BAB
12
Hari
pertamanya dalam kebebasan dan Lana luar biasa menikmatinya. Rumah mungil yang
dikontraknya masih tertata rapi seolah-olah tidak pernah ditinggalkan sebelumnya.
Mungkinkah Mikail mengirimkan orangorangnya untuk membersihkan rumah ini? Lana menggelengkan
kepalanya dan mencoba menghapus bayangan MIkail dari pikirannya. Dia harus melupakan
lelaki itu dan melangkah maju.
Pagi
itu yang dilakukan oleh Lana pertama kali adalah memeriksa kulkasnya dan mengerutkan
kening ketika menemukan kulkasnya penuh bahan makanan. Ini pasti pekerjaan lelaki
itu, gumam Lana, menolak menyebut nama Mikail demi usahanya melupakannya. Tetapi
Lana tidak mau membiarkan gangguan ini merusak hari pertama kebebasannya.
Diambilnya
sayuran, daging sapi, dan telur. Lalu dia membuat tumis daging dengan sayuran
dan telur yang berbau harum, setelah menuang masakan harum itu dari wajan, Lana
menuang teh hangat yang sudah diseduhnya tadi pagi ke cangkir berwarna putih,
dan meletakkan semuanya di meja. Sambil menyantap makanannya Lana menyalakan
komputernya. Hal pertama yang harus dilakukannya adalah mencari pekerjaan, karena
Lana harus bertahan hidup. Seperti semula.
Seingat
Lana, dirinya masih punya tabungan di rekeningnya, tidak banyak memang hanya cukup
untuk bertahan hidup selama satu sampai dengan dua bulan setelah dikurangi
pembayaran kontrak rumah kecil ini secara bulanan. Setelah itu Lana harus bekerja
untuk menghidupi dirinya sendiri sekaligus membayar tempat tinggalnya, kalau Lana
tidak bisa melakukannya, dia akan menjadi gelandangan. Jadi, waktunya untuk mencari
pekerjaan sangatlah sempit.
Oh
ya, hal kedua yang harus dilakukannya adalah mengambil uang tabungannya,
mungkin nanti siang dia akan ke bank. Lana menghirup tehnya yang terasa harum dan
meneguknya dengan tegukan panas yang nikmat. Lalu mulai menyantap sarapannya
sambil membuka situs pencari pekerjaan di komputernya.
Lowongan
kerja… lowongan kerja yang cepat dan sesuai kualifikasinya… mata Lana bergerak cepat
dan mencatat beberapa perkerjaan yang sesuai. Dia mengirimkan email surat lamaran
ke beberapa perusahaan tersebut sambil menghabiskan sarapannya.
Ketika
Lana selesai melakukan kegiatannya, waktu sudah hampir jam dua belas siang. Lana
teringat bahwa dia harus ke Bank, dengan bergegas Lana mengambil tas kecilnya
dan hendak keluar rumah ketika ada yang mengetuk pintunya.
Seketika
Lana waspada. Dia tidak pernah punya teman sebelumnya. Jadi, itu tidaklah mungkin
teman yang bertamu. Lagipula, dalam penyamarannya waktu itu karena berencana
membalas dendam kepada Mikail, tidak banyak yang tahu kalau Lana tinggal di rumah
mungil ini.
Apakah
itu musuh Mikail yang ingin mencelakainya? Lana bergidik ngeri. Kemudian menggelengkan
kepalanya, berusaha menenangkan diri. Tidak, musuh Mikail pasti sudah mengurus masalah
itu sebelum memutuskan melepaskan Lana. Jadi, siapa yang sedang mengetuk pintunya
saat ini?
Dengan
hati-hati Lana mengintip melalui jendela sebelah dan menemukan seorang lelaki dengan
setelan jas mahal dan resmi berdiri di depan pintunya. Dari penampilannya, tampaknya
lelaki itu lelaki baik-baik. Tetapi penampilan bisa menipu bukan? Lana masih tidak
bisa percaya bahwa Dokter Teddy yang begitu baik dan selalu tersenyum itu ternyata
adalah psikopat berjiwa kejam.
Lana
meraih pisau dapur dan membuka pintu dengan hatihati, membiarkan rantai tetap menahan
pintu itu,
“Siapa?,”
Lana menatap pria tampan dalam balutan jas rapi itu sambil mengerutkan keningnya.
“Selamat
siang, Anda Nona Lana? Saya Freddy, pengacara yang dikirim kemari”
Pengacara?,
“Pengacara untuk apa? Saya tidak berkaitan dengan masalah hukum apapun,” Lana masih
mengintip dari pintu, belum mau membukanya, menatap Freddy dengan curiga.
“Saya
dikirim untuk menyerahkan dokumen-dokumen kepada Anda,” Freddy tampak berdehem
memikirkan sesuatu, “Anda mungkin tidak mengenal saya, tapi saya teman Damian dan
Serena”
Lana
tertarik, “Apakah Serena yang mengirimmu kemari” “Sayangnya bukan, meski Serena
menitip salam dan berharap kalian bisa bertemu di lain kesempatan,” Freddy
mengangkat bahu, “Saya dikirim oleh Mikail”
Lana
mengernyitkan kening, setelah berpikir sejenak, dia berpendapat bahwa lelaki yang
mengaku pengacara ini tampak meyakinkan. Dia meletakkan pisaunya dan masih
dengan waspada dia membuka pintunya. “Boleh saya masuk, Anda boleh tenang, saya
bukan orang jahat,” Freddy tersenyum dengan gaya profesional.
Lana
mempersilahkannya masuk, dan dia duduk menatap lelaki itu mengeluarkan
berkas-berkas yang tampak penting dari tas kerjanya.
“Ini
adalah surat kepemilikan rumah ini, Mikail telah membelinya atas nama Anda. Dan
ini nomor rekening yang dibukakan Mikail atas nama Anda, seluruh kelengkapannya
ada di dalam amplop, Anda tinggal menggunakannya,”
Freddy
meletakkan berkas-berkas itu dalam map terbuka di meja lalu tersenyum lagi, ‘Saya
hanya diperintahkan menyerahkan berkas-berkas ini kepada Anda, kalau semua
sudah lengkap, saya akan berpamitan,” Lelaki itu beranjak dari duduknya meninggalkan
Lana yang masih menatap kertas-kertas di meja itu dengan kaget.
Surat
rumah? Rekening tabungan? Matanya melirik sekilas pada surat-surat itu. Semua
atas namanya!
“Tunggu
dulu! Saya tidak tahu sebelumnya tentang surat surat ini! Saya tidak bisa menerimanya!’
‘Nona,”
Freddy menyela sudah siap pergi dari rumah itu, “Saya hanya menyampaikan apa
yang ditugaskan kepada
saya,
kalau Anda ada pertanyaan, mungkin Anda bisa menghubungi langsung Mikail”
Dan
Freddy pun pergi meninggalkan Lana yang masih tercenung dan bingung menatap berkas-berkas
di depannya.
***
“Saya
ingin bertemu tuan Mikail Raveno.” Lana bergumam gugup kepada resepsionist di
lobby kantor yang mewah itu.
Kemewahan
lobby itu begitu mengintimidasi dan Lana merasakan semua mata memandangnya, seolah
dia orang aneh yang salah tempat. Tangannya memeluk amplop berkas yang diberikan
Freddy kepadanya tadi siang dan
berusaha
menantang tatapan mata tajam dari resepsionist yang menatapnya curiga.
“Mikail
Raveno kata Anda? Anda yakin? Kalau Anda ingin melamar pekerjaan, mungkin bisa
Anda titipkan di sini…”
“Saya
tidak ingin melamar pekerjaan,” Lana mulai merasa jengkel menerima tatapan meremehkan
dari resepsionist itu, “Tolong atur pertemuan saya dengan Mikail Raveno”
“Nona,
saya tidak bermaksud menyinggung Anda, tetapi Tuan Mikail Raveno tidak mungkin bisa
ditemui semudah itu, Anda harus membuat janji pertemuan yang rumit dengan sekretarisnya
dulu…”
“Biarkan
dia masuk, dia datang bersamaku. Saya ada janji temu dengan Mikail jam dua,”
sebuah suara yang dalam di sebelah Lana mengagetkannya.
Lana
menoleh dan menyipitkan matanya. Sedikit silau akan ketampanan lelaki yang berdiri
di sebelahnya. Well satu lagi lelaki dengan anugerah kesempurnaan fisik yang
luar biasa. Batin Lana sambil menatap Damian yang memakai jas warna hitam dan
tersenyum samar di sebelahnya. Tapi untunglah yang satu ini lelaki baik dan menyayangi
isterinya. Mau tak mau Lana mengingat kemesraan Damian dan Serena di pesta malam
itu, dan merasa kagum melihat besarnya cinta yang terpancar dari Damian dan Serena
ketika mereka bertatapan. Resepsionist itu menatap Damian dan sudah pasti
mengenalinya,
“Oh,
Tuan Damian Marcuss, selamat datang,” sikapnya berubah ramah dan Lana mencibir
atas perbedaan perlakuan
yang
diterimanya, apalagi resepsionist itu menatap Damian dengan tatapan memuja, “Mohon
maaf, tadi siang kami sudah mengirimkan pesan kepada sekretaris Anda bahwa
pertemuan hari ini dibatalkan, Tuan Mikail mendadak harus ke luar negeri".
Damian
dan Lana sama-sama mengerutkan keningnya. Mikail ke luar negeri?
“Aku
tidak menerima pesan itu,” gumam Damian tajam, membuat resepsionist itu menunduk
gugup hingga Lana merasa kasihan. Tetapi kemudian Damian mengangkat bahunya, “Baiklah
kalau begitu, aku akan kembali ke kantor dan mengganti waktuku yang tersia-siakan
untuk kemari,” Damian menoleh kepada Lana, “Kalau waktuku tersia-siakan aku
akan terlambat pulang ke rumah”.
Lana
mau tak mau menahan senyum. Damian tampak lebih kesal karena terpaksa terlambat
pulang daripada karena batal bertemu Mikail.
“Aku
akan kembali ke kantor, oh ya, Serena menitip salam kepadamu,” dengan senyumnya
yang mempesona, Damian mengedipkan sebelah matanya ramah, lalu membalikkan
tubuh dan melangkah pergi dari lobby itu.
Lana
menatap punggung Damian yang menjauh dan akhirnya tersenyum. Betapa
beruntungnya Serena memiliki pasangan yang luar biasa seperti Damian…
“Nona
Lana?,” kali ini sebuah suara yang familiar menyapanya. Lana menoleh dan mendapati
Norman yang berdiri menatapnya, baru saja keluar dari lift, “Apa yang Anda
lakukan di sini?”
Lana
mengerjapkan matanya, “Aku mencari Mikail,” ditunjukkannya amplop berkas itu kepada
Norman, “Ini… aku ingin mengembalikan berkas-berkas ini”
Norman
menatap berkas-berkas itu dan mengerti, “Tuan Mikail ingin Anda menerimanya”
“Aku
tidak mau menerimanya, aku tidak ingin berhutang budi kepadanya”
“Itu
uang anda,” sela Norman tenang, “Itu adalah bagian saham Anda dari perusahaan ayah
Anda yang sudah di take over oleh Tuan Mikail”
Lana
tertegun. Bagian sahamnya? Dia tidak pernah mendengar ini sebelumnya “Bagian saham
ini, sesuai dengan surat perjanjian jual beli akan diberikan kepada Anda begitu
usia Anda genap 25 tahun,” Norman menatap sekelilingnya yang ramai dan tampak tidak
nyaman, “Mari saya akan jelaskan kepada Anda”
***
Dia
dibawa ke sebuah ruangan dengan perabot kayu dan nuansa cokelat dan elegan di
lantai dua. Norman duduk di sofa di depannya dan mempersilahkan Lana duduk,
“Mari
duduk dulu, Anda ingin kopi?” Lana menggelengkan kepalanya, terlalu tercengang
dengan semuanya yang tampak begitu tiba-tiba.
“Tuan
Mikail saat ini sedang ada di Italia ada beberapa urusan yang mendesak di sana,”
Norman mengubah posisi duduknya supaya nyaman, “Seharusnya dari awal saya menceritakan
ini kepada Anda, tetapi Tuan Mikail menahan saya.”
Cerita
apalagi? Kejutan apa lagi? Jantung Lana berdegup kencang. “Tuan Mikail tidak
pernah menghancurkan perusahaan ayah Anda, apalagi membuat ayah Anda bangkrut,”
Norman mengangkat bahunya, “Anda boleh tidak percaya, tetapi Anda bisa mencari informasi
di manapun, yang dilakukan Tuan Mikail bukanlah membangkrutkan perusahaanperusahaan,
dia menolong perusahaan-perusahaan yang sudah hampir bangkrut dan menghidupkannya
lagi. Banyak perusahaan yang sudah dia take over menjadi berlipat-lipat lebih
maju berkat kehebatan tuan Mikail”
Lana
mengerutkan keningnya membantah, “Tetapi perusahaan ayahku baik-baik saja sebelum
ayah membuat perjanjian dengan Mikail, kami sama sekali tidak bangkrut!,” Lana
teringat gaun-gaun dan perhiasan mewah yang dibelikan ayahnya untuk ibunya, pelayan-pelayan
yang hilir mudik siap sedia memenuhi kebutuhan mereka, rumah mewah mereka yang nyaman,
mobil dan segala kemewahan lainnya yang dicukupkan ayahnya waktu itu. Ayahnya tidak
mungkin bangkrut!
“Ayah
Anda menyembunyikan hal ini dari keluarganya, dia tidak ingin ibu dan Anda merasa
cemas,” Norman menghela nafas, “Anda boleh tidak percaya kepada saya, tetapi
biarkan saya bercerita dulu, setelah itu Anda boleh memutuskan. Apapun penerimaan
Anda nanti, saya tidak akan mempermasalahkan, yang pasti tidak ada sedikitpun kebohongan
dari saya kepada Anda”
Mata
Norman menerawang ke masa lalu ketika mulai bercerita.
“Ayah
Anda datang kepada Tuan Mikail waktu itu, memohon suntikan dana dan perjanjian
kerja sama. Tuan Mikail sebenarnya tidak tertarik dan dia sudah siap menolak mentah-mentah.
Perusahaan ayah Anda yang sudah benarbenar kolaps akibat manajemen yang kacau balau,
akan membutuhkan biaya dan perhatian yang luar biasa besar untuk memperbaiki semuanya.
Tetapi kemudian ayah Anda memberikan penawaran kepada tuan Mikail” “Penawaran?”
Norman
menatap Lana hati-hati, “Ya… penawaran yang sebenarnya konyol, tapi langsung membuat
tuan Mikail berubah pikiran” “Penawaran apa?” “Anda” Lana tertegun, pucat pasi,
“Aku?”
Ayah
Anda sepertinya sudah sangat putus asa sebelum meminta bantuan kepada tuan
Mikail, harap Anda memaklumi,” Norman menghela nafas, “Mungkin Andalah
satu-satunya
harta yang dimilikinya yang bisa ditawarkannya kepada tuan Mikail, mengingat
waktu itu reputasi tuan Mikail sebagai playboy sangat terkenal. Mungkin ayah
Anda berfikir bisa menggunakan Anda untuk menarik hati tuan Mikail.” Lana hampir
tidak bisa berkata-kata, lidahnya kelu. Ayahnya menawarkannya kepada iblis jahat
itu sebagai ganti suntikan dana untuk perusahaannya?? Tidak mungkin!! Ayahnya tidak
mungkin melakukan itu!!
“Saya
tahu Anda tidak percaya, tetapi kami memiliki bukti penawaran itu yang nanti akan
saya tunjukkan kepada Anda.
Sekarang
saya akan melanjutkan cerita saya,” Norman berdehem tampak amat mengerti berbagai
emosi yang berkecamuk, silih berganti di wajah Lana, “Segalanya pasti akan berbeda
jika yang ditawarkan bukan Anda. Tuan Mikail, saya yakin akan menolak mentah-mentah
ayah Anda. Tetapi Tuan Mikail langsung berubah pikiran ketika beliau melihat foto
Anda”
Fotonya
yang sangat mirip dengan almarhumah isteri Mikail. Dada Lana terasa perih menyadari
kenyataan itu. “Yah Anda mengerti kan…walau hanya dengan tatapan sekilas saja
pasti mudah menyadari kemiripan Anda dengan…,” Norman menghentikan
kata-katanya, menyadari wajah Lana yang pucat pasi, “Anda tidak apa-apa nona?”
Lana
menganggukkan kepalanya, “Tidak, aku tidak apa-apa,” suaranya terdengar serak, susah
payah berusaha dikeluarkannya.
“Tuan
Mikail langsung menyetujuinya, tetapi dia tidak mau terburu-buru. Menurut perjanjian
itu pada usia 25 tahun Anda akan diserahkan kepada Tuan Mikail, sebagai isteri.
Dan mas kawinnya dibayar di muka, Tuan Mikail tidak pernah melakukan take over
kepada perusahaan ayah Anda, dia hanya memberikan dana yang luar biasa besar sesuai
dengan permintaan ayah Anda….,” Norman menatap Lana miris, “Tetapi ayah Anda rupanya
bekerja dengan manajemen yang tidak becus dan mengkhianatinya, uang itu ludes
dalam sekejap dan bahkan perusahaan ayah Anda, bukannya terselamatkan malahan
makin hancur. Ayah Anda lalu datang kembali
meminta tolong kepada tuan Mikail” Lana hanya termenung berusaha menyerap kata-kata
Norman sebaik-baiknya. Apakah Norman berbohong? Tetapi lelaki itu tampak lurus
dan jujur….. Lana cuma masih belum bisa menerima bayangannya selama ini terhadap
ayahnya hancur lebur begitu saja. Jika apa yang dikatakan oleh Norman adalah kebenaran,
maka Lana harus menerima kenyataan bahwa kehidupannya dulu bersama ayahnya yang
bagaikan di negeri dongeng, sebagian besar hanyalah kebohongan semata.
Lana
sudah dijual menjadi isteri Mikail di ulang tahunnya yang ke 25, itu seminggu lagi.
Lana mengernyit, dia sudah dibayar di muka. Rasanya seperti dihina dan dihantam
secara bersamaan. Ingin rasanya dia berteriak kalau dia bukan barang, dia manusia
dan dia punya kehendak yang bebas.
“Tuan
Mikail sangat marah kepada ayah Anda, kesempatan yang diberikannya disia-siakan
begitu saja oleh ayah Anda, dan tuan Mikail tidak mau memberikan kesempatan kedua
lagi. Perusahaan itu tidak boleh ada di tangan ayah Anda lagi kalau tidak mau lebih
hancur. Jadi, Tuan Mikail membelinya, dengan harga yang pantas, bahkan masih
memberikan jatah bulanan kepada keluarga Anda setiap bulannya meskipun ayah
Anda tidak berhak menerimanya,” Norman menatap Lana dalam-dalam, “itu semua
karena Tuan Mikail mengkhawatirkan Anda”
Mikail
mengkhawatirkannya? Tidak mungkin! Lelaki itu hanya cemas, karena Lana adalah perempuan
yang berwajah sama dengan isteri yang dicintainya, perempuan yang diharapkannya
bisa menggantikan isterinya….
“Saya
mengerti perasaan Anda, tetapi ada beberapa hal yang belum sempat saya jelaskan
kepada Anda waktu itu ketika Tuan MIkail menyela pembicaraan kita,” Norman bekata-kata
lagi, “Memang Anda pasti akan melihat bahwa Tuan Mikail hanya menganggap Anda sebagai
pengganti Nyonya Natasha. Tetapi tidak. Seiring dengan berjalannya waktu, yang
dilihat Tuan Mikail adalah benar-benar Anda, diri anda sendiri”
Seiring
berjalannya waktu?
Norman
mengangguk, seolah bisa membaca pertanyaan di mata Lana,
“Yah
selama ini kami mengawasi Anda. Rumah mungil yang Anda tempati bersama keluarga
Anda waktu itu, merupakan salah satu properti milik tuan Mikail…. Semua sudah diatur
supaya kehidupan Anda baik-baik saja meskipun ayah Anda bangkrut”
Tiba-tiba
Lana menyadarinya. Kemudahan-kemudahan yang dia dapat tanpa sengaja, seperti rumah
mungil itu yang bisa didapat ayahnya dengan harga yang sangat murah….
“Kami
bahkan tahu bahwa Anda berencana membalas dendam atas kematian orang tua Anda,”
wajah Norman melembut melihat pipi Lana merona merah, lalu menatap Lana dengan
menyesal, “Kematian orang tua Anda juga mengejutkan kami, Lana. Percayalah,
tuan Mikail terkejut atas hal itu. Dia memang terkenal kejam dan jahat tapi
yang pasti dia tidak pernah bermaksud melukai orang yang lemah. Dia sudah berusaha
membantu ayah Anda – demi Anda,” Norman menekankan kata-katanya, “Semua yang terjadi
bukan kesalahan Tuan Mikail”
Lana
merasa malu. Bagaimana lagi? Perasaan itulah yang sekarang menyergapnya. Jika
kata-kata Norman ini benar… dan sepertinya memang semua adalah kebenaran.. maka
Lana
harus merasa malu, Semua dendamnya selama ini, pemikirannya selama ini,
kemarahannya selama ini, dan kebenciannya semua ini, semuanya dibangun atas persepsi
yang benar-benar salah. Dan Mikail bahkan tidak pernah membela diri dengan segala
cacian, makian, dan tuduhannya. Kenapa Mikail tidak pernah membela diri dan membiarkannya
makin liar dengan emosi dan kemarahan membabi butanya?
“Sebentar
lagi ulang tahun Anda… sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani oleh ayah
Anda… Mikail akan memperisteri Anda”
Lana
membelalakkan matanya. Apakah Mikail masih menganggap perjanjian bertahun-tahun
lalu itu dengan serius? Tetapi perjanjian itu melibatkan uang yang tidak
sedikit, yang diberikan MIkail kepada ayahnya dan kemudian disia-siakan begitu
saja. Kalaupun Lana menolak Mikail, maka dia menanggung hutang yang sangat
besar kepada lelaki itu.
“Apakah…
apakah Mikail menyuruh Anda mengatakan semua ini kepada saya…?”
Norman
langsung menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan Lana itu, “Tidak. Tidak ada satupun perintah dari Tuan
Mikail kepada saya untuk menceritakan ini semua, bahkan Tuan Mikail berkesan merahasiakan
semua ini dari Anda,” Norman tersenyum, “Saya hanya memikirkan cara-cara Tuan Mikail,
mengingat wataknya, beliau tidak akan menjelaskan apapun kepada Anda. Mungkin
beliau akan menculik Anda lagi dan memaksakan pernikahannya dengan Anda, saya hanya
menyiapkan Anda kalau itu benar-benar terjadi”
Lana
mengernyit, “Mengingat selama ini dia selalu memaksakan kehendaknya, aku yakin dia
akan melakukannya… jadi dia membebaskanku hanya sementara?”
Norman
mengangguk, minta permakluman, “Semoga Anda bisa menghilangkan semua dendam yang
tidak perlu. Yang pasti -saya bisa menjamin itu-Tuan Mikail benar-benar peduli
kepada Anda. Perlu Anda tahu, Tuan Mikail benarbenar serius ingin menikahi anda,
beliau saat ini berada di Italia, mengunjungi makam nyonya Natasha.
Meminta
izin kepada isterinya. Lana memejamkan matanya pedih. Setelah dendam itu menghilang,
yang ada di dadanya hanyalah kekosongan yang perih… kekosongan yang menyesakkan
dadanya…. Hampir seperti… patah hati.
***
Hari
ini adalah hari ulang tahunnya. Lana sudah tahu hari ini akan tiba. Entah kenapa
dia tahu, bahwa Mikail akan datang menjemputnya dan merenggutnya kembali, dan jantungnya
berdegup kencang.
Ketukan
di pintu rumahnya membuatnya terlonjak, meskipun Lana sudah mengantisipasinya.
Dan ketika membuka pintu, Lana bertatapan wajah dengan Mikail. Lelaki itu tampak
luar biasa tampan, bahkan lebih tampan dari terakhir mereka bertemu. Mengenakan
kaca mata hitam dan kemeja biru berlapis jacket khaki dan celana yang senada, dengan
rambut cokelatnya yang acak-acakan. Dia seperti malaikat yang diturunkan di
depan pintu Lana.
“Aku
sudah tahu apa yang akan kau katakan,” Lana berkata, mencoba mencari-cari mata Mikail,
tetapi kesulitan karena kacamata hitam itu menghalanginya.
Mikail
terdiam, “Aku tahu kalau kamu tahu, Norman menceritakan pertemuan kalian,” Lelaki
itu menoleh ke belakang Lana, “Bolehkah aku masuk?”
***
No comments:
Post a Comment