Thursday, October 1, 2015

YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 1



“Ucapan ‘Halo’ di saat pertama kali bertemu mungkin
saja akan berubah menjadi ucapan aku cinta padamu’ di saat berikutnya.



1


Apartemennya masih berantakan, dia belum sempat merapikan pakaian dan beberapa barang pribadi yang baru dibelinya, sebuah televisi dan dispenser kecil. Untunglah apartemen ini sudah menyediakan perabotan dasar seperti tempat tidur, sofa, dan dapur. Shani memutar bola matanya ketika menatadapur itu. Dia mungkibutuh berkunjung  ke supermarket  terdekat,  mengisi bahan makanan di kulkas dan membeli beberapa peralatan memasak.
Tubuhnya lelah setelah perjalanan yang panjang dan dilanjutkan dengan mengurus surat-surat kontrak apartemennya, Kesha, editornya yang kebetulan tinggal di kota ini sudah berbaik hati membantu mencarikan apartemen yang siap pakai untuknya. Ya, Sani memang berangkat ke sini karena usul dari Kesha. Selain sebagai editornya, Kesha adalah sahabatnya, meskipun mereka kebanyakan berkorespondensi melalui email semata. Jadi, begitu Sani menceritakan pengkhianatan Jeremy dan rasa sakitnya, Keisha mengusulkan agar Sani pindah sementara ke kotanya sampai hatinya tenang.
Dia hanya berpamitakepada kedua orangtuanya,  dan tidak   mengataka kepergianny kepad siapapun Tetapi lambat laun Jeremy pasti akan mengetahuinya juga. Sani mendesah  pahitSekarang  ingatannya  akan  Jeremy  dipenuhi rasa muak dan sakit hati.
Ah ya ampun. Lelaki. Sani tidak akan pernah percaya lagi kepada lelaki. Mereka semua adalah mahluk lemah yang tidak tahan godaan.
Ponselnya berkedip-kedip dan Sani mengernyit, dia mengangkatnya ketika melihat nama Kesha tertera di layarnya.
“Halo?
“Aku sudah sampai rumah dan baru teringat.” Kesha berkata, Naskah bab tujuhmu sudah selesai dikoreksi. Ada beberapa catatan kecil di sana, mungkin kau ingin melihatnya.”
“Aku  akan  melihatnya  nanti.”  Gumam  Sani  lemah.  Ia
menyandarkan tubuhnya di sofa, Saat ini aku lelah sekali.”
Istirahatlah dulu. Kau tidak akan bisa menyelesaikan tulisanmu kalau kau sakit.”
Kenapa  kau  memikirkan  tulisanku?  Bukan  aku? Sani
tersenyum
Karena sudah mendekati deadline dan kau baru sampai di bab tujuh, Sani. Novelmu banyak ditunggu-tunggu oleh penggemarmu, penerbit sudah mengejarku untuk kepastian penyelesaian novelmu.” Kesha tergelak, Tetapi bukan berarti aku tidak mempedulikanmu, sebagai sahabat aku mencemaskanmu.  Jangan  banyak  pikiran  yaLepaskan semuanya dan biarkan hatimu tenang.”
Mata Sani berkaca-kaca. Menyadari bahwa hatinya sama sekali tidak tenang, Terima kasih Kesha.” Gumamnya serak sebelum menutup pembicaraan.
Matanya nyalang menatap langit-langit kamar. Mencoba melupakan rasa yang menyesakkan dada. Dia tidak akan bisa tidur malam ini, sambil menghela napas panjang, Sani meraih jaketnya dan melangkah keluar dari apartemennya.
⧫⧫⧫
Setelah  berjalan  tanpa  tujuan  di  sekitar  kompleks
apartemennya yang cukup ramai karena terletak di area pusat perbelanjaan, Sani begitu saja memasuki cafe itu. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi suasana tetap saja ramai.
Cafe itu terletak di pinggir jalan, di area yang dipadati pejalan kaki yang lalu lalang. Suasananya sangat sejuk dan menyenangkan karen dipenuh oleh   tanama hija yang ditata dengan indahnya, dengan dinding-dinding dari kaca yang memantulkan lampu jalan. Cafe itu buka duapuluh empat jam. Dan Sani langsung menemukan tempat yang cocok untuk duduk dan menulis. Dia duduk di sebuah sudut yang nyaman dan membuka  buku  menu  yanada di meja.  Suasancafe cukup ramai meskipun sudah malam, seakan-akan kehidupan terus berjalan di dalam sini.
Pada saat yang sama seorang pelayan, pria setengah baya mendekatinya dan tersenyum ramah kepadanya,
Selamat  malam,  apakah  anda  ingin  memesan sesuatu?
Sani mendongak menatap wajah yang ramah itu dan tersenyum,  Saya  ingin  steak  yang  addi menu  ini.” Ditunjuknya gambar yang menggiurkan di buku menu itu, lalu mengernyit bingung ketika akan memesan minuman.
Segelas anggur merah akan membuat tidur anda nyenyak.” Pelayan itu memberi saran dengan ramah.
Sani menatap pelayan itu ragu bertanya-tanya kenapa pelayan itu bisa mengetahubahwa dia sudah tidur...  Jangan- jangan matanya sudah seperti panda? Dengan malu Sani menundukkakepalanya dan kembali menekuri daftar menu, tergoda.  Dibukan  peminum,  meskipun  dacara-acara  pesta dia   tida menola segela champagn ata coctail   manis sebagai bentuk kesopanan. Tetapi kata-kata pelayan itu tampak menggiurkan. Sudah beberapa hari sejak kejadian Jeremy, Sani tidak bisa tidur, menghabiskan waktunya dengan menatap nyalang langit-langit kamar, dan diakhiri dengan menangis sesenggukan.
Dia butuh tidur, kalau tidak dia akan sakit.
Baiklahsaya pesan itu juga.” Jawab Sani pelan, lalu menata pelaya yang   membungkukka tubuhny dengan sopan dan melangkah pergi.
Segelas anggur merah tidak akan membuatnya mabuk. Sani  membuka  laptopnya  dan  mulai  menulis,  tetapi
baru   beberap detik  dia  mendesah.  Novel  yang  ditulisnya
adalah kisah romansa antara dua anak manusia yang saling mencintai.  Sani dulu  sangat  lancar  menulis  novel  percintaan, kata-kata  akan  mengalir  mudah dari jari-jarinya,  membentuk rangkaian    huruf    yang    membuaikan    pembacanya.    Tetapi sekarang, setiap dia akan menulis kisah cinta, hatinya mencemooh. Ingatan akan Jeremy menyerbunya, membuat jemarinya kaku dan tidak bisa mengetikkan kisah romantis apapun. Ternyata menulis itu dipengaruhi oleh hati. Ketika dia patah hati, jemarinya menolak untuk menuliskan kisah cinta yang menyentuh hati. Jiwanya tidak percaya akan keindahan romansa, semua terasa palsu baginya sejak pengkhianatan Jeremy kepadanya.
Biasanya kalau aku susah mendapatkan inspirasi aku
akan mendengarkan musik.”
Suara yang maskulin itu mengejutkan Sani dari lamunannya, dia mendongakkan kepalanya dan langsung bertatapan dengan sosok tampan yang begitu mendominasi ruangan,  dengan  pakaian  serba hitam  dawajah klasik  yang misterius.
Sani  mengernyitkan  keningnya,  menoleh  ke belakangnya, tidak ada orang lain di dekatnya. Jadi memang benar lelaki ini sedang menyapanya. Dia tidak mengenal lelaki ini, bagaimana lelaki ini bisa mengetahui bahwa dia sedang menulis?
Para penulis biasanya datang ke cafe ini di malam hari, memenuhi setiap sudutnya dan berusaha mencari inspirasi.” Lelaki itu tersenyum, “Maafkan aku tidak sopan menyapamu begitu  saja.” Dia mengulurkan  tangannya,  Halo, Aku  pemilik cafe ini, namaku Azka.”
Sani tetap  ragu,  meskipun  begitu,  demi kesopanan  dia menyambut uluran tangan lelaki itu,
“Halo  juga....”  Sani  masih  bingung  harus  berkata  apa, “Aku Sani. Gumamnya pelan. Masih terpukau atas senyum ramah dan ketampanan lelaki di depannya itu.
Oke  kalau  begitu,  aku  harap  kau  tidabosan berkunjung kemari.” Lelaki itu menganggukkan kepalanya lalu melangkah pergi.
Sani masih terdiam, mengamati kepergian lelaki itu. Mungkisudah budaya di cafe ini untuk ramah kepada para pelanggannya, pikirnya dalam hati. Lelaki itu tampak baik, ramah, dan sopan.... tetapi kemudian  ingatan  akaJeremy  menyerangnya  dan membuatnya merasa pahit. Semua laki-laki sama di dunia ini, meskipun yang berpenampilan paling sempurna sekalipun.
Sani mencoba memfokuskan diri kepada tulisannya, berusaha mengenyahkan pikiran tentang lelaki tampan itu dari benaknya ketika pelayan datang mengantarkan steak pesanannya. Piring berisi daging beraroma harum dan menggiurkan yang diletakkan di depannya,
Dan  inanggurnya.”  Pelayan  setengah  baya  itu tersenyum ramah, Anda tahu, daging steak sangat cocok dinikmati dengan anggur merah.”
Ketika  pelayan  itu  pergi,  Sani  menyentuh  gelas anggurnya dengan ragu. Lalu setelah menghela napas panjang dia menghirup aromanya pelan. Aroma anggur yang manis menguar dari sana, menggoda Sani untuk menyesap anggur itu, disesapnya anggur itu dan mendesah nikmat.
Ada manis yang kental bercampur rasa pekat alkhohol yang pas, tidak berlebih. Ini adalah jenis anggur yang bisa dinikmati di kala santai tanpa takut mabuk. Dan Sani sungguh- sungguh berharap anggur ini benar-benar berkhasiat untuk membuatnya  tidur.  Disunggubutuh  tidunyenyak  malam ini.
⧫⧫⧫
Dan dia sangatampan.” Sani bercerita  kepada Kesha
sahabatnya, Dia juga pemilik cafe yang indah itu.”
Kesh mencomo roti  bakar  di  piring   Sani,  mereka sedang menghabiskan  minggu  pagi di apartemen  SaniKesha berkunjung untuk membantu Sani merapikan tempat barunya,
“Cafe itu cukup terkenal di kota ini, sangat ramai karena menyediakan semua yang dibutuhkan. Di pagi hari kau bisa memesan menu sarapan yang lezat. Dan di malam hari, barnya dibuka sehingga semua orang yang ingin bersantai bisa duduk- duduk di sana selama mungkidan menikmati minumannya. Tapi dari ceritamu, pemilik cafe itu sepertinya masih muda.” “Masih muda.” Sani merenung, masih muda dan sangat
tampan batinnya.
“Apakah dia sudah menikah? tanya Kesha tiba-tiba.
Sani    tergelak,    Kenapa    aku    harus    memperhatikan
apakah dia sudah menikah atau belum?
Karena kau harus belajar melepaskan diri dari Jeremy.Kesha mengedipkan sebelah matanya, Pemilik cafe itu menyapamu, dan dia masih muda, siapa tahu dia juga tampan.”
Dia tampan.” Gumam Sani akhirnya.
Nah!  Mungkin  dengan  mencoba  membuka  lembaran baru kau bisa menyembuhkan lukamu.
Tidak.” Sani mengernyitkan keningnya dengan pedih, “Semua lelaki sama, Kesha. Mereka selalu bilang bahwa mereka adala pecint sejati Tetap di   sis lai merek mudah berpindah hati.”
Kau tidak bisa terus-terusan seperti itu, Sani. Masih banyak lelaki di luar sana yang berjiwa baik dan setia.” Kesha menghela napas panjang, Seperti pemilik cafe yang tampan itu. Dia tampaknya baik, dan dia menyapamu, berarti dia ada perhatian kepadamu.”
Tidak.” Sani menggelengkan kepalanya sambil terkekeh, “Mungkin itu memang sudah menjadi ciri khas cafe itu, bersahabat dengan pelanggannya, bahkan pelayannya pun ramah-ramah.” Tatapan mata Sani lalu berubah serius, “Aku tidak ingin membuka hatiku untuk lelaki manapun, Kesha. Aku sudah dikecewakan dan bagiku semua lelaki itu sama, mereka adalah pengkhianat.”
Sani meyakini kata-katanya. Pengalamannya dengan Jeremy sudah membuktikan semuanya. Dia tidak akan pernah percaya kepada laki-laki lagi, apalagi lelaki yang luar biasa tampannya seperti pemilik cafe itu kemarinLelaki setampan itu  pastilah  pemaiperempuan.  Karena  dengan ketampanannya dia bisa mendapatkan banyak perempuan yang dengan sukarela mau bertekuk lutut di bawah kakinya.
⧫⧫⧫
Tetapi  malam  itu  Sani  tidak  bistidur  lagi,  dia sudah mencoba berbaring tetapi hanya berguling bolak-balik di atas ranjang Akhirny dia  memutuska untuk   berjala keluar. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi kawasa tempat  tinggalnya   cukup   aman  dan  ramai  untuk keluar di malam hari.
Lagipula cafe itu terletak begitu dekat, hanya di seberang kompleks apartemennya....
Tanpa  terasa  Sani  sudah  berjalan  ksana,  memasuki cafe  ituPelayan  setengah  baya  yang  sama  yang menyambutnya,
Segelas anggur lagi untuk teman makan malam? Lelaki itu  menyapa  dengan ramah ketika Sani duduk di pojoyang rindang dengan dekorasi taman yang menyejukkan.
Sani tersenyum, Tidak, malam ini aku ingin kopi.” “Apaka and aka begadan untu menyelesaikan
pekerjaan  anda? pelayan  itu  melirik  ke  arah  laptop  yang
diletakkan Sani di mejanya.
Sani  terkekeh,  “Aku  seorang  penulis  dan  aku  dikejar
deadline.”
Penulis? Pelayan itu tampak tertarik, Penulis novel?Sani menganggukkan kepalanya, Ya. Novel percintaan.” “Ah.”  Pelayan  itu  tersenyum  penuh  arti,  Saya  sudah
menduganya, itu sesuai dengan penampilan anda yang lembut.”
Terima kasih atas pujiannya.” Gumam Sani sambil tertawa Ia   mula membuk laptopny di   ata mej itu, “Mungkin aku akan di sini sampai pagi.”
“Anda tidak tidur?”
Pekerjaanku kan penulis, aku bisa begadang semalaman dan tidur besok pagi.” Sani tergelak, Semoga di sini diperbolehkan duduk sampai malam.”
Tentu saja.” Pelayan itu mengedipkan sebelah matanya, “Asal  andterus  mengisi  cangkir  kopi  andsetiap  dua  jam, anda boleh duduk di sini selamanya.” Candanya sambil tertawa, “Saya    akan    mengambilkan    pesanan    anda.    Dan    karena sepertinya  anda  akan  menjadi  pelanggan  kami,  anda  boleh
memanggil saya Albert.”
Sani  tersenyum  menanggapi  keramahan   pelaya itu,
Terima kasih, Albert.” Gumamnya lembut.
⧫⧫⧫
Hampir  pukul  tiga  pagi  dan  Sani  masih  menulis  di
sudut yang sama, dia sedang menulis adegan sedih, perpisahan antara kedua tokohnya karena kesalahpahaman. Dan itu sesuai dengan  perasaannya  sekarang,  karenitulah  jemarinya mengalir lancar.
Tiba-tiba    ponselnya    berkedip-kedip,    membuatnya mengernyitkan kening.
Siapa yang meneleponnya pagi-pagi begini?
Diambilnya ponselnya dan wajahnya memucat ketika melihat nama yang tertera di sana.
Jeremy...
Sani meletakkan ponsel itu di meja dan membiarkannya. Tetapi ponsel itu terus bergetar tanpa henti, begitu mengganggunya. Sani mendesah kesal, mood menulisnya langsung hilang begitu saja melihat nama Jeremy di layar itu.
Dan meskipun dia sudah berusaha mengabaikannya, ponsel itu terus menerus bergetar tak tahu malu. Seolah Jeremy tidak akan menyerah sebelum dia mengangkatnya.
Akhirnya setelah menghela napas panjang, Sani mengangkat ponsel itu.
“Ada apa Jeremy? gumamnya kesal.
Sani,  akhirnya.”  Suara  Jeremy  terdengar  legdi seberang  sana,  “Aku  datang  ke  rumahmu  daorangtuamu bilang bahwa kau pergi keluar kota. Kau kemana?
Sudah bukan urusanmu lagi kan? jawab Sani dingin. “Astaga    Sani.    Sebegitu    kejamnyakah    kau    padaku?
Apakah kau pergi meninggalkan kota ini gara-gara aku?
Kenapa pula Jeremy harus bertanya? Tentu saja Sani melakukannya karena Jeremy. Dia sudah muak bahkan untuk mengetahui  bahwa  dia  menghirup  udara  yansama  dengan laki-laki itu, karena itulah dia pindah.
“Aku   ras apapu alasank adala urusanku.”   Sani
bergumam, Dan aku harap kau tidak menggangguku lagi.” “Sani...  sayang...  dengarkan  aku...  kau  pindah  kemana
sayang?  Orangtuamu  tidak  mau  memberitahukan  kepadaku,
dan aku mencemaskanmu.”
“Aku  baik-baik  saja.”  Sani  menguatkan  hatinya, merasakan matanya berkaca-kaca, lalu langsung mematikan ponselnya.
Dia terpekur cukup lama di depan laptopnya, menatap hampa  kepada  tulisannya  yang  masih  setengah  jadiSaat  ini yang dia lakukan adalah membuat kisah tragedi, dengan akhir yang tragis dan memilukan untuk tokoh-tokohnya, kisah menyedihkan yang sama seperti yang sekarang dia alami.
⧫⧫⧫
Azka  memperhatikan  Sani  dari  dalam  ruang  kerjanya.
Tentu saja Sani tidak menyadarinya, ruang kerja Azka terletak di lantai dua, di atas tangga dengan kaca yang gelap yang didesai sat arah Di   man Azk bis denga leluasa mengawasi  selurubagian  cafe miliknya daorang dari luar tidak akan bisa melihat menembus ke dalam.
Azka tidak pernah merasakan ketertarikan seperti ini pada perempuan manapunTetapi semalam,  ketika kebetulan dia sedang berdiri di tempat ini, tempat yang sama, mengawasi cafenya di meliha perempua it masuk Ia   menatap keraguan perempuan itu, dan entah kenapa ada sesuatu yang mendorongnya untuk mendekati perempuan itu.
Padahal penampilan perempuan itu sederhana, dia mengenakan rok panjang dan kemeja warna polos yang membungkus tubuhnya yang mungil. Tidak ada yang istimewa dan heboh dari penampilannya, rambutnya dikuncir kuda sekenanya, dan perempuan itu tidak berdandan. Tetapi Azka tetap  sajtidak  bisa  melepaskan  pandangannya  dari perempuan itu. Bahkan kemudian dia tidak bisa menahan diri untuk menyapa perempuan ini, ingin melihat lebih dekat. Azka tidak pernah menampakkan  dirinya di depan pelangganDia selalu bersembunyi di balik dinding kaca gelap yang misterius, hanya Albertlah yang dipercayanya sebagai tangan kanannya. Azka memiliki jaringan cafe dan hotel di seluruh kota ini, tetapi Garden Cafe adalah favoritnya. Tempat inilah satu-satunya dari seluruh tempat yang dimilikinya yang membuatnya merasa nyaman.

Dan kemudian dia menemukan perempuan ini, perempuan yang langsung merenggut hatinya. Ketika berucap “halo dan menyambut uluran tangannya, lalu mengatakan namanya. Sani... Azka mencatat nama itu dengan penuh rahasia, jauh di dalam hatinya yang kelam. 



YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 2

No comments:

Post a Comment