menikmatinya. Dia sangat beruntung. Ada pasangan-pasangan yang tidak diberkahi kenikmatan di atas tempat tidur. Dan Elena diberkahi suami yang luar biasa nikmat di atas tempat tidur. Rafael selalu memuaskan Elena, menunggu Elena siap menerimanya, dan mengantarkan  Elena sampai ke titik terdekat orgasmenya sebelum kemudian mencapai orgasmenya sendiri.
“Ya Rafael. Tadi memang  luar biasa.” Elena akhirnya mengakuinya kepada Rafael, membuat Rafael tersenyum bahagia.
Selesai makan, Rafael mengajak Elena berjalan-jalan ke pantai pribadi mereka. Malam sudah menjelang dan lelaki itu memakaikan  salah satu  jaketnya pada Elena,  membuat  Elena memakai jaket yang kebesaran di tubuhnya. Tetapi Elena berterimakasih kepada Rafael karena melakukannya. Udara malam cukup dingin malam ini.
Langit yang gelap memayungi mereka, bertaburan bintang   berkelap-kelip   yang   indah.   Rafael   mengajak   Elena berdiri di tepi pantai dan menatap ombak,
“Aku  dulu  bukan   orang  yang  baik,  aku  menyakiti banyak orang dan membuat mereka kecewa.” Rafael bergumam pelan, tatapannya menerawang jauh, “Tetapi kemudian ada sebuah peristiwa yang menghantamku. Dan membuat aku berbalik arah.”
Peristiwa apa? Elena mengernyit dan menatap Rafael, ingin bertanya. Tetapi lelaki itu berdiri di sebelahnya dengan tatapan   menerawang,   seolah   sedang   larut   ke  dalam   masa lalunya, sehingga Elena kembali diam, menatap laut dan mendengarkan.
“Aku berubah menjadi lebih baik, berusaha menjadi lebih baik. Dan aku benar-benar sudah menjadi baik ketika aku bertemu  kau.”  Rafael  menghela  tubuh Elena ke arahnya,  dan mereka berhadap-hadapan, “Sejak aku mencintaimu.”
Dipeluknya   Elena   erat-erat.   Beberapa   hari   ini   dia sangat bahagia, Tertawa bersama Elena, menghabiskan  setiap menit bersama perempuan itu, dan tidak pernah merasa bosan. Kebahagiaan itu menyelipkan seberkas rasa takut di benak Rafael, setiap dia menatap  Elena yang tersenyum  kepadanya, tanpa dapat ditahannya pertanyaan-pertanyaan  selalu muncul di benaknya, Bagaimana kalau Elena tahu kenyataan yang sebenarnya? Apakah Elena mau tersenyum lagi kepadanya? Apakah Elena akan meninggalkannya?
Rafael takut menghadapi itu semua. Membayangkan kalau Elena pada akhirnya mengetahui semua itu secara tidak sengaja.   Mungkin   Elena   melihat   berita   di  masa   lalu,   atau bertemu   dengan   orang  di  masa  lalu  yang  kebetulan   tahu tentang   kecelakaan   itu   dan   masih   mengingat   Rafael,   atau banyak kejadian lainnya yang bisa membuat Elena tahu. Jauh di dalam lubuk hatinya, sebenarnya Rafael sangat ingin menahan Elena  di  pulau  ini.  Jauh  dari  kehidupan  luar,  berbahagia  di dalam surga mereka sendiri tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Tetapi tentu saja itu tidak mungkin. Mereka mau tidak mau harus kembali ke dunia nyata. Dengan berbagai kemungkinan  yang  bisa  terjadi.  Rafael  harus  bersiap menghadapi yang terburuk setiap saat. Apakah Elena akan menuduhnya sebagai pembohong besar? Membangun pernikahan mereka di atas sebuah kebohongan?
Apakah dia harus memberitahu Elena sekarang? Tidak. Ini bukan saat yang tepat. Mereka begitu berbahagia sekarang. Saat-saat ini terlalu berharga untuk dinodai oleh kebencian di masa lalu.
Rafael menelan  ludahnya dan mengangkat  dagu Elena, agar menatapnya,  “Berjanjilah untuk tidak meninggalkan  aku, apapun yang akan terjadi nanti.”
Lelaki itu tampak bingung. Elena membatin. Kenapa Rafael tampak begitu bingung? Apa yang sebenarnya berkecamuk di dalam hati lelaki itu?
“Berjanjilah Elena.” Suara Rafael mendesak, dipenuhi oleh kebutuhan.
Elena menyentuhkan jemarinya dengan lembut di alis Rafael yang berkerut, mencoba menenangkan  suaminya,  “Aku berjanji Rafael.”
Suaminya  mendesah  lega, dan  memeluknya  era-erat. Mereka   berpelukan   diiringi   deburan   ombak   dan   taburan bintang.

Ҩ

“Kau harus mengatakan kepadaku.” Lagi-lagi Edo menghalangi jalan Alice di lobi apartemennya.
Alice menatap Edo dengan jengkel. Beberapa hari ini Edo sangat mengganggunya, Lelaki itu muncul di mana saja, berusaha mengorek-orek rahasia yang mungkin disembunyikan oleh Alice,
“Aku  bisa menyuruh  polisi  menangkapmu  kalau  kau terus menguntit dan menggangguku seperti ini.”
“Tidak perlu sampai seperti itu.” Edo menarik napas frustasi, “Aku cuma butuh jawaban.”
“Bukankah aku sudah menjawabmu? Kau berkali-kali bertanya kenapa aku merayumu malam itu. Aku sudah menjawab, mungkin karena aku sedang ingin bercinta! Titik! Itu saja  jawabanku.  Tetapi  kau  masih  terus-menerus menggangguku. Sebenarnya kau ingin jawaban apa?”
“Karena   jawabanmu   bohong.”   Edo   menatap   Alice tajam, “Katakan padaku yang sebenarnya Alice, atau aku akan terus mengganggumu.”
“Baiklah!”, Alice setengah menjerit, tak tahan lagi. “Aku merayumu karena Raf... maksudku Alex yang menyuruhku. Dia ingin  membuat  Elena  memergokimu  sedang  bercinta denganku!”
“Kenapa Mr. Alex ingin kau melakukan itu Alice? Apa yang dia inginkan dari Elena?”
Alice mengerang.  Edo tidak akan  berhenti  mengorek informasi, dan dia tanpa sengaja telah membocorkan informasi penting kepada lelaki ini. Ya ampun. Rafael akan amat sangat marah kepadanya.
“Aku tidak tahu. Dia memintaku  dan aku melakukannya. Aku tidak bertanya apa tujuannya dan kenapa. Kalau kau memang ingin tahu, tanyakan pada Mr. Alex sendiri.” Alice mengibaskan rambutnya dan membalikkan tubuhnya, kemudian   berhenti   dan   menatap   Edo   penuh   peringatan, “Jangan menggangguku lagi Edo. Atau aku akan melaporkanmu kepada  polisi  atas  perbuatan  tidak  menyenangkan,  dan  aku tidak main-main.” Serunya sebelum melangkah pergi, meninggalkan Edo termenung di sana.
Dahi Edo berkerut memikirkan jawaban Alice. Jantungnya berdegup kencang. Jadi benar semua dugaannya. Semua  ini  sudah  direncanakan  oleh  Mr.  Alex.  Lelaki  itu  dari awal mungkin sudah mengincar Elena dan berniat menyingkirkannya, meskipun dengan cara yang licik. Edo menggertakkan giginya. Dia telah dijebak dan dipermalukan di depan Elena, tanpa kesempatan untuk membela diri. Kemudian Elena mencampakkannya begitu saja untuk menikahi Mr. Alex.
Edo  tidak  akan  tinggal  diam.  Dia  akan  membalas, ketika waktunya sudah tepat nanti.

Ҩ

“Aku ingin kau segera hamil.” Rafael tersenyum sambil mengusap   perut   Elena.   Mereka   sedang   berbaring   di   atas ranjang,  bersiap  untuk  tidur setelah percintaan  mereka  yang panas dan bergelora. Tubuh mereka telanjang di balik selimut, saling memeluk erat.
Elena yang sudah setengah tertidur di pelukan Rafael langsung terjaga mendengarnya. Hamil, mengandung anak Rafael. Pikiran itu terasa begitu menyenangkan untuknya. Memiliki   anak-anak   dari   Rafael,   yang   tampan   dan   eksotis dengan rambut gelap dan mata berkilauan, pasti amat sangat membahagiakan.
“Apakah kau mau mengandung anak-anakku?”
“Tentu saja Rafael.” Elena tersenyum dan mendongakkan kepalanya, menatap Rafael lembut, “Kau kan suamiku.  Pikirmu  aku  akan  mengandung  anak  siapa  kalau bukan dirimu?”
Rafael tertawa, tawa yang dalam dan terdengar seksi di telinga, mengalun lembut, “Kalau begitu kita harus giat mengusahakannya.”
Elena mengangkat alisnya, “Kau melakukannya pagi, siang, sore, dan malam... kurang giat apalagi?”
Tawa Rafael memenuhi ruangan. Dia memeluk Elena dengan  lembut,  berdoa semoga kebahagiaan  ini tidak pernah berakhir.

Ҩ

Seluruh pelayan sudah kembali ke rumah pagi ini dan kegiatan  berlangsung  seperti  biasa.  Elena  sedang  di  dapur belajar  membuat  kue  kelapa  bersama  Alfred.  Ketika  suara ribut-ribut terdengar dari lorong, yang mau tak mau terdengar sampai ke dapur. Itu suara Rafael, lelaki itu sedang mengumpat- umpat di telepon. Mengumpat-umpat?
“Bagaimana mungkin dia bisa lolos? Ini pulau pribadi. Tidak  sembarang  orang  bisa  kemari.”  Kemarahan  tercermin jelas dalam suara laki-laki itu.
Suara di seberang telepon menjawab, tampak mencoba menjelaskan dengan panik. Tetapi kemudian Rafael memotongnya dengan tajam.
“Sudah. Kita bicarakan keteledoran yang dibuat anak buahmu nanti. Kau yang harus menanggung ini semua. Nanti. Begitu aku selesai membereskan masalah ini.” Lalu Rafael menutup telepon dengan kasar. Membuat Elena merasa kasihan pada siapapun yang menjadi lawan bicara Rafael di telepon.
Beberapa  detik  kemudian  pintu  dapur  terbuka,  dan Rafael masuk dengan wajah serius.
“Elena.” Rafael memanggil dari ujung dapur. Membuat Elena yang sedang bertaburan tepung dan membantu Alfred membentuk kue di cetakan menoleh,
“Ya Rafael?”
“Kemari, aku ingin bicara.”
Rafael tidak pernah sekaku ini ketika berbicara kepadanya, membuat Elena mengerutkan keningnya. Apakah lelaki itu sedang marah. Kepada siapa? Kepadanyakah?
Dengan hati-hati dia melangkah keluar dapur, mengikuti Rafael ke arah teras samping. Rafael berdiri di sana, mondar-mandir dengan wajah gusar.
“Ada apa Rafael?”
Lelaki itu melangkah mendekati Elena dan merengkuh kedua bahunya, membuat Elena dekat dengannya.
“Anak buahku mengacau. Kita akan kedatangan tamu. Bukan tamu yang menyenangkan, tetapi kita terpaksa menampungnya beberapa hari demi kesopanan. Aku harap kau mengerti.”
Elena menganggukkan kepala. Sedikit lega mendengar perkataan Rafael, Jadi hanya karena masalah itu? Seorang tamu, meskipun  terasa aneh karena datang di bulan madu  mereka, tampaknya tidak menjadi masalah besar. Elena pasti bisa menghadapinya. Kalau begitu kenapa Rafael masih tampak begitu gusar?
Rafael  yang masih mencengkeram  kedua bahu Elena mendesah kesal. “Dia bukan tamu biasa. Dia mungkin datang untuk  mengacau,  seperti  yang  Victoria  ramalkan.  Aku  minta maaf Elena, aku tidak menyangka dia akan seberani itu, menyusulku kemari.”
“Siapa Rafael?” Elena berubah waspada, karena Rafael tampak begitu serius tentang tamu yang satu ini.
Rafael menatap Elena pahit. “Dia mantan kekasihku Elena. Anak buahku mengatakan dia tidak bisa mencegah kedatangannya kemari. Sekarang dia sedang dalam perjalanan dengan perahu boat kemari. Maafkan aku.”

Ҩ

Memikirkan bahwa Rafael mempunyai mantan kekasih sebelumnya, yang tentunya juga berbagi hal-hal intim bersama lelaki itu sungguh membuat semuanya terasa aneh.
Seharusnya  Elena  siap.  Donita  dulu  pernah mengatakan kepadanya bahwa Rafael pernah punya beberapa kekasih yang berhubungan dengannya tanpa status. Elena mungkin  bisa  melupakan  itu  semua  kalau  situasinya  tidak seperti ini. Seorang mantan kekasih yang nekad tampaknya bertekad merebut Rafael kembali. Dan Elena harus menghadapinya.
Astaga.  Kenapa  dia ada di dalam  situasi  begini?  Apa yang  harus  dia  lakukan?  Dengan  bingung  Elena  memencet nomor   ponsel   Donita.   Dalam   deringan   kedua   ponsel   itu diangkat, “Ada apa Elena? Apakah kau sudah pulang dari bulan madumu?”

“Bukan Donita. Aku ingin menanyakan sesuatu.”
‘Tentang apa?”
“Tentang mantan kekasih Rafael.”
Sejenak Donita tertegun di seberang sana, lalu bergumam ragu. “Well sayang, menurutku ketika kita sudah menikah dengan seseorang, tidak perlu mengungkit-ngungkit masa lalu, apalagi mencari informasi tentang mantan pacar pasangan kita...”
“Bukan begitu Donita. Aku bukannya ingin menyelidiki masa   lalu   Rafael.   Aku   hanya   ingin   tahu   apa   yang   harus kuhadapi. Mantan kekasih Rafael.. entah yang mana tampaknya tidak terima dengan pernikahan ini, dan entah dengan jalan cerdik apa berhasil menyusul ke pulau ini... dia sedang dalam perjalanan kemari, dan sebentar lagi sampai.”
“Apa?”  Donita   memekik   marah,   “Siapa  perempuan tidak tahu malu itu?”
“Kata Rafael, namanya Luna.”
“Luna.. oh Astaga.” Suara Donita tertelan di seberang sana.
Elena    mengernyitkan    kening,    tiba-tiba    diserang perasaan  buruk  karena  kediaman  Donita,  “Ada  apa  Donita? Kenapa kau terdiam?”
“Karena mantan pacar yang kau hadapi adalah musuh yang paling berat.” Donita menghela napas panjang, “Luna bisa dikatakan   kekasih   permanen   Mr.   Alex,  dia  selalu   kembali kepada perempuan itu. Luna adalah perempuan keras yang mandiri,   tampak   tidak   butuh   laki-laki,   dan   hubungannya dengan   Mr.  Alex     hanya  demi  kenikmatan   semata.   Tetapi sepertinya  dia  tidak  rela  Mr.  Alex  menjadi  milik  perempuan lain,  karena  dia  terbiasa  memiliki   Mr.  Alex  untuk  dirinya sendiri. “ Donita menghela napas panjang, “Dia sangat pandai mengintimidasi  lawannya.  Hati-hati Elena. Jangan sampai kau tertekan di bawah auranya.”
Elena mendesah ketika pembicaraannya dengan Donita berakhir.  Ternyata  mantan  pacar  Rafael  yang  akan  datang kemari adalah yang paling hebat di antara semuanya. Jantung Elena berdetak penuh antisipasi. Menanti apa yang akan terjadi nanti.

Ҩ

Ketika perempuan itu memasuki rumah, dengan koper- kopernya dibawa oleh para pelayan, Elena yang berdiri di belakang  Rafael  merasa bahwa mimpi  buruknya benar-benar datang. Bagaimana mungkin dia bisa menghadapi  perempuan ini? Dia bagaikan dewi yang datang dari surga. Keseluruhan dirinya   sangat   sempurna.   Dari   caranya   berpakaian   yang berkelas,  tubuh  sempurnanya  yang  indah,  bentuk  wajahnya yang klasik dan sensual, dibingkai oleh rambut panjang indah berkilauan. Bahkan bentuk alisnyapun sempurna. Elena mengamati diam-diam dan merasa letih tiba-tiba.
“Kenapa   kau   datang   kemari   Luna?”   Rafael   yang menyapa Luna duluan, sikapnya waspada dan tidak bersahabat.
Luna menatap  Rafael dan tersenyum manis, “Kenapa kau tidak kemari dan memelukku seperti biasanya Rafael? Aku rindu pelukanmu.” Suara Luna terdengar rendah dan seksi. ‘Dan kenapa aku kemari? Itu karena aku merindukanmu. Aku pulang dari  luar  negeri  dan  menunggu  panggilanmu.  Biasanya  kau akan menghubungi dan menemuiku, aku sudah tak sabar melewatkan waktu berdua denganmu. Tetapi kau tidak mengunjungiku. Lalu kudengar kau sedang ada di pulau ini, jadi aku menyusulmu kemari.”
Luna sudah jelas menyadari kehadiran Elena di belakang  Rafael,  tetapi  hal  itu  tidak  membuatnya  menahan kata-kata vulgar dan penuh rayuannya kepada Rafael. Apakah Luna tidak tahu bahwa Rafael dan Elena sudah menikah? Elena menghela napas dan mengalihkan pandangan kepada Rafael. Suaminya itu tampak tidak suka dengan kata-kata Luna. Lelaki itu mundur, seolah menjaga Elena dari sambaran Luna,
“Aku sedang berbulan madu, Luna. Dengan istriku.” “Oh?” Luna tampak tidak kaget. Berarti perempuan itu
sudah tahu bahwa Elena adalah isteri Rafael, betapa kejamnya dia  mengucapkan  kalimat  penuh  rayuan  tadi  kalau  begitu. “Tidak  masalah  untukku.”  Suara Luna  terdengar  manis,  “Aku ingin   bertemu   denganmu   Rafael,   bukan   dengan   istrimu.” Dengan langkah anggun dia mendekat dan berdiri di depan Rafael  dan  Elena.  Matanya  dengan  sengaja  menelusuri  Elena dari atas ke bawah. Elena tentu saja tidak sama dengan Luna, dia tidak mengenakan baju rancangan desainer ternama, hanya mengenakan kemeja longgar berwarna putih dan celana jeans yang sudah memudar warnanya.
Senyum Luna kemudian lebih seperti senyuman mencemooh, “Elena bukan nama isterimu.” Luna tersenyum manis kepada Rafael, seolah tidak menganggap Elena ada, “Aku ingat saat-saat manisku ketika aku mendengar nama Elena.” Senyum Luna tampak penuh arti dan tatapannya menggoda penuh rahasia,  yang  seketika  itu juga membuat wajah Rafael merah padam karena marah.
Luna tertawa ketika melihat reaksi kemarahan Rafael yang diharapkannya karena sindirannya, dia mengedikkan bahunya ke arah tangga, “Kuharap pelayan bisa menunjukkan di mana kamar tamunya, aku lelah karena perjalanan ini. Mungkin  aku akan istirahat dan tidur sejenak.” Dengan nakal dikedipkannya matanya kepada Rafael, “Meskipun aku tidak akan menolak kunjungan singkat di siang hari seperti yang biasanya  kau  lakukan  dulu  Rafael.”  Luna  membalikkan tubuhnya  dan  melangkah  anggun.  Meninggalkan  Rafael  dan Elena yang membeku di dalam keheningan. Keheningan tidak mengenakkan yang menyesakkan dada.

No comments:

Post a Comment