BAB 10
Lana
tertegun. Ulang tahunnya yang kedua puluh lima sebentar lagi. Kenapa Mikail
bisa mengetahui detail hari ulang tahunnya? Lana tertarik, tetapi dia akan memuaskan
Mikail kalau dia mengikuti Mikail untuk berbicara dengannya. Jangan-jangan memang
itu tujuan Mikail, supaya dia tidak berhujan-hujanan dan mengikuti Mikail.
“Nanti
aku akan menyusulmu kalau aku sudah puas disini”. Api menyala di mata Mikail,
dan tampak jelas lelaki itu mencoba menahan diri,
“Terserah,
nanti temui aku di ruang kerjaku,” suaranya lebih seperti geraman, kemudian membalikkan
badan dengan marah.
***
Setelah
puas menikmati hujan, Lana masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian dan makan malam.
Dia sengaja tidak menemui Mikail, lagipula sepertinya lelaki tadi hanya asal
bicara ketika bilang ingin berbicara tentang hari ulang tahunnya. Dan Lana
tidak yakin kalau Mikail akan menunggunya. Lelaki itu sepertinya sangat sibuk
dan punya banyak urusan.
“Kenapa
kau tidak menemuiku di ruang kerjaku?” , suara di kegelapan itu mengagetkan Lana.
Dia menajamkan matanya
dan
melihat Mikail duduk di sana, di keremangan kamarnya.
“Kenapa
kau masuk ke kamarku tanpa izin?,” Lana berteriak kaget, tangannya meraba-raba
saklar lampu di dinding, berusaha menghilangkan kegelapan yang menyelubungi Mikail,
karena lelaki itu tampak lebih menyeramkan di antara cahaya yang remang-remang.
Lana
berhasil menyalakan lampu dan cahaya itu langsung menyelubungi MIkail. Lelaki
itu duduk di sofanya, dengan santai, hanya memakai piyama sutera warna hitam
dan disebelah tangannya memegang gelas minuman. Lana melirik ke botol brendy
yang entah berasal dari mana, yang sepertinya sudah dituang Mikail selama menunggunya.
Apakah lelaki itu mabuk? Jantung lana mulai berdegup. Dalam keadaan sadar saja emosi
Mikail sangat tidak mudah ditebak, apalagi dalam kondisi mabuk.
“Apa
yang kau lakukan disini Mikail?”
Mikail
mendengus dan menatap Lana dengan tajam, “Kau pikir apa? Aku menunggumu di ruang
kerjaku dan kemudian menyadari bahwa kau, dengan kepalamu yang keras kepala itu
memutuskan untuk melawanku”
Lana
mundur ke belakang, melirik pintu putih itu, dan berusaha sedekat mungkin di
sana, sehingga ketika Mikail bertindak di luar batas dia bisa segera melarikan diri.
Mikail
tersenyum melihat tingkah Lana,
“Kau
seperti kelinci ketakutan lagi Lana, apakah kau takut aku akan melakukan
sesuatu yang kejam? Seperti mencampurkan obat di minumanmu, atau … melemparkanmu
dari balkon lagi?,” Mikail menyeringai, meletakkan gelasnya dan berdiri, makin
lama makin mendekati Lana.
“Apakah
kau mabuk Mikail?,” Lana melirik ke arah pintu, hanya butuh beberapa detik kalau
Lana ingin melarikan diri dari Mikail. Dia pasti bisa melakukannya.
“Mikail
Raveno tidak pernah mabuk,” Mikail melangkah mendekat dengan tenang, seperti singa
yang mengendap endap mengincar mangsanya. “Dan kau…. Seharusnya kau mendengarkan
apa yang kuperintahkan, Lana”
Lana
tahu di situlah titiknya. Di situlah titik Mikail kehilangan kesabarannya, karena
itulah Lana langsung melompat dan mencoba melarikan diri ke pintu. Dia berhasil
membuka pintu itu sedikit, sebelum dengan gerakan lebih cepat dan tanpa suara,
Mikail sudah ada dibelakangnya, mendorong pintu itu menutup kembali sebelum sempat
terbuka.
Mikail
mendorongnya rapat ke pintu, dan dengan terkejut Lana bisa merasakan kejantanan
Mikail yang mendesak keras di bagian belakang tubuhnya. Dia ingin bergerak dan
menghindar, tetapi ternyata Mikail sudah menahannya di semua sisi.
Lana
ketakutan. Apakah dia akan dipaksa lagi? Udara mulai terasa menyesakkan dan Lana
mulai terengah-engah.
“Aku
tidak pernah bercinta sambil berdiri,” Mikail berbisik di telinganya dengan bisikan
panas yang membuat sekujur tubuh Lana menggelenyar, “Dan kau membuatku ingin
melakukannya”
Lana
terkesiap, mencoba meronta sekuat tenaga. Tetapi percuma karena Mikail begitu
kuatnya,
“Apakah
kau akan memaksaku lagi, Mikail Raveno?,” Lana berteriak di tengah usahanya
membebaskan diri, “Kalau iya, maka kau sudah membuktikan kepadaku, kalau kau
memang adalah lelaki bajingan yang hanya bisa mendapatkan wanita dari pemerkosaan”
Kata-kata
Lana rupanya berhasil membuat kesadaran Mikail kembali. Lelaki itu tertegun.
Dan sedetik kemudian yang melegakan, Mikail melepaskan Lana,
“Sialan
aau dasar perempuan!!,” Mikail berbisik marah di telinga Lana dan meninggalkannya.
Sendirian,
Lana berusaha menyandarkan dirinya di pintu, napasnya terengah-engah dan dia merasa
lepas. Gairah Mikail ternyata juga mempengaruhinya. Dan Lana semakin takut akan
tiba saatnya baginya, menyerah ke dalam pelukan Mikail.
***
Hari
ini hari Minggu, seharusnya menjadi hari istirahat yang menyenangkan bagi semua
orang. Tetapi emosi Mikail luar biasa buruknya pagi itu dan menyebar ke seluruh
penjuru rumah. Suasana rumah jadi menegangkan. Seluruh pelayan berbicara sambil
berbisik-bisik ketakutan, membicarakan Tuan mereka yang marah-marah seharian
ini.
Pagi
tadi Mikail sudah membanting gelas di meja hingga anggurnya berceceran menodai
taplak meja yang berwarna putih, hanya karena minumannya tidak cocok dengan
seleranya, dia memanggil Norman dan membentaknya karena beberapa pengawal belum
berjaga di gerbang depan.
Bahkan
sekretaris dan pengatur keuangan rumah tangganya pun ikut kena semprot ketika
dia memeriksa laporan di ruang kerjanya tadi. Sekarang semua orang saling bersembunyi
berusaha menghindari berurusan dengan tuan mereka yang begitu mengancam, seperti
beruang yang terluka.
Norman
masuk dengan hati-hati ke ruang kerja Mikail, “Ada apa?”
“Baju-baju
untuk Nona Lana sudah datang”
“Bagus”
“Apakah
kita harus memesan pakaian sebanyak itu?
Bukankah
tuan sendiri bilang tidak akan menahan Lana lebih lama?”
“Tutup
mulutmu Norman!,” Mikail menggeram, “Biarkan aku mengurus apa yang menjadi urusanku
sendiri!”
Norman
mengangguk, menyadari bahwa tuannya sudah hampir meledak marah dan memilih pergi
daripada terkena dampratannya seperti pagi tadi.
Mikail
berdiri mondar-mandir di ruangannya, kemudian berhenti dan menuangkan segelas vodka
murni untuk dirinya sendiri. Dia meneguknya, dan cairan putih itu serasa begitu
membakar di ternggorokannya.
Tubuhnya
begitu bergairah. Mengingat sekian lama dia menahan diri. Dia bisa saja melampiaskan
gairahnya kepada perempuan-perempuan yang memujanya dan pasti bersedia
melakukan apapun untuknya. Tetapi dia tidak ingin
sembarang
wanita, dia ingin Lana. Sialan! Kenapa pikirannya terus-menerus tertuju kepada
perempuan itu? Dengan rasa frustrasi yang masih memenuhinya, ia melangkah panjang-panjang
ke arah kamar Lana, membuka kamar itu tanpa permisi, dan menemukan Lana ada di kamar.
Theo
ada di sana, memamerkan baju-baju pesanan yang baru datang untuk Lana, sedangkan
perempuan itu hanya duduk di sana, menatap pakaian-pakaian mahal itu dengan
bosan.
Theo
langsung menghentikan kegiatannya dan meminta izin keluar begitu Mikail masuk dengan
wajah muram.
“Kau
menyukai pakaian-pakaian itu? “Apakah pendapatku penting?”
Mikail
menatap Lana marah, “Apa maksudmu?”
“Bukankah
dirumah ini apa yang diinginkan Mikail Raveno bagaikan perintah raja yang harus
dituruti? Aku melihat sendiri bagaimana orang-orang hilir mudik, panik seharian
mengatasi sikap marah-marahmu yang tak ada habisnya itu.”
“Oh
ya? Dan kau pikir itu karena siapa?”
Lana
menegakkan dagunya menantang, “Karena siapa?” “Karena kau, dasar perempuan
kecil yang keras kepala!”
Lana
mengernyit marah, “Dan apa yang kulakukan padamu wahai tuan Mikail yang baik
hati?”
“Kau
selalu menantangku hingga aku harus menahan diri di batas kesabaranku, sikapmu itu
membuatku muak!”
“Kau
pikir aku harus bagaimana Mikail? Kau musuhku, meskipun sekarang aku memutuskan
sedikit bekerjasama dengan tidak mencoba kabur, kau tetap musuhku. Dan ketika
aku merasa keadaan sudah baik, aku tetap menuntut dibebaskan”
“Selalu
ke arah itu,” gumam Mikail kesal, “Aku masih belum ingin membahasnya,” lelaki itu
menatap Lana tajam, “Aku memintamu melakukan sesuatu untukku”
Lana
mengangkat alisnya, tertarik, Mikail tidak pernah meminta sesuatu. Lelaki itu
terbiasa memerintah lalu ketika itu tidak dituruti, dia akan memaksakan apapun
yang diinginkannya.
“Ya
aku memintamu menghilangkan rasa permusuhanmu itu dan mencoba menerimaku sebagai
kekasihmu”
Lana
melangkah mundur tanpa sadar, “Menerimamu sebagai apa…? Apa kau sudah gila?”
“Hmm….
Aku bahkan punya rencana yang lebih gila dari itu, lebih daripada yang bisa kau
bayangkan, kau akan tahu nanti,” matanya menatap Lana penuh rahasia, “Tapi yang
pasti, gairah di antara kita begitu membara dan aku tidak munafik mengakuinya
di depanmu, aku selalu terangsang ketika melihatmu. Aku terangsang ketika membayangkanmu,
aku ingin menidurimu setiap waktu..”
“Hentikan
kata-kata vulgarmu itu!!!,” Lana berteriak ingin menutup telinganya yang terasa
panas.
Mikail
terkekeh, “Mungkin kau perlu merasakan sendiri, bagaimana aku tergila-gila pada
tubuhmu,” Lelaki itu meraih Lana ke dalam pelukannya dengan lembut, dan langsung
melumat bibirnya.. Mikail melumat seluruh bibir Lana, dan kemudian lidahnya masuk,
menjelajahi lidah Lana, bertautan dengan lidah Lana dan kemudian menjelajahi seluruh
diri Lana, bibirnya bergerak melumat bibir Lana tanpa ampun.
Lelaki
itu begitu bergairah tetapi tetap bersalut kelembutan, dan sejenak Lana terhanyut
dalam ciuman yang luar biasa itu, sampai kemudian dia merasakan kejantanan
Mikail yang begitu keras kembali menekan tubuhnya.
Dengan
napas terengah-engah Lana melepaskan dirinya dari pelukan Mikail,
“Lana..
sudah siap untukku” mata Mikail menyala penuh gairah, “Kenapa kau tidak mau mengakuinya
dan tidak saling menyiksa seperti ini?”
“Aku
tidak menginginkanmu sebagai kekasihku dan aku tidak siap untuk apapun yang berhubungan
denganmu.” Bantah Lana keras.
Mikail
menyipitkan mata, menatap Lana dengan tatapan menuduh, “Oh ya? Tadi kau hanyut
dalam ciumanku, bibirmu panas dan melembut untukku, siap menerimaku”
Siapa
yang tidak menginginkan lelaki yang luar biasa tampan ini? Semua perempuan
pasti bermimpi bisa ada di dalam pelukannya, semua pasti membayangkan bagaimana
kalau lelaki sekejam Mikail berperilaku lembut. Oh, Lana pernah merasakannya,
beberapa kali malahan, dan ingatan tentang hal itu membuat tubuhnya memanas
“Kau
adalah pembunuh orangtuaku”, Lana menatap Mikail dengan penuh kebencian, “Dan
bagiku itu adalah dosa tak termaafkan, aku akan selalu menyalahkanmu atas hal itu”
Tertegun
sejenak, lalu Mikail mundur selangkah dengan begitu dingin,
“Oke”
Dan
ketika Lana mengangkat kepalanya, Mikail sudah keluar dari ruangan itu. Lana menghembuskan
nafas panjang. Apakah dia salah? Tetapi bukankah semua yang dilakukan Mikail atas
dasar nafsu? Lelaki itu jelas-jelas bergairah kepadanya dan menginginkannya. Tetapi
setelah itu apa? Lana tidak mau jatuh dalam jerat rayuan Mikail seperti
perempuan murahan. Seperti para kekasih Mikail yang dicampakkan begitu saja setelah
lelaki itu puas. Setidaknya meskipun dia gagal membalaskan dendamnya, dia bisa pergi
dari kehidupan Mikail dengan penuh harga diri.
***
Mikail
berdiri malam itu di tengah taman di depan rumahnya, berharap udara dingin bisa
meredakan gairahnya yang membuat tubuhnya begitu panas. Ditatapnya jendela kamar
Lana di lantai dua.
Jendela
itu terbuka, dan cahaya temaram memantul dari sana, tampak begitu jelas. Mikail
menatap jendela itu dengan frustrasi. Perempuan itu ada di sana dan Mikail seharusnya
bisa dengan mudah memilikinya. Tetapi sikap perempuan itu seolah-olah membuatnya
merasa menjadi bajingan menjijikkan kalau dia sampai memaksakan kehendaknya
kepada Lana.
Mikail
tertegun ketika melihat bayangan Lana terpantul dari kamar. Sepertinya Lana berdiri
dekat lampu tidur di samping ranjangnya, karena bayangannya muncul dari gorden jendela
bagaikan siluet gelap yang erotis.
Lana
tampak sedang berjalan mondar-mandir di kamarnya, dan Mikail menatapnya dengan
penuh minat. Lalu perempuan itu membuat gerakan membuka gaunnya. Mikail menelan
ludah, melirik ke sekelilingnya yang sepi, mulai merasa tidak nyaman karena membuat
dirinya seperti seorang pengintip mesum yang mengintip siluet perempuan
berganti baju dengan penuh gairah.
Siluet
Lana melepas kemejanya, dan tubuh bagian atasnya yang polos terpantul dalam bayangan
gelap dengan bentuk tubuh yang menggoda. Lalu Sialan! Mikail mulai mengumpat
ketika bayangan Lana di jendela membuat gerakan mengangkat salah satu kakinya
ke ranjang dan tampaknya melepas celana panjangnya.
Gerakan
itu tampak sangat seksi di bawah sini, dan Mikail menggertakkan giginya dengan
marah. Ia benar-benar siap meledak, dan Lana malahan memperburuk keadaan dengan
pantulan bayangannya di jendela – meskipun dia tidak sengaja – Dan Mikail
sungguh-sungguh siap meledak dalam arti yang sebenarnya saat ini mengingat kejantanannya
sudah begitu keras hingga terasa menyakitkan. Dengan geraman marah, Mikail melangkah
terburu-buru menaiki tangga, membanting kakinya di setiap langkahnya, dibukanya
pintu kamar itu dengan kasar. Matanya membara dan dia siap untuk bertengkar,
dan menemukan Lana sedang duduk di sofa, sudah berganti dengan gaun tidurnya dan
sedang membaca sebuah buku. Lana mengangkat alis melihatnya, tampak begitu tenang,
“Ada apa Mikail?”
Mikail
terengah menahan kemarahan, “Jendela itu!,” tunjuknya marah, lalu melangkah lebar-lebar
menyeberangi ruangan dan menutup kaca jendela itu dengan kasar, dia membalikkan
tubuhnya menghadap Lana dengan posisi siap bertarung, “Lain kali tutup rapat-rapat
jendela itu kalau sudah malam!!,” teriaknya marah.
Lana
menatap Mikail bingung, “Memangnya kenapa?” Karena aku melihatmu berganti pakaian
bagaikan siluet erotis dari bawah!! Karena pemandangan itu membuatku
terangsang
sampai terasa nyeri!! Karena….
Mikail
berdiri dengan tatapan membakar, siap memuntahkan emosinya, tetapi kemudian menyadari
bahwa dia hanya akan tampak bodoh kalau meluapkan apa yang ada di pikirannya.
Ditatapnya Lana dengan dingin dan mendesis pelan,
“Pokoknya
tutup jendela itu kalau sudah malam!,” Dan dengan penuh harga diri, Mikail melangkah
keluar dari kamar Lana, meninggalkan pintu berdebam di belakangnya.
***
Pagi
itu tak seperti biasa ada dua pelayan muda yang membereskan kamar Lana, sepertinya
mereka orang baru. Lana masih duduk di sana selepas mandi dan membiarkan para
pelayan itu membereskan ranjangnya.
Salah
seorang pelayan itu menarik bed cover Lana tampak memeriksa sepreinya, lalu berbisik-bisik
satu sama lain dan tertawa cekikikan, ketika Lana menatap mereka dengan dahi berkerut,
dua pelayan perempuan itu memasang muka datar dan bergegas pergi.
Lana
menoleh ke arah Theo, yang juga ada di ruangan itu, sedang membereskan baju-baju
Lana yang sepertinya tidak ada habisnya dan terus berdatangan itu ke dalam lemari
pakaian Lana,
“Kenapa
mereka bersikap seperti itu?,” tanya Lana ingin tahu. Theo melirik ke arah kepergian
pelayan itu dan tersenyum,
“Mereka
orang baru, dan tentu saja sangat penasaran denganmu”
“Penasaran
denganku?”
“Kekasih
Tuan Mikail yang terbaru,” jawab Theo datar, “Ah, kau tidak tahu ya, semua orang
kan membicarakan kalian. Bahkan, namamu sempat muncul di beberapa tabloid gossip
dan acara-acara gosip, yang membahas kekasih terbaru Mikail Raveno yang misterius.
Kau adalah satu-satunya perempuan yang pernah tinggal bersama Mikail, dan mereka
menebak-nebak serta mencari bukti bahwa kalian telah bercinta, karena itulah tadi
para pelayan tertawa cekikikan ketika memeriksa sepraimu”
Pipi
Lana merah padam, tetapi Theo sepertinya tidak menyadarinya, dan tetap melanjutkan
kata-katanya, “Yah para pelayan itu mungkin saling berspekulasi dan menanti,
kapan saat mereka ahkirnya bisa menemukan bukti-bukti bahwa kalian tidur
bersama untuk dijadikan bahan gosip selanjutnya,” gumamnya dalam senyum, Lalu menatap
Lana sambil mengangkat alisnya, “Hei aku juga penasaran, kalau mereka serius mencarinya,
apakah mereka akan menemukan bukti-bukti itu Lana?” tanyanya penuh arti,
membuat pipi Lana semakin merah padam.
***
“Nona
Lana?”, Norman masuk dan mengangkat alis melihat Lana mondar-mandir di kamarnya
dengan gelisah. “Apa?”, suara Lana tanpa sadar menegang. Semua yang berhubungan
dengan Mikail membuatnya tegang dan ingin mengumpat-umpat siapapun yang ada di
dekatnya.
“Tuan
Mikail ingin bertemu anda”,
Bagus.
Lana menganggukkan kepalanya dan mengikuti Norman, lalu tertegun setengah mengernyit
ketika Norman membawa Lana ke kamar Mikail,
“Di
kamar ini?”
Norman
mengangguk, dan entah Lana salah lihat atau tidak, hanya sedetik dia sempat melihat
sinar geli di mata lelaki itu. Kurang ajar. Jangan-jangan mereka semua mentertawakan
ketakutannya pada Mikail.
“Ya
Nona, tuan Mikail ingin menemui anda di kamar ini” Sejenak Lana ingin kabur saja.
Tetapi Lana sadar, ini sebuah tantangan, Mikail menantangnya dan Lana tidak
akan kalah.
“Baiklah”,
Lana menghela napas dalam-dalam dan membiarkan Norman membukakan pintu untuknya,
Dia langsung berhadapan Mikail yang berdiri dengan begitu tampan di tengah ruangan.
Lelaki itu menunggu Norman menutup pintu dan meninggalkan mereka berdua sendirian,
lalu berkata tenang,
“Selamat
malam Lana”, Mikail tersenyum tenang, “Sebenarnya aku ingin membahas hal-hal
yang berkaitan dengan ulang tahunmu ke duapuluh lima….”, senyumnya berubah misterius,
“Tetapi kemudian aku sadar bahwa pembiacaraan baik-baik tidak akan ada gunanya
di antara kita, jadi aku langsung saja”
Hening,
Mikail terdiam dan Lana menunggu dengan ingin tahu apa yang akan dikatakan lelaki
itu,
“Aku
sudah memutuskan masa depanmu.” Mata Mikail begitu kelam seperti danau kecoklatan
di kegelapan malam. Masa depannya? Memangnya siapa lelaki ini bisa memutuskan
masa depannya? Lana ingin meledak dalam kemarahan, tetapi tidak mampu. Mikail
tampak berbeda, dia tampak begitu tenang tetapi dibalut kemarahan berbahaya,
begitu dingin sekaligus mempesona. Lagipula, kenapa Lana berpikir bahwa Mikail
mempesona? Sambil mengutuk dirinya sendiri, Lana mencoba menghapus pikiran-pikiran
yang mengarah kepada keterpesonaannya kepada Mikail.
Lana
mengamati Mikail lagi dan sedikit merasa tidak nyaman, karena melihat Mikail begitu
tenang, tanpa sedikitpun emosi malah terasa menakutkan.
Lana
tidak suka, dia lebih suka Mikail yang meledak-ledak dan marah daripada Mikail yang
seperti ini.Dengan Mikail yang meledak-ledak Lana bisa melawan dengan emosinya,
tetapi dengan Mikail yang begitu dingin yang bisa dilakukan Lana hanyalah
menyurut mundur, ketakutan. Mikail mengamati reaksi Lana melemparkan pandangan
menilai, lalu melanjutkan kata-katanya,
“Kau
harus menjadi kekasihku yang sebenar-benarnya, Lana. Mulai malam ini,” Mikail
mulai berdiri, “Aku hanya
sekali
memberikan penawaran. Kau jadi kekasihku, dan aku akan memperlakukanmu dengan
baik. Kalau kau menolak, aku akan menganggapmu tak berharga dan melemparmu
kepada pengawal-pengawalku”
Apa?
Keringat
membasahi dahi Lana, Mikail bercanda bukan? Apa maksudnya melemparnya kepada
pelayan-pelayannya?
Apakah
Mikail ingin memberikannya supaya diperkosa para pengawalnya? Mikail tidak mungkin
sekejam itu bukan? Lana menatap mata Mikail dengan ketakutan, mencoba mencari
kebenaran di sana, tetapi dia tidak menemukannya. Lelaki ini kejam, dan siapa tahu apa yang akan
dilakukannya?
“Bagaimana
Lana? Aku atau kau dibuang ke para pengawalku?”
Lana
menatap Mikail marah, “Kau tidak akan berani melakukan hal menjijikkan semacam itu”
“Jangan
menantangku Lana” desis Mikail tajam, “Aku bukannya belum pernah melakukannya kepada
perempuan yang kuanggap tidak berguna lagi”
Lana
tertegun. Apakah Mikail benar-benar serius?
“Kau
hidup disini dengan mewah, diperlakukan seperti puteri raja, dihormati layaknya
kekasih Mikail Raveno dan aku sudah muak dengan kelakuanmu yang selalu menantangku
setiap ada kesempatan. Sekarang hanya ini pilihanmu dan kau akan memutuskan
sekarang. Aku atau dibuang kepada para
pengawalku”
Apakah
dia bisa melarikan diri dari sini? Lana ingin berteriak panik, ataukah dia
harus bunuh diri saja? Tetapi Lana yakin Mikail tidak akan membiarkannya. Oh,
dengan kekejamannya mungkin Mikail akan membiarkan Lana mati, tetapi dia akan memastikan
Lana menderita dulu sebelumnya.
“Kau,”
Lana menelan suara yang dikeluarkannya dengan berat. Ada nyala di mata Mikail, “Apa
Lana? Aku tidak mendengar” Mikail sengaja dan Lana menggeram marah dalam hatinya,
kurang ajar lelaki itu!
,”Kau,
aku memilih kau”
Senyum
di bibir Mikail adalah senyum kemenangan yang dingin.
“Kalau
begitu, datanglah kemari kekasihku,” Lelaki itu membuka tangannya, dan Lana
melangkah dengan tertahan ke arahnya.
Dengan
sensual, lelaki itu meraih Lana dan mengecup bibirnya sekilas, “Bagus, jangan uji
kesabaranku, aku tidak mau dilawan malam ini”
***
Hi niice reading your blog
ReplyDelete