BAB
4
Mikail
keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup.
Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai.
Sebuah
gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh. Norman berdiri di sana, bekas-bekas
pukulan Mikail masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu
sepertinya sudah diobati,
“Bagaimana
dia?,” tanya Mikail dingin.
“Dokter
sedang menanganinya, paru-parunya kemasukan cairan…Anda sendiri Tuan Mikail, Anda
tidak apa-apa?
Terjun
dari lantai dua seperti itu hanya untuk menyelamatkan perempuan itu…”
Mikail
melirik pada Norman dengan tatapan tajam, lalu meraih handuk untuk menggosok
rambutnya yang basah,
“Tadinya
aku berniat membunuhnya”
“Kalau
begitu kenapa Anda menyelamatkannya?”
Mikail
membalikkan tubuhnya dan menatap Norman dengan mata menyala-nyala,
“Karena
aku memutuskan, belum saatnya dia mati,” mata cokelat Mikail bagaikan berbinar di
kegelapan, “Dan kau…. Kenapa kau sengaja membiarkannya lolos?”
Norman
menatap Mikail, tampak ada keterkejutan di matanya meskipun sekejap kemudian dia
langsung memasang wajah datar, “Saya tidak sengaja membiarkannya lolos”
“Kau
pikir aku bodoh?,” suara Mikail menajam, setajam tatapannya, “Kau adalah pengawalku
paling berpengalaman, tak mungkin kau bisa diperdaya gadis itu, kecuali kau memang
membiarkan dirimu diperdaya”
Norman
menelan ludahnya, “Saya ingin membebaskannya, saya takut dia akan membawa masalah
untuk kita”
Mikail
melempar handuknya dengan marah ke sofa,
“Dalam
dua hari ini kau sudah dua kalI mengambil keputusan sendiri dan menentangku. Dengarkan
ini baik-baik Norman,” suara Mikail dalam dan mengancam, “Sekali lagi kau membuat
kebodohan yang merepotkanku, bukan hanya pukulan yang kau dapat, aku akan menghabisimu
secepat aku bisa”
Suara
ancaman itu masih menggema di kegelapan, bagaikan janji Iblis yang memanggil-manggil
meminta nyawa.
***
Ketika
Lana terbangun, yang dirasakannya pertama kali adalah rasa sesak di dadanya.
Dia menggeliat panik, mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya
mencari oksigen sebanyak-banyaknya.
“Tenang,
kau sudah ada di daratan, kau bisa bernafas secara normal,” Suara Mikail membawa
Lana kembali pada kesadarannya.
Dengan
waspada dia menoleh dan mendapati Mikail sedang duduk di tepi ranjangnya. Lana
beringsut sejauh mungkin dari Mikail dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya
geli di mata Mikail, “Apakah kau takut padaku setelah kejadian tadi?,” nada
gelipun tersamar dalam suara Mikail.
Kurang
ajar, batin Lana dalam hati. Dia berjuang meregang nyawa, dan lelaki ini malah
duduk disini menertawainya.
Tetapi,
apakah benar Mikail yang terjun ke kolam waktu itu dan menyelamatkannya? Kenapa?
Bukankah jelas-jelas dalam kemarahannya Mikail sudah memutuskan untuk membunuhnya?
Kenapa lelaki itu berubah pikiran?
“Ya,
aku memang menyelamatkanmu,” Mikail bergumam seolah-olah bisa membaca pikiran Lana,
“Tetapi itu bukan demi dirimu, itu demi kepuasanku.”
Lana
menatap Mikail geram, “Apa maksudmu?”
Dengan
tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan tetapi mengancam hingga tanpa
sadar Lana bergidik dan beringsut menjauh.
“Aku
tidak suka bercinta dengan mayat,” Senyum di bibir Mikail tampak kejam, “Kau lebih
nikmat kalau hidup dan bernafas.”
Ketika
Lana menyadari maksud Mikail, sudah terlambat. Lelaki itu mencengkeram kedua
lengannya dengan satu tangan. Kekuatan Lana tidak sebanding dengan kekuatan
tubuh Mikail yang besar dan kuat di atasnya. Dengan mudahnya lelaki itu mengikat
kedua pergelangan tangannya dengan ikatan mati yang sangat rapi, lalu menalikannya
di kepala ranjang, “Kau…. Kau mau apa ??’, Lana mulai panik ketika Mikail yang
setengah duduk di atasnya membuka kancing kemejanya.
Senyum
Mikail tampak penuh kepuasan melihat kondisi Lana yang tidak berdaya. Lelaki itu
membuka seluruh kancing kemejanya sehingga dada dan perutnya yang berotot terlihat.
Sejenak Lana terpana melihat kulit berwarna perungggu yang berkilauan bagai satin
itu, tetapi kemudian dia sadar bahwa dia ada dalam kondisi genting. Dengan panik
Lana mulai meronta dan menendang, sedapat mungkin bergerak untuk melepaskan diri.
Tapi
percuma, ikatan Mikail ke tangannya sangat kuat, dan dalam kondisi terikat seperti
itu, Lana benar-benar tak berdaya.
“Semalam
kau bercinta denganku, panas, dan memabukkan…. Tapi kau mungkin tak bisa mengingat
dengan jelas dan aku tak suka itu….,” suara Mikail merendah, penuh gairah, “Malam
ini, akan kubuat kau mengingat setiap detiknya”
***
Dalam
kondisi terikat dan tak berdaya, Lana melihat ketika Mikail melepas kemejanya dan
setengah menindihnya. Mulutnya sangat dekat dengan bibir Lana, hingga napas mereka
beradu, Mikail menundukkan kepalanya, mencium sisi leher Lana, membuat Lana berjingkat
dan berusaha meronta lagi,
“Sshhh….
Kau akan menyakiti lenganmu kalau kau merontaronta terus seperti itu,” bibir Mikail
merayap dan mendarat di bibir Lana. Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Lana,
lalu lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Lana yang lembut, mencecapnya dan
merasakan seluruh tekstur bibir Lana yang hangat dan panas. Lidahnya mengait
lidah Lana dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.
Ketika
Mikail melepaskan bibirnya, napas Lana terengahengah, ciuman ini adalah ciuman yang
paling intens yang pernah di rasakannya.
“Kau
menyukainya bukan?’, Mikail berbisik lembut dengan nafasnya yang panas di telinga
Lana, “Aku sangat menyukai bibirmu, dan sensasi kelembutannya di bibirku….,” tangan
Mikail merayap ke bawah, meraba kulit leher Lana, “Seluruh tubuhmu hangat sayang,
seakan menggodaku….,” Jemari Mikail menyingkap rok Lana dan menelusup ke dalam sana,
menggoda pusat gairahnya, “Di sini…. Yang paling panas” Lana menggelinjang,
mencoba meronta, tetapi tubuh kuat Mikail yang setengah menindihnya membuat
gerakannya terbatas. Apalagi tangannya yang terikat di atas, membuat lengannya terasa
kram dan pergelangan tangannya ngilu ketika dia menggerak-gerakkannya.
Mikail
melirik ke pergelangan tangan Lana yang terikat, dan menyadari bahwa ikatan itu
menyakiti Lana.
“Jangan
bergerak-gerak, atau kau akan mengalami memarmemar ketika ini selesai”
Setetes
air mata mengalir di sudut mata Lana, dia putus asa dalam usahanya untuk melepaskan
diri.
“Jangan
lakukan ini, please…”
Mata
Mikail sedikit melembut ketika mendengar permohonan Lana, tetapi kemudian
senyumannya tampak mengeras, “Aku hanya ingin membuatmu sadar dimanakah tempat kau
seharusnya berada Lana,” Mikail membuka kancing kemeja Lana satu persatu,
membiarkan payudara Lana terbuka bebas untuknya,
“Ini
milikku,” Mikail menyentuh payudara Lana dan menggodanya, menikmati ketika mendengar
erangan tersiksa Lana, “Seluruh tubuhmu milikku,” Mikail mengecup ujung payudara
Lana, mencecapnya dengan lidahnya. Lalu bibirnya berpindah menelusuri bagian
samping payudara Lana, menikmatinya dengan bibirnya sehingga meninggalkan
jejak-jejak basah dan panas di sana.
Lana
melengkungkan punggungnya atas sensasi yang menyiksanya tanpa ampun. Dalam kondisi
terikat dan tak berdaya, merasakan lelaki iblis itu mencumbunya, dan menyiksanya
dengan godaan-godaannya yang sangat ahli, ada perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya.
Seperti gelenyar panas yang bergulung-gulung, terasa seperti arus listrik yang
mengalir dari jemarinya, dan menjadi semakin panas ketika menyatu di pusat dirinya.
Dan
jemari Mikail menyentuh ke sana, dengan begitu ahli, memainkan Lana sesuka hatinya.
Tubuh Lana meronta tak tahan akan alunan sensasi permainan jemari Mikail, tapi
lengan MIkail yang kuat menahan tubuhnya.
Kemudian
bibir Mikail mengikuti jemarinya. Lana terkesiap merasakan hembusan napas panas
di pusat dirinya. Seketika dia menegakkan tubuhnya dan tertahan oleh ikatan di
pergelangan tangannya.
“Jangan!!,”
teriaknya panik, mencoba merapatkan kaki, mencegah bibir Mikail menyentuhnya.
Tetapi
lengan Mikail yang kuat menahannya, dan kemudian, Lana melengkungkan punggungnya
dan mengerang keras merasakan sensasi itu. Sensasi sentuhan bibir dan lidah
Mikail di pusat dirinya, dengan hembusan nafasnya yang panas. Panas bertemu
panas dan dia terbakar.
Pandangannya
menggelap karena sensasi kenikmatan yang tak tertanggungkan.
“Sshhhh….
Semua bagian tubuhmu milikku Lana, Milikku.” Mikail mencumbu pusat gairah Lana menyatakan
kepemilikannya.
Dan
ketika Mikail selesai bermain-main, Lana sudah terbaring, lemas, dan tak berdaya
dengan nafas terengahengah dan tubuh membara. Mikail menaikkan kembali tubuhnya
dan mengecup lembut bibir Lana. Dada bidangnya menggesek payudara Lana, dan
Lana merasakan kejantanan Mikail yang begitu keras menyentuh pahanya dengan begitu
menggoda seolah mengerti apa yang paling Lana inginkan. Mikail menempatkan
dirinya dengan begitu tepat, seolah telah mengenal setiap jengkal tubuh Lana. Dan
Lana merasakan tubuh Mikail yang keras dan panas menyatu dengan tubuhnya, memberikan
geleyar kenikmatan yang makin menghujam.
“Lana,”
Mikail mengerang merasakan tubuh Lana yang panas, halus, dan membungkusnya dengan
begitu erat, menggodanya untuk mencapai kepuasan secepat mungkin. Tapi tidak,
malam ini untuk Lana. Mikail ingin Lana mengingat setiap detik percintaan mereka
malam ini.
Ketika
Mikail bergerak, Lana mengerang. Semua ini terlalu nikmat untuk ditanggungnya,
dia tak bisa menjangkau kesadarannya lagi, hampir frustasi karena pada akhirnya
tubuhnya menyerah dalam pusaran gairah Mikail. Mikail menundukkan kepalanya, lalu
mengecup sudut bibir Lana dengan posesif, menyatakan kepemilikannya, dan
menghujamkan dirinya dalam-dalam.
“Kau
milikku, Lana. Ingat itu baik-baik”
Sedetik
kemudian, Mikail membawa Lana melewati pusaran gelombang semakin dan semakin
naik hingga guncangan orgasme menerjang mereka berdua. Menyatukan mereka dalam
satu titik kenikmatan.
***
Mikail
mengangkat tubuhnya dari Lana yang terengah-engah, dengan pikiran masih berkabut
karena orgasme. Dengan lembut jemarinya membuka ikatan tangan Lana, Ikatan itu
menimbulkan bekas kemerahan di sana. Dan Mikail mengecup kedua pergelangan tangan
Lana,
“Kau
milikku, ingat itu. Kalau kau mencoba melarikan diri lagi, aku akan menghukummu
dengan hukuman yang lebih berat”
Lalu
Mikail bangkit, mengenakan pakaiannya dan menatap Lana yang memalingkan muka darinya,
tak mau menatapnya,
“Kuharap
kau tidak melupakan malam ini, setiap detiknya,” gumamnya dingin, lalu melangkah
pergi meninggalkan Lana yang terbaring diam di ranjang.
Setetes
air mata mengalir kembali di sudut mata Lana. Mikail benar, Lana tidak akan pernah
bisa melupakan malam ini, setiap detiknya.
***
Banyak typo nya-_
ReplyDeleteKembali baca karya kak Santhy Agatha setelah sekian belas tahun. Dulu baca di portal novel, sekarang di blog ini. Dulu, setelah melahirkan beberapa karya nya, kak Santhy menghilang. Kabar simpang siur menyebar kalau kak Santhy sakit dan lain-lain. Semoga kak Santhy sehat dimanapun sekarang berada. Terimakasih Bokumania blogspot yang sudah menghadirkan tulisan kak Santhy Agatha.
ReplyDelete