Monday, October 5, 2015

YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 5


Kau sudah menggenggam hatiku sejak sapaan pertamamu. Dan sekarang giliranku yang akan mencuri hatimu.”

5

Pagi harinya Sani masih tertidur dan meringkuk di atas ranjangnya ketika suara interkom pintunya berbunyi. Sani mengernyit,  meraih  jabeker  di  sebelah  ranjangnya.  Masih jam enam pagi. Siapa yang berkunjung sepagi ini?
Dengan susah payah Sani turun dari ranjang, matanya pasti bengkak karena dia menangis semalaman sampai ketiduran, dan kepalanya pening karenannya.
Dia  memijit  tombol  interkom  yang  berhubungan langsung dengan resepsionis di depan.
Ya? gumamnya dengan suara yang masih serak. “Nona Sani, ada tamu untuk anda.”
Sani langsung waspada, apakah Jeremy masih belum menyerah juga?
Siapa?
Tuan  Azka  meminta  akses  untuk  naik  dan  menemui anda” jantung sani berdegup kencang ketika bibir Azka mengecup lembut di dahinya malam itu. Kenapa Azka datang menemuinya pagi ini?
Nona  Sani? resepsionis  di  bawah  memanggilnya  lagi karena dia terdiam lama.
Eh iya. Iya, perbolehkan beliau naik.
Setelah mematikan interkom, dalam sekejap Sani melompat ke kamar mandi, menggosok gigi, dan mencuci mukanya. Dia mengernyitkan kening ketika menatap wajahnya di cermin, ada lingkaran hitam di matanya, bengkak seperti panda Rasany malu   menemu Azk denga penampilan seperti ini, tetapi mau bagaimana lagi. Kedatangan Azka sama sekali tidak diduganya. Dia selesai mengganti baju tidurnya dengan kaos longgar dan celana jeans yang nyaman ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Dengan gugup Sani membuka pintu itu.
Azka berdiri di sana, tampak luar biasa tampan dengan kemeja warna hitam dan celana jeans abu-abu. Lelaki itu membawa kantong plastik di tangannya. Dan tiba-tiba saja Sani merasa malu ketika membayangkan penampilannya yang berantaka ini  dihadapka dengan   penampila Azka   yang begitu sempurna.
Selamat pagi.” Azka menyapa dengan lembut.
Sani sejenak hanya terpaku, terpesona dengan senyum itu, Se...selamat pagi juga.”
“Aku membawakan sarapan. Azka menunjukkan plastik di tangannya, Boleh aku masuk.”
Saat itulah Sani sadar bahwa dia hanya berdiri terpaku sambil menatap Azka. Dia langsung memundurkan langkahnya, memberi jalan bagi Azka untuk melangkah masuk.
Lelaki itu tampak nyaman, tidak canggung sama sekali ketika memasuki apartemen Sani, “Di mana aku meletakkan makanan ini? Kau punya meja makan?
Apartemen Sani adalah apartemen model kecil dan sederhana,  dengaruang  tamu,  menyambung  ke dapur  yang menyatu dengan meja makan kecil,  satu kamar mandi, dan satu kamar tidur di ujung ruangan. Azka hanya tinggal berjalan sedikit untuk menuju dapur.
Di  sebelasana  ada  meja makan,  tapi mungkin  lebih baik kita duduk di sini saja.” Sani yang merasa canggung di sini, tidak pernah sebelumnya dia berduaan dengan seorang lelaki apalagi di dalam apartemen yang cukup privat.
“Aku meminta Albert untuk menyiapkan makanan kita.” Azka meringis,  “Omelet dan sup dari cafe, juga cokelat panas andalan kami. Ada untungnya juga menjadi pemilik cafe.” Azka lalu duduk di sofa itu sementara Sani berdiri canggung di dekat pintu, membuat Azka mengerutkan keningnya,
Sini,  icipilah omelebuatan  kokiku,  ini menu  andalan cafe untuk sarapan. Oh ya ambilkan piring ya.”
Sani ke dapur menurut seperti kerbau yang dicucuk hidungnya mengambil piring dan sendok, lalu melangkah pelan, dan akhirnya duduk di sofa samping Azka. Lelaki itu membuka kantong-kantong  kertas  makanannya,  dan  memindahkan omelet yang beraroma sangat harum itu ke dalam piring.
Sani hampir meneteskan air liur mencium aroma yang sangaenak itu. Azka lalu menyerahkan  piring itke tangan Sani.
“Cicipilah.” Azka menatapnya sambil tersenyum, seolah - olah menyadari ekspresi lapar Sani dan kemudian merasa geli. Sani menerima piring itu dan membelah gulungan omelet yang tampak begitu lembut. Begitu dibelah isian keju yang masih panas bersama sayuran yang dicacah meleleh keluar, menebarkan aroma yang makin harum.
Sani menyendok omelet itu dan memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang begitu gurih meleleh di mulutnya. Oh astaga, makanan ini enak sekali.
Ketika dia membuka  mata dia menyadari  bahwa Azka mengamatinya, pipinya langsung memerah membuat Azka terkekeh.
Enak ya.”
Sambil mengambil suapan kedua, Sani mengangguk. “Percayakah kau kalau kubilang aku yang memasaknya?Sani ternganga, Kau bilang kokimu yang memasaknya.” “Kalau   dari   awa kubilan ak yan memasaknya, mungkin kau tidak mau memakannya.” Azka tertawa, suaranya terdengar menyenangkan memenuhi ruangan.
Jadkau  bisa  memasak? Omelet  itu  meskipun sederhan terasa   begit nikmat kelembuta dan   rasanya seolah semua sudah diukur dengan ahli. Azka tampak merenung ketika menjawab pertanyaan Sani, Impianku adalah menjadi seorang koki profesional.  Aku sempa bersekola di   Pranci menjalan impiank untuk menjadi seorang koki. Tetapi kemudian aku dipanggil pulang.”
Kenapa?
Karena ayahku meninggal, dialah yang selama ini mengendalikan perusahaan kami. Dan Keenan... kau sudah bertemu dengan Keenan kan? Azka menatap Sani tajam, mengamati ekspresinya. Dia menatap Sani mengangguk dengan ekspres biasa da hatiny lega tida ada   sesuat yang istimew yang   dirasaka ole San ketik membicarakan tentang Keenan. Dia lalu melanjutkan,
Keenan tidak bisa diandalkan karena hasratnya adalah di bidang seni, dan karena itulah dia tidak mau mengambil alih tanggung jawab perusahaan yang ditinggalkan ayah kami. Seseorang harus bertanggung jawab.”
Jadi kaulah yang mengambil tanggung jawab itu?
Ya.” Azka tersenyum sedih, Kutinggalkan impianku di Prancis, dan aku pulang untuk menjadi seorang bisnisman.”
Bukankah  kau diwarisi  cafe itu? Seharusnya  kabisa mengembangkan impianmu sebagai koki di sana.” Sani mengamatinya dengan lugu hingga Azka tersenyum. Sani tidak tahu bahwa perusahaan ayahnya menyangkut jaringan luas di beberapa kota besar, di bidang kuliner dan perhotelan, dan beberapa  resor  besar  adalah miliperusahaan  ayahnya.  Sani mungkin berpikir bahwa bisnisnya hanyalah cafe itu, dan mungkin sebaiknya Sani tetap berpikir begitu. Azka tidak mau membuat Sani menjauh dan kaku ketika menyadari bahwa dia adalah seorang miliarder.
Perusahaan ayahku mencakup cafe itu dan beberapa hal lain.” Jelas Azka berusaha menyederhanakan  semuanya,  “Dan beberapa hal lain itu membuatku tidak bisa bekerja sebagai koki.”
Oh.” Sani tampak termangu, lalu menatap Azka dengan penuh rasa ingin tahu, Apakah kau bahagia?”
“Apa?
Kau memilih meninggalkan impianmu dan memilih memikul tanggung jawab, apakah kau bahagia?
Apakah dia bahagia? Pertanyaan itulah yang sering dia tanyakan berulang-ulang kepada dirinya sendiri. Dan dia tahu pasti jawabannya, hatinya terasa kosong.
Sama seperti  ketikdia memilih  untuk  memikul tanggung jawab terhadap Celina. Hatinya terasa hampa.
“Aku merasa tenang.” Azka tersenyum pahit menjawab pertanyaan  Sani,  Tetapi,  apakah  aku  bahagia?  ...Tidak...  aku tidak bahagia. Kadang aku ingin bertindak egois, seperti Keenan memilih mengejar impiannya dan tidak peduli pada yang lain. Jauh   di  dala hatiny dia  pasti  menemuka kebahagiaan sejati.” Azka tersenyum  lembut, Mungkiaku memang  tidak diciptakan untuk menikmati itu.”
Azka tampak begitu murung, begitu gelap, dan begitu kesepian. Hingga entah kenapa hati Sani merasakan kepedihan. Tanpa dapat ditahannya dia menyentuhkan jemarinya di lengan Azka, membuat lelaki itu terbangun dari lamunan murungnya dan menoleh menatap Sani,
Kau memilih melakukan apa yang menurutmu benar.Sani bergumam lembut, Setiap orang berbeda-beda, ada yang bisa  melepaskan  tanggung  jawabnya  begitu  saja,  tetapi  kau tidak bisa melakukannya. Kau terlalu bertanggungjawab untuk melakukannya.”
Azka tersenyum, Ya. Terkadang melelahkan menjadi orang yang bertanggungjawab.” Lelaki itu lalu menatap Sani dengan hangat, “Aku iri kepadamu.” Gumamnya.
Kenapa?
Karena  kau  bisa  melakukan  apa  yang  menjadi hasratku.
“Menjadi hasratmu?
“Menulis.”  Azka  tersenyum,  Kau  hidup  dari  menulis.
Dan aku yakin menulis adalah hasratmu, hobimu.”


Sani tertawa, Menulis adalah hobiku. Aku menulis sejak lama. Kalau kau mau tahu, di dalam benakku itu penuh dengan fantasi dari berbagai tokoh dan kisah.”
Kisah romantis?
Iya.”
Azk tertawa Panta ka begit kesulita menulis akhir-akhi ini,”   Matany melembut Karen masalahmu dengan Jeremy?
Ya. Penerbit dan editorku sudah mengejar-ngejarku karena  aku  jaladtempat  akhir-akhir  ini.  Aku  kehilangan hasrat dan kemampuan untuk menulis kisah romantis. Ketika semua tulisanku jadi, mereka bilang tidak ada roh dalam tulisanku, tidak seperti yang dulu.
Tatapan Azka berubah redup, Mungkin kau hanya perlu mengalami pengalaman romantis lagi untuk bisa mendapatkan kemampuan menulismu.” Jemarinya yang ramping menyentuh pipi Sani dengan lembut, lalu tanpa diduga-duga lelaki itu menunduk dan menciumnya.
Bibir Azka terasa lembut menempel di bibirnya, semula begitu hati-hati dan lembut, memberi kesempatan kepada Sani untuk menolak. Kemudian ketika tidak menemukan penolakan apapun dari Sani, Azka melumat bibir Sani dengan lebih berani, mencicipi kemanisan bibir itu dan mencecapnya dengan penuh perasaan. Mata Sani  terpejam menghirup aroma maskulin yang begitu menggoda dan melingkupinya.
Mereka berciuman cukup lama, saling menikmati, dan mengenali  satu sama lain. Daketika bibir  merekberpisah, napas mereka terengah, hidung dan bibir mereka masih menempel dan mata mereka bertatapan dengan redup. Azka mencium bibirnya sekali lagi dengan kecupan lembut sebelum kemudian menjauhkan kepalanya dan tersenyum,
“Maafkan aku karena melakukannya.”
Sani langsung memundurkan tubuhnya menjauh, tanpa sadar mereka sudah berpelukan dekat sekali. Pipinya merah padam, dan jantungnya berdebar keras, merasakan perasaan yang tidak pernah dirasakannya. Malu, bingung, dan semua perasaannya bercampur menjadi satu. Dan dia tidak tahu harus berkata apa.
“Aku juga minta maaf.” Sani akhirnya berhasil mengeluarkan  kata-kata  meskipun  terdengar  seradan tercekat, Sepertinya aku terbawa suasana...”
Azka menghela napas panjang, menyentuh pipi Sani dengan lembut, Aku tidak bermaksud untuk merendahkanmu atau apa. Ini semua terjadi begitu saja.”
San menghela   napa panjang Mungki ka harus Pergi”
Baiklah.” Azka tersenyum penuh pengertian, “Aku tahu kau mungkin membutuhkan waktu sendiri.” Lelaki itu lalu bangkit  dari  duduknya  dan  melangkah  kpintu,  “Aku  pergi dulu, habiskan makanannya ya.”
⧫⧫⧫
Sani memeluk bantal dan merenung, menatap ke jendela kaca luar yang memantulkan pemandangan langit yang biru. Merenungkan kejadian tadi.
Selama ini dia selalu membawa prinsipnya dengan ketat, tetapi  ketika  bersama  Azka  seakan  dia  menabrak  semua  hal yang diyakininya. Dia tidak pernah memasukkan laki-laki ke dalam tempat pribadinya, dia tidak pernah membiarkan dirinya disentuh dengan begitu mesra, dan membiarkan dirinya dicium. Padahal tidak ada ikatan apapun di antara mereka.
Dengan sedih Sani menyentuh bibirnya. Apakah karena patah hati dia berubah menjadi perempuan murahan? Perempuan murahan yang membiarkan dirinya disentuh oleh seorang laki-laki tanpa ikatan?
Dengan kesal Sani melempar bantal itu ke lantai, mendesah keras. Tidak. Ini bukan dirinya, perasaannya kepada Azk tida dapat   dideskripsika denga nalar.   San tidak pernah begini sebelumnya, bahkan dengan Jeremy sekalipun.
⧫⧫⧫
Denga dingi Azk mengamat berka lapora di depannya,  itu adalah reporlengkap dari pegawainya di kota asal Sani tentang kehidupan Sani dan juga Jeremy. Dia sedang berada di kantor pusat perusahaannya, di lantai paling atas di gedung paling mewah dalam kawasan resor paling elit di kota itu. Azka berpakaian seperti penampilannya yang biasa ketika bekerja. Rambut disisir ke belakang dan setelan tiga potong berwarna hitam dengan dasi kelabu. Penampilannya secara keseluruhan tampak dingin dan kaku, sangat berbeda dengan penampilan informalnya ketika sedang berada di cafe ataupun di depan Sani.
Azka membaca semuanya dengan cepat, dan langsung mendapatkan semua informasi, tentang ayah dan ibu Sani, tentang keluarganya, sekolahnya, dan kehidupan masa kecilnya. Dan dia menyimpan dalam ingatannya yang jenius. Ya, Azka memang  memiliki  kelebihan  khusus  dalam  hakemampuan otak. Keenan dilahirkan dengan bakat seni yang luar biasa, sedangkan  Azka  dengan  kemampuan  otak  yandatas  rata- rata.
Setelah itu Azka mengambil berkas tentang Jeremy, setelah mencermatinya sejenak, dia menemukan sesuatu.
Jeremy   bekerja   d sala sat ana caban kita.”
Gumamnya, yang disambut dengan anggukan pegawainya.
“Minta sekretarisku menghubungi GM kita di sana, bilang  aku ingin pertemuan darurat.
⧫⧫⧫
Keesokan harinya hanya dalam waktu satu hari setelah Azka memberi perintah, GM itu datang menghadapnya. Dia dibawa  langsung  ke ruangan AzkaPemilik perusahaan misterius yang jarang sekali terlihat, tetapi keputusan bisnisnya yang jeniuslah yang telah menggerakkan seluruh jaringan perusahaan  ini sehinggbisa menjadsemakin majuBahkan berkali   lipat   lebih   maj daripad ketik perusahaa ini dipimpin oleh almarhum ayahnya.
Dia dipanggil untuk sebuah meeting penting yang tidak tahu mengenai apa, dan diharapkan bisa datang secepat mungkin. Hari itu masih pagi ketika GM itu memasuki ruangan besar  pimpinan  tertinggi  sekaligus  pemilik  perusahaan  damengernyit ketika melihat ruangan itu kosong. Hanya ada dirinya dan sang pemilik perusahaan di sana. Bagaimana mungkin? Karena begitu urgentnya status panggilannya, dia menyangka  bahwa  rapat  darurat  yandimaksudkan  adalah rapat yang dihadiri seluruh pimpinan cabang.
Azka yang duduk di kursinya tersenyum melihat kebingungan sang GM.
Silahkan duduk.” Azka menunggu sampai GM itu duduk dan  memulai  percakapan,    Anda pasti bingung kenapa  anda dipanggil kemari sendirian.”
GM itu mengangguk dan mulai tampak gugup, membuat Azka tersenyum geli dalam hati. Dia mengeluarkan berkas tentang Jeremy di mejanya.
Orang ini ....” Azka menunjukkan foto Jeremy yang tampak jelas, Bekerja di perusahaan kita.”
GM itu menganggukkan kepalanya. Tentu saja dia mengenali wajah itu, itu adalah Jeremy, Manager Pemasaran mereka.  Dia  adalah  Manager  Pemasaran  untucabang  yang saya pegang,” GM itu memberikan informasi meskipun yakin bahwa sang pemilik perusahaan sudah tahu.
“Aku merasa terganggu dengan orang ini,” gumam Azka dingin.  Bisa dikatakadia mengusik  ketenangan  orang yang aku sayangi.”
GM itu  mengernyit.  Jeremy melakukannya?  Pasti lelaki it melakukanny karen tida tah bahwa   Azk adalah pemilik perusahaan mereka. Kalau sudah begini dia tidak akan bisa apa-apa untuk membantu Jeremy.
“Anda ingin saya memecatnya? gumamnya, mencoba menebak apa keinginan Azka yang saat ini memandangnya dengan tatapan kelam dan misterius.
Azka menggelengkan kepala, Tidak. Aku hanya ingin dia tersingkir jauh dan tidak bisa menjangkau ke dekat-dekat sini.” Matanya  bersinar  tajam,  Bilang  padanybahwa  dia berprestasi, lakukan apapun untuk meyakinkannya, kau mendapatkan izinku. Setelah itu berikan dia promosi tetapi tempatkan dia ke anak cabang kita yang paling jauh dari sini.” Azka  nampak  berpikir,  Cari  tempat  di  mana  dia  sulit untuk sering-sering berkunjung ke area sekitar sini.”
GM itu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Gosip itu ternyata benar. Mereka bilang bahwa pemilik perusahaan merekyang  misterius  sangat  tampan  tetapkejam.  Betapa tidak beruntungnya orang-orang yang berani mengusiknya. Karena lelaki itu tidak segan-segan memberikan pembalasan yang  lebih  menyakitkan.  Seperti  halnya  padkasus  Jeremy, Azka rupanya tak segan-segan memberikan kedok promosi hanya agar Jeremy menyingkir dari kehidupannya dan Sani.
⧫⧫⧫
Sani  sedang  mengetikkan  adegan  romantis  di  tengah hujan,  jemarinya  mengalir  lumayan  lancar  untuk  mengetik kisah itu. Mungkin karena didukung suasana hujan di luar yang membuat kamarnya temaram dan syahdu.
Lalu ponselnya berkedip-kedip. Sani tersenyum ketika melihat nama ibunya di sana.
Kau pasti tidak akan percaya.” Gumam ibunya bahkan sebelum Sani mengucapkan salam.
Tidak percaya apa?
Jeremy. Ibunya  menyebutkan  nama  Jeremy  dengan hati-hati, Dia tadi kemari, untuk berpamitan.
Berpamitan?
YaDia bilang  dia mendapatkan  promosi  yang  sangat bagus di tempatnya bekerja, jabatannya naik tiga tingkat. Tetapi dia harus pindah ke tempat yang jauh.” Sang ibu menyebutkan tempa yang   sanga jau dari   tempa merek sekarang, “Kasihan dia, Sani. Ibu memang jengkel kepadanya, tetapi dia, meskipun mendapatkan promosi yang harusnya membahagiakan, dia tampak kurus dan sedih.... mungkin itu semua karena dirimu.”
Itu karena salahnya sendiri dan dia yang harus menanggungnya.” Sani mencoba bersikap kejam. Dia harus begitu, kalau tidak kelemahannya akan dimanfaatkan oleh Jeremy lagi. Setelabercakap-cakap  dengan  ibunya di telepon sejenak,  Sani  mengakhiri  percakapan  dan  menutup  telepon, tiba-tiba merasakan kelegaan yang luar biasa.
Jeremy  sudah pindah ke tempat  yang  jauh,  itberarti Jeremy tidak akan bisa mengganggunya lagi. Sekarang dia bisa fokus  untuk  menyembuhkan  dirinya,  dan  menata kehidupannya yang baru.
⧫⧫⧫
Malam  itu  Sani  menatap  cafe  itu  dengan  ragu.  Sejak kejadian ciuman tak disengaja itu, Sani tidak pernah datang ke cafe itu lagi. Dia takut. Ya, kedekatannya dengan Azka yang begitu cepat ternyata membuatnya ketakutan dan lari. Mungkin karena dia belum siap membuka hatinya untuk lelaki lain, mungkin juga karena dia masih belum sembuh dari prasangkanya bahwa semua lelaki itu sama, hannya akan menyakitinya.
Tetapi malam itu Sani berusaha memberanikan diri, dia harus bisa menghadapi Azka, dan menelaah perasaannya. Mencoba  mencari  tahu  kenapa  lelaki  itsangat  sulit dikeluarkan dari benaknya



YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 6

No comments:

Post a Comment