“Di dalam hatimu yang penuh cinta, ada
aku yang sedang menenun kebahagiaan.”
10
Azka sudah ada di sana menunggunya, ekspresinya
tampak cemas. Lelaki itu setengah berdiri ketika melihat Sani mendekat.
“Sani.” Gumam Azka menatap Sani
dengan penuh kerinduan. Tiba-tiba
Sani merasa kasihan
kepada lelaki
ini, lelaki yang begitu kuat dan berkuasa. Tetapi sekarang tampak begitu lelah dan berantakan, apakah itu karena dirinya?
“Sani.” Azka menatap Sani
dalam ketika perempuan itu duduk
di depannya,
“Terimakasih sudah
mau bertemu denganku dan
memberiku kesempatan kedua. Aku.. aku ingin menjelaskan semuanya padamu..”
Sani tersenyum lembut
pada Azka,
“Aku
sudah
tahu semuanya, Azka.”
“Sudah tahu
semuanya?” Azka
mengerutkan keningnya
“Iya.” Sani
menganggukkan kepalanya, “Keenan memberitahuku
semuanya
tentang
kisah pertunanganmu
dengan Celia. Dia meluruskan semua kesalahpahaman.”
Itu adalah salah satu hal
yang tidak pernah terpikirkan oleh Azka. Keenan memberitahu Sani? Semuanya? Apa
maksud
Keenan? Selama ini Azka masih menyimpan kecurigaan dan mengira bahwa Keenan juga
menyukai Sani. Tetapi dengan memberitahu Sani dan meluruskan semua kesalahpahaman, bukankah Keenan sama saja membantu Azka?
“Apa yang Keenan beritahukan kepadamu?”
“Semuanya.” Sani menatap Azka dengan lembut,
merasa
tidak tega ketika menemukan kepedihan di mata itu. Dia yang menyebabkannya.
Kemarahannya waktu
itu, ketika
dia tidak mau menerima penjelasan Azka telah membuat lelaki itu menderita.
“Dan apakah dia mengatakan bahwa aku tidak mencintai Celia sama sekali?” suara Azka
menjadi serak.
Sani menganggukkan kepalanya, “Maafkan aku Azka
atas semua kesalahpahamanku
kepadamu.
Aku mengataimu lelaki jahat, aku menganggapmu sama brengseknya dengan Jeremy. Ternyata kau hanyalah lelaki yang terlalu baik hati.”
Azka mengernyit pedih. “Dan kebaikan hatiku ternyata
membuatku tersiksa. Dulu aku mengira bisa
menjalaninya bersama Celia. Toh
pada awalnya aku mencintainya, ku pikir aku bisa menerima dan memaafkan. Tetapi kemudian seperti katamu, mudah memang untuk memaafkan, tetapi sulit untuk melupakan...” Azka
mendesah, “Setiap melihat Celia aku merasa
muak, membayangkan harus menjalani hidupku bersamanya
membuatku
sangat tersiksa... Tapi janji sudah diucapkan dan harus ditepati, aku bertekad
untuk
menjalankannya.” Mata
Azka menatap Sani dalam-dalam, “Sampai akhirnya aku bertemu denganmu.”
Sani membalas tatapan Azka dan membiarkan lelaki itu meraih jemarinya dengan lembut,
Azka lalu melanjutkan. “Aku tidak
pernah
menyapa pelanggan manapun sebelumnya, apalagi seorang perempuan,
sama sekali tidak pernah... Tapi
kau membuatku tidak bisa menahan diri, kau dengan tubuh mungilmu dan
ekspresi seriusmu ketika menghadap laptop membuatku melupakan semua aturanku. Aku
menyapamu dan kau
membalas sapaanku.” Azka menatap Sani dengan penuh cinta, “Detik itu juga, ketika kau mengucapkan ‘hello’ kepadaku, kau sudah memiliki hatiku.”
Sebuah pernyataan
yang sangat indah.
Mata Sani tiba- tiba terasa panas. Lelaki ini
sungguh tak disangka telah menumbuhkan cinta yang begitu dalam dan tulus
kepadanya.
“Maafkan aku karena tidak mempercayaimu.” Bisik Sani lemah. Azka mengangkat bahunya, “Situasinya seperti itu, aku tidak
menyalahkanmu. Aku sendiri juga salah, tidak menceritakan keadaanku dari awal padamu. Aku pikir aku bisa
melepaskan diri dari masalah ini.” “Melepaskan diri?”
“Ya. Aku sedang berencana melepaskan diri dari Celia.” Azka tampak malu, “Rupanya aku tidak sebertanggungjawab
yang kau
kira.
Ketika aku jatuh cinta, aku rela melakukan apapun demi memiliki kekasihku.” Azka
tersenyum sedih, “Kau mungkin merasa aku lelaki yang rendah.”
Bicara tentang Celia
membuat Sani teringat akan kata- kata Keenan, wajahnya berubah serius,
“Keenan.. dia melakukan
sesuatu untuk melepaskanmu
dari Celia.”
Azka tampak terkejut, “Melakukan apa?”
“Dia bercerita bahwa sebenarnya yang diincar Celia adalah dirinya.”
“Ah ya.” Azka tersenyum, “Celia mengejarnya setengah mati, tetapi kau tahu Keenan. Dia tidak serius menanggapi Celia, hingga Celia berpindah padaku. Aku waktu itu kesepian, masih
memendam kesedihan karena harus meninggalkan sekolah kokiku. Dan Celia
menghujaniku dengan perhatiannya, pada akhirnya aku
menerima bahwa dia adalah wanita yang akan berada di sisiku.”
“Keenan menceritakan pengkhianatan Celia kepadaku.” Gumam Sani dengan wajah prihatin.
“Ya. Itu juga.” Wajah Azka tampak serius, “Karena itulah aku memahami penderitaanmu. Bagaimana sakitnya ketika kita dikhianati oleh orang yang kita
percayai. Aku paham sekali bagaimana rasanya, tetapi mungkin aku tidak
sesakit dirimu karena pada akhirnya aku menyadari bahwa aku tidak mencintai Celia
sedalam itu. Dan kurasa Celia juga tidak mencintaiku, mungkin aku hanyalah pelariannya dari Keenan.”
“Keenan mengetahui itu
Azka, dan dia sudah bertekad
untuk melepaskan Celia dari dirimu. Dia
mendatangi Celia dan melamarnya.”
“Apa?” Azka terperanjat, menatap
Sani dengan kaget, “Apa
katamu?”
“Keenan merasa bahwa ini adalah waktunya dia yang bertanggung jawab untukmu. Dia berkata bahwa dia sudah begitu egois selama ini,
dan membiarkanmu menanggung semuanya.”
“Keenan mengatakan itu kepadamu?” Azka
sungguh tidak menyangka Keenan yang begitu tidak peduli kepada apapun mau melakukan ini untuknya.
“Ya Azka. Dan Celia menerima lamaran Keenan, dia akan membatalkan pertunangannya denganmu.”
“Oh Astaga.” Azka tidak tahu bagaimana perasaannya. Di sisi
lain dia merasa sangat lega karena bisa melepaskan diri dari Celia. Tetapi di sisi lain perasaan bersalah yang amat dalam memukulnya karena itu
berarti dia membuat Keenan yang terjebak bersama Celia selamanya, berakhir
bersama
orang yang tidak dia cintai. Keenan akan sangat tersiksa,
dan Azka
tidak mungkin membiarkan Keenan menanggung semuanya.
⧫⧫⧫
Azka mengetuk
pintu apartemen Keenan dengan keras, dan butuh sepuluh menit dia menunggu sampai Keenan membuka pintunya. Adiknya itu
tampaknya
baru
terbangun
dari tidurnya,
“Ada apa kakak? Kenapa kau kemari tengah malam?” Keenan mengangkat alisnya dan
meminggirkan tubuhnya, memberi jalan Azka untuk masuk.
Azka melangkah masuk lalu berdiri di tengah ruangan dan menatap Keenan dengan tajam.
“Aku sudah mendengarnya dari Sani, kau melamar Celia.”
Tidak ada ekspresi apapun
di wajah Keenan,
“Oh. Ya kakak, maafkan aku belum memberitahumu. Tetapi
aku
dan Celia berencana
untuk
datang ke
kantormu
besok
pagi dan mengatakan semuanya.”
“Jangan berbuat bodoh demi
diriku, Keenan.” Azka
bergumam
pelan,
ada kesedihan
dan
kesakitan
di wajahnya, “Aku tahu kau
sama sekali tidak mencintai Celia, kau akan menyiksa dirimu seperti yang kulakukan selama ini. Jangan lakukan Keenan, Jangan lakukan demi diriku.”
Keenan tersenyum, lalu
menepuk pundak kakaknya, “Jangan memohon kepadaku seperti itu kak. Aku tahu kau melakukan
segalanya untuk memikul tanggung jawab
atas diriku, dan kurasa kini
saatnya aku yang membalas budi.”
“Kau adikku, dan aku tidak mungkin menjerumuskanmu
dalam penderitaan seperti ini.” Sela Azka keras.
Keenan mengangkat bahunya, “Dan
kau
kakakku, aku tidak akan rela kau kehilangan cinta
sejatimu hanya karena sebuah tanggung jawab.”
Azka kehabisan kata-kata mendengar kata-kata Keenan. Dia tersentuh. Selama ini dia
mengira Keenan egois, berniat menjalani hidup sesukanya dan tidak memikirkan orang lain.
Adiknya ini ternyata sangat menyayanginya.
“Meskipun aku berterima kasih, aku tetap tidak akan membiarkan kau berakhir dengan Celia.” Gumam
Azka akhirnya.
Keenan menatap Azka dengan bingung, “Tidak ada
cara lain kakak, inilah
satu-satunya cara. Pulanglah, milikilah Sani, dan berbahagialah. Dan aku akan berusaha menjalankan
peranku dengan sebaik-baiknya. Kalau dipikir-pikir Celia tidak terlalu buruk.” Gumam Keenan sambil tersenyum masam.
Azka menggelengkan
kepalanya,
“Kau
tidak
tahu,
aku merencanakan menjauhkan Celia dengan menggunakan Eric.”
“Eric? Sahabatmu dari
sekolah memasak itu?”
“Ya. Eric yang itu, aku menyuruhnya untuk mendekati Celia dan merayunya dengan segala pesonanya.” Pipi
Azka tampak merona, sedikit malu, “Yah, memang aku menggunakan
cara pengecut di sini, menusuk Celia dari belakang. Tetapi cara ini juga bisa menjadi bukti untukku apakah Celia benar-benar setia dan mencintaiku. Dia pernah mengkhianatiku sekali, dan aku ingin melihat,
jika
ada kesempatan, akankah dia
mengkhianatiku lagi?”
“Dan ternyata?” Keenan bertanya
meskipun sepertinya
dia sudah tahu jawabannya.
“Dan dia mengkhianatiku, dia menjalin
hubungan dengan Eric, bahkan Eric bilang Celia tidak menolak ketika dia menciumnya. Celia mengira aku tidak tahu karena itu dia tetap memaksa melanjutkan pernikahan ini sambil terus mengungkit
rasa tanggung jawabku.”
“Dasar perempuan
jalang.” Keenan
mengumpat kasar, lalu mengangkat bahunya meminta maaf
ketika Azka melemparkan pandangan memperingatkan kepadanya, “Maafkan aku kak, aku sudah sejak awal tidak menyukainya, apalagi ketika pada awalnya dia
mengejarku, lalu mengejarmu, dan kemudian mengkhianatimu.”
Azka tersenyum lembut, “Dan kau dengan sukarela mau mengorbankan hidupmu untuk berakhir dengannya, hanya demi kakakmu ini.”
“Bukan ‘hanya’. Kaulah satu-satunya keluargaku yang tersisa di
dunia ini. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu bahagia.” Gumam Keenan pelan.
Mata Azka berkaca-kaca, “Dan aku akan melakukan
semuanya juga, untuk membuatmu bahagia, Keenan.”
Kedua kakak beradik itu
berpelukan dengan penuh perasaan, lalu Azka
melepaskan pelukannya dengan canggung, karena sudah lama
sekali dia tidak memeluk adiknya. Dia mengangkat alisnya dan menatap
Keenan
ingin tahu, “Tantangan untuk memperebutkan Sani dulu itu, kau sengaja ya?”
Keenan terkekeh, “Aku hanya ingin
sedikit mendorongmu.”
“Sudah kuduga.” Azka mencibir, “Walaupun aku sempat sangat marah padamu, kau pandai sekali berakting.”
“Dan kau sangat pencemburu, aku hampir tidak kuat untuk menyembunyikan tawa geliku waktu melihatmu marah dan mulai mengancamku.” Keenan akhirnya tertawa.
Azka tersenyum malu, “Lakukan semua seperti rencanamu Keenan, kurasa aku akan menggunakan Eric untuk menyelamatkanmu.”
“Bagaimana caranya?” Keenan menatap Azka bingung. “Kita akan
menemukan cara.” Azka menghela napas panjang. Dia harus menemukan cara, karena dia tidak mungkin tega membiarkan Keenan menanggung semuanya untuknya.
⧫⧫⧫
“Keenan
mengorbankan diri
untukmu? Sungguh tidak terduga,” Eric terkekeh, “Bersyukurlah Azka berarti kau sangat disayangi.”
Azka melemparkan pandangan serius kepada Eric, “Tetapi aku masih membutuhkanmu untuk menyelamatkan Keenan, bagaimana hubunganmu dengan Celia akhir-akhir ini?”
Wajah Eric tampak masam, “Dia menghindariku akhir- akhir ini, kurasa dia mulai serius dengan Keenan.” Eric mengangkat alisnya menatap Azka, “Sepertinya kali ini
dia sungguh-sungguh ingin memiliki Keenan.”
Gawat. Azka
menghela napas panjang, kalau begini caranya, rencananya untuk menggunakan Eric
sebagai senjata tidak dapat digunakan.
“Tetapi aku punya satu pemikiran untukmu.” Eric bergumam misterius, membuat Azka langsung memperhatikaannya. “Pemikiran yang
mungkin harus kau selidiki Azka, karena kupikir Celia
membohongi kalian semua.”
“Membohongi kami?” Azka
mengernyitkan keningnya, “Apa
maksudmu?”
“Aku punya seorang nenek yang
sudah tua di panti jompo, dia tidak dapat berjalan dan harus berada
di
kursi roda.
Beliau hidup bersama kami di rumah keluarga kami dan aku menghabiskan banyak waktuku untuk
merawatnya.” Eric memajukan tubuhnya, “Dari pengalamanku itu,
sepatu atau sandal yang
dipakai oleh orang yang lumpuh biasanya solnya masih bagus seperti baru, karena sama
sekali tidak pernah dipakai. Tetapi... kau tahu aku sering berkunjung
ke tempat Celia, dan
dia memakai sandal rumahnya di
dalam. aku beberapa kali menggendongnya dan membantunya berpindah tempat. Dan aku sempat melihat, sol sandalnya sudah tidak seperti
baru lagi dan sedikit aus...
seperti
sering dipakai berjalan-jalan.”
Azka tertegun, pemikiran itu sama sekali tidak pernah terbersit olehnya. Dia mendengar sendiri diagnosa dari dokter rumah sakit bahwa Celia akan lumpuh selamanya. Dan dia mempercayainya sampai saat
ini. Tetapi mungkinkah Celia
membohonginya? Batinnya langsung mengiyakan, yah, mungkin sekali Celia
membohonginya, kelumpuhan itu adalah satu-satunya pengikat rasa tanggung
jawab
Azka
terhadap Celia. Dan jika Celia tidak lumpuh lagi, sudah pasti Azka akan meninggalkannya.
“Mungkin kau bisa menghubungi dokter pribadi
Celia dan meminta informasi.” Eric bergumam memberi usul.
Azka sudah pasti akan melakukannya, dan jika sampai dokter itu berbohong, dia pasti akan menyesalinya. Azka akan melakukan segala cara untuk mendapatkan kebenaran.
⧫⧫⧫
Untunglah
ketika resepsionisnya mengabarkan bahwa Keenan datang mengunjunginya bersama Celia, Eric sudah meninggalkan kantor itu. Kalau tidak semuanya akan berubah menjadi drama yang buruk di antara mereka.
Azka mempersilahkan dua orang itu
masuk, berakting sebaik-baiknya seolah-olah dia tidak tahu apa-apa.
“Hai kakak.”
Keenan
masuk
sambil mendorong
kursi roda Celia, sempat-sempatnya dia mengedipkan mata kepada Azka, membuat Azka
tersenyum masam.
“Hai Keenan.” Azka menatap
Keenan
dan Celia
bergantian, “Kau tidak bilang akan kemari, Celia, dan sungguh tidak disangka aku melihat kalian berdua
datang bersama.
Apakah kalian
memang datang bersama, atau kalian bertemu di depan?”
“Kami memang datang bersama, Azka.” Celia tampak gugup, Azka tampak begitu mendominasi di
ruangan kantornya yang
formal
ini, dan tiba-tiba
Celia
merasa takut.
Dia
sudah pernah mengkhianati
Azka sekali dan dia melakukannya lagi, bahkan kali ini dengan adik kembar
Azka sendiri.
Tetapi Keenan sudah meyakinkannya bahwa Azka tidak akan marah, karena dia
tahu pasti bahwa Azka tidak mencintainya. Dan lagipula, Celia berpikir bahwa dia berhak memiliki cinta sejatinya. Keenanlah cinta sejatinya, lelaki
yang sangat diimpikannya sejak dulu, dan sekarang ketika akhirnya bisa memiliki Keenan di tangannya, Celia tidak akan pernah melepaskannya.
“Kami datang untuk
mengatakan sesuatu kepadamu. Dan kami harap kau tidak marah.” Keenanlah yang angkat bicara, lalu dia
meremas pundak Celia dengan
lembut dan menenangkan Celia. “Katakan kepada Azka, Celia.”
Azka menatap
Celia
dan Keenan berganti-ganti, “Mengatakan apa?”
Celia meletakkan kotak cincin di meja di
dekat Azka, dia merasa mantap sekarang. “Aku ingin mengembalikan cincin pertunangan ini.” Gumamnya.
Azka mengangkat alisnya, “Mengembalikan cincin pertunangan? Apa maksudmu, Celia?”
Celia melirik ke arah Keenan dan tersenyum ketika melihat Keenan menatapnya penuh cinta
dan memberi semangat,
“Aku tidak mencintaimu
Azka, kurasa aku
tidak pernah mencintaimu. Ketika
Keenan melamarku, aku
baru sadar bahwa selama ini
aku hanya menganggapmu sebagai pengganti Keenan.”
Kurang Ajar. Meskipun sudah tahu, tetap saja Azka tidak bisa menahan diri
untuk mengumpat dalam hatinya. Celia menganggapnya sebagai pengganti tetapi dia
dengan egoisnya menahan Azka untuk dimilikinya. Bahkan Celia bertekad
membawa hubungan mereka
ke pernikahan. Wanita
ini memang egois dan licik... sangat licik dan Azka haru s berhati- hati menghadapinya. Dia
harus memikirkan informasi Eric tadi dengan baik dan bertindak dengan hati-hati pula. Kalau memang yang dikatakan Eric benar, itu akan menjadi senjata besar untuk menyelamatkan Keenan. “Kau melamar Celia?” Azka
berpura-pura terkejut, menatap Keenan yang
tampaknya berusaha menyembunyikan senyum gelinya,
“Aku melamarnya kak.
Karena aku tahu kau tidak mencintainya, dan Celia tidak mencintaimu. Celia mencintaiku dan aku pikir dia berhak untuk bahagia bersamaku.”
“Aku sangat mencintai Keenan, Azka. Aku harap kau mengerti.” Celia
menyela dengan bersemangat, “Aku ingin menikah dengan Keenan dan hidup bersamanya selamanya.”
Azka tidak melewatkan ekspresi muak yang sempat terlintas di wajah Keenan, tetapi kemudian adiknya itu menutupinya dengan baik.
“Well kurasa kalian berdua serius,
aku
bisa berbuat apa?” Azka mengangkat bahunya, “Kurasa
aku harus mengucapkan selamat.”
Celia hampir memekik kegirangan karena jawaban Azka itu. Dia
lalu
mendongak
dan menatap
Keenan
dengan senyuman penuh kemenangan.
⧫⧫⧫
“Jadi begitu ceritanya.” Azka bergumam lembut kepada
Sani. Mereka sedang berpelukan di sofa apartemen Sani, setelah memakan makan
malam yang khusus dimasakkan Azka
untuk Sani. Setelah itu mereka melewatkan malam
dengan bersantai
dan menonton TV. Azka
bercerita panjang lebar tentang pertemuannya dengan Keenan, pertemuannya dengan Eric,
dan kedatangan Keenan bersama Celia ke
tempatnya untuk mengembalikan cincin pertunangannya.
Azka menunduk lalu mengecup dahi Sani yang meringkuk di dalam pelukannya dengan lembut, “Aku lelaki bebas sekarang Sani, Lelaki bebas yang bisa kau miliki.”
Sani menenggelamkan tubuhnya di dada Azka yang bidang dan memeluknya semakin erat,
“Aku senang bisa memilikimu, aku bahagia Azka.”
“Aku akan selalu menjadi milikmu
Sani,
sekarang ataupun nanti.” Azka mendongakkan dagu Sani, lalu mengecup bibirnya
dengan lembut dan intens. “Dan semua impian kita akan terwujud, kau
akan menjadi perempuan pertama yang kupuja dipagi hari ketika aku membuka mataku, dan menjadi
yang terakhir kupeluk di malam hari ketika aku beranjak tidur.”
“Kau sangat romantis.” Sani
terkekeh ketika Azka melepaskan kecupannya, “Dan aku suka.”
Azka tertawa, “Aku tidak pernah seperti ini
dengan perempuan manapun. Kau tahu... semua orang menganggapku kaku.” Azka tersenyum malu, “Bahkan kadang aku merasa iri kepada Keenan yang
dengan mudahnya
mengeluarkan
kata- kata puitis untuk merayu seseorang.”
Sani tertawa, “Kau cukup puitis
untukku kok.” Dia memeluk Azka dengan manja, lalu teringat sesuatu dan dahinya berkerut, “Jadi, apa yang akan kau lakukan selanjutnya, Azka?”
“Mengenai Celia?” Azka
mengangkat bahunya, “Well aku menganggap info dari Eric perlu ditindaklanjuti. Aku sudah menceritakan kepada Keenan dan dia setuju untuk bersama-
sama menemui dokter pribadi Celia
besok.”
“Kalau Celia memang berbohong, berarti dokter pribadi Celia ikut
membantunya membohongimu.” Gumam Sani merenung.
Azka mendesah, “Mau bagaimana lagi, dokter itu
adalah dokter pribadi Celia selama bertahun-tahun. Dia adalah sahabat dekat kedua orang tua
Celia, mungkin persahabatannya itulah yang menjadi alasan utamanya membantu
menutupi kebohongan Celia. Tetapi
bagaimanapun juga, aku dan Keenan akan membuatnya bicara.”
⧫⧫⧫
“Dari awal saya sebenarnya sudah tidak setuju dengan kebohongan ini.” Tanpa diduga dokter
pribadi keluarga Celia
langsung mengungkapkan semuanya tanpa menutupi apapun. “Tetapi ayah
Celia
memohon
kepada saya, dia meminta saya tidak memberitahukan kepada anda, bahwa Celia sudah bisa berjalan... Dia menangis dan mengatakan bahwa Celia akan bunuh diri kalau sampai anda meninggalkannya.” Dokter itu mengangkat bahunya dengan menyesal. “Saya minta maaf atas kebohongan ini, saya memang bersalah. Tetapi pada waktu itu, saya memandang Celia seperti putri saya, dan saya tidak tega menghancurkan hidupnya.”
Keenan dan Azka
saling melempar pandangan. Sekarang semua sudah jelas,
Celia selama ini membohongi mereka dengan berpura-pura lumpuh.
Mereka bisa saja membawa semua bukti ini ke depan Celia, melemparnya ke mukanya, dan membuatnya malu. Tetapi itu tidak akan membuat Celia menyesal. Itu tidak akan membuat Celia
membayar setimpal kebohongan yang telah dengan tega dilakukannya dengan kejam.
⧫⧫⧫
Keenan
menjemput Celia untuk makan malam bersama, Celia sudah
berdandan secantik mungkin
dan menunggu di kursi rodanya. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan, dan di mobil Celia
menoleh kepada Keenan dengan tatapan manja,
“Memangnya kita mau kemana Keenan?” tanyanya mesra.
Keenan tersenyum, matanya mengarah ke jalan di depannya, wajahnya tidak terbaca, “Kita akan makan di
salah satu cafe milik Azka, kau tidak keberatan kan?
Makanan di cafe itu sangat enak dan suasananya romantis.”
“Apakah Azka akan ada di sana?" Celia mengeryitkan
keningnya. Pasti suasana makan malam yang romantis akan rusak kalau Azka ada di sana.
Keenan melirik sedikit dan tersenyum,
“Cafe itu miliknya, mungkin saja dia akan ada di
sana, mungkin juga tidak.”
⧫⧫⧫
Mereka lalu memasuki Garden Cafe itu, sebuah cafe yang indah dengan
pepohonan hijau yang memenuhi sekelilingnya.
Dindingnya dibatasi oleh kaca bening yang
menampilkan pemandangan taman yang
luar biasa indahnya. Cafe itu cukup bagus, meskipun Celia
sedikit kecewa. Bukankah
keluarga Azka dan Keenan memiliki banyak rumah makan bintang
lima? Kenapa
Keenan
malah mengajaknya merayakan pertunangan mereka di cafe biasa seperti ini? Padahal dia sudah memakai gaun terbagusnya dan berdandan semewah mungkin karena
mengira Keenan akan membawanya makan malam di hotel yang mewah. Celia
mengenakan gaun berwarna putih dengan
hiasan renda keemasan di kerah dan lengannya. Gaun ini sangat mahal, pesanan khusus, tetapi tentu saja gaun ini sangat pantas dipakai di perayaan pertunangannya dengan Keenan.
Celia
melirik
cincin di tangannya dengan bahagia.
Cafe itu cukup ramai, kelihatan dari luar. Beberapa orang memilih duduk-duduk bergerombol dan
bercakap-cakap.
Beberapa orang duduk dan menikmati minumannya di bar
yang kelihatan dari kaca yang bening.
Setelah membantunya turun dari mobil dan duduk di kursi
rodanya,
Keenan
mendorong
kursi roda
Celia dengan hati-hati memasuki cafe.
Mereka memilih meja di
sudut yang
sepi,
Keenan menyingkirkan kursi dan
mengatur kursi roda Celia supaya pas di sana. Dan Albertlah yang melangkah mendekati mereka.
“Selamat malam
Tuan Keenan, makan malam istimewa yang tuan minta sudah disiapkan.” Dengan sopan
Albert menyalakan lilin di
tengah meja, menampilkan cahaya temaram yang indah dan sangat romantis. Pipi
Celia
memerah karena bahagia dan dia menatap Keenan dengan penuh cinta.
“Kau menyiapkan
makan malam istimewa
untukku?” bisiknya mesra.
Keenan tersenyum misterius,
“Tentu saja sayang, dan aku harap kau akan menyukai setiap
detiknya.”
Makan malam berlangsung romantis dan nikmat, meskipun Keenan tampaknya tidak banyak bicara. Ketika saat terakhir, Keenan menawarkan kepada Celia,
“Kau mau kopi untuk penutup?”
“Apa?” sebenarnya Celia sudah kenyang, dan dia tidak menginginkan kopi, karena
kopi membuatnya susah tidur
di malam hari. Tetapi Keenan tampaknya punya
maksud tersendiri.
“Malam kita tidak hanya akan berakhir di makan malam
ini Celia, aku punya rencana supaya kita menghabiskan malam
di rumahku.” Keenan mengedipkan atanya, “Dan itu bukan untuk tidur. Jadi kurasa kau butuh kopi.”
Pipi Celia
memerah ketika memahami maksud Keenan. Dia dan Keenan akan bermesraan, batinnya bersemangat.
Memang Keenan berbeda dengan Azka, Azka
sangat dingin. Jangankan bermesraan, lelaki itu jarang menyentuhnya kecuali hanya memegangnya lembut, atau memberinya kecupan di dahi. Padahal Celia sangat haus akan
perhatian laki-laki. Karena itulah dia tidak menolak perhatian yang
dilimpahkan Eric kepadanya. Bahkan ketika Eric menciumnya dulu, Celia tidak menolak dan malahan menikmatinya. Sayangnya Eric masih kalah kalau dibandingkan dengan Keenan, Celia akhirnya memilih menjauhi Eric
karena tidak mau lelaki itu menjadi
penghalang hubungannya dengan Keenan.
“Kurasa aku mau
secangkir kopi.” Gumamnya malu-
malu.
Keenan terkekeh,
lalu memberi
isyarat kepada Albert,
“Dua cangkir
kopi.”
Gumamnya sambil
mengedipkan
mata,
Albert menganggukkan kepalanya dan melangkah pergi.
Tak lama kemudian Albert datang membawa nampan berisi dua cangkir kopi yang masih mengepul panas.
“Hmm kopi ini aromanya
nikmat,
Albert
dan sangat panas, aku
yakin aku
akan menikmatinya.” Keenan bergumam ketika Albert mendekat, sementara itu
Albert tertawa menanggapinya. Sayangnya karena tertawa dan terlalu memperhatikan Keenan, nampan di piringnya oleng dan gelas kopinya jatuh miring tumpah ke samping ke arah
Celia,
Keenan langsung
berteriak memperingatkan, “Celia!
Menyingkir, kopinya sangat panas!” serunya.
Dan dengan gerakan refleks Celia menyingkir, menghela napas
panjang karena lega
ketika cairan kopi yang mengepul panas
itu
tidak mengenai
dan
melukainya, dia bergidik membayangkan luka bakar yang akan dideritanya kalau terkena cairan panas itu.
Untunglah gerakan refleknya cukup bagus.
Celia menoleh untuk tersenyum lega
kepada Keenan, ketika menyadari bahwa Keenan dan
Albert sedang tertegun dan menatapnya dengan tajam.
Celia menundukkan kepalanya dan kemudian menyadari
bahwa dia sudah berbuat kesalahan yang luar biasa fatal... Karena dia
terlalu panik
menghindari kopi panas itu,
tanpa sadar dia sudah melompat berdiri dari kursi rodanya.
“Aku bisa menjelaskan..."
Celia berseru panik ketika melihat ekspresi jijik muncul di wajah Keenan. Bahkan pelayan setengah baya sialan yang tidak bisa memegang nampan dengan benar itupun
ikut
memandanginya dengan mencela.
“Menjelaskan apa Celia? Bahwa
kau selama
ini membohongi kami? Membohongi Azka, aku dan semua orang?’
“Bukan begitu....” Celia
meninggikan suaranya, keringat
dingin muncul di keningnya. Dia gugup dan ketakutan, tidak menyangka bahwa pada akhirnya dia akan ketahuan, “Aku melakukannya karena
aku mencintaimu Keenan, aku mencintaimu, bukankah kau juga mencintaiku?”
Keenan bersedekap, menatap Celia dengan dingin, “Karena mencintaiku? Aku tidak percaya.” Lelaki
itu menggelengkan kepalanya dengan jijik,
“Kau melakukan
kebohongan ini
ketika kau masih bersama Azka. Jelas sekali bahwa kau berpura-pura lumpuh bukan karena mencintaiku, tetapi karena keegoisanmu ingin
memanfaatkan rasa
bersalah Azka, karena obsesimu untuk memiliki Azka.”
“Ya. Aku
memang melakukannya!”
Celia berteriak dengan frustrasi karena dia
sudah kepalang basah, “Tetapi itu semua sudah tidak
penting lagi. Kau mencintaiku dan aku mencintaimu. Tidakkah ini
membuatmu bahagia? Aku yang bisa berjalan
disisimu dan membuatmu
bangga? Kita saling mencintai bukan, Keenan?” Celia
mulai gemetaran, “Kita akan menikah dan berbahagia kan Keenan? Aku akan memilikimu, bukan?”
Keenan mencibir, “Kau hanya bisa
memilikiku dalam mimpimu Celia.” Lalu lelaki itu melemparkan bom kejam itu kepada Celia, “Aku sama
sekali tidak
pernah mencintaimu. Aku melamarmu dan sebagainya karena ingin melepaskan Azka dari cengkeraman perempuan
licik sepertimu. Kakakku itu terlalu baik hati untuk menyingkirkanmu secara langsung dan
kau memanfaatkan kebaikan hatinya tanpa tahu malu. Sekarang kau harus menyingkir dari kehidupan kami, Celia.”
Airmata meleleh dari wajah Celia, dia menatap Keenan dengan shock dan sedih, “Kau tidak akan melakukannya kepadaku kan Keenan? Aku mencintaimu!!”
Keenan memalingkan mukanya dan berdiri, “Pergilah
Celia sebelum aku
marah dan
lebih
mempermalukanmu
lagi.
Kau dan keluargamu telah menipu kami. Aku dan
kakakku bisa saja
melakukan pembalasan kejam kepadamu dan keluargamu,
tetapi kalau kau menyingkir sekarang, kami tidak akan melakukannya.”
“Keenan....” Celia berusaha memanggil dan memohon, tetapi wajah Keenan tampak dingin dan penuh kebencian.
“Supir di
luar akan mengantarmu pulang, kau bisa mendorong kursi roda itu sendiri bukan?” Lelaki itu
melirik
Celia dengan tatapan merendahkan. “Dan omong-omong, cincin itu bisa kau tinggalkan sebelum pergi.”
Lalu Keenan melenggang pergi, meninggalkan Celia yang berdiri dan menangis histeris memanggil-manggil namanya.
⧫⧫⧫
Azka berada di ruangan kerjanya yang berdinding
kaca,
mengamati semua kejadian itu. Ketika akhirnya Celia pergi ke luar dengan di
antar Albert yang membantu mendorong kursi rodanya, menuju sopir
dan mobil yang sudah menunggu, Azka
memejamkan matanya dengan lega.
Selesailah sudah.
Tubuhnya menegang selama mengawasi Keenan datang dan mengajak Celia makan malam. Dia takut rencana mereka tidak akan berhasil, dia takut bahwa kopi itu akan menumpahi Celia yang memilih
tidak bergerak dari kursi rodanya
dan melukainya. Mereka mengambil resiko yang cukup besar dengan rencana ini. Dan itu semua sepadan. Celia
sudah pergi dari kehidupan mereka selamanya. Dia
dengan rencana licik egoisnya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mengganggu kehidupannya.
Azka melangkah mundur dan
langsung menghubungi
Sani. Suara Sani yang menyahut lembut di seberang sana langsung menyejukkan perasaanya.
“Hallo?”
Azka tersenyum, “Semua sudah selesai, Sayang. Aku akan segera kesana.”
⧫⧫⧫
Azka
melihat Keenan
yang sedang
bercanda
dengan Albert di
bar
ketika dia menuruni tangga. Dia mendekati
mereka.
“Hai kak.” Senyum
Keenan
tampak
lebar, “Kau
melihatnya tadi?”
Azka menganggukkan kepalanya, “Terimakasih Keenan, kau membuat semuanya menjadi mudah untukku.”
“Aku akan mengirimkan tagihannya nanti.” Keenan mengedipkan sebelah matanya menggoda, “Mungkin aku akan meminta makanan
gratis
di sini setiap
hari sebagai bayarannya.”
Azka melemparkan tatapan
mata
mencela, “Silahkan
kalau kau tidak
tahu
malu.” Lelaki
itu lalu terkekeh, sebuah tawa yang terdengar menyenangkan karena sekarang hatinya benar-benar ringan, “Aku akan ke tempat Sani.”
Keenan dan Albert saling bertukar pandang dan tersenyum penuh arti
ketika melihat Azka
berjalan dengan sedikit tergesa dan penuh kebahagiaan keluar dari
cafe. Pundaknya tampak tegak tanpa beban,
seakan semua kesakitannya yang berat telah disingkirkan dari dirinya.
⧫⧫⧫
YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - EPILOG
No comments:
Post a Comment