BAB
17
Entah
berapa jam proses operasi yang menyiksa itu dan Mikail duduk di sana dengan
seluruh tubuh menegang dan tersiksa. Norman masih menungguinya di sana, sementara
Serena sudah berpamitan, karena puteranya membutuhkannya. Serena bilang akan kembali
besok pagi.
Lalu
terdengar tangis bayi. Tangis bayi yang sangat kuat dan keras, seakan memompa
seluruh udara yang ada ke dalam paru-parunya.
Mikail
terkesiap dan saling berpandangan dengan Norman, tubuhnya makin menegang. Apakah
itu suara anaknya?
Tiba-tiba
lampu menyala hijau, dan seorang perawat keluar, memanggilnya, “Tuan Mikail Raveno”
Mikail
diajak masuk ke ruangan dalam di bagian ruang persiapan operasi, yang menjadi pembatas
antara ruang tunggu dengan ruang operasi,
“Ini
Putera anda Tuan Mikail, kami menunjukkannya sebelum dia dibawa ke kamar bayi”
Bayi
itu menangis begitu keras, seolah-olah memprotes kenapa dia direnggut dari kehangatan
yang nyaman di perut ibundanya ke dunia yang penuh marabahaya ini.
Mikail
mengamati bayi itu dengan takjub, mahluk kecil tak berdaya itu, yang selama ini
tumbuh di perut Lana, darah dagingnya, yang tumbuh dari percintaannya dengan Lana.
Makhluk itu begitu tak berdaya, dan ingatan bahwa Mikail memusuhinya dulu terasa
begitu konyol.
Anak
laki-laki ini anaknya. Buah cintanya dengan Lana. Perawat itu menunjukkan alat
kelamin bayi itu, anak laki-laki yang sehat. Dan wajahnya itu, yang bahkan sudah
menunjukkan kemiripannya dengan seluruh keturunan Raveno, lalu membawa sang
bayi ke ruangan khusus.
Sejenak
Mikail masih tertegun di sana, lalu teringat kepada Lana… Lana.. bagaimana
isterinya?
“Suster,”
Mikail memanggil suster itu, berusaha agar tidak terdengar panik, “Bagaimana
dengan isteri saya?”
Suster
itu melirik ke ruang operasi, “Masih belum sadar tuan, kondisinya cukup stabil
meskipun kita tidak tahu apa yang akan terjadi waktu-waktu mendatang, Anda bisa
menengoknya nanti ketika dia sudah dipindah dari ruangan operasi ke ruangan
iccu". Lalu suster itu pergi meninggalkannya, memaksanya menunggu ke dalam
ketidakpastian yang menyiksa lagi.
Kalau
dulu, Mikail pasti akan membentak, memaksa, menggunakan cara kasar agar bisa dituruti
kemauannya. Dia ingin melihat Lana segera! Kenapa para dokter tidak becus itu
begitu lama menanganinya???
Tetapi
Mikail menahan dirinya. Tidak. Mereka sedang menyelamatkan Lana. Dia tidak boleh
mengganggu mereka, karena nyawa Lana taruhannya.
***
Ruangan
iccu itu sepi, hanya ada Lana dan suara detak jantungnya yang dimonitor. Lana masih
belum sadarkan diri, dan menurut penjelasan dokter tadi, kondisinya masih belum
lepas dari kritis.
Mikail
duduk di sana, di samping ranjang Lana, mengamati wajah Lana yang terbaring pucat
pasi. Dia pernah mengalami ini sebelumnya dan ternyata Natasha tidak pernah terbangun
lagi. Akanlah Lana melakukan hal yang sama pada dirinya?
“Kau
tidak boleh meninggalkanku Lana,” Mikail menggeram parau, “Kau tidak boleh meninggalkanmu
sebelum aku mengizinkanmu, putera kita menunggu di sana, ingin disusui jadi kau
harus bangun dan menyusuinya, membantunya tumbuh menjadi anak yang sehat..yang..,”
suara Mikail tertelan, menyadari bahwa dia sudah berkata-kata terlalu banyak.
Mikail
lalu menyentuh jemari Lana dan menggenggamnya, “Maafkan aku,” bisiknya parau,
“Maafkan aku karena selalu memaksamu, menyakitimu, bahkan ketika kau mengandung
anakku, aku tidak pernah memperhatikanmu seperti seharusnya,” Dengan lembut Mikail
mengecup jemari Lana, “Bangunlah sayang, dan akan kutebus semua kesalahanku”
Hening,
Hanya suara monitor jantung yang terdengar teratur di ruangan itu, Mikail menggenggam
jemari Lana makin erat,
“Bangun
sayang, apakah kau akan tega meninggalkanku dan putera kita? Kau bahkan belum
memberinya nama, akan aku panggil apa dia?”
Mata
Mikail terasa panas membakar. Dia tidak pernah menangis sebelumnya, tetapi
kediaman Lana yang begitu berbeda dengan kesehariannya yang berapi-api membuatnya
merasakan aliran dingin merayapi benaknya. Ketika kemudian panas membakar itu berubah
menjadi tetesan hangat yang mengalir di sudut matanya, suara Mikail berubah serak,
“Aku
mencintaimu Lana, isteriku. Dan aku bersumpah akan mengabdikan seluruh kehidupanku
kepadamu jika kau mau bangun dari tidur pulasmu yang menakutkan ini”
Air
mata Mikail menetes di jemari Lana. Dan kemudian jemari itu bergerak, membuat
Mikail terpaku. Jemari itu bergerak lagi, samar. Dan kemudian gerakannya lebih mantap.
Bersamaan
dengan itu, bulu mata Lana bergerak-gerak, membuat Mikail menunggu dengan cemas.
Lalu setelah penantian yang sepertinya terasa seumur hidupnya, mata Lana terbuka
langsung menatap mata Mikail yang basah,
“Kenapa….
Kau…menangis,,,?”
Mikail
langsung memasang muka sedatar mungkin meskipun perasaannya meluap-luap, “Mataku
kemasukan debu”
“Oh,”
Lana memejamkan mata lagi, sepertinya percakapan itu membuatnya lelah, “Anakku?”
“Dia
laki-laki kecil yang sehat dan sempurna, tangisannya sangat keras membuat para suster
harus menutup telinga dengan kapas ketika mengurusnya”
Lana
tersenyum, dan mencoba membuka matanya lagi, “Namanya …”
“Apa
Lana?” “Aku mempersiapkan namanya…,” suara Lana melemah, “A…..Angel”
“Angel?,”
Mikail mengerutkan keningnya, dari sekian banyak nama, kenapa Lana memilih nama
Angel?
Lana
tersenyum lemah,
“Dia…
putera… dari seorang … malaikat”
Aku
iblis yang jahat! Bukan malaikat! Batin Mikail berteriak keras membantah. Setelah
semua yang dia lakukan kepada Lana, perempuan itu masih menganggapnya sebagai
malaikat?
“Men…cin….”
“Apa
Lana?,” Mikail berusaha mendekatkan telinganya ke bibir Lana karena suara Lana
semakin lemah, “Mencintaimu….Mikail.” Lalu Lana kembali tak sadar, meninggalkan
Mikail kembali dalam tidur lelapnya.
Air
mata mengalir lagi di mata Mikail, mata seorang iblis yang telah disentuh oleh
sang malaikat. Lana salah, dia bukanlah malaikat. Lana adalah malaikatnya. Dan
pernyataan cinta Lana membuat dada Mikail terasa sesak. Sesak oleh perasaan meluap-luap
yang tak pernah terungkapkan sebelumnya.
***
Kondisi
Lana membaik seiring berjalannya hari, bahkan pagi ini dia sudah diperbolehkan
menyusui Angel, untuk pertama kalinya. Lana menerima bayi itu di pelukan lengannya
degan takjub. Bayinya, puteranya, yang selama ini bertumbuh di perutnya dan
dikandung olehnya. Sekarang ada di dunia nyata, dengan rambut tebal cokelatnya
dan mata cokelat milik ayahnya, yang sekarang sedang penuh air mata. Ya, Angel
sedang menangis keras-keras sekarang.
“Dia
lapar,” suster Ana terkekeh geli dan membantu Lana setengah duduk, Lana membuka
gaun pasiennya dan mendekatkan payudaranya, Secara otomatis Angel langsung mencari
dan melahap putting itu. Lalu menghisapnya dengan begitu rakus. Lana takjub merasakan
bahwa puteranya berbagi makanan dengan dirinya, bahwa tubuhnyalah yang memberikan
makanan untuk puteranya. “Dia sepertinya sangat lapar,” suara itu berasal dari
ambang pintu dan Lana menoleh. Mendapati Mikail berdiri di sana. Hari ini jam
sembilan pagi, dan Mikail sepertinya belum pernah pulang dari rumah sakit, lelaki
itu tampak lelah.
Mikail
berjalan mendekat dan duduk di tepi ranjang, matanya tak lepas dari puteranya yang
menyusu. Puteranya sedang menyusu di tubuh isterinya. Sungguh pemandangan yang luar
biasa indahnya.
“Kau
tampak lelah”, Lana menatap Mikail lembut.
Lelaki
itu mengalihkan pandangan dari puteranya ke mata Lana, menatap Lana dengan mata
beningnya yang berwarna cokelat, “Aku belum pulang, Norman membawakanku baju ganti
dan aku mandi serta bercukur di sini, di lantai atas aku punya kamar sendiri” Lana
baru sadar bahwa ini rumah sakit yang sama tempatnya dirawat setelah kecelakaan
dan kemudian diculik oleh psikopat kejam itu. Ini adalah rumah sakit milik
Mikail,
“Yah
ini rumah sakit yang sama,” Mikail tersenyum meminta maaf, “Tetapi kali ini tidak
ada lagi penjagaan di depan, aku sibuk mengurusmu sampai aku tidak sempat mencari
musuh”.
Lana
tersenyum mendengarnya. Tepat ketika Angel melepaskan putingnya dan tertidur lelap
dengan pipi montoknya masih menempel di payudara ibunya. Diperbaikinya posisi
tidur Angel sehingga nyaman, dan MIkail mengikuti semua itu dengan pandangannya.
“Kau
mungkin bisa pulang dan beristirahat Mikail”
Mikail
mengangkat bahu, “Aku akan pulang untuk beberapa urusan, mungkin beberapa jam,
lalu aku akan kembali,” dengan canggung Mikail berdiri, sejenak hanya menatap
lama, lalu mengangguk dan melangkah pergi.
Seorang
suster masuk dan berpapasan dengan Mikail di pintu, dia bertugas mengambil Angel
dan membawanya ke kamar bayi.
“Sungguh
Anda isteri yang beruntung memiliki suami sebaik itu,” suster itu tersenyum menatap
punggung Mikail yang hilang di balik pintu. “Dan seorang MIkail Raveno pula,
Anda sungguh beruntung dicintai seperti itu”
Lana
mengernyit, menyerahkan Angel untuk digendong sang suster dengan hati-hati.
“Beruntung?
Apakah maksud suster itu dia beruntung karena memiliki suami seperti Mikail Raveno?
“Oh Anda tidak tahu ya?,” suster itu meletakkan Angel dengan lembut di kereta kaca
khusus bayi yang dibawanya, “Tuan Mikail sangat setia menunggui ketika Anda tak
sadarkan diri hampir 2 hari lamanya. Dia selalu ada di sana tak pernah meninggalkan
Anda. Kondisi Anda saat itu masih belum pasti, kadang Anda tersadar dan menceracau.
Lalu tak sadarkan diri lagi, kadang kondisi Anda sangat drop sehingga kami harus
menangani Anda secara intensif, dan tuan Mikail menuntut untuk ada di sini, setiap
detiknya mendampingi Anda. Ketika kondisi Anda stabil, dia ada di sebelah ranjang
Anda, mengajak Anda berbicara dan menggenggam tangan Anda. Sepertinya semua penantiannya
tidak sia-sia karena akhirnya Anda bangun dan membaik,” suster itu tersenyum memuji,
“Sungguh suatu anugerah yang tak terkira, bisa memiliki suami sebaik itu”
Lalu
dengan mendorong kereta bayi suster itu pergi meninggalkan Lana yang masih termenung
di atas ranjang. Benarkah Mikail, Mikailnya yang sombong, arogan, dan pemarah itu
melakukan semua yang dikatakan oleh sister itu? Benarkah Mikail mencemaskannya
sampai sedemikian?
Rasanya
tidak bisa dipercaya….
***
Lana
sudah boleh pulang bersama Angel, dan Mikail menjemputnya tepat waktu. Lelaki itu
tidak berubah, tetap begitu dingin hingga Lana berpikir jangan-jangan yang
dikatakan suster waktu itu hanyalah kebohongan atau khayalan semata. Mikail duduk
di sebelah Lana dalam mobil itu diam dan menatap ke jendela, tampak menjaga
jarak,
“Kau..
eh, sudah baikan,” Akhirnya Mikail memecah keheningan, menatap ringan pada Angel
yang tertidur di pelukan Lana, dan tatapannya melembut, “Dia sepertinya sangat
sehat”
“Dia
menyusu dengan kuat,” Lana tersenyum dan mengecup dahi Angel dengan sayang. Semula
Lana merasa sedikit takut atas reaksi Mikail kepada Angel. Lelaki itu membenci Angel
dengan alasannya ketika dia di dalam kandungan Lana, apakah lelaki itu akan
membenci Angel ketika dia sudah lahir ke dunia ini?
Sepertinya
Mikail menyayangi Angel, meski tidak ditunjukkannya dengan kata-kata. Lana sering
menangkap tatapan penuh kelembutan yang dilemparkan Mikail kepada Angel. Oh ya,
Lana mengerti, seorang Mikail mungkin tidak bisa lepas dalam menunjukkan kasih sayangnya
kepada anak kecil, tetapi Angel telah mencuri hati Mikail dan Lana mensyukuri
itu. Mereka sampai di rumah, dan dengan takjub Lana menyadari bahwa kamar bayi
sudah disiapkan. Kamar itu terletak di kamar kecil yang memiliki pintu penghubung
dengan kamar mereka sehingga Lana bisa dengan mudah mendatangi Angel ketika putera
mereka membutuhkannya.
Dengan
lembut, Lana meletakkan Angel yang tertidur pulas di boks bayi barunya. Bayi itu
sangat pandai, tidak rewel, dan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan suasana
di tempat barunya. Mikail berdiri di ambang pintu penghubung dan mengamati Lana,
kemudian membalikkan badannya hendak pergi,
“Mikail,”
Lelaki
itu langsung menghentikan langkahnya dan menatap Lana,
“Ada
apa?” “Apakah… apakah setelah sekarang kita mempunyai putera, kau masih menganggapku
sebagai pengganti Natasha?.”
Lana
harus bertanya, dia tak tahan lagi memendamnya. Sekarang mereka sudah mempunyai
seorang putera dan
Lana
tidak mampu hidup dalam ketidakpastian semacam ini. Anaknya harus tumbuh di keluarga
yang saling mencintai, dan ketiika Mikail tidak bisa memberikannya. Maka Lana
akan pergi,
“Apa?,”
ada nyala di mata Mikail dan itu seharusnya sudah bisa menjadi tanda peringatan
buat Lana, tetapi dia tidak mau mundur, dan dia tidak bisa.
“Kau
selama ini selalu menganggapku sebagai pengganti Natasha. Sekarang kita mempunyai
Angel, aku hanya ingin menunjukkan sikapku. Aku tak mau menjadi pengganti seseorang,
jadi mungkin aku akan pergi bersama Angel” Wajah Mikail mengeras. “Kau pikir apa
yang sedang kau katakan?”
“Aku
sudah mempelajari surat perjanjian itu, dalam surat itu dikatakan bahwa aku
harus menikahimu di usiaku yang ke dua puluh lima tahun, tidak dituliskan klausul
apabila kita berpisah… saat ini aku ingin berpisah”
Kau
bilang waktu itu kau mencintaiku! Mikail ingin meneriakkan kata-kata itu di
depan Lana, dia begitu marah hingga jemarinya mengepal,
“Berani-beraninya
kau mengajukan perpisahan kepadaku? Tidak pernah ada seorangpun yang bisa meninggalkan
Mikail Raveno!”
***
Mana sambungannya ya kak?
ReplyDeletesudah bisa tu sya link nya.... happy reading ya say...
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDelete