Tuesday, October 27, 2015

UNFORGIVEN HERO - BAB 16


16

Rafael   melangkah   menelusuri   areal   pemakaman   ini, yang amat sangat dikenalnya. Tadi di tempat parkir, dia melihat mobil Victoria di sana. Jadi adiknya dan Elena memang benar- benar sedang ada di sini. Dia sering sekali kemari. Meletakkan bunga di atas makam Ayah Elena, kemudian menghabiskan waktu berjam-jam di sana untuk meminta maaf. Memohon ampun kepada ayah dan ibu Elena.
Langkahnya terhenti ketika melihat dua sosok yang sangat familiar di kejauhan, itu, Elena dan Victoria, Rafael mempercepat langkahnya untuk kemudian menemui Victoria yang sedang berseru panik sambil berusaha membimbing Elena yang berjalan tertatih-tatih.
“Ada apa?” Rafael bertanya cepat, dan ketika melihat keadaan Elena dia sudah tahu apa yang akan terjadi, bahkan sebelum Victoria menjelaskannya.
“Air ketubannya pecah.” Victoria menjerit panik, “Kita harus segera membawanya ke rumah sakit, Rafael!”
Rafael berdebar. Oh astaga. Elena akan segera melahirkan, dan mereka masih di sini, di tengah areal pemakaman yang luas, yang harus ditempuh dengan jalan kaki beberapa ratus meter lebih sebelum mencapai parkiran mobil. Tetapi Rafael tidak sempat berpikir, dengan sigap dipeluknya Elena dan diangkatnya ke dalam gendongannya.
“Berjalanlah dulu ke mobil, aku akan menyusul.” Rafael memerintahkan Victoria yang segera berlari untuk mengambil mobilnya. Dengan langkah cepat, Rafael setengah berlari sambil mengangkat Victoria, sambil tetap berhati-hati agar tidak menabrak batu-batu nisan yang berjajar.
“Maafkan aku Rafael.. aku tidak tahu kalau sekarang saatnya.”
“Tidak   apa-apa   sayang,   Bertahanlah   ya,   aku   akan membawamu ke rumah sakit.”
Elena berpegangan erat di tubuh Rafael yang sedang berjalan cepat. Lelaki itu tampak sedikit terengah. Tentu saja, dengan  usia  kehamilannya   yang  sembilan  bulan  ini,  Elena sangat berat, dan Rafael menggendongnya sambil setengah berlari.
Beberapa lama kemudian, mereka sampai ke areal parkiran,   Victoria   sudah   menunggu   di  ujung   paling   dekat dengan pintu penumpang belakang yang terbuka. Rafael langsung  masuk  dan  menutup  pintunya.  Lalu  Victoria melajukan kendaraannya menuju rumah sakit terdekat.
“Bagaimana    keadaanmu    Elena?”    Victoria    berteriak sambil melirik dari kaca mobil.
“Dia bertahan.” Rafael yang menjawab karena Elena sedang mengerang merasakan kontraksi, sementara itu ban mobil berdecit karena Victoria menghindari pengendara yang menyalip dari sebelah kiri,  “Fokus ke jalan, Vicky!”
Rafael merasakan cengkeraman erat Elena di lengannya ketika Elena mengalami kontraksi. Jarak kontraksinya makin dekat dan Rafael makin cemas.
“Tarik napas dalam-dalam Elena.” Rafael mengingatkan Elena   cara   menarik   napas,   seperti   yang   pernah   diajarkan kepada mereka ketika mengikuti latihan persiapan kelahiran beberapa  waktu  lalu.  “Nah  begitu,  hembuskan  pelan,  tarik napas lagi. Sebentar lagi kita sampai.”
“Maafkan aku Rafael....aku ...” Elena menarik napas panjang, di sela kontraksinya, “Aku tidak tahu akan melahirkan sekarang, kalau tahu, aku akan diam saja di rumah.”
Rafael tersenyum frustasi, “Selama ini aku menahanmu di rumah supaya ketika kau melahirkan aku bisa dengan cepat membawamu ke rumah sakit, tetapi bayi ini rupanya punya maunya   sendiri.   Bertahanlah   Elena.”   Rafael   menggenggam tangan  Elena  ketika  kontraksi  itu  datang  lagi,  ‘Kita  sudah hampir sampai.”

Ҩ

Mereka sampai beberapa waktu kemudian dengan kelihaian Victoria menembus kemacetan jalan raya. Ketika sampai di UGD, Elena ditidurkan  di atas ranjang dorong, dan Rafael terus memegangi tangannya. Sampai Elena dipindahkan ke ruangan melahirkan.
Alat-alat dipasang. Dan alat pemindai detak jantung bayi disambungkan. Suara keras langsung terdengar, suara degup jantung si bayi yang mengencang ketika Elena mengalami kontraksi.
Rafael   terus   menggenggam   tangannya   ketika   team dokter dan perawat mempersiapkan proses kelahiran bayi mereka. Dengan lembut digenggamnya tangan Elena, memberikan semangat,
“Ayo sayang. Kita lahirkan bayi kita ke dunia.”

Ҩ

Helena Alexander lahir dua puluh menit kemudian dengan tangisan kerasnya yang memekakkan telinga. Dia bayi yang cantik, sehat, dengan kulit kemerahan dan rambut tebal dan gelap, sedikit ikal seperti rambut ayahnya.
Dokter memotong tali pusarnya dan para perawat membersihkannya untuk kemudian menyerahkan bayi yang masih menangis keras itu ke dalam pelukan ibunya.
Elena  berkeringat,  setelah  proses  melahirkan pertamanya  yang  melelahkan.  Tetapi  dia  bahagia, mendengarkan tangis bayinya yang begitu keras dan sehat, memenuhi  ruangan.  Diterimanya  tubuh  bayinya  yang  lembut dan   hangat   itu   dalam   buaiannya,   kepalanya   mendongak menatap Rafael yang sedang menatap anaknya dengan terpesona. Sama-sama takjub. Pengalaman ini luar biasa, mengantarkan anak mereka lahir ke dunia ini. Mereka menjadi orangtua sekarang, dari seorang bayi kecil yang tanpa dosa. Tanggung jawab yang membahagiakan melimpahi pundak mereka, tanggung jawab untuk membahagiakan  anak mereka. Buah cinta mereka. Bagaimana mungkin Rafael bisa melepaskan Elena setelah semua ini?
Elena mendekatkan puting bayi itu ke mulutnya, dan dengan alami mulut bayi itu mencari-cari, menemukan puting itu, melahapnya dan menghisapnya. Air susunya memancar deras, melimpahi anaknya.
Rafael  menyentuhkan  jemarinya  di  pipi  anaknya, matanya basah tanpa sadar, oleh rasa haru dan bahagia,
“Dia   putri   kecilku   yang   pintar....”   Rafael   berbisik, suaranya tercekat. Tidak tahu harus bilang apa.
Elena tersenyum  kepada Rafael, merasakan  betapa dia mencintai suaminya. Suaminya yang lembut, penyayang, dan mencintainya sepenuh hati. Betapa kejamnya dirinya, mendera Rafael dengan hukuman kejam, tidak memaafkannya atas kesalahan masa lalu yang dilakukannya. Rafael sudah menebus dosanya, dia sudah berusaha. Elena seharusnya membuka hatinya dan memaafkan Rafael dari dulu.
“Aku mencintaimu, Rafael.” Elena berbisik, membuat Rafael yang sedang mengamati putrinya yang menyusu terperanjat, di tatapnya Elena dengan pandangan ragu,
“Apa Elena? Kau tadi bilang apa?”, Rafael sudah mendengarnya tentunya. Tetapi hatinya terlalu takut untuk percaya. Dia butuh mendengar sekali lagi....
Elena   memberikan   senyumannya   yang   paling   indah untuk Rafael, dan membuka mulutnya untuk mengulangi pernyataan cintanya kepada lelaki itu, tetapi para perawat tiba- tiba menyela mereka.
“Permisi Tuan Alex, kami akan membersihkan sang ibu. Mungkin tuan bisa menunggu di kamar pasien. Kami akan mengantar Nyonya Elena dan putrid anda ke sana nanti.” Rafael sebenarnya hendak membantah, tetapi kemudian melihat  para  perawat  dengan  cekatan  menyelesaikan  tahap akhir perawatan pasca melahirkan kepada Elena. Dengan diam dia melangkah mundur dan keluar dari ruangan itu.
Jantungnya masih berdebar. Tidak percaya dengan pernyataan cinta Elena, ketika dia menemui Victoria dan mamanya yang menunggu dengan cemas di luar.
“Kami mendengar tangisannya, bagaimana Elena dan bayinya?”   Victoria   berdiri   menatap   tidak   sabar   ke   arah kakaknya.
“Keduanya baik-baik saja. Bayinya... putriku sehat dan begitu cantik.” Rafael tersenyum, lalu menatap adiknya dengan rapuh. “Dia tadi bilang dia mencintaiku.”
“Apa?”
“Elena tadi bilang dia mencintaiku.” Mata Rafael mulai basah dan panas, dadanya terasa sesak oleh berbagai perasaan yang  bergejolak,  Diusapnya  wajahnya  dengan  tangan gemetaran. “Dia mencintaiku, Elena mencintaiku.”
Victoria menatap kakaknya dengan haru dan mengerti. Ini adalah saatnya. Ini adalah ujung penantian Rafael. Lelaki itu hidup dengan menanggung rasa bersalah sebagai yang tak termaafkan. Beban itu luar biasa berat di pundaknya, membebaninya setiap saat. Dan sekarang, dengan pernyataan cinta  Elena,  berarti  Elena  sudah  memaafkan  Rafael.  Rafael sudah dimaafkan. Victoria menyadari betapa beban itu telah terlepas sepenuhnya dari pundak Rafael.
Dengan lembut dipeluknya kakaknya, Rafael tidak menolak pernyataan kasih sayang itu, dia menyandarkan tubuhnya  kepada  adiknya,  menumpahkan  rasa harunya  yang meluap-luap membuat matanya basah. Sementara sang mama menyusut   air   matanya   sambil   mengusap   punggung   Rafael penuh rasa haru.

Ҩ


Ketika Elena diantarkan ke kamar pasien, Rafael sudah menunggu dengan cemas. Menit-menit berlalu selama Rafael menunggu dan jantungnya berdebar. Apakah benar yang didengarnya tadi? Ataukah dia salah dengar?
Elena tampak begitu tenang dan nyaman. Putri kecilnya terlelap dengan kenyang di boks bayi kecil yang diletakkan di samping ranjang. Dengan hati-hati Rafael melangkah mendekati ranjang dan duduk di tepinya,
“Bagaimana keadaanmu?” dengan lembut diselipkannya sedikit rambut Elena yang menjuntai ke balik telinganya.
Elena  melirik   ke  arah   bayinya   dengan   lembut,   lalu menatap Rafael dan tersenyum, “Aku baik-baik saja.”
“Apakah kau mau mengulangi perkataan yang kau katakan di ruang melahirkan tadi?” Rafael langsung bertanya, tidak kuat menahan penantian yang membuat debaran jantungnya makin melaju,
“Perkataan     apa?”     Elena     mengerutkan     keningnya menggoda Rafael. Hal itu membuat wajah Rafael menjadi pucat.
“Elena.”  Rafael  mengingatkan  bahwa  dia  serius,  tahu kalau Elena sedang menggodanya.
Elena tersenyum dan menghela napas, jemarinya menyentuh kerutan lembut di antara kedua alis Rafael, mengusapnya hingga kerutan itu hilang, “Aku mencintaimu Rafael Alexander... suamiku.”
“Elena!” Rafael memekik, dan langsung membungkukkan tubuhnya, memeluk Elena erat-erat penuh kebahagiaan.

Ҩ

Mereka berdiri berdampingan di depan makam kedua orang tua Elena. Rafael merangkul Elena erat-erat. Dalam keheningan yang syahdu. Setelah itu, tanpa kata, Rafael meletakkan rangkaian bunga ke makam ayah dan ibu Elena. “Apa yang kau katakan kepada mereka?” Elena menatap suaminya   dengan   lembut,   ketika   mereka   berjalan   pulang melalui areal pemakaman itu.
Hari ini Helena genap berumur dua bulan. Setiap bulan mereka mengunjungi makam kedua orang tua Elena dan meletakkan bunga.
Rafael tersenyum dan mengecup dahi Elena dengan lembut, “Kata-kata yang sama, bahwa aku meminta maaf dan berjanji akan menjaga putri mereka dengan sebaik-baiknya.”
Elena memeluk Rafael dengan erat, “Kau sudah melakukan janji itu dengan sangat baik.”
“Dan akan terus kulakukan tanpa mengenal lelah.” Jawab Rafael lembut.
Mereka melangkah menuju mobil mereka dan melanjutkan perjalanan pulang dalam keheningan, Suasana terlalu syahdu dan indah untuk dipecah dengan percakapan.
Sesampainya di rumah, Elena langsung menuju kamar bayi. Menengok putrinya, Helena sedang tertidur pulas di balik selimut warna pinknya. Tadi dia sudah menyusui anaknya sebelum meninggalkannya sebentar untuk ke makam.
Rafael menyusul,  berdiri di belakangnya dan memeluknya lembut, bersama-sama mereka menatap buah hati mereka yang tertidur dalam damai,
“Dia sangat cantik...seperti ibunya.” Rafael mendesahkan pujiannya, lalu mengecup leher Elena dari belakang, “Hmmmm kau sangat harum, aroma bedak bayi...” bisik Rafael mesra.
Elena tertawa. Bekas memandikan anaknya telah meninggalkan aroma khas bayi di tubuhnya, dengan manja dia membalikkan tubuhnya dan mendongakkan kepalanya, lalu menatap Rafael menggoda,
“Mau tidur siang?” Rafael mengernyitkan keningnya, menatap Elena dengan ragu. “Memangnya kau sudah bisa?”
Rafael belum pernah menyentuh Elena sejak pertikaian hampir setahun yang lalu. Bahkan ketika Elena hamil dia juga tidak menyentuh Elena, sesuai janjinya. Sampai kemudian Elena melahirkan dan mereka menyelesaikan permasalahan merekapun,  Rafael  tetap  tidak  bisa bercinta dengan isterinya karena Elena masih dalam masa pemulihan setelah melahirkan.
Oh. Jangan ditanya betara beratnya perjuangan Rafael hidup selibat hampir setahun lamanya. Tubuhnya selalu bergairah,   apalagi  ketika  Elena  ada  di  sekitarnya. Kejantanannya selalu menegang keras, seperti sekarang, merindukan kenikmatan murni ketika dia membenamkan diri di tubuh isterinya yang manis.
Dan ketika melihat isterinya itu menganggukkan kepalanya, mengisyaratkan persetujuan untuk bercinta, Darah Rafael  langsung  menggelegak  penuh  gairah.  Tatapannya berubah membara, diangkatnya Elena dengan lembut dan dibawanya melalui pintu penghubung menuju kamar.
Dibaringkannya Elena di tempat tidur dan ditindihnya, tangannya menumpu  tubuhnya sehingga tidak membebankan berat tubuhnya di tubuh Elena, wajah mereka berhadapan.
“Kau ingin cara yang bagaimana?” Rafael berbisik menggoda,  tidak  bisa menahan  dirinya untuk menunduk  dan mengecupi bibir Elena yang ranum, “Aku sudah terlalu lama menahan gairahku untukmu, mungkin aku akan langsung meledak begitu memasukimu.”
Rafael sudah siap. Kejantanannya sudah menonjol keras di balik celananya, menggesek Elena dengan menggoda ketika dia bergerak. Jemari Rafael menurunkan gaun Elena dengan lembut.  Memuja  tubuh  isterinya  yang  semakin  montok  dan berisi setelah melahirkan, membuat darahnya menggelegak. Rafael menghindari untuk menyentuh payudara Elena yang ranum, tahu bahwa payudara itu begitu sensitif karena menyimpan asi untuk putri mereka. Mereka saling menelanjangi dengan cepat, dan Rafael mendesakkan tubuhnya pelan, menyentuh kewanitaan Elena dengan   kejantanannya   dan  menggodanya.   Tetapi  lelaki  itu masih sempat menatap Elena dan berbisik parau.
“Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?” suaranya serak oleh   gairah   tertahan,   tetapi   Rafael   menahan   diri,   takut menyakiti isterinya.
Jawaban Elena berupa senyuman  lembut, jemari Elena naik dan mengelus rambut Rafael, lalu turun, mengusap pundak dan dada Rafael yang keras, kecoklatan dan telanjang, membuat lelaki itu mengerang. Dan ketika Elena menggerakkan pinggulnya menggoda, Rafael tidak dapat menahan diri lagi, dengan erangan keras, menyebut nama isterinya, dia mendesakkan diri, memasuki tubuh Elena.
Awalnya memang sedikit susah, mengingat mereka lama tidak  bercinta.  Tetapi  Rafael  menggoda  Elena  dengan dorongan-dorongan pelan sambil mencumbu isterinya, menciumnya di mana saja, menggoda telinganya yang sensitif, sehingga Elena semakin membuka dirinya, melumasi Rafael dalam kehangatan yang basah dan membiarkan lelaki itu memasukinya  sepenuhnya.  Tungkai  Elena melingkari  pinggul suaminya,   erat   dan   membuka   sepenuhnya,   menyerahkan dirinya kepada suaminya.
Setelah itu Rafael tidak menahan dirinya lagi, dia menggerakkan tubuhnya dengan ritme yang bergairah, membawa Elena menuju puncak kenikmatannya. Pelepasan pertamanya setelah sekian lama yang luar biasa nikmatnya.

Ҩ

Mereka berbaring berpelukan dalam kepuasan yang dalam, seperti saat-saat bercinta mereka dulu.
“Aku tidak pernah lupa rasanya, rasanya bahkan  lebih nikmat dari yang kubayangkan.” Rafael mengelus paha isterinya dengan  menggoda,  lalu  menyentuh  kewanitaannya,  “Di  sini bahkan terasa begitu rapat, mencengkeramku hingga aku tidak bisa menahan diri.”
Elena mengerang karena gerakan-gerakan Rafael yang intim itu. Pahanya membuka, membiarkan suaminya mencumbunya dengan jemarinya. Kejantanan Rafael mengeras lagi, padahal baru beberapa menit setelah mereka meledak dalam kenikmatan bersama. Elena mendongak dan mendapati Rafael menatapnya dengan intens dan bergairah, bibirnya membuka. Membuat Rafael tidak bisa menahan diri untuk melumatnya. Mereka berciuman dengan jemari Rafael masih bermain di pusat kewanitaan Elena, memainkan titik sensitif di sana dengan begitu ahli, sehingga Elena terengah dalam kenikmatan, dalam lumatan bibirnya dengan Rafael.
Permainan jemari Rafael sungguh membuat Elena menggila. Semakin lama semakin cepat, dengan gesekan memutar yang menggoda, menyentuh dan menstimulasi setiap titik dengan elusan dan sentuhan yang tepat. Elena mengerang karena bibirnya masih dilumat oleh Rafael. Kenikmatan itu membakarnya, mengalir bagai aliran listrik dari pusat kewanitaannya ke seluruh tubuhnya. Gerakan jemari Rafael makin  cepat  dan  bergairah  menstimulasi  tubuhnya,  hingga Elena hampir mencapai puncaknya, hampir sampai....
Dan di titik yang tepat, Rafael melepaskan jemarinya, membuat  Elena  mengerang  karena  protes,  dihentikan  ketika dia sudah hampir mencapai puncak orgasmenya.
Rafael  tersenyum  lembut  dan  menatap  Elena  yang larut di dalam gairahnya, dia mendesakkan  kejantanannya ke pusat kewanitaan Elena yang sudah sangat basah dan siap,
“Kau  bisa  menggunakan  ini  untuk  membuatmu mencapai puncak. Ini milikmu Elena, gunakanlah untuk memuaskanmu.” Rafael menggeram penuh gairah sebelum menekankan dirinya dalam-dalam ke tubuh Elena, membuat Elena memekik karena rasa nikmat yang melandanya.
Rafael menggerakkan tubuhnya lagi, tidak menahan- nahan diri. Memuaskan dirinya dan istrinya. Napas keduanya terengah dalam pencapaian orgasmenya. Mereka berdua bergerak lama, dalam ritme yang bergairah, berusaha memuaskan dahaga akan tubuh mereka satu sama lainnya.
“Oh Ya ampun, Elena, istriku, kau nikmat sekali... kau nikmat sekali...” Rafael mengerang parau sebelum menekankan tubuhnya dalam-dalam dan untuk kesekian kalinya meledakkan kenikmatannya di dalam tubuh isterinya.  Membawa Elena ke dalam ledakan kenikmatan yang sama.

Ҩ

Ketika  Victoria  berkunjung  keesokan  harinya,  dia melihat binar kebahagiaan di wajah Elena dan Rafael. Dan dia bersyukur dalam hatinya. Kedua orang ini benar-benar telah berbahagia.
Elena sedang mengeluarkan kue dari oven dan meletakkannya di meja dapur untuk mendinginkannya sebelum diiris,   bau   harum   kue   strawberry   dan   kelapa   memenuhi penjuru ruangan. Elena mendapatkan resep kue itu dari Alfred ketika mereka berada di pulau itu dan baru sempat mempraktekkannya sekarang.
“Sepertinya  kau  berhasil.  Aku  pernah  mencoba  resep dari Alfred  dan  hasilnya  berantakan,  bagian  dalamnya  masih mentah.”  Victoria  memandang  penuh nikmat  ke arah kue itu dan menghirupnya, “Hmmmm dan baunya sangat harum.
Elena tertawa melihat Victoria tampak sudah ingin mencicipi kue itu, “Harus dibiarkan dingin dulu, kalau tidak lidahmu akan terbakar.”
“Aku akan mengambil resiko.” Victoria tidak peduli, dia mengiris kue itu dan mendorongnya ke piring, lalu membawa piring itu sambil meniup-niupnya.
Rafael sedang menggendong putrinya sambil menggodanya dengan boneka karet bebek yang bisa berbunyi kalau ditekan. Helena selalu tersenyum lebar ketika mainan itu berbunyi. Rafael melirik ke arah Victoria dan tertawa melihat tingkah adiknya. “Biarkan saja lidahnya terbakar Elena, Victoria sangat menyukai kue kelapa buatan Alfred, dan sepertinya buatanmu tidak kalah enaknya.” Lelaki itu lalu berfokus menyuapi putri kecilnya sambil menggodanya supaya si kecil tertawa.
Elena menatap Victoria di sampingnya, dan tersenyum tulus, “Terima kasih Victoria atas bantuanmu mengantarku ke makam... lalu kau membantuku  yang hampir melahirkan.. aku tahu   itu   berat   untukmu   mengingat   pengalaman   di   masa lalumu...”
“Pengalaman di masa laluku?” Victoria menghentikan gerakannya meniup-niup kuenya, menatap Elena dengan bingung.
Elena menelan  ludahnya  gugup.  Bukankah  Rafael  dulu pernah  bilang  kalau  Victoria  pernah  mengalami  masa  lalu kelam, dikhianati kekasihnya dan kemudian menggugurkan kandungannya,  lalu  tidak  mau  jatuh  cinta  lagi,  “Eh...  Rafael bilang kalau... kalau...”
“Wah.”  Victoria  tiba-tiba  mengerti  jalan  pikiran  Elena, dia melirik geli kepada Rafael yang tiba-tiba tampak pura-pura fokus menggendong puterinya, “Kak Rafael belum menjelaskan tentang yang satu itu ya.” Sengaja dia mengeraskan  suaranya sambil  melirik  ke  arah  Rafael,  dan  langsung  mendapatkan hadiah pelototan dari kakak lelakinya. Victoria tiba-tiba tidak bisa menahan tawanya, dia meletakkan piring kue itu di meja dapur, “Sepertinya memang aku harus mendinginkannya” Victoria lalu melangkah dan mengambil Helena dari gendongan Rafael,   menimangnya   lembut,   “Aku   akan  mengajak   Helena main, sambik menunggu kuenya dingin.” Lalu dia tertawa, suara tawanya  masih  terdengar  sampai  kejauhan  ketika  dia melangkah pergi.
Elena mengamati kepergian Victoria, lalu bersedekap dan menatap Rafael dengan tatapan menuduh,
“Well?” gumamnya, meminta pengakuan ketika Rafael masih tidak mengatakan apa-apa. Rafael  mengangkat  kepalanya dan menatap  Elena dengan tatapan meminta maaf yang meluluhkan hati,
“Maafkan aku. Tentang yang satu itu aku juga membohongimu.”
“Jadi Victoria tidak pernah mengalami masa lalu kelam, keguguran, dan trauma akan percintaan? Dan alasanmu  yang mengatakan menikahiku demi tanggung jawab kepada Victoria itu omong kosong belaka?”.
Rafael mengangkat bahunya, tersenyum menggoda kepada Elena,. “Aku tidak pernah menikahimu demi tanggung jawab kepada siapapun. Aku menikahimu karena aku mencintaimu” Suaranya sensual, menggoda Elena supaya tidak marah kepadanya.
Tetapi  Elena  bertahan,  dia  melemparkan  tatapan mencela kepada Rafael, “Kau membuatku memandang Victoria dengan sedih dan iba selama ini. Teganya kau!” Nadanya memarahi, tetapi Elena tersenyum, tiba-tiba bisa mengerti betapa  menggelikannya  kejadian  ini,  Rafael  menatapnya  dan ikut tersenyum geli, akhirnya mereka tertawa bersama-sama.
Elena mendekat dan memukul lengan Rafael dengan main-main, “Aku malu sekali pada Victoria.”
“Dia  tidak  akan  memikirkannya.  Aku  yakin  dia  masih tertawa geli di sana, menertawakan kita.”
Rafael lalu menarik Elena ke dalam pelukannya.
“Aku telah banyak berbohong kepadamu, dan kemudian menyakitimu. Mulai sekarang aku berjanji kepadamu. Kau akan mendapatkan  kejujuranku, keseluruhan diriku, Nyonya Rafael Alexander.”
Elena mendongak dalam pelukan Rafael dan tersenyum, “Kau harus memegang janjimu, kalau tidak kau akan mendapatkan hukuman.” Ancamnya. Mata Rafael bersinar nakal, “Hmmm...  aku memikirkan ada banyak sekali ‘hukuman’ yang bisa kita praktekkan di atas ranjang. Mungkin kita bisa memakai pita sutra dan borgol....”
“Rafael.”  Elena  menyela  Rafael  dengan  nada  mencela, tetapi senyumnya melebar penuh cinta.
Rafael tertawa dan mencium bibir Elena dengan lembut, ciuman itu diperuntukkan untuk luapan kasih sayang, tetapi kemudian bibir Rafael terlalu menggoda, lelaki itu melumatnya, memainkan   bibir   atas   dan   bawahnya   bergantian   dengan hisapan dan jilatannya. Lalu ketika Elena membuka mulutnya untuk mengerang. Rafael memasukkan lidahnya dan melumat keseluruhan Elena.
Suara  pintu  terbuka  membuat  Rafael  dan  Elena melompat kaget dan memisahkan diri, mereka menoleh ke arah pintu, Victoria sedang berdiri di sana, menggendong Helena dan rupanya kaget melihat Rafael dan Elena sedang berciuman. Senyumnya melebar melihat pipi Elena yang memerah dan Rafael yang tampak salah tingkah.
“Oh Ya Ampun. Kalian sepertinya harus mencari kamar.” Victoria  masih tersenyum  lebar  sambil menutup  pintu dapur kembali. Meninggalkan Elena dan Rafael yang berpandangan salah tingkah.
Rafael tersenyum nakal sambil menatap Elena, “Mau ke kamar?”
“Rafael!”, Elena tertawa mendengar godaan suaminya. Dibiarkannya suaminya memelukknya dengan sayang dan mengecupinya. Lelaki ini adalah pahlawannya. Pahlawan yang menanggung  beban berat, tetapi dengan maaf darinya, beban itu  sudah  hilang.  Dan  Elena  berharap  mereka  akan  hidup bahagia selamanya, seperti kisah-kisah dalam dongeng.


End



10 comments:

  1. marathon dari part 1-16 ini dan hasilnya sungguh MENAKJUBKAN.
    big thanks and may God always blessing you,❤

    ReplyDelete
  2. Marathon setiap hari 4 bab ❤

    ReplyDelete
  3. Tamat 1 hari baca nya... keren bet. Novel nya ka... oya, aku salah satu fans berat kka lo.. semua cerita karya ka santhy agatha sudah aku baca dan aku baca ulang lagi. Tpi ngga pernah bosen, tetep aja tiap kali aku baca pasti nangis..good luck ya ka... ><

    ReplyDelete
  4. Baca untuk kesekian kalinya dan tetep baper ❤️❤️

    ReplyDelete
  5. Marathon 1 hari 1 malam. Maklum, ada balita. Mata sampe kewer2 ma air mata

    ReplyDelete
  6. Ceritanya bagus-bagus. Diulang beberapa kali tetep ga ngebosenin

    ReplyDelete
  7. Baca untuk yang kesekian kalinya dan gak pernah bosen

    ReplyDelete
  8. Sudah 3 buah novel karya mba Santi agatha yg saya baca, dan semuanya bagus, terimakasih mba.. GBU

    ReplyDelete