“Kau membuka pagiku dan juga menutup malamku, Sesederhana
itulah aku menginginkanmu.”
8
Ketika ponselnya berbunyi lagi, hampir jam
sepuluh malam, Sani yang sudah berada dalam posisi
meringkuk di ranjang dan bersiap tidur mengernyit. Dia
sedang tidak enak badan, hari ini adalah hari pertama dia datang bulan dan dia selalu
sedikit
merasakan nyeri di perut bawahnya ketika sedang haid. Diangkatnya telepon itu,
“Halo?”
“Sani?” suara Azka yang dalam terdengar dari
seberang sana, “Kenapa kau tidak datang kemari?”
“Oh... maaf Azka.” Dia lupa kalau sudah berjanji untuk ke cafe malam ini. “Aku... aku sedang tidak enak badan.”
“Kau sakit?”
suara
Azka terdengar
cemas,
“Kau
sakit ya?”
“Aku antar ke dokter ya?”
“Eh tidak
usah...”
Sani menelan ludahnya, “Ini
sakit perempuan..”
“Sakit perempuan?” Dari
suaranya
Sani bisa membayangkan Azka
mengernyit di sana.
“Itu.. sakit perempuan setiap bulan.”
Hening. Tampak Azka
berusaha menelaah kata-kata Sani, tetapi kemudian dia sadar, “Oh.”
Tiba-tiba saja Sani
merasa geli karena sekarang Azka yang salah tingkah.
“Maaf
ya. Biasanya ini hanya berlangsung di hari pertama kok, mungkin kita bisa bertemu besok.”
Hening, lalu Azka bergumam, “Aku ke sana
ya?” “Jangan, aku tidak apa-apa kok.”
“Aku akan kesana.” Azka bergumam dengan nada keras
kepala, lalu menutup telepon.
⧫⧫⧫
Ketika pintu apartemennya terbuka, Azka berdiri di sana sambil membawa kantong kertas makanan dari cafenya. Lelaki itu menatapnya dengan cemas,
“Kau tidak apa-apa?”
Sani menggeleng lemah, memundurkan langkahnya dan mempersilahkan Azka
masuk,
“Sakit begini hanya bisa disembuhkan kalau berbaring.”
“Kalau begitu
duduklah berselonjor di sofa.” Azka
mendahului Sani duduk di sofa, dan menunggu Sani datang. Dia mengambil bantal kecil dan meletakkan di pangkuannya, “Sini,
berbaringlah di sini.
Sejenak Sani ragu, tetapi senyuman Azka tampak begitu menenangkan, dan perutnya sakit. Dia tidak punya siapa-siapa di
sini untuk mengeluh. Sambil menghela napas panjang dia duduk di sofa, Azka langsung menariknya, menjatuhkan tubuh Sani
supaya kepalanya berbaring di bantal di pangkuannya.
Rasanya begitu nyaman, meringkuk di pangkuan Azka dengan jemari ramping lelaki itu mengelus rambutnya pelan.
“Sudah makan tadi?”
Sani menggelengkan kepalanya, “Tidak selera makan.” “Aku bawakan kentang goreng dan sosis dari cafe kalau kau lapar
malam-malam.”
Jemari Azka membelai
rambutnya lembut, membuat Sani mengantuk.
“Terima kasih
Azka...” suara Sani
melemah, dia menguap.
“Tidurlah, aku akan menungguimu di sini.”
“Terima kasih ya.” Sani mengulangi ucapan terimakasihnya, lalu menutup
matanya, merasakan damai yang menenangkan. Dia memejamkan matanya dan terlelap.
Azka duduk di
sana, mengamati Sani yang terbaring di pangkuannya. Hasratnya untuk memiliki perempuan ini begitu besar, tidak
pernah
dia rasakan sebelumnya pada perempuan
manapun. Perempuan ini adalah hasratnya. Dan setiap kali pula Azka rela melepaskan apa yang menjadi hasratnya, demi keharusan untuk memikul sebuah tanggung jawab.
Kali ini
itu tidak akan
terjadi. Azka akan mempertahankan Sani di
sampingnya. Lelaki itu lalu menundukkan kepalanya dan
mengecup bibir Sani yang telelap dengan lembut.
“Aku mencintaimu, Sani.”
⧫⧫⧫
Sani bangun di
pagi hari
dengan badan segar, dia membuka matanya dan
menatap ruangan yang temaram. Masih
sangat pagi sepertinya di
luar, meskipun sinar matahari sudah menembus dengan malu-malu melalui gorden jendela.
Sejenak dia merasa bingung, kenapa dia tidur di ruang tamu. Tetapi dia lalu sadar.
Azka...
Dengan gerakan pelan, Sani melihat ke atas dan menyadari bahwa kepalanya ada di atas bantal kecil
di pangkuan Azka.
Lelaki itu tertidur pulas sambil terduduk,
tubuhnya menyandar ke sofa dan kelihatannya sangat lelap.
Sani bergerak perlahan supaya tidak membangunkan Azka. Tetapi rupanya Azka terbiasa waspada ketika
tidur karena dia langsung membuka matanya.
Mereka bertatapan, di pagi yang temaram dan udara dingin yang menguar sejuk
dari jendela. Lalu Azka tersenyum lembut,
“Selamat pagi.”
Tiba-tiba Sani merasa malu. Lelaki itu baru bangun dari tidurnya
dan tetap
terlihat
sempurna, sedangkan penampilannya sekarang pasti sudah amburadul.
“Aku baik-baik saja.”
“Sakit perutmu?”
“Sudah mendingan.” Dengan gerakan canggung, Sani duduk dan menjauh dari Azka, menyadari bahwa semalaman mereka sudah tidur bersama.
“Izinkan aku membuatkan sarapan
untukmu.” Azka
melirik ke arah kantong kertas makanan yang
dibawanya dari cafe yang tidak tersentuh, “Mungkin
makanan ini masih bisa diselamatkan.”
Azka kelihatan tidak canggung sama sekali, seolah-olah tempatnya memang di
sini. Dia meraih kantong kertas itu, setengah
bersenandung
melangkah ke dapur Sani, dan memasak.
Sani sejenak termangu, menatap
Azka
yang tampak begitu luwes dan santai memasak di
dapur, lelaki itu tampak menikmatinya. Tiba-tiba Sani merasa tersentuh. Lelaki ini ingin menjadi koki, tetapi dia
meninggalkan impiannya demi rasa tanggung jawabnya, dia pasti merasakan perasaan hampa
di dalam
dirinya.
Sani sendiri tidak
akan bisa membayangkan
kalau dia tidak boleh menulis lagi.
“Aku akan ke kamar mandi dulu ya.” Gumam Sani pelan dari sofa.
Azka yang sedang
memasak
omelet
beraroma
harum dari bahan-bahan
yang dia temukan
di kulkas
Sani, menoleh dan tersenyum lembut,
“Silahkan. Ketika kau kembali, makanan sudah siap.”
⧫⧫⧫
Dan Azka memang
benar.
Ketika dia selesai
mandi,
dapur itu beraroma harum dengan telur dan ham yang sudah digoreng, serta aroma kopi yang menguar memenuhi ruangan.
“Makanlah.” Azka mengedipkan sebelah matanya, “Sarapan spesial dari koki paling tampan di
dunia.” Gumamnya
menggoda,
Sani terkekeh geli, dan Azka meninggalkannya sebentar untuk ke kamar mandi.
Ketika
kembali
rambut Azka basah dan
dia tampak segar.
Sani sudah menyeruput kopinya dan mencicipi sedikit omelet yang luar biasa enaknya itu.
“Suka?” Tanya Azka lembut.Dia duduk di seberang Sani di
meja makan itu lalu menyesap kopinya yang masih mengepul panas.
Sani menganggukkan kepalanya, “Aku tidak
pernah memakan omelet yang begitu enaknya. Omelet buatanmu memang lezat.” Gumam Sani sambil tersenyum.
Tatapan Azka di
atas cangkir kopinya tampak begitu intens, “Kalau kau menikah denganku, aku berjanji akan membuatkan sarapan untukmu setiap pagi.”
Hampir saja Sani tersedak
omeletnya, dia mendongak dan menatap Azka terkejut,
“Apa?”
Azka terkekeh
dan
barulah
Sani sadar
bahwa Azka
sedang menggodanya. Pipinya langsung memerah karena malu.
“Tidak lucu, tahu.” Gumamnya sambil cemberut,
Azka masih terkekeh, tetapi matanya bersinar dengan serius, “Aku tidak sedang melucu Sani, bayangan itu ada
di benakku. Kau dan aku
menikah, lalu hidup bahagia selama- lamanya.”
Sani merasakan jantungnya berdebar keras akibat kata-kata Azka, “Bukankah masih terlalu dini membicarakan ini?”
“Ya.” Azka menganggukkan kepalanya, tidak membantah kata-kata Sani, “Tetapi aku tahu apa yang kurasakan, perasaan nyaman yang tidak
pernah kurasakan sebelumnya kepada siapapun. Aku bisa saja duduk di sini
berdua denganmu, tidak melakukan apa-apa dan tidak merasa bosan.” Lelaki itu menyentuh jemari Sani dari
seberang meja dan menggenggamnya sungguh-sungguh, “Beginilah
yang kubayangkan akan kulalui bersama istriku nanti.
Duduk bersama setiap pagi, mengawali hari
dengan
bahagia, lalu berpelukan ketika malam tiba.”
Kata-kata Azka terdengar luar biasa indah sehingga Sani terpesona. Dia
membiarkan tangannya dalam genggaman Azka
dan menghela napas panjang.
“Tetapi kau tidak
jujur kepadaku. Keenan berkata bahwa perusahaanmu tidak hanya mencakup cafe itu
dan lain-lain.
Kenapa
Azka? Apakah
kau tidak mempercayaiku? Apakah
kau berpikir bahwa aku
mungkin hanya mengincar hartamu?“ Sani tiba-tiba merasa terhina, “Kalau kau memang berpikir seperti itu, kau bisa tenang, aku tidak butuh hartamu. Aku bahkan bisa menghidupi diriku sendiri dan tidak
perlu bergantung pada seorang lelaki hanya untuk menghidupiku.”
“Aku tahu
kau orang yang mandiri Sani, aku tahu kau tidak mengincar harta
dan kekayaan.” Azka menggenggam erat jemari Sani, mencegah ketika Sani berusaha melepaskan diri. “Aku merahasiakannya karena takut kau merasa canggung dan lari dariku. Aku hanya ingin kau memandangku sebagai
pria biasa, bukan sebagai seorang miliarder yang berkuasa.”
Sani tercenung, menerima betapa benarnya kata-kata Azka. Kalau dari awal Azka mengatakan bahwa dirinya sangat kaya, mungkin Sani akan merasa ngeri dan tidak
akan memberi
kesempatan kepada mereka untuk lebih dekat.
Kedekatan ini sudah tidak bisa
dipungkiri lagi. Ada suatu ikatan yang sangat erat
di antara mereka, membuat dunia mereka saling tarik menarik.
Dan bahkan Sani bisa membayangkan kata-kata Azka itu, mereka bersama-sama di
pagi hari, memulai hari dengan bahagia dan berakhir di pelukan satu sama lain.
“Apakah kita akan berakhir di sana? Di impianmu
tentang hidup bahagia selama-lamanya?” tanya Sani lemah.
Azka tersenyum lebar, “Tentu saja Sani, Happy Ending, seperti akhir dari setiap novel romantismu.”
⧫⧫⧫
“Bagaimana?” Azka bertanya cepat ketika Eric memasuki
ruangannya. Eric memang sangat tampan, dia adalah sahabat Azka ketika kuliah di
luar negeri sebagai koki. Dan Eric adalah koki handal
yang kemudian
mengembangkan
bisnis
hiburan mencakup
salon,
butik, dan bakery
serta rumah makan
yang kebanyakan dibangunnya bekerjasama dengan Azka.
“Dia terpesona kepadaku tentu saja.” Eric terkekeh, “Tetapi belum cukup untuk
membuatnya berani mengambil keputusan untuk membatalkan pernikahan itu.”
“Kau sudah
melakukan
semua yang kukatakan kepadamu bukan?”
“Tentu saja, dengan sempurna. Aku mengunjunginya ke rumahnya, membawakan bunga lily kesukaannya, dia
terkejut
karena aku bisa mengetahui kesukaannya. Lalu aku menceritakan tentang kucing, seperti yang kau informasikan
bahwa Celia sangat menyukai kucing dan punya puluhan kucing di rumahnya. Dan sekali lagi dia terperangah karena aku mempunyai banyak sekali kesamaan dengan dirinya. Semuanya sempurna mulai dari makan malam, sikap lembut dan perhatian seratus persen. Aku yakin hatinya sudah berpaling, hanya saja belum ada sesuatu yang membuatnya
mengambil keputusan penting itu.
Seperti yang kau katakan, kau ingin membuktikan bahwa dia bisa
mengkhianatimu bukan?” Eric menatap Azka tajam, “Dia tidak
menolak
ketika aku menciumnya semalam.”
Sebuah bukti. Sebuah kenyataan akan pengkhianatan. Azka sudah menduga bahwa Celia tidak akan mampu bertahan. Perempuan itu mengatakan sangat mencintainya. Tetapi kalau dia sungguh mencintai, dalam keadaan apapun cinta tidak akan semudah itu tergoda untuk berkhianat.
Mungkin sejak awal Celia tidak mencintainya, mungkin perempuan itu hanyalah terobsesi
untuk memilikinya.
“Kalau begitu mungkin ini saatnya aku bertemu dengan Celia.
---
Ketika
Azka datang, Celia sangatlah gugup. Azka sudah lama sekali tidak berkunjung. Dan Celia... sudah terlalu sering menghabiskan waktunya bersama Eric hingga sampai di titik dia sudah tidak peduli lagi apakah Azka akan datang atau tidak. Tetapi pernikahan mereka sudah dekat, pernikahan itu adalah puncak impian Celia
untuk bisa memiliki Azka pada akhirnya, dan dia tidak akan mundur. Celia hanya
berharap dia masih bisa
menghabiskan waktu bersama Eric, mereguk
seluruh perhatian yang tidak didapatkannya dari Azka sebelumnya, dan semoga saja
Azka tidak akan tahu tentang perselingkuhannya sehingga pernikahan mereka
akan berjalan
mulus.
“Kemana saja kau selama ini Azka.” Celia memasang
wajah merajuk,
“Aku sampai berpikir bahwa
kau
mungkin sudah melupakanku.”
“Aku sangat sibuk Celia, kuharap kau mengerti.”
Celia mendesah sedih, “Selalu begini Azka, apakah nanti di kehidupan perkawinan kita juga akan seperti ini? Kau sibuk dengan pekerjaanmu dan mengabaikan aku?”
Azka mengangkat bahunya, “Itulah konsekuensi kau menikah
denganku,
tidak akan berubah meskipun
kita menikah. Aku mempunyai tanggung jawab yang besar di perusahaan yang tidak
mungkin aku abaikan begitu
saja.
Kalau kau tidak siap menghadapinya kau bisa mundur.”
“Apa?” wajah Celia langsung pucat pasi.
Sementara itu
Azka memasang
wajah datarnya,
“Aku tidak bisa menjadi suami yang perhatian seperti yang
kau inginkan, tidak akan pernah bisa.
Kalau kau tidak siap menanggung kesedihan karena tidak pernah
mendapatkan
perhatian dari seorang suami, kau bisa
mundur sekarang Celia agar kau tidak menyesal. Kau tahu, aku tidak
pernah memaksamu untuk menikahiku, untuk menjadi isteriku.”
“Teganya
kau!” Celia berteriak,
dan
berurai air mata, “Kau sengaja
melakukannya bukan?
Kau
sengaja mengabaikanku agar aku merasa tidak kuat dan membatalkan
pernikahan
ini? Kau ingin aku meninggalkanmu
bukan? Agar kau tidak perlu
memiliki istri yang lumpuh dan cacat sepertiku.
Cacat karena kau!!” Perkataan Celia
itu membuat wajah
Azka
memucat,
tetapi dia mengendalikan diri dan berusaha membuat
ekspresinya tetap datar.
“Well kau tidak akan mendapatkan apa yang kau mau! Karena aku tetap akan
melanjutkan pernikahan ini! Apapun
yang terjadi kau tetap akan menjadi suamiku dan aku akan menjadi istrimu!”
Lalu dengan marah Celia memutar kursi rodanya, memasuki rumah dan meninggalkan Azka berdiri di teras itu.
⧫⧫⧫
Sani sedang tidak ada pekerjaan.
Revisian naskah dari editor belum diterimanya.
Dia menghabiskan
harinya dengan bermain game komputer sampai merasa bosan.
Kemudian dia teringat perkataan Kesha pada
hari itu, ketika mereka mencari data-data tentang Azka
di internet. Bahwa kita tinggal memasukkan sebuah nama saja di mesin pencari, dan
kalau orang itu cukup terkenal, maka kita akan menemukan banyak informasi tentangnya.
Sani teringat, bahwa Azka selalu tampak tampan di
foto- fotonya di setiap kolom berita keuangan dan bisnis yang ada
di internet. Lelaki itu memang berpenampilan berbeda, dengan jas resmi yang tampak sangat formal.
Dengan iseng, Sani
membuka mesin pencari di internetnya,
dan
memasukkan nama lengkap
Azka
di sana. Dalam beberapa detik, deretan hasil pencarian muncul.
Sani menelusurinya dengan sangat tertarik. Ada berita tentang merger hotel terbaru milik Azka, pembukaan restoran bintang lima secara serentak, dan iklan tentang resor-resor mewah di kawasan pariwisata elit di beberapa kota.
Semua berita itu menyebut Azka sebagai pemimpin
perusahaan yang jenius dan kompeten.
Lalu mata Sani tertuju kepada sebuah kolom gosip. Hey... ada kolom gosip di antara semua berita
keuangan dan bisnis ini. Dengan tertarik Sani
membuka
kolom itu. Itu
adalah wawancara dan berita
tentang
profil
Azka, pengusaha
muda
yang sangat
sukses dalam mengembangkan bisnis perusahaannya.
Sani membacanya dengan sangat tertarik, menelusuri kisah hidup Azka
dalam bentuk tulisan. Ternyata Azka
adalah seorang yang cemerlang dalam
prestasi pendidikannya, dan juga....
Mata Sani berkerut pada sebuah
berita bahwa
Azka sudah
bertunangan dengan kekasih yang dipacarinya selama empat tahun. Tunangannya adalah seorang mantan model pro yang berhenti setelah mengalami
kecelakaan, bernama Celia
Carolina.
Jantung Sani berdebar keras, sebuah
kejutan lagi.... Azka sudah bertunangan? Dan dari
kolom berita itu,
dikatakan bahwa tahun ini mereka akan menikah.
Dunia seakan runtuh di bawah kaki Sani.YOU'VE GOT ME FROM HELLO - SANTHY AGATHA - BAB 9
No comments:
Post a Comment