Monday, October 5, 2015

YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 4



Dan aku masih berdiri di sini, menatap punggungmu yang berlalu pergi.

4

Keenan?
Ya ini aku.” Keenan terkekeh, apa yang kau lakukan di sini??
“Aku     mengantar     temanku.”     Sani     mendongakkan kepalanya,  mencoba  mencari  tetapi  Kesha  sepertinya  sudah ditelan keramaian jauh di depannya, Dan sepertinya dia sudah hilang.” Gumam Sani, mendesah kesal.
Keenan tertawa, Begitulah kalau kau berjalan di baazar tahunan. Keadaannya selalu seperti ini setiap tahun, selalu ramai.”
Sani masih menatap ke arah kepergian Kesha. Berharap bahwa sahabat sekaligus editornya itu akhirnya menyadari bahwa mereka terpisah dan kemudian kembali untuk mencarinya.
Kau sendiri apa yang kau lakukan di sini? tanyanya kepada Keenan kemudian ketika menyadari bahwa laki-laki itu tidak berniat untuk pergi.
“Aku? Keenan tertawa. Lelaki ini benar-benar ceria dan banyak tertawa, jauh berbeda dengan Azka, Gumam Sani dalam hati, “Aku lelaki bebas, kudengar di sini ada keramaian jadi aku datang untuk melihat, itu saja.”
Sani! itu teriakan Kesha, perempuan itu akhirnya menyadari bahwa dia terpisah jauh dari Sani. Dia sedang berjuang menembus keramaian untuk menghampiri Sani yang sudah menepi bersama Keenan di dekat stan sepatu.  Akhirnya Kesha berhasil mendekatinya, napasnya terengah-engah, Fyuh ramai sekali di sana, kita bahkan tidak bisa    menawar    dengan    nyaman....”    Lalu    Kesha    tertegun menyadari   lelak lua bias tampa yan sedan berdiri bersama Sani, mulutnya bahkan ternganga.
“Hai.” Keenan tersenyum ramah, sepertinya lelaki itu sudah biasa dipandang dengan tatapan kagum oleh para perempuan, “Aku Keenan, aku kenalan Sani.Gumamnya mengulurkan tangannya.
Kesha membalas uluran tangan itu seolah terhipnotis, matanya menatap terpesona pada Keenan.
Keenan  hanya  melemparkan  tatapan  geli  kepada  Sani, lalu melangkah menjauh, Sepertinya kau sudah menemukan temanmu.”  Ditepuknya  pundak  Sani dengan  akrab,  Laikali hati-hati ya.” Gumamnya lalu melambaikan tangan dan melangkah pergi.
Mata Kesha bahkan terpaku sampai Keenan menghilang dari pandangan matanya.
Wow...” dia menatap terpesona, lalu menoleh kepada Sani dengapandangan  menuduh,  Katakan  padaku  di mana kau menemukan lelaki setampan itu. Dia bilang dia kenalanmu bukan?
Sani terkekeh melihat betapa tertariknya Kesha kepada Keenan, Dia saudara kembar pemilik cafe yang kuceritakan kepadamu.”
Setampan itu dan ada dua orang? Kesha terperangah, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya, “Hebat Sani, aku yang sudah bertahun-tahun di kota ini, belum pernah beruntung menemukan lelaki dengan penampilan fisik dan senyuman sesempurna itu. Dan kau baru beberapa waktu disni, kau sudah berkenalan dengan dua laki-laki tampan.”
Sani tertawa tergelak, “Ah kau melebih-lebihkan.” Dia menatap  cemas  ke sekeliling  yang  mulai  ramai,  “Kitpulang saja yuk, aku lelah.”
Untunglah Kali ini Kesha tidak menolak.
⧫⧫⧫
“Aku   bertemu   denga gadi itu.”   Keena bar saja datang berkunjung ke Garden Cafe, dan Azka menemuinya di apartemennya Lelaki  itu  langsung  waspada  ketika  Keenan menyebut tentang ‘gadis itu.
Dan benar saja, Keenan langsung melemparkan pertanyaan yang sama sekali tidak disukai oleh Azka.
“Apaka di alasa ka tidak   perna pulan ke rumahmu lagi dan selalu menginap di sini?
Azka memasang wajah keras, Apa maksudmu?
Yah. Kau bertingkah di luar kebiasaanmu, para pelayanmu  drumah  bilang  kalau  kau  tidak  pernah  tidudi sana dan selalu tidur di cafe ini. Dan kau juga menyapa gadis itu.”   Keena mengangka bah ketik Azka   melemparkan tatapan  tajam  kepadanya,  “Aku  tahu  info  itdari  gadis  itu ketika aku bertabrakan dengannyaKatanya kau menyapanya ketika dia duduk di cafe itu, dia bilang mungkin itu budaya cafe ini,   san pemili menyap ramah   pelanggannya.”   Lirikan Keenan berubah penuh arti, “Tetapi kita tahu bahwa itu tidak benar bukan? Kau selalu menghindari semua pengunjung cafe dan hotelmu seperti mereka adalah hama. Kau selalu bersembunyi di balik sosok pemilik perusahaan yang misterius, kau tidak pernah menyapa pelanggan sebelumnya, gadis itu adalah satu-satunya pelanggan yang kau sapa.”
Bisakah  kau  bicara  langsunsaja datidaberputar- putar dengan analisa konyolmu? Azka menyela dengan ketus, membuat Keenan terkekeh,
Yah, kesimpulannya, kau tertarik kepada gadis itu, kepada Sani.” Keenan menatap Azka dengan waspada, Begitu juga aku.”
Kemarahan        langsung        merayapi        mata        Azka, membakarnya, Jangan Keenan.”
“Mau bagaimana lagi? Kita sepertinya selalu dianugerahi kutukan perasaan yang sama terhadap perempuan. Bagaimana kalau kita lakukan permainan seperti masa remaja kita dulu? Permainan ‘dia pilih kamu atau aku?’, sepertinya itu akan menyenangkan.” Gumam Keenan setengah tertawa. Tanpa diduganya Azka bergerak secepat kilat, meraih kerah baju Keenan dan mendorongnya ke tembok dengan mengancam.
Ini bukan permainan, Keenan dan aku serius, Kalau kau henda main-mai dengan   Sani ka haru menghadapiku dulu.”
Keena membiarka diriny diteka oleh   Azka   di tembok, dia menatap Azka dengan penuh perhitungan,
“Apa kau lupa Azka? Kau sudah punya Celia.”
Itu  tidak  menghalangiku  untuk  memiliki  Sani.”  Sahut Azka keras.
Hal itu membuat Keenan tertawa terbahak-bahak, tidak peduli akan tatapan marah Azka,
Tidak menghalangimu katamu? Keenan melepaskan tangan  Azka  yang  mencengkeram  kerabajunya  dan melangkah menjauh, dia masih tertawa, Tentu saja itu sangat menghalangi, kau punya tunangan dan kau akan menikah. Atas pilihanm sendiri   karen rasa   bertanggungjawabmu   yang bodoh itu! Jadi kau tidak bisa menawarkan hubungan apapun, apapun!  Kepada  Sani.”  Keenan  menatap  Azkdengan menantang, Tetapi aku beda, aku lelaki bebas.
Jangan menantangku, Keenan. Kau tahu bukan apa yang akan aku lakukan kalau aku marah.”
“Aku tahu.” Keenan melirik waspada ke arah Azka, tetapi dia memutuskan untuk tidak mundur, Tetapi Sani layak dicoba untudiperjuangkan.”  Keenan  melangkah  keluar  dari aparteme Azka.   Ketik sampa di   tenga pintu Keenan menoleh  lagi datersenyum  manis,  Sepertinyperang  akan dimulai, kakak.
Azka tertegun, menatap kepergian Keenan. Diacaknya rambutnya dengan frustrasi. Apa yang ditakutannya terjadi lagi, mereka bersaing untuk seorang perempuan.
Seakan beban masalahnya belum cukup berat saja....
⧫⧫⧫


Malam itu Sani pulang terlambat, dia membahas tentang novelnya di rumah Kesha dan mereka lupa waktu. Kesha menyuruhnya  menginap saja, tetapi Sani memutuskan  bahwa dia harus pulang. Tidur di kamarnya sendiri saja dia kesulitan, apalagi harus tidur di rumah orang. Bagaimanapujuga Sani merasa lebih nyaman beristirahat di tempatnya sendiri.
Ketika berjalan turun dari taksi dan hendak memasuki pintu  putar  menuju  lobi  apartemennya,  Sani  melirik  ke arah Garden Cafe itu di seberang jalan, sudah dua hari dia tidak kesana. Apakabarnya   Azka? Pikiran itu terus mengganggunya sepanjang hari ini. Otaknya selalu dipenuhi bayangan lelaki itu yang begitu tampan dan tampak begitu dewasa.
Sani?
Sani terperanjat kaget mendengar namanya disebut, dia langsung menoleh dengan waspada. Wajahnya pucat pasi ketika menemukan Jeremy ada di sana. Lelaki itu tampak berantakan dan sedikit tidak fokus.
“Aku menunggumu lama sekali di sini, kau kemana saja?Nada suara Jeremy meninggi seolah tidak bisa mengontrol emosinya. Dan ketika Jeremy melangkah sedikit mendekatinya, dia langsung bisa menciumnya, aroma alkohol yang pekat dan memuakkan. Seolah lelaki itu menghabiskan malamnya dengan meminum alkohol murahan yang menguarkan bau khas.
Sani langsung merasakan jantungnya berdegup kencang, Jeremy sedang mabuk. Dan sepertinya dia mabuk berat. Bahkan dalam keadaan sadarpun, Sani tahu bahwa Jeremy sering kali tidak bisa mengendalikan emosinya, apalagi dalam keadaan mabuk.
Mat Sani   berkelilin waspada memandan semua orang. Adakah yang bisa menolongnya di sini? Dia mulai panik ketika menyadari bahwa suasana sekeliling sudah sangat sepi. Hanya ada beberapa pedagang rokok dengan lampu remang, itupun jauh di sudut sana. Sani tidak yakin kalau dia berteriak pedagang itu akan mendengarnya.
Mata Sani melirik ke Garden Cafe di seberang jalan. Cafe itu  masih  buka  tentu  saja,  meskipun  sudah  jam  dua  malam, tetap penuh pengunjung. Tetapi sayangnya para pengunjung itu berada di dalam, sedang dihibur oleh aliran musislow yang menenangkan hati di sana.
Tidak ada yang bisa menolong Sani kalau Jeremy lepas kendali....
Kenapa kau kemari lagi, Jeremy.” Tanya Sani hati-hati, berusaha mundur dan tetap menjaga jarak, meskipun lelaki itu terus mencoba mendekatinya.
Kenapa? Jeremy tertawa, Karena kau bodoh dan pendendam. Suaranya  meninggi  lagi,  Kau  membesar- besarkan masalah seolah-olah aku melakukan kesalahan yang sangat  besar.  Kau  menolak  memaafkanku   dan  mengusirku seolah aku ini sampah.” Jeremy tersenyum sinis, Mungkin jangan-jangan kau dulu tidak mencintaiku, karena kalau orang yang mencintaiku, tidak akan mungkin dia tidak bisa memaafkanku.”
Oh Astaga, lelaki ini sungguh tidak tahu malu. Membesar- besarkan masalah katanya? Perempuan mana di dunia ini yang bisa memaafkan kelakuan seperti itu dari tunangannya, di saat perkawinan mereka tinggal menghitung bulan?
“Aku   ras lebih   bai ka enya dari   kehidupanku Jeremy. Aku sudah sangat muak kepadamu, dan aku tidak mungkin mau kembali kepadamu.” Sani terpancing emosi sehingga nada penuh kebencian keluar dari suaranya.
Hal itu memancing Jeremy, tatapan lelaki itu membara, dipenuhi  oleh  alkohol  yang  diminumnya.  Ditiba-tiba  saja sudah melompat dan mencengkeram kedua lengan Sani dengan kasar hingga terasa menyakitkan.
Tidak mau kembali kepadaku? Jeremy terkekeh, suaranya  menakutkan  daaroma  alkohol  kembali  menguar dari sana, membuat Sani ketakutan dan berusaha meronta dengan panik. Tetapi lelaki itu sangat kuat dan semakin Sani meronta semaki kua Jeremy   mencengkeramnya hingga terasa sakit.
Sakit!    Jeremy,    kau    menyakitiku!”    Sani    mencoba meronta, mulai menjerit.
Tiba-tib tubuh   Jeremy   tertari denga kasa ke belakansehingga hampir terjengkang.  Lengan yang menarik Jeremy itu lalu mendorong Jeremy dengan kasar hingga jatuh terbanting di trotoar.
Sani langsung mengenali penyelamatnya, itu Azka. Lelaki itu mengenakan pakaian hitam-hitam sehingga membuat Sani tidak menyadari kapan lelaki itu datang dan mendekat. Tetapi bagaimanapun juga, dia menyukuri kehadiran Azka di saat yang tepat untuk menyelamatkannya.
Kau lagi.” Meskipun mabuk, Jeremy rupanya mengenali Azka dari insiden siang itu. Sebenarnya kau ini siapa? Kenapa selalu mengganggu urusanku dengan tunanganku? Jeremy bangkit dari duduknya dan berdiri dengan posisi waspada, siap menyerang.
“Mantan tunangan.” Azka bergumam tenang, tubuhnya lebih tinggi dan lebih kuat daripada Jeremy. Dan dia memegang sabuk hitam dalam ilmu bela diri, menghadapi Jeremy akan sangat mudah baginya. Sebaiknya kau menyingkir dari sini dan tidak mengganggu Sani lagi, kalau tidak kau akan menghadapiku.”
Jeremy membelalakkan matanya marah, sejenak tampak berpikir untuk menyerang Azka. Tetapi kemdiadia memilih mundur  ketika  melihat  nyala  membunuh  dmata  Azka.  Dia akan kalah kalau menghadapi lelaki ini, entah kenapa dia tahu.
Dengan lirikan sinis, dipandangnya Sani, Ternyata kau begitu mudah melupakanku, baru beberapa lama kita berpisah dan  kau  sudah  menemukan  lelaki  baru.  Mungkin  kau  tidak sesuci  apa  yang  kau  tampilkan  selama  ini.”  Setelah melemparkan tatapan merendahkan, Jeremy melangkah setengah terhuyung-huyung ke arah mobilnya.
Azka memastikan Jeremy memasuki mobilnya dan pergi sebelum menyentuh pundak Sani hati-hati. Sani tampak tegang dan ketakutan meskipun perempuan itu berusaha tegar,
Kau tidak apa-apa? tanyanya lembut. Sani baru merasakan seluruh tubuhnya gemetar ketika semua  sudah  berakhir,  dia  menatap  Azka  tak  berdaya,  “Aku tidak apa-apa.” Jawabnya serak, tetapi kakinya tiba-tiba lemas sehingga Azka harus menopangnya, Lelaki itu merangkulnya dengan lembut tapi sopan.
“Ayo kuantar kau ke atas.” Gumamnya tenang, menghela Sani memasuki lobi apartemen itu dan melangkah ke dalam lift.
Di depan pintu kamarnya, barulah Sani menyadari kesalahannya. Dia tidak mungkin membiarkan Azka memasuki apartemennya, sekali lagi dia hampir bisa dikatakan tidak mengenal Azka dengan baik. Lelaki ini bisa saja psikopat yang mengincar perempuan-perempuan yang tinggal sendirian bukan?
“Aku.. eh, terima kasih..” Sani bersandar pada pintu. Ia berusaha  bersikasopan  dan  melepaskan  diri dari pegangan Azka di pinggangnya.
Azka mengangkat alis melihatnya, Kau lemas dan gemetar." Gumamnya tenang, Aku akan mengantarmu masuk.”
Tidak! Sani hampir berteriak dan merasa malu ketika Azka menatapnya seolah dia sedang kerasukan, Aku.. aku bisa masuk sendiri, terima kasih.”
Dia  mencari-cari  kartu  kunci  pintunya  ddalam  tas, tetapi tidak bisa menemukannya. Dengan panik dia mengaduk- aduk tasnya. Dan tetap tidak menemukannya.
Azka masih menunggu di situ, menatap kepanikannya dengan tenang dan tanpa kata-kata.
Lama kemudian Sani mencari dan kemudian dia mengangkat kepalanya dengan panik, Kuncinya tidak ada.” Gumamnya lemah dan ingin menangis, Mungkin.. mungkin ketinggalan di rumah temanku... airmata mulai membuat matanya  terasa  panas.  Sebenarnya  ini  bukan  masalah  yang pelik, Sani tinggal menghubungi keamanan atau resepsionis di bawah untuk meminta kartu cadangan dan dia akan bisa membuka pintunya.
Sanhanya  perlu  alasan  untuk  menangis,  perlakuan kasar dan merendahkan Jeremy kepadanya tadi sangat melukai hatinya. Dan meskipun di depan dia berusaha tampil tegar, dia masih merasakan luka dan perih itu. Tanpa kata, Azka meraih kepalanya dan meletakkannya di dadanya,
Shh.... menangislah.”  Bisiknya  lembut dan seketikitu juga benteng pertahanan diri Sani bobol. Dia menangis sekuatnya, untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Menumpahkan kepedihannya, menumpahkan kemarahan dan kebenciannya kepada semua hal yang terjadi antara dirinya dan Jeremy. Dia menumpahkan semuanya di dada Azka, lelaki yang bahkan baru dikenalnya beberapa waktu lalu.
Dengan tenang Azka mengusap rambutnya, setelah merasa Sani sedikit tenang, dia menjauhkan pundak Sani dari pelukannya dan berbisik lembut,  
Sini tasmu, sepertinya kau terlalu panik ketika mencarinya tadi.”
Dengan  patuh  Sani  menyerahkan  tasnya,  Azka mencarinya  dengan  hati-hati.  Dan  dalasekejap  dia menemukan  kartu  kunci itu, terselip  dbagian paling  bawah tasnya.
Azka menggenggamkan kartu kunci itu ke dalam jemari Sani, dan tersenyum lembut, “Masuklah dan beristirahatlah.” Bisiknya pelan. Sani  mengusap  airmatanya  dan  menatap  Azka dengan


sendu.
 Terima kasih.” Bisiknya serak.
Tanpa     diduga,     Azka     menarik     Sani     kembali     ke pelukannya, lalu mengecup dahinya lembut, Sama-sama.” Lalu lelaki  itu  membalikkan  tubuhnya,  meninggalkan  Santanpa kata-kata.




YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 5

No comments:

Post a Comment