Tuesday, October 27, 2015

UNFORGIVEN HERO - BAB 13


13

Elena melangkahkan kakinya menuju asrama tempat dia tinggal dulu. Dia tidak tahu harus kemana. Asrama inilah satu- satunya  rumahnya  selama  ini.  Mungkin  dia  akan  meminta tolong kepada Ibu Rahma untuk menampungnya selama beberapa saat. Sebelum dia bisa mengatur kehidupannya dan pergi  ke  tempat  sejauh  mungkin,  yang  tidak  bisa  ditemukan oleh Rafael. Dengan hati-hati dia mengetuk pintunya, berharap Ibu Rahma ada di rumah dan tidak sedang keluar.
Pintu itu terbuka, Ibu Rahma sendiri yang membukanya.
“Elena? Pagi sekali kau datang, ayo masuk nak...” Perempuan itu menoleh ke belakang Elena, “Di mana suamimu? Katanya kalian akan datang berdua?”
Air mata langsung mengalir deras dari sudut mata Elena ketika    mendengar    Ibu   Rahma    menyebut    Rafael    sebagai ‘suaminya’,  dia  menangis  terisak-isak  membuat  ibu  Rahma menatapnya kebingungan,
“Oh  Astaga,  Elena  kau  kenapa?  Kau  sakit  sayang? Kenapa kau menangis? Apa yang terjadi kepadamu?”
Elena   mengusap   air   matanya,   menatap   Ibu   Rahma dengan sedih,
“Saya telah dibohongi oleh Rafael ibu... semua yang dia lakukan,  semuanya  palsu.  Dia...  dia  adalah  lelaki  yang membunuh ayah saya.” Tangis Elena makin keras, membuat tubuhnya limbung dan Ibu Rahma langsung memeluknya, mengusap punggungnya menghibur.
“Astaga nak... sudah nak, jangan menangis... Jangan pikirkan semua hal dengan emosi, kau tidak akan menemukan jalan keluar.” Hibur Ibu Rahma dengan lembut, menunggu sampai isakan histeris Elena berubah menjadi isakan pelan. Setelah  isakan  Elena  mereda  dan  sedikit  tenang,  Ibu Rahma menghela Elena ke kamar yang selama ini ditempatinya,
Istirahatlah   dulu.   Tenangka pikiranmu Kamarmu masih sama seperti saat kau tinggalkan dulu. Tenangkan pikiranmu  dulu  ynak.  Pikirkan  semuanya  baik-baik.”  Ibu Rahma mengantarkaElena masuk kamar dan membantunya berbaring. Nanti ibu akan mengantarkan segelas teh panas ke kamarmu.” gumamnya sebelum menyelimuti Elena dan melangkah pergi keluar kamar.

Ҩ

Rafael yang sedang menyetir tanpa arah, mencari Elena tidak bisa menemukannya. Dia teringat kepada asrama itu, dan menyadari bahwa Elena belum mengetahui hubungan Rafael dengan Ibu Rahma. Kemungkinan besar Elena pulang ke asramanya dulu. Rafael memutar balik arah mobilnya hendak menuju asrama ketika ponselnya berdering,
Elena ada di sini.” Suara Ibu Rahma yang lembut terdengar di seberang sana. Dan mata Rafael terpejam sejenak, merasakan kelegaan mengaliri tubuhnya mendengar informasi yang diterimanya. Tadi dia sudah cemas luar biasa. Pikirannya dipenuhi   denga pemikiran-pemikira negatif taku kalau Elena nekad dan melakukan sesuatu di luar akal sehatnya. Mengetahui kalau Elena sudah aman di asrama sungguh melegakannya.
“Apakah dia baik-baik saja, ibu?
Dia datang dan menangis, ibu sudah menenangkannya dan sekarang dia beristirahat di kamarnya. Dia sudah tahu semuanya.”
Sebuah insiden membuatnya  mengetahusemuanya, dan Elena salah paham, mengira saya menipunyakarena dia mengetahui semuanya bukan dari saya.” Rafael menjelaskan dengan  singkakepada IbRahma,  lalu  makin  mempercepat laju mobilnya, Saya akan segera datang untuk menjemputnya.”
“Menurut ibu jangan dulu.” Ibu Rahma berucap dengan hati-hati,  Dia  masisangat  kalut  dan  emosional,  ibu  takut kalau nak Rafael datang menjemputnya sekarang, itu akan mendorong Elena untuk kabur lagi. Lebih baik kita biarkan dia tenang dulu. Setelah dia tenang ibu akan mencoba mengajaknya berbicara. Baru setelah itu nak Rafael bisa datang kemari untuk menjemputnya.
Benak Rafael menolak saran itu. Dia sudah tidak tahan ingin menemui Elena, menjelaskan kepadanya, kalau perlu mengguncang-guncangnya agar perempuan itu mau menerima penjelasannya. Dia tidak apa-apa dibenci Elena, dia tidak apa- apa kalau Elena tidak mau memaafkannya. Tetapi Rafael tidak mau kalau Elena tidak mempercayai bahwa Rafael sungguh- sungguh mencintainya. Untuk yang satu itu, Rafael harus menjelaskannya  kepadElena,  membuat  perempuan  itu percaya kepadanya.
Tetapi logikanya tahu bahwa saran Ibu Rahma ada benarnya juga. Elena tidak akan mau menerima penjelasannya kalau dia sedang kalut dan emosi. Percuma saja, Rafael menjelaskan dengan cara apapun, Elena tidak akan mau mendengarnya. Dia harus menunggu Elena berkepala dingin, sehingga mereka bisa berdiskusi dan tidak saling melemparkan kemarahan dan perdebatan satu sama lain.
Rafael berharap dia masih punya kesempatan. Kesempatan menjelaskan kepada Elena, kesempatan untuk didengarkan. Dan untuk yang satu itu, Rafael rela menunggu.
BaiIbu Rahma, Saya akan  menunggu.  Tolong kabari saya kalau Elena sudah siap untuk saya jemput.” Lelaki itu menghela   napa panjang lalu   menegarka hatinya dan memutar  balik  kembali  mobilnya.  Pulang  ke arah  rumahnya. Dia akan menunggu. Dan semoga penantiannya ini berujung bahagia.

Ҩ

Elena  duduk  di  dalam  kamarnya  dan  menghitung- hitung.  Tabungannya   lebih  daripada  cukup  untuk  memulai hidup baru. Selama ini dia selalu menabung, sejak mahasiswa dan  bekerja sambiladia selalu menyimpan  uangnya dengan hati-hati sedikit demi sedikit. Beruntung dia bisa mendapatkan beasiswa untuk sekolahnya, dan beberapa keberuntungan lainnya, sehingga pada akhirnya Elena bisa menabung sampai mencapai jumlah uang yang cukup.
Sudah mantapkah dia? Elena membatin dalam hatinya, menanyakan pertanyaan itu kepada dirinya sendiri. Sudah mantapkah dia melangkah menjauh dan tidak menoleh lagi? Meninggalkan semuanya?
Kenangan itu masih terpatri jelas di benaknya, silih berganti muncul meskipun Elena berusaha mengusirnya. Kenangan tentang Rafael. Senyumannya, kata-kata menggodanya, bisikan penuh gairahnya... semua tentang Rafael Alexander yang dicintainya. Bisakah dia hidup dengan pengetahuan  bahwa  ditelah  membuang  semua  itu? Mampukah dia?
Tetapi Rafael Alexander bagaimanapun juga, adalah pembunuh ayahnya. Lelaki itu adalah lelaki yang pernah membuat Elena berjanji tidak akan pernah memaafkannya...
Kepalanya terasa pening dan dia memijat pelipisnya kebingungan. Ah. Ya Tuhan, kenapa cinta bisa menjadi begini rumit? Kenapa dia tidak bisa seperti orang-oranbiasa, yang berpacaran, menikah lalu hidup bahagia?
Pintu   kamarnya   tiba-tiba   diketuk   pelan,   suara   Ibu Rahma memanggil di sana,
“Elena, kau sudah bangun?”
Elena sudah bangun  sejak  lama karena  tidurnya dipenuhi mimpi buruk, dan dia sudah mandi.
“Sudah ibu.” Elena membuka pintunya untuk Ibu Rahma dan tersenyum, “Maafkan kelakuan saya tadi ibu.”
Ibu Rahma tersenyum pengertian,  “Tidak apa-apa nak. Ibu mengerti perasaanmu. Mungkin nanti setelah kau lebih tenang, kita bisa berbicara...tapi sekarang ada tamu untukmu.”
Elena   langsung   menegang.   Rafael?   Bodohnya   dia. Rafael pasti tahu kalau dia kabur ke asrama  ini, memangnya Elena mau kemana lagi? Tetapi Elena tidak siap bertemu Rafael. Dia masih marah, dia benci. Lagipula Elena sudah menyiapkan hati untuk meninggalkan Rafael dan tidak akan bertemu dengannya lagi.
“Kalau tamunya Rafael, aku tidak mau menemuinya.” Elena berbisik lirik, panik. “Tolong ibu, aku tidak mau...”
Ibu   Rahma   menggeleng,   tersenyum   lembut   kepada Elena, “Bukan Elena, tamunya perempuan.”

Ҩ

“Begitu  melihatnya  Elena  langsung  tahu  siapa perempuan itu. Perempuan Spanyol dengan tubuh yang indah dan kecantikan eksotis yang luar biasa, tetap cantik meskipun usianya   sudah   separuh   baya.   Bentuk   bibirnya   yang   seksi berpadu dengan hidung mancung khasnya, dan mata lebar seperti kijang yang luar biasa cantik.
Perempuan ini adalah mama Rafael.
“Kita belum berkenalan.” Nyonya Sophia Alexander berdiri dari kursi ruang tamu asrama, “Aku mama Rafael, kau bisa  memanggilku  mama,  atau  Sophia,  apapun  yang membuatmu   nyaman.”   Dia   menatap   wajah   Elena   dengan lembut, “Sangat disayangkan kita tidak bisa bertemu sebelum pernikahan kalian. Tetapi aku memberikan restu untuk kalian berdua.”
Apa yang dilakukan mama Rafael di sini? Apakah Rafael mengirimkan mamanya untuk membujuknya?
Elena   masih   terpaku   di   ambang   pintu   ruang   tamu sehingga, Nyonya Sophia mempersilahkannya duduk, “Maukah engkau  duduk,  Elena?  Aku  harap  kita  bisa  sedikit  bercakap-cakap.”
Bagai  terhipnotis,   Elena  melangkah  duduk  di  depan mama Rafael.
“Kalau kau bertanya-tanya, Rafael tidak tahu kalau aku datang kemari, dia bahkan mungkin tidak tahu kalau aku sudah pulang dari Spanyol. Victoria meneleponku  dan aku langsung mengambil penerbangan pertama untuk menemuimu.”
Senyum Nyonya Sophia mengingatkannya  akan sebuah kenangan  yang jauh di masa lalunya. Kenangan menyedihkan itu, sepuluh tahun yang lalu..
“Anda waktu itu datang ke pemakaman.”
“Ya. Aku datang ke pemakaman, bersama suamiku. Kau mungkin  membenci  Rafael  karena dia tidak datang  dan  baru datang setelah beberapa lama. Aku minta maaf untuknya Elena, Rafael waktu itu terluka parah dan harus menjalani operasi Limfa.”
Rafael menjalani operasi? Itu informasi baru yang tidak pernah  diketahuinya  sebelumnya.  Elena  mengalihkan pandangan dan mencuri pandang ke arah wajah Nyonya Sophia, dia masih ingat wajah itu, meskipun sekarang sudah ada tambahan guratan usia selama sepuluh tahun. Wajah itu masih tetap sama, dengan kecantikan eksotis yang tak mudah dilupakan.
Nyonya Sophia datang bersama suaminya setelah pemakaman, menawarkan kepada Elena dan ibunya, apa yang mereka sebut sebagai uang permintaan maaf. Waktu itu ibunya menolaknya   mentah-mentah   dan  melemparkan   uang   itu   – dalam arti sebenarnya – kepada pasangan suami-istri itu. Pasangan itu akhirnya pergi dengan rasa malu.
“Kenangan kita di masa lalu tidak cukup menyenangkan ya Elena?” Nyonya Sophia tersenyum, memahami apa yang ada di benak Elena, “Dan bahkan sekarangpun ketika diingat, hal itu masih  terasa  menyesakkan  dada.”  Nyonya  Sophia  menghela nnapas panjang, “Semua yang terjadi sebenarnya  berawal dari kesalahan kami. Semua salahku dan papa Rafael yang membesarkan Rafael tanpa kasih sayang. Kami berdua terlalu sibuk dengan urusan bisnis masing-masing, hingga kami melupakan bahwa kami memiliki anak yang membutuhkan perhatian....”  Mata  Nyonya  Sophia  berkaca-kaca.  “Kami berusaha menggantikan perhatian dan kasih sayang itu dengan uang. Merasa bahwa itu semua sudah cukup. Tetapi Rafael tumbuh menjadi seorang pemberontak, selalu membuat ulah...membuat masalah, yang pada akhirnya kami tahu, itu semua hanya untuk memancing perhatian kami...”
Elena  bisa  membayangkan  itu  semua.  Anak-anak keluarga kaya yang tidak pernah menerima kasih sayang orang tuanya,  melarikan  diri  pada  kenakalan-kenakalan  yang merusak.  Dia tumbuh  di keluarga  miskin  harta,  tetapi penuh kasih sayang. Dan dia mensyukurinya. Tanpa sadar dia merasa kasihan kepada Rafael. Tumbuh dikelilingi harta tapi harus bebuat onar untuk mencari perhatian orang tuanya.
“Puncaknya malam itu, ketika polisi datang dan mengabari bahwa Rafael mengalami kecelakaan, kondisinya kritis dan kami hampir kehilangannya.  Pada saat kalut itulah kami menyadari bahwa kecelakaan itu telah menelan korban, seorang   lelaki   yang   mungkin   juga   mempunyai   keluarga.” Nyonya Sophia menatap Elena dengan sedih, “Kami semua menanggung rasa bersalah itu Elena, tetapi Rafael yang paling berat menanggungnya...”
Ketika Elena tidak berkata apa-apa, Nyonya Rafael melanjutkan. “Ketika hari itu kau mengusirnya, mengatakan membencinya, mengatakan bahwa dia manusia yang tidak ada harganya. Kau sudah mengetuk nuraninya yang paling dalam. Sejak itu Rafael berubah, dia menjadi pribadi yang bertanggungjawab,  dia menjadi seseorang yang hidup dengan satu tujuan. Meskipun dia menjalani semuanya dengan penuh kepedihan.” Mata Nyonya Sophia mengerjap, menahan air matanya yang akan tumpah, “Rafael telah menghukum dirinya sendiri setelah kejadian itu Elena, dia telah menerima hukumannya.”
Elena memalingkan  mukanya,  tiba-tiba matanya terasa panas. Benarkah itu semua? Benarkah kejadian kecelakaan itu telah menggugah rasa bersalah Rafael?
“Aku pikir sebenarnya yang diinginkan Rafael adalah menjadi pahlawan untukmu... menebus semua kesalahannya. Aku  tidak  bisa  menjelaskan  apapun  kepadamu.  Tetapi  kau harus yakin Elena, bahwa semua yang dilakukan Rafael kepadamu, itu karena dia mencintaimu.” Nyonya Sophia menyusut air matanya, kemudian beranjak berdiri. Elena mengikutinya berdiri.
“Aku harap kau mau mempertimbangkan semua kata- kataku tadi.”
Elena     mengernyit,     mencoba     bersuara     meskipun tertahan, “Saya... saya akan memikirkannya.”
“Terima kasih Elena.” Dengan gerakan spontan, Nyonya Sophia merengkuh Elena ke dalam pelukannya, “Aku sangat senang menerimamu sebagai menantuku.”
Kemudian perempuan itu pergi. Meninggalkan aroma wangi vanilla yang sangat elegan di ruang tamu itu.

Ҩ

“Kau   harus   makan   Elena.”   Ibu   Rahma   meletakkan sepiring makanan yang masih panas di depan Elena, “Ayo cobalah meskipun cuma beberapa suap saja.”
Elena melirik makanan di piring itu. Makanan itu enak, dan kalau dia tidak sedang pusing. Aromanya yang wangi pasti akan bisa menerbitkan air liurnya. Tetapi saat itu Elena merasa pusing, dan tidak ingin makan. Tetapi dilihatnya Ibu Rahma menatapnya penuh harap, wanita yang sudah seperti ibunya ini tentunya  sudah  repot-repot  memasakkan  makanan  ini untuknya. Elena tidak mau mengecewakannya.
Hanya demi menyenangkan Ibu Rahma, dia mengambil piring itu dan menyuap makanannya. Perutnya yang sudah seharian tidak diisi menyambutnya dengan rasa mual yang luar biasa. Tetapi Elena menahannya. Dia tetap menyantap makanan itu  hingga  empat  suap,  kemudian  menyerah,  menatap  Ibu Rahma dengan tatapan menyesal,
“Maafkan saya, ibu.”
Ibu Rahma tersenyum dan mengangguk penuh pengertian, “Tidak apa-apa, yang penting perutmu terisi.” Ibu Rahma menatap  Elena dan menarik kesimpulan, menilik dari sikap Elena dan pada kenyataannya Elena melarikan diri ke asrama  ini,  sepertinya  Elena  masih  tidak  tahu  bahwa  Ibu Rahma  ada  hubungannya   dengan  Rafael.  Bahwa   semuanya sudah diatur oleh Rafael. Ibu Rahma sebenarnya sudah menimbang-nimbang   untuk   berterus   terang   kepada   Elena, tetapi kemudian mengurungkan niatnya. Sekarang ini permasalahan  antara Rafael dan Elena sudah rumit, dia tidak mau menambahkan permasalahan baru di antara mereka. Lagipula mengenai hal ini, mungkin nanti Rafael sendiri yang akan menjelaskannya kepada Elena, “Bagaimana perasaanmu?”
Elena menghela napas panjang, “Saya baik-baik saja ibu.” “Tamumu tadi, dia ibu Rafael kan?”
Elena   menganggukkan   kepalanya.   Ekspresinya   tetap datar hingga Ibu Rahma harus bertanya lagi,
“Apakah dia berhasil mengubah pandanganmu?”
Elena merenung. Apakah Mamanya Rafael berhasil merubah pandangannya? Mungkin. Mama Rafael memberitahukan hal baru, bahwa Rafael hidup dengan rasa bersalah. Perempuan itu juga berusaha meyakinkan bahwa Rafael   benar-benar   mencintai   Elena.   Tetapi   benarkah   itu semua? Jauh di dalam hatinya, Elena menyadari masih ada perasaan  hangat itu ketika mengingat Rafael. Tetapi ada juga kebencian yang muncul ketika mengingat bahwa laki-laki itulah yang telah menyebabkan  kematian ayahnya. Hal itu membuat Elena bingung dan tak tahu harus bagaimana.

Ҩ

Dini hari Elena terbangun dengan rasa mual yang amat sangat. Dia berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Perutnya terasa sakit dan kepalanya pening.
Dengan napas terengah dia mencuci mukanya dan melangkah gontai ke kamar, lalu membaringkan dirinya di ranjang. Tamu bulanannya belum datang, entah sudah berapa lama.  Elena  menghitung  dalam  hati.  Dan  kemudian  merasa cemas ketika menemukan bahwa dia sudah terlambat hampir satu minggu. Pusing dan mual-mual itu... apakah dia hamil?
Oh... Astaga. Elena mengusap perutnya dengan gugup. Bagaimana kalau dia benar-benar hamil? Mengandung anak Rafael? Apa yang harus dia lakukan? Kalau dia memang benar- benar ingin kabur dan pergi menjauh, dia harus mengubah semua rencananya. Kehamilan ini merupakan pertimbangan yang sangat penting. Elena akan susah mencari pekerjaan kalau perutnya membesar. Dan siapa yang akan menjaganya ketika kandungannya sudah terlalu besar?
Matanya nyalang menatap  ke arah langit-langit kamar. Dia harus membeli testpack besok pagi, dan memastikannya dulu.  Baru  setelah  itu  dia  akan  memikirkan  langkah selanjutnya.

Ҩ

Rafael bersedekap dan menatap mamanya yang cantik, “Mama menemui Elena?”
“Ya.” Sang mama menatapnya meminta maaf, “Maafkan kalau mama tidak minta izin sebelumnya kepadamu. Mama memang impulsif. Tetapi setidaknya dia mau mendengarkan penjelasan dari sisi mama.”
“Bagaimana keadaannya?” Rafael berbisik lirih, membayangkan Elena membuat jantungnya berdenyut. Dia merindukan perempuan itu, merindukan istrinya. Setiap malam dia terbangun, berusaha mencari tubuh hangat Elena untuk dia peluk, tetapi perempuan itu tidak ada. Kemudian dia merasakan kekosongan yang sangat dalam di dalam jiwanya, dan terjaga sepanjang malam.
“Dia baik-baik saja, matanya sembab karena banyak menangis.” Sang mama menatap anaknya yang tampak menderita, “Kau sendiri, bagaimana keadaanmu?”
“Aku bisa bertahan.” Rafael mencoba tersenyum, “Nanti kalau sudah waktunya, aku akan menjemput Elena.”
“Semoga kau bisa melunakkan hatinya.” Mama Rafael berucap setulus hatinya. Demi Rafael. Anaknya itu sudah hidup dengan menanggung perasaan bersalah yang semakin lama semakin berat dipikulnya. Dia, sebagai seorang ibu, tidak akan sanggup kalau harus melihat beban itu ditambahi lagi dengan ‘patah hati’.

Ҩ

Pagi-pagi  sekali  Elena  sudah  berjalan  menuju  apotek yang terletak beberapa meter dari kompleks asrama, untunglah apotek itu buka dua puluh empat jam. Jadi Elena tidak sia-sia berjalan. Sepulangnya, dengan hati-hati dia membuka alat itu dan mengikuti instruksinya.
Dia harus menunggu selama tiga menit untuk memperoleh hasilnya. Dengan jantung berdebar dipandanginya alat itu sambil menghitung angka satu sampai seratus delapan puluh.  Ketika sudah selesai, Elena mengintip alat itu.
Jantungnya berdenyut kencang. Oh Astaga. Dia benar- benar positif hamil. Mengandung anak Rafael Alexander.

Ҩ

“Ibu Rahma... aku.. sepertinya aku hamil.” Wajah Elena pucat pasi, dia mendatangi satu-satunya wanita yang bisa membantunya saat ini. Ibu Rahma  tampak  terperanjat,  tetapi dia lalu melihat hasil testpack yang ditunjukkan oleh Elena. Matanya bersinar lembut,
“Oh Elena. Selamat sayang, kau akan menjadi ibu.”
Elena  meringis  mendengar   ucapan  selamat  dari  Ibu Rahma, dipeluknya tubuhnya dengan bingung, “Ibu...saya bingung, saya harus bagaimana?”

“Kenapa kau bingung? Bayi itu mungkin suatu pertanda bahwa kau harus mempertimbangkan kembali hubunganmu dengan  Rafael.  Kalian  akan  mempunyai  seorang  anak, bukankah itu bisa menjadi pertimbangan penting?”
Elena mendesah, menatap ke sekeliling dengan gelisah, “Tetapi saya... saya berencana untuk pergi dan memulai hidup baru...”
“Pergi?” Ibu Rahma membelalakkan matanya, “Apa maksudmu Elena?”
“Saya berencana  untuk  pergi meninggalkan  semua  ini. Memutuskan hubungan dengan seluruh masa lalu saya.”
“Astaga Elena, pikirkan dulu baik-baik sebelum memutuskan seperti itu. Kau sudah menikah dan bersuami. Bagaimana mungkin kau meninggalkan semuanya?”
“Saya takut ibu... Rafael telah memulai semua dengan kebohongan. Bagaimana mungkin saya melanjutkan pernikahan yang didasari dengan kebohongan?”
Ibu Rahma  menghela  napas  panjang,  “Elena.  Entah itu didasari kebohongan atau tidak. Saat ini ada seorang anak yang akan hadir di antara kalian yang harus kau pikirkan. Kau akan menjadi  seorang  ibu,  itu  adalah  tanggung  jawab  yang  besar. Dan aku yakin, kalau kau mau memberi Rafael kesempatan, kalian bisa menyelesaikan permasalahan ini.” Tanpa sadar Elena mengelus perutnya, merasa bingung. Apakah dia seharusnya memberi Rafael kesempatan lagi untuk menjelaskan?

Ҩ

Elena   bangun   dari   tidur  siangnya   dan  mencari   Ibu Rahma, dia hendak meminta Ibu Rahma mengantarkannya memeriksakan diri ke dokter kandungan. Dengan langkah pelan dia melangkah menuju kamar Ibu Rahma.
Asrama ini memang sedang sepi, karena menginjak liburan  semester.  Banyak  penghuni  asrama  yang memanfaatkan liburan ini untuk pulang kampung ke rumah orang tua masing-masing.   Ada dua atau tiga mahasiswi yang masih tinggal karena sedang mengejar penyelesaian skripsi mereka. Jadi tidak banyak kegiatan di dalam asrama untuk beberapa waktu ke depannya.
Elena hendak mengetuk pintu kamar ibu Rahma yang setengah  terbuka  itu  ketika dia mendengar  suara Ibu Rahma yang cukup jelas, sedang bercakap-cakap ditelepon. Sebenarnya Elena ingin melangkah pergi dan akan kembali nanti kalau Ibu Rahma sudah selesai. Tetapi suara percakapan Ibu Rahma itu menahan langkahnya, membuatnya tertegun.
“Hasil testpacknya positif nak Rafael.” Ibu Rahma bergumam kepada orang yang diajaknya bicara, “Elena menunjukkan kepada saya. Dia sudah hampir pasti hamil.”
Ibu Rahma berbicara dengan Rafael?
Hening sejenak, tampak Ibu Rahma mendengarkan suara Rafael di seberang, lalu dia menjawab.
“Saya rasa anda harus menjemput Elena sekarang, menemuinya dan mencoba meluluhkan hatinya, ini waktu yang tepat, anak itu bisa menjadi pertimbangan  penting bagi anda untuk   meminta   Elena   kembali   kepada   anda.”   Ibu   Rahma terdiam, mendengarkan, lalu ada senyum pada suaranya ketika berbicara, “Ya.. ya.. saya mengerti nak Rafael, tidak apa-apa. Nak Rafael tidak pernah merepotkan  saya. Sejak awal ketika saya menyetujui untuk membantu nak Rafael menyediakan tempat tinggal  bagi Elena, saya sudah berniat  melakukannya  dengan sepenuh hati. Salam untuk Nyonya Sophia, saya akan mampir akhir minggu ini untuk memberikan laporan keuangan tentang asrama ini dan beberapa asrama lainnya kepadanya.”
Elena   sudah   tidak   tahan   lagi,   dia   melangkah   pergi dengan gemetar. Ketika sampai di kamar, dia menutupnya dan bersandar bingung di pintu. Apa yang didengarnya tadi itu?
Jadi selama ini Ibu Rahma merupakan kenalan Rafael? Kaki tangannya? Jadi asrama ini tidak didapatkannya karena keberuntungan?  Menilik kata-kata Ibu Rahma di telepon tadi, asrama ini adalah milik Mama Rafael.... Apakah semua yang ada di hidupnya adalah hasil campur tangan Rafael?

Lelaki itu bertindak seolah-olah Tuhan, mengatur kehidupan Elena, mengarahkan Elena harus bagaimana dan ke mana  sesuai  dengan  skenarionya.  Sebuah  kebohongan  lagi, entah  berapa  kebohongan  lagi  yang  dilakukan  Rafael kepadanya?
Well, kali ini Rafael tidak akan mendapatkan mendapatkan  apa  yang  dia  mau.  Elena  akan  menunjukkan bahwa dia bukan boneka yang bisa diarahkan semau Rafael, sesuai skenario dan keinginan laki laki itu.

Dengan cepat Elena berkemas. Dia akan meninggalkan semuanya. Rafael tidak akan pernah bisa menemukannya lagi, ataupun mencoba mengatur kehidupannya lagi.

UNFORGIVEN HERO - BAB 14

No comments:

Post a Comment